BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Teori dan Konsep
2. Konsep Peradilan dan Pengadilan
Peradilan dan Pengadilan memiliki makna dan pengertian yang berbeda, berikut perbedaannya:
a) Peradilan dalam istilah Inggris disebut judiciary dan rehspraak bahasa Belanda yang maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.
b) Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
Bentuk dari sistem Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan baik dalam perkara sipil, buruh, administrative maupun kriminal. Triwulan Tutik (2006:25). Setiap orang memiliki hak yang sama untuk membawa perkaranya ke Pengadilan baik untuk menyelesaikan perselisihan maupun untuk meminta perlindungan di Pengadilan bagi pihak yang dituduh melakukan kejahatan, sedangkan peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus, dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan
hukum “ in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Kedua uraian di atas dapat dikatakan bahwa pengadilan adalah lembaga tempat subjek hukum mencari keadilan, sedangkan peradilan adalah sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri. Kata pengadilan dan peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni “adil” yang memiliki pengertian: a) Proses mengadili, b) Upaya untuk mencari keadilan, c) Penyelesaian sengketa hukum dihadapan badan peradilan, dan d) Berdasarkan hukum yang berlaku.
a. Pembaruan Lembaga Peradilan
Reformasi hukum di bidang lembaga hukum menyeruak dalam penerapan sistem peradilan satu atap di Indonesia yang melahirkan amandemen UUD 1945 yakni pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Kemudian UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa badan peradilan yang berada di bawah mahkamah agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara.
Keempat lembaga peradilan tersebut berpuncak di Mahkamah Agung, baik dalam hal teknis yudisialnya maupun nonteknis yudisialnya.
Adapun strata keempat lembaga tersebut adalah:
1) Lingkungan peradilan umum terdiri dari Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI.
2) Lingkungan peradilan agama terdiri dari Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI. Adapun Pengadilan Agama yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasar Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2003 diubah menjadi Mahkamah Syar‟iyyah, sedangkan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh Darussalam diubah menjadi Mahkamah Syar‟iyyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3) Lingkungan peradilan militer terdiri dari Mahkamah Militer sebagai pengadilan tingkat pertama dan Mahkamah Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI.
4) Lingkungan peradilan tata usaha Negara terdiri dari pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak MA-RI.
b. Lembaga Peradilan di Indonesia
Badan peradilan yang tertinggi di Indonesia adalah Mahkamah Agung, sedangkan badan peradilan yang lebih rendah yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah:
1) Badan Peradilan Umum - Pengadilan Tinggi - Pengadilan Negeri 2) Badan Peradilan Agama
- Pengadilan Tinggi Agama - Pengadilan Agama
3) Badan Peradilan Militer - Pengadilan Militer Utama - Pengadilan Militer Tinggi - Pengadilan militer
4) Badan Peradilan Tata Usaha Negara - Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara - Pengadilan Tata Usaha Negara
Dalam melaksanakan tugas Mahkamah Agung (MA) merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang terlepas dari kekuasaan pemerintah. Kewajiban dan wewenang MA menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah:
1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan memunyai wewenan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2) Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi
3) Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
c. Pengadilan Negeri
Peradilan umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (Sudikno, 1996:30), peradilan umum meliputi:
1) Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota/provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi.
2) Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota.
3) Pengadilan khusus lainnya (spesialisasi, misalnya: Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, (tipikor), Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan Anak.
4) Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan peradilan umum yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. Untuk di kota Yogyakarta adalah Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sebagai
pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Yogyakarta berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Daerah hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta meliputi semua wilayah kota Yogyakarta. Susunan atau struktur organisasi Pengadilan Negeri Yogyakarta terdiri dari pimpinan (ketua PN dan wakil ketua PN), hakim anggota, panitera, sekretaris, jurusita dan staf pengadilan tinggi (PT) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan peradilan umum yang lebih tinggi dari Pengadilan Negeri yang berkeddukan di ibukota provinsi sebagai pengadilan tingkat banding (untuk mengajukan upaya hukum banding) terhadap perkara-perkara yang diputus oleh pengadilan negeri.
Pengadilan Tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya. Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan undang-undang dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan (seorang ketua PT dan seorang wakil ketua PT), hakim anggota, penitera, sekretaris, dan staf.
d. Prinsip-Prinsip Peradilan
Peradilan dalam tinjauan teoretisnya memiliki prinsip-prinsip dalam peradilan yaitu:
1) Peradilan yang bebas, tidak memihak (independen)
Tujuan sistem konstitusionalisme adalah adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan badan-badan legislatif dan eksekutif. Hal ini mendapat tempat dalam UUD 1945, oleh karenanya peradilan yang bebas dan tidak memihak merupakan jaminan konstitusional. Hal itu merupakan ketentuan Undang-Undang Dasar yang tidak saja melarang setiap campur tangan, instruksi tetapi bahkan juga rekomendasi dari eksekutif dan legislatif terhadap yudikatif dalam melaksanakan tugas-tugas peradilannya. Para hakim hendaknya memiliki kemampuan keterampilan dan mental sedemikian rupa agar dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan penuh kebebasan intelektual serta integritas moral.
2) Pelaksanaan peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Peradilan membutuhkan tenaga-tenaga personil, seperti pejabat- pejabat badan peradilan yang mendukung tugasnya dalam melaksanakan peradilan, juga dibutuhkan perlengkapan materil dan finansial sederhana, maksudnya pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien, sedangkan biaya ringan maksudnya biaya yang dapat dijangkau oleh rakyat. Adanya hal tersebut, peradilan dapat mewujudkan pelaksanaan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan.
3) Peradilan bersifat demokratis
Pemeriksaan persidangan dan pengumuman keputusan- keputusan perkara di depan umum oleh pengadilan, yang ditentukan
sebagai suatu syarat di dalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman nomor 14 tahun 1970, merupakan suatu komunikasi antara pengadilan dan masyarakat, karena diletakkan prinsip-prinsip demokrasi di dalam jalannya peradilan. Prinsip ini tidak hanya memberikan kesempatan kepada masyarakat, bahkan merupakan suata hak bagi masyarakat untuk mengikuti prosedur persidangan pengadilan dan dengan cara ini masyarakat melakukan pengawasan terhadap administrasi pengadilan.
4) Transparansi dan kontrol sosial
Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Demikian pula dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim, dan pejabat lembaga pemasyarakatan, semuanya memerlukan kontrol sosial agar dapat bekerja dengan efektif, efisiensi serta menjamin keadilan dan kebenaran.
5) Persamaan dalam hukum
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap
dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus. Hal yang tidak termasuk pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok-kelompok masyarakat suku terasing atau kelompok masyarakat hukum tertentu yang kondisinya terbelakang.