• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

B. Kajian Teori

2. Khiyar

a. Pengertian khiyar

Khiyar artinya memilih yang paling baik diantara dua perkara, yaitu melanjutkan jual beli atau membatalkannya.37 Khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli).38 Khiyar yaitu memilih didalam melakukan akad jual beli apakah mau meneruskan akad jual beli atau mengurungkan /menarik kembali kehendak untuk melakukan jual beli.39

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa khiyar adalah memilih yang terbaik diantara dua perkara dalam jual beli melanjutkan atau membatalkan jual beli untuk memilih kemungkinan jadi atau tidak jadinya jual beli.

b. Hukum Khiyar dalam jual Beli

Hak khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut Islam dibolehkan, apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan (kondisi) barang yang diperjualbelikan. Menurut Abdurrahman al-laziri, status khiyar dalam pandangan ulama fiqh adalah disyariatkan atau dibolehkan, karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi, Di abad modern yang serba canggih, di mana sistem jual beli semakin mudah dan praktis, masalah khiyar ini tetap diberlakukan, hanya tidak menggunakan kata kata khiyar dalam mempromosikan barang-barang yang

36 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah...120.

37 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 5, ..., 45.

38 Abdurrohman Ghazaly, Fiqih Muamalah, ,..., 97.

39 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam,..., 407.

dijualnya, tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik , misalnya: “Teliti sebelum membeli”. lni berarti bahwa pembeli diberi hak khiyar (memilih) dengan hati-hati dan cermat dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli, sehingga ia merasa puas terhadap barang yang benar-benar ia inginkan. 40

c. Rukun

Secara fiqih, khiyar memiliki tiga rukun:

1) Al-Aqid (orang yang melakukan transaksi/penjual dan pembeli) 2) Al-Adq (transaksi)

3) Al-Ma‟qud „alaihi (objek transaksi mencakup barang dan uang)41 d. Macam-macam khiyar

1) Khiyar Majlis

Khiyar majlis artinya akad jual beli itu batal karena penjual dan pembeli meninggalkan tempat, atau salah satunya saja yang meninggalkan tempat,

42Khiyar majlis yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad (di ruang toko) dan belum berpisah badan.43 Yang dimaksud dengan khiyar al-majlis yaitu hak pilih bagi kedua belah pihak yang berakat untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad. Khiyar majlis dinyatakan gugur apabila dibatalkan oleh penjual dan pembeli setelah aqad. Apabila dari salah satu dari keduanya membatalkan, maka khiyar yang lain masih berlaku. Dan khiyar terputus dengan kematian salah satu dari keduanya.44 Khiyar majlis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama

40 Abdurrohman Ghazaly, Fiqih Muamalah, .... 98.

41 Noor Harisudin, Fiqh Muaamalah, (Mangli: Pena Salsabila, 2014), 18.

42 Marjuqi Yahya, Panduan Fiqih Imam Syafi‟i, (Jakarta: Al-Magfirah, 2012), 89.

43 Abdurrohman Ghazaly, Fiqih Muamalah, ..., 98

44 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 5, ….., 209.

keduanya masih berada dalam majelis akad (di ruangan toko) dan belum berpisah badan. Artinya, transaksi baru dianggap sah apabila kedua belah pihak yang melaksanakan akad telah berpisah badan, atau salah seorang di antara mereka telah melakukan pilihan untuk menjual dan/atau membeli. Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa-menyewa.

Kadang-kadang terjadi, salah satu yang ber-akad tergesa-gesa dalam ijab atau qabul. Setelah itu, tampak adanya kepentingan yang menuntut dibatalkannya pelaksanaan akad. Karena itu, syariat mencarikan jalan baginya untuk ia dapat memperoleh hak yang mungkin hilang dengan ketergesa-gesaan tadi.45

2) Khiyar Syarat

Khiyar syarat ialah bahwa seorang pengakad dapat membeli atau menjual barang dengan syarat diberi kesempatan mempertimbangkan antara meneruskan akad atau mengurungkannya. Jadi khiyar syarat sebenarnya pilihan tetap dengan syarat.46

Menurut KUHPerdata Islam yang diatur dalam pasal 300 diterangkan bahwa khiyar syarat adalah penjual atau pembeli, atau keduanya, boleh memasukkan suatu syarat kedalam akad jual beli yang memberi mereka hak khiyar, dalam suatu jangka waktu tertentu, untuk membatalkannya (pada masa khiyar) atau merusaknya dengan melewatkan masa khiyar itu.47 Seperti ucapan seorang pembeli “saya beli barang ini dengan hak khiyar untuk diriku dalam sehari dalam dua sehari atau tiga hari” 48

Menurut Syafi‟iyah khiyar syarat ini membutuhkan persyaratan:

45 Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Muamalah, 99.

46 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „Ala al-Mazahibil al-Arba‟ah, ..., 174.

47 Djazuli, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam (Bandung: Kiblat press, 2002), 56.

48 Qamarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), 41.

a) Ada batas waktu yang jelas

Jika seorang pelaku transaksi mengatakan, “ aku masih mempunyai pilihan”, tetapi dia tidak memberikan batasan waktu, maka khiyar-nya tidak sah. Sama halnya jika memberi batasan yang tidak jelas, seperti,” setengah hari” atau “samapai si Anu datang”, dan lain sebagainya.

b) Batas waktu itu tidak lebih dari tiga hari

Yakni jika barang yang diperjual belikan tidak rusak selama masa itu.

Karena umumnya waktu yang dibutuhkan untuk berfikir tidak kurang dari tiga hari. 49

c) Batas waktu itu berkesinambungan dengan perjanjian

Tiga hari tersebut dihitung muali dari terjadinya akad, tidak dihitung dari terjadinya perpisahan.50 Jika khiyar dimulai sejak pelaku perjanjian berpisah atau dalam hari hari tertentu dan tidak sambung menyambung , atau tidak dimulai semenjak transaksi, maka khiyar syarat ini tidak sah.

d) Syafi‟iyah: mereka berpendapat bahwa khiyar syarat bisa oleh kedua pihak atau oleh salah satunya, atau permintaan khiyar untuk dilakukan oleh orang lain.

(1) (Yaitu oleh kedua pihak) adalah bila kedua duanya sama sama menentukan khiyar syarat, misalnya pihak pertama mengatakan: “saya jual kepadamu dengan harga sekian, dengan syarat ada waktu tiga hari untuk saya untuk khiyar”, lalu pihak kedua menjawab saya beli dengan harga tersebut, dengan syarat khiyar yang kamu minta selama tiga hari”, dalam hal ini berarti khiyar syarat oleh kedua belah pihak.

49 Mushthafa al-Bugha, fikih Manhaji,...44.

50 Asy-Muhammad bin Qasim Al-Ghazaly, fat-hul Qarib,(Surabaya: Al-hidayah, 1991), 344.

(2) (Yaitu oleh salah satu pihak) adalah bila pihak pertama menetukan syarat dengan mengatakan: “saya jual kepadamu ini dengan harga sekian, dengan syarat ada waktu tiga hari untuk saya untuk khiyar lalu pihak kedua menjawab: “saya beli dengan ketentuan itu” tanpa menyebut syarat khiyar.

e) Hanafiyah mereka berpendapat:

Bahwa khiyar syarat sah oleh kedua pihak atau oleh salah satunya atau oleh orang lain. Bila salah satu dari dua pihak (penjual atau pembeli) meminta orang lain melakukan khiyar, bukan berarti hak khiyarnya gugur, melainkan ia mempunyai hak yang sama dengan orang itu dalam menentukan khiyar. Bila orang itu mengambil keputusan agar akad itu diteruskan atau dibatalkan dan keputusan ini disetujui oleh pengakad yang mewakilkan, maka sah tanpa bantah. Bila tidak disetujui, misalnya wakil menyatakan jadi sedang yang mewakilkan menyatakan batal, maka yang diambil yang lebih dahulu, -walaupun sebenarnya pembatalan lebih kuat dari pada meneruskan- karena hal itu dilakukan tanpa tekanan siapapun bila keduanya mengambil keputusan khiyar secara bersamaan dan tidak diketahui mana yang lebih dulu, maka menurut pendapat yang sahih pembatalan lebih diutamakan daripada meneruskan.51

Menurut Hanafiyah khiyar syarat ini menurut waktunya terbagi tiga:

1) khiyar yang dinyatakan rusak secara sepakat; ada dua

a) jangka waktunya tidak jelas. Misalnya mengatakan: “saya beli (dengan syarat) ada khiyar bagi saya selama beberapa hari atau selamanya”.

51Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „Ala al-Mazahibil al-Arba‟ah, ...., 174-175.

b) Tanpa menentukan masa khiyar sama sekali, tanpa menyebut masa khiyar tertentu. Tidak adanya penentuan masa khiyar bisa membatalkan akad bila itu dinyatakan tidak terpisah dari akadnya seperti dalam contoh pernyataan diatas.

2) Khiyar yang boleh secara sepakat, yaitu menentukan waktu khiyar selama tiga hari atau kurang.

3) Khiyar yang masih diperselisihkan, yaitu dengan mengatakan: “saya meminta kesempatan khiyar selama satu atau dua bulan”. Menurut Abu Hanifah, syarat yang demikian rusak; tetapi Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat boleh. 52

2) KhiyarAib atau cacat a) Definisi khiyar aib

Khiyar aib yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang ber-akad, apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjuaal belikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.53 Menurut hendi suhendi dalam bukunya menyebutkan bahwa khiyar aib artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibeli, seperti seseorang berkata; “ saya beli mobil ini seharga sekian, bila mobil ini akan saya kembalikan”.54

b) Aib mengharuskan khiyar

Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat, bahwa „aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang mcnunjukkan adanya kekurangan dari aslinya.

52 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „Ala al-Mazahibil al-Arba‟ah, ... , 184.

53 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, ...., 136.

54 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011),84.

Misalnya, berkurang nilainya menurut adat, baik berkurang sedikit atau banyak. Menurut ulama Syafi‟iyah, khiyar adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud atau tidak adanya barang yang dimaksud, seperti sempitnya sepatu, potongannya tidak sesuai, atau adanya cacat pada binatang yang hendak dipotong.

c) Syarat tetapnya khiyar

Disyaratkan untuk tetapnya khiyaraib setelah diadakan penelitian yang mcnunjukkan hal-hal berikut ini.

(1) Cacat itu diketahui sebelum atau setelah akad tetapi belum serah terima barang dan harga; atau cacat itu merupakan cacat lama.

(2) Pembeli tidak mengetahui bahwa pada barang itu ada cacat ketika akad berlangsung.55 Apabila akad terlaksana, sedangkan pembeli mengetahui adanya cacat, maka cacat ini bersifat mengikat, tidak ada khiyar bagi pembeli karena ia telah ridho.56 Aib tetap melekat pada objek setelah diterima oleh pembeli. 57

(3) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkan, gugurlah hak khiyar jika pembeli membebaskanny, gugurlah hak dirinya. Hal tersebut sesuai dengan ulama‟ Hanafiyah, Sedangkan Ulama‟ Syafi‟iyah, bahwa seorang penjual tidak sah minta dibebaskan kepada pembeli kalau ditemukan aib, apabila aib tersebut sudah diketahui oleh keduanya, kecuali jika aib tidak diketahui oleh pembeli, maka boleh komplain kepada penjual. 58

55 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah..,136.

56 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah...,88.

57 Dimyauddin, Fiqih Muamalah,...,98.

58 Sohari Sahrani, Fiqih Muamalah, (Cilegon: Ghalia Indonesia, 2011), 78.

Jika barang yang terdapat cacat masih berada dalam genggaman penjual, maka akad akan menjadi batal dengan penolakan dari pembeli.

Namun jika sudah berpindah kepada pembeli, akad jual beli tidak batal kecuali terdapat putusan dari hakim atau kesepakatan antara penjual dan pembeli.59

Syafi‟iyah: mereka berpendapat, jika sebagian barang yang dibelinya rusak tidak bisa dimanfaatkan, sedangkan sebagaian lagi tidak rusak dan bisa dimanfaatkan, maka pembeli boleh mengembalikan dan menuntut uang (harga) kembali utuh tanpa bertanggung jawab atas perubahan apapun yang terjadi, dengan alasan tidak mungkin dapat mengetahui kerusakannya kecuali dengan membongkarnya. Demikian juga bila membeli hewan lalu dipotong, ternyata dagingnya bau, maka ia berhak mengembalikan sekiranya bau daging itu tidak bisa diketahui sebelum dipotong. Bila memungkinkan diketahui (sebelum dipotong), misalnya diketahui bahwa hewan itu suka makan kotoran yang disebut

“jallalah ” maka hak mengembalikan hewan itu gugur. Bila untuk mengetahui bagian dalam dari barang itu tidak harus dibongkar, lalu ia bongkar; atau perlu membongkar sedikit tetapi dibongkar banyak, maka ia tidak berhak lagi mengembalikan, karena telah menyebabkan cacat di mana tanpa demikian pun cacat barang itu dapat diketahui. Bila membeli sesuatu yang bagian dalamnya rusak, namun kulitnya dapat dimanfaatkan, seperti telur burung onta, maka boleh dikembalikan dan ia berhak meminta uang kembali. Lain halnya bila membeli sesuatu yang kulitnya tidak dapat dimanfaatkan, seperti telur ayam atau

59 Dimyauddin Zuhri Qudsy, Fiqih muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 99.

semangka, maka tidak perlu dikembalikan, karena tidak ada nilai harganya, namun demikian penjual tetap harus mengembalikan harganya secara utuh sebagaimana tadi. 60 diharamkan bagi manusia untuk menjual barang yang memiliki cacat tanpa menjelaskan kepada pembeli.61

Hanafiyah :mereka berpendapat bahwa barang yang tidak dapat diketahui cacatnya kecuali dengan tindakan tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan, misalnya dipecahkan, dibelah dan lain sebagainya, seperti pada telur, semangka , kenari dan badam. Bila semuanya rusak dan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali, seperti ketika membeli telur ternyata busuk, atau membeli mentimun ternyata pahit, atau membeli kenari ternyata kosong, maka jual beli itu batal.

Penjual wajib mengembalikan seluruh harga, dan pembeli tidak dikenakan kewajiban apa-apa. Demikian juga apabila membeli kenari ternyata kosong, maka jual beli itu batal walaupun kulitnya masih bisa dimanfaatkan, karena kulit bukan yang utama, melainkan isi, berdasarkan pendapat yang rajih. Lain halnya telur burung onta dimana kulitnya mempunyai nilai harga; maka bila ternyata isinya rusak, jual belinya tetap tidak batal, karena kulitnya tetap bermanfaat. Karena itu pembeli tidak boleh mengembalikan; yang boleh adalah minta ganti rugi atas cacatnya. Bila barang tadi dapat dimanfaatkan untuk keperluan tertentu walaupun untuk dijadikan umpan hewan, maka pembeli tidak berhak mengembalikan, namun demikian ia berhak meminta ganti rugi kepada penjual dengan menaksir perbandingan harganya antara

60 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „Ala al-Mazahibil al-Arba‟ah,,...202-203.

61 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, ... ,88.

kondisinya bagus dan ketika rusak; lalu selisih harga itulah yang diminta sebagaimana telah dijelaskan tadi, dengan syarat ia menerima barang itu bukan setelah diketahui cacat. Bila barang itu dicicipi ternyata diketahui rusak, kemudian dimakan sebagiannya, maka tidak berhak lagi minta ganti rugi. Demikian juga bila cacatnya diketahui sebelum dipecahkan, lalu dipecahkan, berarti hak dikembalikan dan meminta ganti rugi gugur, karena tindakan memecahkan barang setelah diketahui cacat menunjukkan kerelaan. Bila membeli sesuatu ternyata sebagiannya bagus dan sebagian lagi rusak, maka ia berhak meminta harga kembali sesuai kadar rusaknya, kecuali bila rusaknya sedikit dan tidak terperhatiakan atau dalam kadar tertentu yang biasanya tidak terhindarkan, seperti buah kenari dan badam maka maafkan rusak sampai enam buah untuk setiap seratusnya; demikian juga bila ada tanah sedikit yang biasanya tidak terhindarkan dari gandum, maka dimaafkan.62 Seseorang muslim yang benar tidak boleh menyembunyikan aib yang ada pada barang yang akan dijualnya.63 3) Khiyar Ru‟yah (melihat)

Seperti telah dijelaskan, bahwa salah satu persyaratan barang yang ditransaksikan harus jelas (sifat atau kwalitasnya), demikian juga harganya, maka tentulah pihak calon pembeli berhak melihat barang yang akan dibelinya. Hak melihat-lihat dan memilih barang yang akan dibeli itu disebut

62 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „Ala al-Mazahibil al-Arba‟ah, ..., 204.

63 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, ...,140.

Khiyar Ru‟yah”.64 Pembeli dapat menentukan sikapnya pada saat telah melihat barang itu, apakah ia langsung akad itu atau tidk (batil).65

4) Khiyar ghaban.

Khiyar ghaban ma‟a at-taghrir, yaitu suatu khiyar dimana penjual mengecoh pembeli atau sebaliknya degan ucapan, misalnya dengan harga yang murah, atau dengan perbuatan, yaitu tipuan dalam sifat, dan ini tipuan yang buruk.66 Kekeliruan dapat terjadi pada penjual, misalnya dia menjual sesuatu yang bernilai lima dirham dengan tiga dirham. Dan kekeliruan juga bisa terjadi pada pembeli, misalnya dia membeli sesuatu yang bernilai tiga dirham dengan lima dirham.

Apabila seseorang membeli sesuatu dan tertipu maka dia memiliki khiyar untuk mencabut jual beli dan membatalkan akad, dengan syarat dia tidak mengetahui harga dan tidak pandai menawar. ketika itu jual beli memuat tipu daya yang harus dihindari oleh setiap muslim. 67

64 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, 137.

65 M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,...141.

66Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat. (Jakarta: 2013Amzah), 218.

67 Sayyid Sabiq, Fiqih Muamalah,...92.

Dokumen terkait