• Tidak ada hasil yang ditemukan

30 Pendahuluan

Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) merupakan aspek penting dalam melakukan asuhan pada bayi baru lahir, termasuk pelayanan skrining PJB (Penyakit Jantung Bawaan). KIE dimaksudkan agar orang tua memahami pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan serta tujuan, manfaat dan teknik pemeriksaan. Selain itu, orang tua bayi baru lahir juga perlu mengetahui bahwa pemeriksaan skrining PJB ini dilakukan kepada seluruh bayi baru lahir sebagai suatu protap. Perlu disadari bahwa tidak semua orang tua dapat menerima penyampaian terkait hasil deteksi dini penyakit bawaan pada anak, termasuk deteksi dini penyakit jantung bawaan. Sehingga penjelasan sebelum skrining merupakan hal yang utama dilakukan dan dilanjutkan dengan penyampaian hasil serta KIE setelah pemeriksaan.

Studi menunjukkan, beberapa faktor sosial seperti level pendidikan, tingkat pengetahuan, budaya, termasuk demografi (perkotaan ataupun pedesaan) dapat mempengaruhi penerimaan orang tua bayi baru lahir terkait hasil temuan

31 petugas kesehatan. Hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan orang tua terkait dengan temuan gejala penyakit jantung bawaan dan keputusan untuk melakukan rujukan. Pada modul ini akan dibahas terkait KIE pada skrining PJB sebagai protap pelayanan bayi baru lahir di FKTP.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Skrining PJB.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 3:

a. Informasi pelaksanaan skrining b. Tindakan berdasarkan hasil skrining

32 Uraian Materi Pokok 3

Apa yang Anda ketahui tentang Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) skrining PJB? untuk mengetahui lebih lanjut tentang Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) skrining PJB. Silahkan kita

simak bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat!

Skrining merupakan aspek terpenting untuk menurunkan prevalensi kematian bayi pada usia 7 hari sampai 28 hari pertama kehidupannya. PJB yang tidak terdeteksi tentu saja dapat meningkatkan kecemasan orang tua, pembiayaan yang besar maupun berbagai pengorbanan lainnya pada saat gejala PJB sudah semakin serius. Oleh karena itu, tenaga Kesehatan terlatih pada FKTP sangat penting melakukan skrining pada semua bayi baru lahir usia 24 - 48 jam pertama kelahiran.

a. Informasi pelaksanaan skrining

Beberapa faktor berikut perlu diperhatikan petugas kesehatan sebelum melakukan skrining.

1) Umur kehamilan/gestasi saat bayi lahir setidaknya sudah memasuki 35 minggu. Petugas kesehatan perlu melakukan pengecekan pada rekam medis/status bayi serta menanyakan kepada Ibu bayi untuk menyesuaikan dengan kriteria umur gestasi bayi.

2) Waktu pemeriksaan:

Pemeriksaan dilakukan saat sebelum bayi dan orang tua pulang dari puskesmas/klinik rawat inap, dan atau sebisa mungkin mendekati usia 24 jam.

33 3) Area pemeriksaan (bagian tubuh bayi): di tangan kanan

dan/atau bagian kaki (lihat Sub Materi Pokok 4).

4) Apabila skrining pulse oksimeter negatif atau lolos, tidak perlu pemeriksaan lanjutan atau rujukan. Bidan/Perawat perlu menginformasikan terkait perlunya pemeriksaan/

monitoring kondisi bayi saat usia 1-2 bulan untuk mengantisipasi terjadinya gejala PJB yang tidak kritis.

! Perhatikan

Sebelum pemeriksaan, bidan/perawat perlu menyampaikan kepada orang tua bayi:

Bahwa akan dilakukan pemeriksaan deteksi dini PJB.

Pemeriksaan ini merupakan protap di setiap pelayanan Kesehatan.

Sampaikan kepada orang tua bayi tujuan dari skrining yang dilakukan, teknik melakukannya dan alat yang digunakan yaitu pulse oksimeter (Lihat pembahasan pada sub materi pokok 4).

Perawat/bidan perlu memperhatikan kondisi bayi, meliputi:

Bayi yang lahir di klinik/rumah sakit tidak sedang menjalani fototerapi. Lakukan pemeriksaan Hanya saat bayi dalam keadaan tenang/tidak menangis, tidak sedang tidur dan bayi tidak kedinginan.

Setelah melakukan skrining, petugas kesehatan perlu menginformasikan kepada orang tua terkait hasil pemeriksaannya.

34 Nah, kita telah membahas tentang informasi pelaksanaan skrining pada bayi baru lahir. Sekarang, kita akan membahas

Tindakan berdasarkan hasil skrining. Yuk, semangat!

b. Tindakan berdasarkan hasil skrining

Jika ditemukan hasil skrining negatif (lolos), maka berikan orang tua bayi edukasi terkait pentingnya pemeriksaan ekstra pada 1-2 bulan pertama bayi. Oleh karena PJB kritis dapat terjadi pada bayi dibawah usia 28 hari. Diagnosis PJB yang tertunda menyebabkan gangguan kardiovaskular dan disfungsi organ, sehingga dapat menyebabkan kematian neonatus jika tidak segera ditangani dengan baik di fasyankes yang memadai.

Bayi dengan PJB kritis saat lahir tampak sehat, saat dipulangkan biasanya belum terdeteksi PJB kritis. Gejala klinis yang dapat dicurigai pada PJB kritis adalah terjadinya sianosis sentral atau warna kebiruan di ujung kuku dan sekitar bibir, juga harus tampak di mukosa lidah dan pipi. Segera minta orang tua bayi untuk merujuk ke fasyankes terdekat jika menemukan tanda gejala tersebut.

Adapun jika pemeriksa menemukan hasil positif (gagal),

(lihat sub materi pokok 1), tim kesehatan (perawat/bidan dan dokter FKTP yang terlatih) perlu melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan hasil pemeriksaan medisnya. Tim petugas Kesehatan di FKTP diharapkan untuk tetap tenang (tidak panik) dan melakukan penilaian Kembali dalam 6-8 jam setelah hasil skrining positif. Pemeriksaan lanjutan antara lain pemeriksaan tekanan darah di empat ekstremitas, dan penilaian kekuatan pulsasi nadi di empat ekstremitas. Jika tanda khas

35 berulang/ menunjukkan hasil yang sama (positif), maka petugas kesehatan di FKTP perlu memberikan KIE terkait pentingnya pemeriksaan berkelanjutan di FKTL/ Rumah Sakit.

Hal tersebut untuk memastikan apakah terdapat PJB kritis atau kelainan jantung lain agar dapat ditatalaksana dengan baik pada usia yang optimal.

Edukasi kepada orang tua yang memiliki anak terduga PJB sebaiknya dilakukan secara empatik dan jelas. Hal ini akan berpengaruh terhadap kepatuhan keluarga dalam melakukan prosedur/tatalaksana lanjutan penanganan pasien PJB kritis.

Informasikan jika ini adalah skrining awal dan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada fasyankes yang memadai untuk memastikan apakah terdapat PJB kritis atau kelainan jantung lain agar dapat ditatalaksana dengan baik pada usia yang optimal.

Jika orang tua bayi setuju, Petugas Kesehatan FKTP melakukan komunikasi dan koordinasi dengan RS yang dituju untuk memastikan tersedia tempat perawatan, alat pemeriksaan ekokardiografi dan tenaga ahlinya (dokter spesialis anak/

Konsultan jantung Anak). Informasikan kondisi bayi ke RS yang dituju. Segera rujuk pasien ke dokter anak sub spesialis kardiologi untuk dilakukan pemeriksaan ekokardiografi (baku emas). Pasien harus dirujuk apabila skrining pulse oksimeter gagal (positif), yaitu saturasi oksigen dengan hasil <90% di tangan kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen dengan hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan kanan dan kaki sebanyak 3 kali pemeriksaan dengan setiap pemeriksaan berjarak 1 jam.

36

Gambar 3.1 KIE Petugas kepada orang tua bayi baru lahir

Sumber: https://ulyadays.com/wp-content/uploads/2016/11/Gambar-3-Perawatan-Bayi-Baru- Lahir.jpg

Sampaikan kepada orang tua bayi terkait gambaran pemeriksaan yang akan didapatkan oleh bayi di Rumah Sakit rujukan agar mengurangi kecemasan orang tua. Selanjutnya petugas kesehatan perlu memperhatikan prinsip transfer/rujukan bayi tersangka PJB kritis secara komprehensif. Pastikan bayi dalam kondisi aman dan stabil hingga sampai di tempat tujuan.

Tindakan pra-rujukan mengikuti skema STABLE yang sudah dilatihan oleh dokter perinatologi, yaitu mencegah hipoglikemia, hipotermia, infeksi, dll. Penggunaan oksigen pada tersangka PJB kritis perlu hati-hati agar tidak memberikan oksigen yang terlalu tinggi karena dikhawatirkan ductus arteriosus dapat menutup.

Prinsip transfer/rujukan bayi tersangka PJB kritis sama dengan transport neonatus lain yaitu “S – T – A – B – L – E”

dengan beberapa target spesifik. Bayi dengan kecurigaan PJB kritis memiliki risiko terjadi gangguan hemodinamik selama proses transport sehingga proses stabilisasi di awal sebelum dan intra-transpor harus diperhatikan untuk mencegah komplikasi dan keadaan yang fatal sebelum tiba di tujuan rujukan.

37

Gambar 3.2 Prinsip transfer/ rujukan bayi tersangka PJB kritis

1) Sugar and Safe Care

Identifikasi faktor risiko hipoglikemia: bayi kecil masa kehamilan, bayi premature dan bayi lahir dengan ibu yang menderita DM

Pastikan kadar gula darah ≥ 50 mg dl (target gula darah 50-110 mg/dl). Tatalaksana awal: berikan dekstrosa intravena pada bayi berisiko. Pada bayi yang hipoglikemia, berikan dektrosa 10% 2 cc/kgBB.

2) Temperature

Suhu normal: 36,5 – 37,50 C.

Identifikasi faktor risiko hipotermia:

a. Bayi prematur/ Bayi berat badan lahir rendah.

b. Bayi kecil masa kehamilan (KMK).

c. Bayi yang mengalami sakit: sepsis dan penyakit lainnya.

d. Bayi dengan defek pada abdomen dan spinal.

e. Antisipasi: jaga kehangatan selama proses transport 3) Airway

Pastikan jalan napas terbuka, pastikan bayi bernapas dengan nyaman (tidak merintih dan tidak ada retraksi). Lakukan evaluasi tanda dan gejala distress pernapasan seperti:

frekuensi pernapasan, usaha napas (retraksi, apnea), kebutuhan oksigen dan saturasi oksigen. Lakukan tindakan antisipatif seperti pertimbangan terapi oksigen, cek AGD pada bayi yang tidak diberikan terapi oksigen.

Sugar and

Safe Care Airway Temperature Blood

Pressure Lab Work Emotional Support

38 4) Blood Pressure

Lakukan pengukuran tekanan darah. Berdasarkan normogram grafik tekanan darah pada neonatus berdasarkan usia gestasi.

Gambar 3.3 Grafik pengukuran tekanan darah pada neonatus

Lakukan pemeriksaan capillary refill time (CRT) pada bayi . . .. . . Hasil dianggap normal jika ≤ 3 detik.

Identifikasi 3 penyebab syok pada bayi:

 Syok hipovolemik.

 Syok kardiogenik.

 Syok sepsis.

 Lakukan tatalaksana sesuai etiologi 5) Lab Work

Pemeriksaan laboratorium pre-transpor yaitu 4B: Blood count (hitung darah lengkap), Blood culture (kultur darah bila curiga sepsis), blood sugar (gula darah) dan blood analysis (analisis gas darah sesuai indikasi).

Pada FKTP dengan fasilitas terbatas, pemeriksaan tekanan darah dan lab work mungkin tidak dilakukan, namun petugas kesehatan harus tetap menjaga keadaan umum bayi agar tidak terjadi syok.

39 6) Emotional Support

Dukungan emosional untuk keluarga dan tim. Edukasi kepada orang tua mengenai kondisi bayi yang harus dirujuk ke fasilitas Kesehatan yang lebih lengkap. Tim selama proses transfer tidak boleh panik

Nah, dari pembahasan diatas telah ditunjukkan bahwa KIE dengan penuh empati sangat penting sebelum pemeriksaan dan terlebih pada saat hasil pemeriksaan dengan hasil positif

(gagal) tanda bayi mengalami gejala PJB. Segera lakukan persiapan pra rujukan dan monitoring kondisi bayi selama

proses rujukan ya…!

40 1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) perlu dilakukan

pada setiap orang tua bayi sebelum dan setelah pemeriksaan/skrining PJB. Semua bayi tanpa gejala (tampak sehat) yang lahir di RS, klinik bersalin/rumah perlu dilakukan penapisan/ skrining pulse oksimeter usia 24-48 jam. Apabila bayi yang pulang lebih awal sebelum usia 24 jam, maka pemeriksaan skrining pulse oksimeter dilakukan sesaat sebelum pulang (sebaiknya mendekati umur 24 jam). KIE lanjutan kepada orang tua yang memiliki bayi terduga PJB sangat penting agar orang tua bayi kooperatif dalam mempersiapkan pemeriksaan ulang serta tindak lanjut jika ditemukan hasil yang positif untuk persiapan pra- rujukan.

2. Prinsip transfer/rujukan bayi tersangka PJB kritis sama dengan transport neonatus lain yaitu“ S –T – A – B – L – E”

dengan beberapa target spesifik. Bayi dengan kecurigaan PJB kritis memiliki risiko terjadi gangguan hemodinamik selama proses transport sehingga proses stabilisasi di awal sebelum dan intra-transpor harus diperhatikan untuk mencegah komplikasi dan keadaan yang fatal sebelum tiba di tujuan rujukan.

SEKARANG SAYA TAHU

41 Pendahuluan

Penyakit jantung bawaan (PJB) termasuk jenis kelainan kongenital paling umum ditemukan pada neonatus dan dianggap sebagai rmasalah kesehatan utama di seluruh dunia. Telaah yang dilakukan Hoffman dan Kaplan melaporkan insidensi PJB bervariasi sekitar 4 hingga 50 per 1000 kelahiran hidup. Telaah sistematis dan meta-analisis lainnya melaporkan jumlah prevalensi PJB tertinggi ditemukan di Asia, yakni 9,3 per 1000 kelahiran hidup atau sekitar 1 dari 100 kelahiran hidup.

Angka kematian akibat PJB adalah 81 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Kematian yang dikaitkan dengan PJB kritis adalah 64,7%. Tingkat kelangsungan hidup pada 28 hari kehidupan menurun hampir 70% pada neonatus dengan PJB. Kematian PJB ini dikontribusi oleh PJB kritis, yaitu PJB yang memerlukan tindakan baik dengan intervensi (tanpa operasi) atau operasi bedah jantung dalam usia 1 bulan. Penyebab utama kematian pada PJB adalah syok kardiogenik atau hipoksemia terutama akibat penutupan duktus arteriosus pada minggu pertama setelah lahir pada bayi dengan PJB kritis. Oleh karena itu, penapisan PJB awal merupakan tindakan penting untuk menghindari komplikasi dari PJB.