• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. Christimulia Purnama Trimurti, SE.,SH.,MM.,CFRM.

Universitas Dhyana Pura

Pendahuluan

Setiap negara berusaha mencapai kemakmuran masyarakatnya melalui pengendalian ekonomi sehingga terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi dan terkendalinya harga-harga. Pengendalian ekonomi dilakukan oleh Pemerintah karena kebebasan pasar sebagaimana teori Adam Smith tidak menjamin pasar selalu efektif dan efisien karena : 1) informasi yang dibutuhkan konsumen dan supplier tidak selalu tersedia, 2) persaingan bisnis diantara pebisnis tidak selalu efektif dan tidak selalu sehat, dimana pebisnis berupaya menguasai pasar melalui berbagai macam cara sehingga mengganggu keseimbangan pasar, 3) industri tidak hanya menimbulkan dampak positif, namun juga menimbulkan dampak negatif seperti isu lingkungan, 4) terkadang kebutuhan masyarakat yang tidak bisa disediakan oleh pasar. Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia berupaya melakukan pengendalian ekonomi melalui kebijakan moneter yang selalu dimonitor dan dievaluasi secara ketat setiap bulan oleh jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia.

98 Sejarah Kebijakan Moneter Dunia

1. Kebijakan Moneter Standar Emas 1880-1914

Pada tahun 1880, standar emas telah digunakan oleh empat negara yaitu Inggris, Jerman, Jepang dan Amerika Serikat. Pemberlakuan standar emas membuat setiap nilai dari setiap jenis mata uang dalam satuan mata uang lainnya dapat ditentukan secara mudah. Standar emas mempermudah kegiatan perdagangan internasional. Pada mulanya US$ 1 dihargai dengan 23,22 grain emas murni.

Perbandingan antara grain emas dan emas murni ialah 480 grain emas sama dengan 1 ons emas murni. Tiap US$ 20,67 setara dengan nilai dari 1 ons emas. Bersamaan dengan standar emas muncul pula istilah nilai pari emas. Nilai ini diartiakn sebagai nilai mata uang yang diperlukan untuk membeli satu ons emas. Saat Perang Dunia I berlangsung, standar emas tidak lagi diberlakukan. Perbandingan mata uang ditetapkan secara berbeda atas dasar emas atau mata uang lainnya.

Setelah Perang Dunia I usai, beberapa usaha kembali dilakukan agar sistem keuangan dunia kembali ke standar emas. Namun sistem ini tidak berhasil dan perdagangan emas hanya dilakukan oleh bank sentral di masing-masing negara dan tidak menjadi properti pribadi. Emas tidak digunakan kembali sebagai standar nilai tukar mata uang dunia sejak tahun 1934 dan setelah Perang Dunia II usai. Hal ini dikarenakan adanya Depresi Besar yang dialami oleh dunia selama perioda 1930 hingga 1931. Banyak negara yang tidak dapat mempertahankan posisi devisa melalui mekanisme perubahan harga. Selain itu, negara-negara juga mulai melakukan kendali nilai tukar terhadap mata uangnya. Hal lain yang menyebabkan standar emas tidak lagi digunakan

99

adalam kerumitan dalam pengaturan neraca pembayaran. Negara yang memberi utang ke negara lain kesulitan untuk menagih piutang.

Penggunaan standar emas dalam penentuan kebijakan moneter memiliki kelebihan yaitu dapat dengan mudah diterima dan digunakan masyarakat internasional sebagai alat pembayaran yang sah.

Selain itu, nilai standar emas cenderung lebih stabil dibandingkan logam jenis lainnya, sehingga diharapkan dapat menjaga stabilitas nilai tukar uang. Standar emas mampu membantu pembangunan ekonomi sebab akan tercipta sistem moneter yang seragam. Basis emas sebagai mata uang logam dapat dilebur kembali menjadi logam yang dapat dijual atau sebaliknya, logam emas dapat ditukar dengan uang emas. Namun, ada kelemahan dalam penggunaan standar emas yaitu : sistem moneter dapat mengalami kerusakan jika pelaku ekonomi yang menyatakan emas sebagai standar mulai berbuat curang dengan memalsukan atau mengurangi kadar emas. Cadangan emas dunia juga terbatas, sehingga tidak dapat mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang semakin rumit. Selain itu, biaya standar emas sangat tinggi, serta tidak dapat melayani transaksi yang nilainya kecil

2. Kebijakan Moneter The Bretton Woods System 1944- 1976

Sistem Bretton Woods (1944-1976) adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944. Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan

100

Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional, tetapi dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang.

Konferensi Bretton Woods memiliki dua tujuan utama, yaitu: 1) mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional, 2) menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II. Pada era Bretton Woods System memiliki 3 fitur penting, antara lain : 1) Metode Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate), 2) US Dolar atau US$ menggantikan standar emas dan menjadi mata uang cadangan utama, 3) Pembentukan 3 (tiga) badan internasional yang menaungi segala aktivitas perekonomian global, yaitu International Monetary Fund (IMF), International Bank for Reconstruction and Development (sekarang World Bank), dan General Agreements on Tariffs and Trade/GATT (sekarang World Trade Organization/WTO).

Sistem Bretton Woods bubar pada tahun 1976 setelah beberapa negara di Eropa mengalami kehancuran ekonomi sehingga tidak lagi bisa menjadi partner perdagangan Amerika Serikat, disamping itu resesi ekonomi dunia yang berlangsung besar-besaran pada periode waktu itu telah mendorong negara-negara di dunia untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya masing- masing The Fed tergiur mencipta dollar melebihi

101

kapasitas emas yang dimiliki sehingga berakibat terjadi krisis kepercayaan masyarakat dunia terhadap dolar AS. Hal tersebut ditandai dengan peristiwa penukaran dollar secara besar-besaran oleh negara-negara Eropa. Pada masa pemerintahan Charles de Gaule di negara Prancis, negara yang pertama kali menentang hegemoni dollar dengan menukaran sejumlah 150 juta dollar AS dengan emas. Tindakan Prancis ini kemudian diikuti oleh Spanyol yang menarik sejumlah 60 juta dollar AS dengan emas. Praktis, cadangan emas di Fort Knox berkurang secara drastis. Ujungnya, secara sepihak, Amerika membatalkan Bretton Woods System melalui Dekret Presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1976, yang isinya antara lain, USD tidak lagi dijamin dengan emas. ‘Istimewanya’, dollar tetap menjadi mata uang internasional untuk cadangan devisa negara-negara di dunia. Pada titik ini, berlakulah sistem baru yang disebut dengan floating exchange rate.

3. Pasca Kebijakan Moneter The Bretton Woods System (1976 hingga kini)

Pasca Bretton Woods mengacu pada periode sejarah ekonomi dan moneter dunia setelah sistem Bretton Woods diakhiri pada awal tahun 1970-an. Sistem Bretton Woods, yang mengaitkan dolar AS dengan emas dan menetapkan nilai tukar mata uang internasional, digantikan oleh sistem mata uang terapung (Floating Exchange Rate), di mana nilai tukar mata uang ditentukan oleh pasar bebas. Keputusan Presiden Amerika Serikat Richard Nixon untuk menghentikan konversi dolar AS ke emas pada tahun 1971 menjadi momen penting dalam sejarah moneter. Ini mengakhiri sistem Bretton Woods dan membuka jalan bagi sistem mata uang terapung, di mana nilai tukar mata uang ditentukan oleh penawaran dan permintaan di pasar valuta asing.

102

Pada tahun 1970-an, terjadi dua krisis minyak besar yang mengguncang ekonomi dunia. Kenaikan harga minyak oleh negara-negara produsen minyak menyebabkan inflasi dan ketidakstabilan ekonomi di banyak negara. Pasca Bretton Woods, pasar keuangan global tumbuh dengan pesat. Ini mencakup perkembangan pasar valuta asing yang aktif, perdagangan derivatif, dan perluasan keuangan internasional yang signifikan. Sejak 1970-an hingga awal abad ke-21, dunia menyaksikan beberapa krisis keuangan besar, termasuk Krisis Keuangan Asia 1997, Krisis Keuangan Global 2008, dan krisis-krisis lainnya. Ini mengguncang stabilitas ekonomi dan moneter di banyak. Bank sentral dari berbagai negara memainkan peran yang semakin penting dalam mengendalikan kebijakan moneter dan mengelola ekonomi pasca Bretton Woods dengan menggunakan alat-alat kebijakan moneter seperti suku bunga untuk mengendalikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1999, euro diperkenalkan sebagai mata uang tunggal bagi 19 negara anggota Uni Eropa dalam satu langkah menuju integrasi ekonomi Eropa yang lebih besar.

Euro menggantikan sejumlah mata uang nasional di wilayah tersebut.

Zaman pasca Bretton Woods memasuki perkembangan uang digital, termasuk kriptokurensi seperti Bitcoin. Teknologi blockchain yang mendasari kriptokurensi telah mengubah cara kita memahami dan menggunakan uang. Perdagangan internasional berkembang pesat. Negosiasi perjanjian perdagangan bebas, seperti NAFTA (North American Free Trade Agreement) dan WTO (World Trade Organization), telah memfasilitasi perdagangan lintas batas.

Beberapa negara mengalami krisis utang negara

103

dalam era pasca Bretton Woods, seperti krisis utang Amerika Latin pada tahun 1980-an dan krisis utang Eropa pada tahun 2010-an. Sistem moneter pasca Bretton Woods adalah lingkungan yang dinamis dan kompleks, dengan berbagai tantangan dan perubahan yang terus muncul. Berbagai faktor, termasuk perkembangan teknologi, kebijakan ekonomi, dan peristiwa geopolitik, terus memengaruhi dinamika ekonomi global.

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral pada bentuk agregat moneter buat mencapai perkembangan aktivitas ekonomi yg dilakukan menggunakan memperhatikan daur kegiatan ekonomi, sifat ekonomi suatu negara & faktor ekonomi mendasar lainnya. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah melalui Bank Sentral adalah 1) Kebijakan Moneter Konvensional dan 2) Kebijakan Moneter Non-Konvensional. Kebijakan Moneter Konvensional terdiri atas: 1) Operasi Pasar Terbuka : berbentuk kegiatan jual-beli surat-surat berharga oleh bank sentral, baik di pasar primer maupun pasar sekunder melalui mekanisme lelang atau nonlelang, 2) Fasilitas Diskonto adalah fasilitas kredit (dan/atau simpanan) yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank dengan jaminan surat-surat berharga dan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh bank sentral sesuai dengan arah kebijakan moneter, 3) Cadangan Wajib Minimum adalah jumlah alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh bank komersial. Kebijakan Moneter NonKonvensional terdiri atas : 1) Liquidity Provision merujuk kepada upaya pelonggaran fasilitas pinjaman oleh bank sentral kepada bank komersial, 2) Large-Scale Asset Purchases merujuk kepada operasi pasar oleh bank sentral untuk pembelian surat utang skala besar

104

yang bertujuan untuk mempengaruhi tingkat suku bunga dari segmen utang tertentu (baik milik pemerintah maupun swasta), 3) Forward Guidance merujuk kepada upaya pengelolaan ekspektasi dari para pelaku pasar, terutama mengenai tingkat suku bunga jangka panjang Tujuan utama kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah untuk mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, serta turut menjaga stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam pada pasal 7 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Stabilitas nilai Rupiah adalah kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar Rupiah. Konsep stabilitas nilai Rupiah mencakup kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar Rupiah. Kestabilan harga barang dan jasa secara umum diukur dari inflasi yang rendah dan stabil. Sementara itu, kestabilan nilai tukar Rupiah diukur dari kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai Rupiah dalam artian inflasi yang rendah, dan stabil, serta kestabilan nilai tukar Rupiah sangat penting bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendukung tercapainya inflasi yang rendah dan stabil.

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter yang disebut Inflation Targeting Framework (ITF) sejak 1 Juli 2005.

Dalam kerangka tersebut, inflasi menjadi sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan kebijakan moneter guna memperkuat efektivitasnya. Hal ini dilakukan agar Bank

105

Indonesia dapat menangani dinamika dan tantangan perekonomian yang terus berubah. Sebagai lembaga yang mengatur kebijakan moneter di Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan Moneter memiliki 2 jenis yaitu 1) Kebijakan Moneter Ekspansif dan Kebijakan Moneter Kontraktif.

Kebijakan moneter Ekspansif adalah Kebijakan yang dapat merangsang atau mendorong pemulihan ekonomi ketika resesi melanda. Jadi ketika ekonomi sedang lesu, Bank Indonesia menjalankan kebijakan ini, misalnya : resesi pandemi yang dipicu oleh penurunan BI rate.

Kebijakan ini akan membantu mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli (permintaan masyarakat).

Kebijakan moneter ekspansif ini disebut juga kebijakan moneter akomodatif. Kebijakan moneter Kontraktif adalah kebijakan jenis tindakan moneter yang mempertahankan tingkat suku bunga jangka pendek yang lebih tinggi dari biasanya, atau yang mengurangi atau bahkan mengecilkan tingkat pertumbuhan jumlah uang beredar. Hal ini mengurangi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek dan menurunkan inflasi. Kebijakan moneter kontraktif dapat menyebabkan peningkatan pengangguran dan penurunan pinjaman dan pengeluaran oleh konsumen dan bisnis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan resesi ekonomi jika diterapkan terlalu agresif. Dengan kata lain, kebijakan kontraktif adalah jenis kebijakan yang menekankan pada pengurangan jumlah uang beredar untuk mengurangi pengeluaran dan investasi setelahnya sehingga memperlambat perekonomian.

Kerangka kebijakan moneter meliputi strategi kebijakan moneter dan implementasi kebijakan moneter. Kerangka kerja kebijakan moneter yang diimplementasikan oleh

106

Bank Indonesia adalah Inflation Targeting Framework (ITF). ITF adalah suatu kerangka kerja (framework) kebijakan moneter mengenai kisaran target sasaran inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode kedepan serta diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. ITF diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga kebijakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga pasar uang antarbank untuk jangka waktu overnight di Indonesia - IndONIA (Indonesia Overnight Index Average) sebagai sasaran operasional.

Kerangka kerja ini diterapkan secara resmi sejak 1 Juli 2005. Konsep ITF berubah menjadi konsep Integrated ITF yaitu 1) Price Stability, 2) Financial Stability, 3) Foreign Exchange Intervention, 4) Capital Flows Management.

Flexible ITF adalah pengembangan dari kerangka kerja kebijakan moneter ITF yang dibangun dengan tetap mempertahankan elemen-elemen penting ITF. Flexible ITF merupakan kebijakan bank sentral yang memperkuat peran bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan secara terintegrasi dengan mandat mencapai stabilitas harga. Kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 elemen pokok, yaitu: 1) Strategi penargetan inflasi (Inflation Targeting) sebagai strategi dasar kebijakan moneter, 2) Integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memperkuat transmisi kebijakan dan sekaligus mengupayakan stabilitas makroekonomi, 3) Peran kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas makroekonomi, 4) Penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk pengendalian inflasi maupun dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, 5) Penguatan strategi komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.

107

Dalam rangka memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, pada 19 Agustus 2016 Bank Indonesia menetapkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebagai suku bunga kebijakan yang merepresentasikan sinyal respons kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran.

Penggunaan BI7DRR sebagai suku bunga acuan merupakan bagian dari reformulasi kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Sebelumnya, Bank Indonesia menggunakan BI Rate sebagai suku bunga acuan yang setara dengan dengan instrumen moneter 12 bulan. Melalui penetapan BI 7DRR sebagai suku bunga acuan, tenor instrumen menjadi lebih pendek yakni setara dengan instrumen moneter 7 hari sehingga diharapkan dapat mempercepat transmisi kebijakan moneter dan mengarahkan inflasi sesuai dengan sasarannya. Reformulasi kebijakan moneter memiliki tiga tujuan utama yaitu: 1) Memperkuat sinyal arah kebijakan moneter, 2) Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan, 3) Mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan.

Transmisi Kebijakan Moneter Bank Indonesia 1. Operasi Moneter Bank Indonesia

Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia untuk pengendalian moneter di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/14/PBI/2020. Tujuan operasi moneter bertujuan untuk mendukung pencapaian stabilitas moneter. Operasi Moneter dilaksanakan melalui 2 mekanisme yaitu 1) Operasi

108

Pasar Terbuka Terbuka, yaitu : kegiatan transaksi di pasar uang dan/atau pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank atau pihak lain untuk Operasi Moneter yang dilakukan secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah, 2) Standing Facilities, yaitu : penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia untuk Operasi Moneter yang dilakukan secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah.

Operasi pasar terbuka konvensional yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah 1) penerbitan SBI, SDBI, dan/atau SBBI Valas, 2) transaksi repurchase agreement (repo) dan/atau reverse repo surat berharga, 3) transaksi pembelian dan/atau penjualan surat berharga secara outright, 4) penempatan berjangka di Bank Indonesia dalam rupiah, 5) penempatan berjangka di Bank Indonesia dalam valuta asing, 6) jual beli valuta asing terhadap rupiah, 7) transaksi lainnya baik di pasar uang rupiah maupun pasar valuta asing yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Operasi pasar terbuka syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah 1) penerbitan SBIS, dan/atau SukBI, 2) transaksi repo dan/atau reverse repo surat berharga yang memenuhi prinsip syariah, 3) transaksi pembelian dan/atau penjualan surat berharga yang memenuhi prinsip syariah secara outright, 4) penyediaan dana kepada peserta OPT Syariah untuk pengelolaan likuiditas dengan agunan berupa surat berharga yang memenuhi prinsip syariah, 5) penempatan berjangka syariah di Bank Indonesia dalam valuta asing, 6) transaksi lainnya yang memenuhi prinsip syariah baik di pasar uang rupiah maupun pasar valuta asing.

109

Standing Facilities yang dilakukan oleh Bank Indonesia memiliki jangka waktu 1 (satu) hari kerja melalui mekanisme Bank Indonesia menerima repo surat berharga dalam bentuk rupiah ddari peserta Standing Facilities Konvensional berupa : SBI, SDBI, SukBI, SBN, surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara Standing Facilities Syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga memiliki jangka waktu 1 (satu) hari kerja melalui mekanime Bank Indonesia berupa penempatan dana (deposit facility) oleh BUS atau UUS di Bank Indonesia memiliki jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender berupa : SBIS, SukBI, SBSN, surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang memenuhi prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2. Instrumen Operasi Moneter

Bank Indonesia dalam melakukan pengendalian moneter di Indonesia menggunakan instrumen operasi moneter sebagai berikut : 1) Sertifikat Bank Indonesia (SBI), 2) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), 3) Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), 4) Sertifikat Berharga Bank Indonesia Valutas Asing (SBBI Valas), 5) Sertifikat Bank Indonesia Syariah, 6) Sukuk Bank Indonesia (SukBI)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan instrumen operasi moneter Bank Indonesia yang digunakan dalam pengendalian moneter di Indonesia. Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai utang berjangka waktu pendek. SBI miliki jangka waktu antara 1 (satu) hari hingga 12 (dua belas) bulan, diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, diterbitkan tanpa warkat, serta dapat dipindahtangankan.

110

Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) merupakan bagian instrumen operasi moneter Bank Indonesia yang digunakan dalam pengendalian moneter di Indonesia. Sertifikat Deposito Bank Indonesia adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank Umum Konvensional (BUK). SDBI memiliki jangka waktu antara 1 (satu) hari hingga 12 (dua belas) bulan, diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, diterbitkan tanpa warkat, hanya dapat dimiliki oleh Bank Umum Konvensional (BUK) serta hanya dapat dipindah tangankan antar Bank Umum Konvensional (BUK).

Sertifikat Berharga Bank Indonesia (SBBI) Valuta Asing (Valas) adalah surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBBI Valas memiliki jangka waktu antara 1 (satu) hari hingga 12 (dua belas) bulan dan dihitung sejak 1 (satu) kalender sesudah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu, diterbitkan dalam valuta asing, diterbitkan tanpa warkat, dapat dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar perdana atau pasar sekunder, dapat diperdagangkan, diterbitkan dan dperdagangkan dengan sistem diskonto.

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berjangka waktu pendek antara 1 (satu) hari hingga 12 (dua belas) bulan. Penerbitan SBIS menggunakan akad ju’alah, Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atas SBIS

111

yang diterbitkan, diterbitkan tanpa warkat, dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, hanya dapat dimiliki oleh Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS). Dalam fatwa DSN-MUI No.62/DSN-MUI/XII/2007 memberikan pengertian Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh//ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.

Sukuk Bank Indonesia (SukBI) adalah sukuk yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan menggunakan underlying asset berupa surat berharga berdasarkan prinsip syariah milik Bank Indonesia yang memiliki jangka waktu antara 1 (satu) hari hingga 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalender, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. SukBI menggunakan akad al-musyarakah al mutahiyah bi al-tamlik, Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atas SukBI yang diterbitkan, diterbitkan tanpa warkat, dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, hanya dapat dibeli oleh Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) dipasar perdana, dapat diperdagangkan di pasar sekunder, hanya dapat dimiliki oleh Bank. Dalam fatwa DSN-MUI No.

133/DSN-MUI/X/2019 memberikan pengertian Akad Musyarakah Muntahiyah bi al-Tamlik adalah akad syirkah yang kemudian salah satu syarik atau pihaknya mengalihkan bagian atau porsinya kepada syarik yang lain secara sekaligus sesuai dengan jani (wa’d), dengan menggunakan akad bai’ hibah atau hibah wal bai’, sehingga seluruh modal usaha syirkah menjadi milik syarik lain tersebut.