• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka SNSE 2016

Dalam dokumen SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA 2016 (Halaman 42-54)

BAB II. PEMAHAMAN TENTANG SNSE

2.5. Kerangka SNSE 2016

dari kementerian/lembaga di luar BPS juga digunakan. Data yang dimaksud antara lain dalam bentuk laporan keuangan perusahaan (BEI), laporan keuangan pemerintah (Kemenkeu), serta neraca pembayaran luar negeri (BI). Sebagai pelengkap, digunakan juga data dan informasi kualitatif yang diperoleh dari berbagai sumber. Jenis data tersebut terutama digunakan pada saat melakukan adjustment, konsolidasi, dan rekonsiliasi data.

Disagregasi berdasarkan kelompok rumah tangga, industri, komoditas, maupun faktor produksi akan berdampak pada klasifikasi dan ukuran (dimensi) dari matrik SNSE 2016. Sektor rumah tangga dirinci menjadi delapan kelompok rumah tangga. Sementara itu, barang dan jasa serta kelompok industri masing-masing terdiri dari tujuh belas kelompok. Faktor produksi dirinci menjadi dua kelompok faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Selanjutnya, faktor produksi tenaga kerja dirinci menjadi delapan kelompok faktor produksi tenaga kerja. Sehingga matrik SNSE 2016 akan terdiri dari matrik SNSE 2016 (9 X 9); dan matrik SNSE 2016 (97 X 97). Selengkapnya, klasifikasi dari kerangka SNSE 2016 dapat dilihat pada lampiran.

2.6.1 Alokasi Nilai Tambah ke Faktor Produksi

Transaksi nilai tambah di masing-masing industri yang dialokasikan ke faktor produksi dijelaskan melalui submatrik (3,2). Submatrik ini merupakan perpotongan antara neraca pendapatan yang diciptakan dengan neraca produksi berbasis industri.

Submatrik ini diturunkan dari perangkat SUT dengan cara melakukan agregasi sesuai klasifikasi industri (KBLI) dalam perangkat SNSE.

Faktor produksi mencakup faktor tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dibayar dan tenaga kerja tidak dibayar. Tenaga kerja dibayar merupakan tenaga kerja atau pekerja (buruh/karyawan/pegawai) yang terlibat dalam aktivitas produksi dengan memperoleh balas jasa dalam bentuk upah dan gaji.

Sedangkan tenaga kerja tidak dibayar merupakan tenaga kerja yang terlibat dalam aktivitas produksi namun mereka tidak memperoleh upah dan gaji seperti pekerja

https://www.bps.go.id

pemilik (employee), pekerja keluarga (unpaid family workers), dan pekerja mandiri (self employed workers).

Sungguhpun tenaga kerja semacam itu tidak menerima upah dan gaji, namun balas jasanya telah tercakup dalam surplus usaha (mixed income) dari usaha rumah tangga yang dilakukan. Balas jasa itu dinilai dengan cara diimputasi (imputed wages and salaries) dari keuntungan usaha. Dalam kerangka SUT, balas jasa tenaga kerja tak dibayar tidak muncul sebagai rincian tersendiri, namun tergabung dalam komponen surplus usaha (operating surplus).

Alokasi nilai tambah ke faktor produksi bukan tenaga kerja dihitung berdasarkan porsi komponen balas jasa faktor produksi dalam bentuk surplus usaha.

2.6.2 Alokasi Pendapatan Faktorial

Transaksi pendapatan faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja (faktorial) yang dialokasikan kepada institusi (rumah tangga, pemerintah, korporasi, dan LNPRT) pemilik dari faktor produksi dijelaskan melalui submatrik (4,3). Submatrik tersebut merupakan perpotongan antara neraca alokasi pendapatan primer berbasis institusi dengan neraca pendapatan yang diciptakan yang berbasis industri. Data dan indikator untuk mengalokasikan pendapatan faktorial menurut golongan rumah tangga diperoleh dari hasil pengolahan SKTIR.

Alokasi pendapatan faktorial sebagai suatu proses distribusi pendapatan primer, menjelaskan transaksi antara produsen (industri) sebagai pihak yang membayar dengan institusi pemilik faktor produksi sebagai penerima pendapatan.

Rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi tenaga kerja dibayar akan menerima pendapatan upah dan gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Sedangkan sebagai pemilik modal, teknologi, maupun kewirausahaan (tenaga kerja tak dibayar) seperti pekerja pemilik dan pekerja keluarga akan memperoleh bagian dari surplus usaha atau keuntungan usaha dalam bentuk tunai maupun natura. Modal, termasuk kewirausahaan merupakan faktor produksi bukan tenaga kerja yang akan memperoleh

https://www.bps.go.id

pendapatan dalam bentuk bagian keuntungan dari aktivitas usaha rumah tangga yang dilakukannya.

Jika aktivitas produksi dilakukan oleh institusi lain selain rumah tangga pemilik faktor produksi bukan tenaga kerja, maka balas jasa kepemilikan faktor produksi itu berbentuk bunga, deviden, dan pendapatan kepemilikan lain. Perolehan pendapatan faktorialnya dijelaskan melalui submatrik pendapatan kepemilikan (4,4). Submatrik ini merupakan perpotongan antara neraca alokasi pendapatan primer dengan neraca alokasi pendapatan

primer yang berbasis institusi. Data dan indikator untuk mengalokasi pendapatan faktorial semacam itu diperoleh dari hasil pengolahan SKTIR (untuk rumah tangga), laporan keuangan perusahaan, laporan keuangan pemerintah dan survei-survei khusus lainnya.

2.6.3 Transfer

Transaksi transfer (current) yang bersifat tak mengikat sebagaimana pemberian (hadiah, hibah) uang ataupun barang di antara unit-unit institusi baik secara individu maupun kelompok dijelaskan melalui submatrik (5,5). Submatrik tersebut merupakan perpotongan antara neraca alokasi pendapatan sekunder dengan neraca alokasi pendapatan sekunder berbasis institusi. Data dan indikator untuk mengalokasikan pendapatan dan pengeluaran transfer diperoleh dari hasil pengolahan SKTIR (untuk rumah tangga), laporan keuangan perusahaan, laporan keuangan pemerintah dan survei-survei khusus lainnya.

Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dan pendidikan dalam bentuk pemberian bantuan sosial dicatat sebagai pengeluaran transfer pemerintah yang diberikan pada rumah tangga. Pada sisi yang berbeda, pengeluaran pemerintah (subsidi) tersebut menjadi sumber penerimaan bagi rumah tangga, yang kemudian dikeluarkan lagi sebagai pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk kesehatan dan pendidikan. Oleh karenanya pengeluaran rumah tangga dalam kerangka SNSE akan lebih besar dari pengeluaran rumah tangga dalam kerangka SUT. Demikian pula pengeluaran pemerintah dalam kerangka SNSE lebih kecil dari pengeluaran

https://www.bps.go.id

pemerintah dalam kerangka SUT. Transaksi pajak langsung dan premi asuransi selain asuransi jiwa juga diperlakukan sebagai transfer antar institusi.

2.6.4 Pengeluaran Konsumsi Akhir

Transaksi pengeluaran atas berbagai barang dan jasa (produk) baik produk domestik maupun impor oleh institusi rumah tangga, pemerintah, dan LNPRT untuk tujuan konsumsi akhir dijelaskan melalui submatrik (1,6). Submatrik ini merupakan perpotongan antara neraca barang dan jasa yang berbasis produk dengan neraca penggunaan pendapatan yang berbasis institusi. Data dan indikator untuk mengalokasi pengeluaran konsumsi akhir menurut golongan rumah tangga diperoleh dari hasil pengolahan SKTIR dan SUSENAS.

Pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga (PK-RT) mencakup pengeluaran rumah tangga atas berbagai barang dan jasa kebutuhan konsumsi seperti makanan, pakaian, perlengkapan dan peralatan rumah tangga, kesehatan, pendidikan, hiburan dan rekreasi. Di sisi yang lain, PK-RT mencakup pembelian, pemberian, ataupun produk yang dihasilkan sendiri (product for own consumption). Tidak seperti SNSE tahun-tahun sebelumnya yang

menyajikan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran konsumsi akhir LNPRT dalam satu kelompok, SNSE 2016 sudah memisahkan pengeluaran konsumsi LNPRT dari pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga.

Pengeluaran konsumsi (akhir) pemerintah (PK-P) mencakup pengeluaran atas berbagai barang dan jasa kebutuhan operasional pemerintahan seperti pembayaran upah dan gaji, pembelian alat-alat kantor, biaya perjalanan dinas, pembayaran listrik, telepon, dan air, tidak termasuk pengeluaran untuk tujuan transfer. Di sisi yang lain, PKP mencakup seluruh unit-unit pemerintahan tingkat pusat (kementerian/lembaga) maupun tingkat daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan kelurahan/ desa).

https://www.bps.go.id

2.6.5 Pengeluaran Konsumsi Antara

Transaksi pembelian atau penggunaan berbagai barang dan jasa (produk) baik produk domestik maupun impor untuk tujuan menghasilkan produk lain oleh suatu industri dijelaskan melalui submatrik (1,2). Submatrik itu merupakan perpotongan antara neraca barang dan jasa berbasis produk dengan neraca produksi yang berbasis industri. Submatrik pengeluaran konsumsi antara diturunkan dari SUT dengan cara melakukan agregasi sesuai klasifikasi industri (KBLI) dalam SNSE.

Transaksi margin perdagangan dan transportasi yang timbul akibat adanya rantai distribusi dan pengunaan jasa transportasi agar barang dari produsen (industri) sampai ke tangan konsumen dijelaskan melalui submatrik (1,1). Submatrik tersebut merupakan perpotongan antara neraca barang dan jasa dengan neraca barang dan jasa berbasis produk. Submatrik margin perdagangan dan transportasi itu diturunkan dari perangkat SUT dengan cara melakukan agregasi sesuai klasifikasi komoditas (KBKI) dalam perangkat SNSE.

2.6.6 Pajak atas Produk dan Subsidi

Transaksi lalu lintas transfer (pajak atas produk) dari unit penghasil barang dan jasa (produk) ke institusi pemerintah, serta yang kembali ke institusi penerima transfer (subsidi) dijelaskan melalui submatrik (4,1). Submatrik ini merupakan perpotongan antara neraca alokasi pendapatan primer yang berbasis institusi dengan neraca barang dan jasa yang berbasis komoditas (produk). Transaksi subsidi merupakan bagian dari pengeluaran pemerintah yang diberikan pada unit penghasil barang dan jasa. Data dan indikator pajak atas produk dan subsidi bersumber dari laporan keuangan pemerintah, khususnya laporan penerimaan pajak dari direktorat jendral pajak.

2.6.7 Tabungan

Transaksi tabungan dalam bentuk bagian penerimaan sektor institusi yang tidak digunakan untuk pengeluaran konsumsi (akhir) dijelaskan melalui matrik (7,6).

https://www.bps.go.id

Submatrik tabungan bruto menurut institusi merupakan perpotongan antara neraca kapital yang berbasis institusi dengan neraca penggunaan pendapatan yang berbasis institusi. Data dan indikator tentang tabungan diperoleh dari hasil pengolahan SKTIR (tabungan rumah tangga), laporan keuangan perusahaan dan beberapa survei khusus (retained earnings korporasi), laporan keuangan pemerintah (tabungan pemerintah).

Catatan: beberapa transaksi tabungan diperlakukan sebagai residual (penyeimbang), karena data tersebut tidak tersedia secara lengkap dan rinci.

2.6.8 Transaksi Eksternal

Transaksi eksternal menjelaskan transaksi yang terjadi antara pelaku domestik dengan pelaku luar negeri (rest of the world). Transaksi ini mencakup transaksi dari aktivitas ekspor dan impor, kompensasi faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi bukan tenaga kerja, pembayaran bunga, transfer current, hutang-piutang, dan transfer modal. Seluruh transaksi tersebut menyebabkan adanya aliran devisa, baik masuk (penerimaan) maupun keluar (pengeluaran).

Submatrik yang berkaitan dengan transaksi ekternal (LN) mencakup submatrik ekspor/impor barang dan jasa, submatrik kompensasi tenaga kerja dari dan ke LN, submatrik pendapatan kepemilikan dari dan ke LN, serta submatrik current and capital transfer dari dan ke luar negeri. Data dan indikator tentang transaksi luar negeri itu diperoleh dari hasil pengolahan neraca pembayaran luar negeri, laporan keuangan perusahaan, serta data pendukung lainnya.

2.6.9 Ekivalen Tenaga Kerja

Ekivalen tenaga kerja (ETK) merupakan ukuran produktivitas tenaga kerja, artinya satu ETK setara dengan seorang tenaga kerja yang bekerja selama 40 jam dalam satu minggu. Bila seorang tenaga kerja bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka tenaga kerja itu bekerja kurang dari satu ETK, demikian pula sebaliknya. Dalam SNSE 2016, jumlah ETK dihitung untuk masing-masing kelompok (seperti tenaga kerja profesional, dan tenaga kerja pertanian) dan industri. Dengan demikian, seorang tenaga kerja professional yang bekerja selama 20 jam di katagori A dan 20 jam di

https://www.bps.go.id

katagori B akan dihitung sebagai 0,5 ETK di katagori A dan 0,5 ETK di katagori B.

Indikator ETK dimaksudkan untuk dapat menangkap tenaga kerja yang bekerja di beberapa katagori; atau untuk menangkap tenaga kerja yang bekerja kurang atau lebih dari jam kerja normal (40 jam seminggu). Data dan indikator untuk penghitungan ekivalen tenaga kerja bersumber dari hasil pengolahan Sensus Penduduk dan Survei Angkatan Kerja Nasional.

https://www.bps.go.id

 

https://www.bps.go.id

Sumber gambar: canva.com

https://www.bps.go.id

https://www.bps.go.id

Pernahkah Anda bertanya-tanya dari mana datangnya angka-angka berita

ekonomi?

Kegiatan setiap orang adalah bagian dari perekonomian nasional;

kegiatan produksi, kompensasi pekerja dan banyak kegiatan lainnya

sumber gambar: https://www.utakatikotak.com/Peranan-Pelaku-Ekonomi-dalam-Kegiatan-Ekonomi/kongkow/detail/24572

Ini yang pada akhirnya akan

membangun gambaran ekonomi secara keseluruhan, ekonomi dari setiap sudut

https://www.bps.go.id

BAB III

ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA 2016

3.1 Gambaran Umum Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia 2016 Sistem Neraca Sosial Ekonomi adalah kerangka kerja analitis di mana data sosial dan data ekonomi terintegrasi dan harmonis. Sistem Neraca Sosial Ekonomi dan Neraca Nasional dibangun di atas kerangka yang sama, meskipun dalam penyajiannya berbeda dimana Neraca Nasional disajikan dalam akun-T dan SNSE dalam bentuk matriks. Saat ini SNSE dibangun berdasarkan tabel standar Neraca Nasional: (Supply and Use Table (SUT) dan Neraca Terintegrasi), tetapi Neraca Terintegrasi tidak dapat menampilkan interaksi ekonomi yang terjadi di dalam sektor rumah tangga, Neraca Institusi Terintegrasi memperlakukan sektor rumah tangga sebagai satu kelompok, sementara SNSE dapat memecah sel yang melibatkan 'tenaga kerja' dan „sektor rumah tangga‟ menjadi kelompok yang lebih kecil untuk menunjukkan efek dari perbedaan perilaku kelompok tersebut.

SNSE menghubungkan statistik makro dari Neraca Nasional dengan statistik mikro dari tenaga kerja dan rumah tangga, juga menunjukkan hubungan timbal balik antara statistik ekonomi dan sosial. SNSE memperlihatkan matrik selain dari neraca barang dan jasa dan neraca produksi, menyajikan informasi tambahan tentang aliran dana, siapa yang membayar dan kepada siapa, informasi tambahan ini dapat digunakan untuk memperluas dan meningkatkan pengganda pemodelan dengan menggabungkan bagian perilaku non-produksi dari ekonomi. Sejumlah besar interaksi ekonomi terjadi di dalam sektor rumah tangga.

SNSE menggambarkan seluruh aliran pendapatan melingkar suatu perekonomian dalam format matriks. SNSE menunjukkan produksi yang mengarah pada penciptaan pendapatan, yang pada gilirannya, dialokasikan untuk sektor institusi.

Selain itu, SNSE menyajikan redistribusi pendapatan yang mengarah ke pendapatan disposable sektor institusi. Pendapatan ini dihabiskan untuk konsumsi produk, disimpan atau diinvestasikan. Pengeluaran oleh sektor institusi mengarah pada produksi oleh

https://www.bps.go.id

Gambar 3.1

Diagram Alir Siklus Ekonomi

https://www.bps.go.id

Gambar 3.2

Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Barang dan

Jasa(produk) 1 Margin Perdagangan dan transportasi

Pengeluaran Konsumsi Antara

Pengeluaran Konsumsi Akhir

Investasi Non Finansial

Ekspor Barang dan Jasa

Produksi (industri) 2 Output

Penciptaan Pendapatan (nilai tambah)

3 Nilai Tambah Kompensasi Tenaga

Kerja dari LN

Alokasi Pendapatn

Primer (institusi) 4 Pajak atas Produk

dikurangi Subsidi Pendapatan Pendapatan

Kepemilikan

Pendapatan Kepemilikan Pajak Atas Produk minus Subsidi dan Impor dari LN Distribusi

Pendapatan Sekunder (institusi)

5 Pendapatan

Nasional

Pajak Pendapatan Kekayaan,dll dan TransferCurrent taxes on inc., wealth,etc and curr transfers

Pajak Pendapatan, Kekayaan, dll dan Transfer Berjalan dari LN

Pengunaan Pendapatan Sekunder(institusi)

6 Pendapatan

Disposable

Penyesuaian untuk Perubahan hak Pensiun

Kapital (institusi) 7 Tabungan Transfer Modal Borrowing

Finansial 8 Lending Lending of ROW

9 Impor Barang dan Jasa

Kompensasi Tenaga Kerja ke LN

Pendapatan Kepemilikan Pajak atas Produk minus subsidi dan Impor ke LN

Pajak Pendapatan Kekayaan dll dan Transfer Berjalan ke LN

Penyesuaian untuk Perubahan hak Pensiun

Jumlah

Pengunaan Pendapatan Sekunder(institusi)

Kapital (institusi) Finansial Luar Negeri

Luar Negeri

Klasifikasi Neraca Barang dan

Jasa(produk) Produksi (industri)

Penciptaan Pendapatan (nilai

tambah)

Alokasi Pendapatn Primer (institusi)

Distribusi Pendapatan Sekunder (institusi)

https://www.bps.go.id

3.2 SNSE Indonesia 9x9

Gambaran perekonomian Indonesia secara umum selama tahun 2016 dapat diperlihatkan oleh SNSE Indonesia ukuran 9x9 (lihat Tabel 3.1). Matriks ini merupakan agregasi dari SNSE Indonesia 2016 ukuran 97x97 yang ditampilkan untuk memperlihatkan keterkaitan antar neraca secara menyeluruh.

Dari Tabel 3.1 pada baris 1, memperlihatkan pengunaan barang dan jasa.

Pengunaan barang dan jasa dirinci sebagai berikut: konsumsi antara sebesar Rp.11.058.971 miliar, konsumsi akhir sebesar Rp.8.359.035 miliar, perubahan persediaan sebesar Rp.82.589 miliar, pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp.4.139.130 miliar, dan ekspor barang dan jasa sebesar Rp.2.379.277 miliar.

Total Penggunaan (Rp.26.019.002 miliar) = Total permintaan antara (Rp.11.058.971 miliar) + Permintaan akhir menurut produk (Rp.14.960.031 miliar)

Sementara itu pada kolom 1 pada Tabel 3.1 memperlihatkan penyediaan barang dan jasa (industri) berupa output sebesar Rp.23.230.338 miliar, impor barang dan jasa sebesar Rp.2.314.213 miliar, pajak kurang subsidi atas produk, sebesar Rp.474.450 miliar dan margin perdagangan dimana secara total perekonomian, keseimbangan margin perdagangan dan transportasi yang dibayar dan diterima selalu nihil. Margin perdagangan dan transportasi ditampilkan di sini karena margin perdagangan dan transportasi bukan nol dalam matriks neraca nasional melainkan lebih rinci (terperinci), dan karena strukturnya matriks, maka agregat dan tabel yang lebih rinci haruslah sama.

Total Penyediaan (Rp.26.019.002 miliar) = Total output domestik atas dasar harga dasar (Rp.23.230.338 miliar) + Impor barang dan jasa (Rp.2.314.213 miliar) + Pajak kurang subsidi atas produk (Rp.474.450 miliar) + Margin perdagangan dan biaya pengangkutan (Rp.0)

Pada baris 2 kolom pada Tabel 3.1, nilai produksi yang dihasilkan dari aktivitas produksi barang dan jasa, yaitu output sebesar Rp.23.230.338 miliar. Dan pada kolom 2 pada Tabel 3.1 terlihat konsumsi antara sebesar Rp.11.058.971 miliar dan total nilai tambah sebesar, Rp.12.171.368 miliar (nilai tambah sudah termasuk pajak dikurangi

https://www.bps.go.id

subsidi atas produksi), dimana Nilai tambah sama dengan PDB.

PDB Produksi (Rp.12.645.818 miliar) = Total nilai tambah menurut lapangan usaha (Rp.12.171.368 miliar) + Pajak dikurangi subsidi atas produk (Rp.474.450 miliar) PDB Pengeluaran (Rp.12.645.818 miliar) = Total permintaan akhir (Rp.14.960.031 miliar)–impor barang dan jasa (Rp.2.314.213 miliar)

PDB Pendapatan (Rp.12.645.818 miliar) = Penjumlahan komponen NTB (Kompensasi tenaga kerja + Surplus usaha bruto + Pajak dikurangi subsidi lainnya atas produksi) (Rp.12.171.368 miliar) + Pajak dikurangi subsidi atas produk (Rp.474.450 miliar)

Penciptaan pendapatan mengambarkan pendapatan yang dihasilkan dalam proses produksi, mencatat komposisi nilai tambah yang dihasilkan dari proses produksi yang merupakan seluruh balas jasa faktor produksi yang dibayar oleh berbagai industri atas input primer (primary input) yang terlibat dalam proses menghasilkan barang dan jasa.

Nilai tambah yang dihasilkan tahun 2016 sebesar Rp.12.171.368 miliar (baris 3 pada Tabel 3.1) , nilai tambah ini didistribusikan dalam bentuk:

a. Balas jasa atau kompensasi tenaga kerja (kompensasi sebagai imbalan atas kerja antara industri (majikan) dan seseorang (karyawan) yang mana diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok (buruh dll)).

b. Pajak kurang subsidi atas produksi dan

c. Surplus usaha plus mixed income (masih termasuk penyusutan).

Nilai tambah merupakan sumber pendapatan bagi unit rumah tangga, pemerintah, perusahaan dan LNPRT.

Sementara (kolom 3 pada Tabel 3.1) menunjukkan pengeluaran untuk membayar kompensasi tenaga kerja luar negri yang dipekerjakan di perusahaan domestik sebesar Rp.23.435 miliar.

Pendapatan yang diperoleh dari pendapatan kepemilikan (seperti bunga, deviden dll) dari sektor domestik sebesar Rp.1.508,829 miliar, pendapatan kepemilikan dari luar negeri sebesar Rp.50.646 miliar, dan pendapatan pajak dikurangi subsidi atas

https://www.bps.go.id

Pengeluaran pendapatan kepemilikan ke sektor domestik sebesar Rp.1.508,829 miliar, dan luar negeri sebesar Rp.425.959 miliar, (kolom 4 pada Tabel 3.1). Item penyeimbang adalah pendapatan nasional (total pendapatan yang diperoleh oleh unit institusi residen sebagai akibat dari keterlibatan dalam produksi), pendapatan nasional sebesar Rp.12.249.968 miliar.

Pendapatan Nasional (12.249.968 miliar) = Total nilai tambah menurut lapangan usaha (Rp.12.171.368 miliar) + pajak dikurangi subsidi atas produksi (Rp.474.450 miliar + kompensasi karyawan dari luar negri (Rp 2900 miliar) - kompensasi karyawan ke luar negeri (Rp.23.435 miliar) + pendapatan kepemilikan dari luar negri (Rp.50.646 miliar) - pendapatan kepemilikan ke luar negeri (Rp.425.959 miliar)

Distribusi dan redistribusi pendapatan, berupa transfer dari institusi dan pajak yang diterima oleh pemerintah yang dikeluarkan oleh institusi-institusi lain (RT, LNPRT, korporasi) sebesar Rp.2.391.114 miliar dan transfer dari luar negeri sebesar Rp.173.065 miliar (baris 5 pada Tabel 3.1). Transfer ke sektor residen sebesar Rp.2.391.114 miliar, serta transfer ke luar negeri sebesar Rp.98.762 dan diseimbangkan dengan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) sebesar Rp.12.324.271 miliar.

Pendapatan disposabel mengambarkan pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh rumah tangga, pemerintah, perusahaan dan LNPRT, dan digunakan untuk pengeluaran konsumsi akhir, tabungan dan investasi, adj. for change in net equity housh on pension funds sebesar Rp.31.790 miliar (baris 6 dan kolom 6). Pendapatan yang dapat dibelanjakan muncul di baris 6, sebesar Rp.12.324.271 miliar, dan pengeluaran konsumsi akhir dicatat pada kolom 6, sebesar Rp.8.359.035 miliar. Item penyeimbang dari akun ini adalah tabungan nasional sebesar Rp.3.965.236 miliar.

Neraca modal menyajikan ketersediaan dana untuk tabungan sebesar Rp.3.965.236 miliar, transfer modal antar institusi sebesar Rp.396.967 miliar, (baris 7 pada Tabel 3.1). Dan dana dialokasikan ke: perubahan persediaan sebesar Rp.82.589 miliar, transfer modal antar institusi sebesar Rp.396.967 miliar, modal tetap bersih sebesar Rp.4.139.130 miliar, dan modal transfer dibayarkan ke luar negeri sebesar Rp.539 miliar.

https://www.bps.go.id

Penting untuk menunjukkan industri mana yang telah memperluas kapasitas produksinya (untuk menunjukkan dinamika suatu perekonomian). Kolom ketujuh menunjukkan, industri mana dan, sektor/institusi mana yang berinvestasi dalam industri apa.

Pinjaman (lending) pada Tabel 3.1 baris 8 dan kolom 7, timbul karena adanya kewajiban. Item penyeimbang dari neraca finansial dan neraca modal adalah pinjaman bersih (lending) dan meminjamkan (borrowing), sehingga lending/borrowing 2016 dari ekonomi total sebesar minus Rp.257.023 miliar. Net Lending pada luar negeri tidak sama dengan yang ada di BOP karena adanya perbedaan dalam ekspor dan impor.

Transaksi luar negeri, pembayaran dari negara ke luar negeri, dapat dilihat pada baris 9 pada Tabel 3.1 dan penerimaan dari luar negeri yaitu pada kolom 9 pada Tabel 3.1.

https://www.bps.go.id

Dalam dokumen SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA 2016 (Halaman 42-54)

Dokumen terkait