• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis merumuskan beberapa saran sebagai berikut.

1. Kajian berkaitan dengan percakapan kasus pembunuhan dalam persidangan dengan pendekatan linguistilk forensik masih perlu

111

dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk lebih memerkaya khasanah ilmu pengetahuan linguistik di Indonesia.

2. Penelitian selanjutnya perlu mengembangkan pendekatan yang lebih bervariasi dalam melakukan kajian dengan pendekatan linguistik forensik, tidak hanya berkaitan dengan percakapan sebagai bagian analisis interaksi dalam ruang sidang, namun menyentuh bagian analisis lainnya seperti melakukan linguistik forensik terhadap kepengarangan Idan Iplagiarisme yang saat ini mengemukakan dalam ruang-ruang akademik.

3. Peneliti selanjutnya lebih mengembangkan lagi temuan penelitian dengan menggunakan 21 kriteria Statement Analysis, karena penelitian ini baru menemukan 7 kriteria.

4. Penelitian selanjutnya perlu mengembangkan kajian linguistik (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik dalam proses kajian linguistik forensik, pada penelitian ranah hukum.

5. Saran dan kritik sangat dibutuhkan untuk menjadi pedoman penulis melakukan pengembangan penelitian dan kajian dengan pendekatan linguistik forensik dalam sesi penelitian lainnya.

112

DAFTAR PUSTAKA

Arifianti, I. (2018). Erseptif linguistik forensik pola interogatif penyidik pada saksi ahli bahasa. Pertemuan Ilmiah Bahasa Dan Sastra Indonesia (PIBSI) XL, 813(978 - 6 0 2 - 6779 - 21 -2), 813–824.

Brown, G. dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge:

CambridgeUniversityPress.

Cahyono, IBambang IYudi. I1995. IKristal-kristal IIlmu IBahasa. ISurabaya:

IAirlangga IUniversity IPress.

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta (2010). Kesantuanan Berbahasa. Jakarta : Rineka Cipta.

Coulthard, M. & Alison Johnson. (2007). An Introduction to Forensic Linguistics: Language in Evidence. London: Routledge.

(2010). An Introduction to Forensic Linguistics: Language in Evidence. New York: Rouledge.

Correa, M. (2013). “Forensic Linguistics: An Overview of the Intersection and Interaction of Language and Law” makalah dalam Studies about Language Nomor 23 Tahun 2013. Kalbu Studijos.

Crystal, D. (2008). A Dictionary of Linguistics and Phonetics 6th Edition.

Oxford: Blackwell Publishing.

Culpeper,J (ed.). (2011). Historical Socio pragmatics. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.

Eddy, Hiariej. 2014. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Gibbons, Jhon. 2007. Forensik Linguistics, an Introduction to Language in the Justice System. Oxford: Blackwell Publishing

Hendrokumoro, H., Masrukhi, M., D., L. S., & Laksanti, I. D. K. T. A.

(2019). Peran Linguistik Forensik pada Era Perkembangan TeknologI Komunikasi. Bakti Budaya 2(2), 81.

Heydon, G. (2005). The Language of Police Interviewing: A Critical Analysis. New York: PALGRAVE MACMILLAN.

http://pn-yogyakarta.go.id/pnyk/pengertian-peradilan.html. diakses pada tanggal 17 Desember 2020.

113

Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Khalid, A. (2014). Penafsiran Hukum Oleh Hakim dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Al ’Adl, Volume VI (Penafsiran Hukum, Hakim, Sistem Peradikan di Indonesia), 9–36.

Kridalaksana. H. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Lamintang. 2013. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Leech, G. (1993). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Levinson, S. C. (1983). Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Mc Menamin, G. R. (1993). Forensic Stylistics. Amsterdam:

Elsevier.(2002). Forensic Linguistics: Advances in Forensic Stylistics. London: CRC Press.

Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, PT. Citra Aditya Bhakti.

Muh, Faris, A. (2019). Diskrepansi informasi dalam surat dakwaan Jaksa penuntut umum di pengadilan negeri bandung (sebuah analisis linguistik forensik). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Munirah, & Apriyanto, S. (2020). A Forensic Linguistic Point of View of Implicational Conversations in a Police Interrogation : A Review.

Talent Development & Excellence, 12(1869-2885), 3370–3384.

Musfiroh, T. (2014). “Linguistik Forensik dalam Masyarakat Multikultur”.

Bahasa dan Sastra dalam Perspektif Ekologi dan Multikulturalisme.

Yogyakarta: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNY.

Olsson, John. (2008). Forensic Linguistics. New York: Continuum.

Panggabean, S., Silvana, T., (2018). Praanggapan Penyidik dalam Interviu Investigatif (Kajian Linguistik Forensik dalam Penyusunan Berita Acara Pemeriksaan). The 11th International Workshop And Conference Of Asean Studies In Linguistics, Islamic And Arabic Education, Social Sciences And Educational Technology 90–95.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

114

Saifullah, A. R. (2009). “Analisis Linguistik Forensik terhadap Tindak Tutur yang Berdampak Hukum (Studi Kasus Delik Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik di Polres Bandung Tengah dan Bandung Timur)”. Laporan Penelitian Dasar. Program Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia. Terintegrasi, S., & Berkesinambungan, K. ID. A. N.

(2019). Adil Indonesia jurnal volume 1 nomor 1, januari 2019. 1(3), 51–60.

Sholihatin, Endang. (2017). Linguistik Forensik dan Kejahatan Berbahasa.

Surabaya: Pustaka Pelajar.

Subekti. 2003. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa.

Subyantoro. (2019). Linguistik Forensik : Sumbangsih Kajian Bahasa dalam Penegakan Hukum. Adil Indonesia Jurnal, 1(2655-5727), 36–50.

Sudikno. 1996. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, PT. Citra Aditya Bhakti.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata. 2009. Metode Penelitian pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Taufan, Guruh. 2018. Statement Analysis (Pendeteksi Kebohongan Paling Dahsyat). Cetakan 1. Depok: PT. Tosca Jaya Indonesia.

Triwulan Tutik, Titik. 2006. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Pustaka Publisher.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Peraturan Perundang-Undang

Kitab Undang-undang Hukum pidana Kitab Undang-undang Hukum perdata Undang-Undang Dasar NKRI tahun 1945

Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

115

BIODATA PENULIS

JAHARA. Lahir di Karawa kabupaten Pinrang pada tanggal 23 November 1994. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara.

Buah hati dari pasangan Ayahanda Latuwo dengan Ibunda Hadimang. Penulis mengawali pendidikan di SDN Inpres Karawa Pinrang pada tahun 2001 dan tamat pada tahun 2007, kemudian melanjutkan di MTs DDI Tuppu pada tahun 2008, tidak sampai tamat karena faktor individu, selang berapa tahun Penulis mengikuti Paket B tahun 2010. Menjelang satu tahun setelah mengikuti ujian Paket B Penulis melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 5 Pinrang dan tamat tahun 2014. Pada tahun 2014 Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, pada program Strata Satu di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pada tahun 2018 Penulis menyelesaikan studi dengan menyusun karya ilmiah yang berjudul “Keefektifan Model Example Non Example dalam Pembelajaran Menulis Teks Eksplanasi pada Siswa Kelas XI TAV.1 SMK Negeri 1 Gowa”. Pada tahun 2018 penulis kembali melanjutkan studi pendidikan magister Strata Dua pada Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar.

114

LAMPIRAN

116

KORPUS DATA

Lampiran I : Data Penerapan Statement Analysis Percakapan Sidang Pengadilan Negeri Makassar

No. Kode

Data Percakapan Penerapan Statement

Analysis

21 kriteria Statement Analysis

1 Data 1

Hakim : Apa yang Saudara lihat, atau apa yang Saudara lakukan pertama kali ketika masuk?

Saksi 1 : Saya masuk kemudian langsung mengecek pernapasan, nadinya.

Hakim : Terus

Saksi 1 : Setelah saya raba dan rasa masih ada, Saya perintahkan anggota buat kasih mundur mobil dinas.

Hakim :untuk maksudnya?

Saksi 1 : untuk mengangkut korban

Hakim : Persiapkan mobil untuk mengangkut krban.

Saksi 1 : Siap

Kutipan data menunjukkan proses percakapan antara hakim dengan saksi untuk menggali kebenaran informasi tentang tindakan apa yang dilakukan oleh saksi ketika berada di tempat kejadian perkara pembunuhan.

Frase syarat tindakan kutipan tersebut menunjukkan kejujuran saksi.

Frase Syarat Tindakan

2 Data 2

Hakim : Jadi Saudara dengar ada peristiwa penembakan ya, Saudara saat itu ada di rumah?

Saksi 2 : Saya ada di rumah.

Hakim : Rumah sendiri ya ? Saksi 2 : Rumah sendiri.

Hakim : Sebelum ada kejadian itu ada kejadian apa?

Saksi 2 : Saya tidak tahu karena …

Hakim : Tidak tahu ya, terus apa yang Saudara tahu kejadian apa ?

Saksi 2 : Tidak ada yang saya tahu, tidak tahu

Kutipan data percakapan tersebut menunjukkan bahwa frase syarat tindakan yang menjadi keterangan informative saksi terhadap upaya hakim memahami posisi saksi ketika terjadinya

peristiwa penembakan. Ada dua frasa syarat tindakan yang menunjukkan saksi jujur yaitu frasa tindakan “saya langsung kaget” dan “ saya langsung

Frase Syarat Tindakan

sama sekali.

Hakim : Tahunya ada penembakan dari siapa ? Saksi 2 : Karena saya dipanggil di rumah, saya

didatangi oleh pak … (terdakwa).

Dipanggil di rumah, Saya sedang tidur.

Hakim : Kamu tidur dan dipanggil pak … (terdakwa)?

Saksi 2 : Iye

Hakim : Kenapa, pak … (terdakwa). Apa, kenapa dipanggil?

Saksi 2 : Dia datang mengetuk-ngetuk pintu, kemudian Saya terbangun. Saya buka pintu, kemudian Saya dipanggil ke rumahnya. Waktu itu Dia tidak menjelaskan dia hanya minta tolong.

Hakim : Pak …(terdakwa) hanya minta tolong?

Saksi 2 : Iye

Hakim : Lalu Saudara mengikuti ke rumahnya?

Saksi 2 : Iye

Hakim : Datang ke rumahnya dengan pak … (terdakwa)

Saksi 2 : Iye

Hakim : Ya! Terus sampai di sana ? Saksi 2 : Setelah sampai di sana, Saya

langsung kaget karena Saya melihat darah berceceran di dalam rumahnya begitu banyak.

Hakim : Ya.

Saksi 2 : Jadi Saya langsung panik dan lari kembali, lari pulang dan memanggil Saudara ini (saksi 3) juga namanya (sama dengan terdakwa)

panik”.

3 Data 3

Hakim : Ada SMS?

Saksi 5 : Iya pak Hakim : Itu WA?

Saksi 5 : Bukan WA pak, SMS Hakim : Dari siapa itu?

Saksi 5 : Waktu itu Saya belum yahu dari mana pak, jelasnya saya malas eeeee Hakim : Apa isinya?

Saksi 5 : Assalamu alaikum ibu, apa kabar?

Haaa di situ ada 4 kali panggilan tak terjawab. Saya belum tidak mengangkat-angkat. Tapi saat itu Saya sempat telepon bapak, telepon suami saya. Kutelepon suami saya karena saat itu Saya lagi tidak enak badan. Minta dijemput untuk berobat.

Hakim : Mau ke mana ?

Saksi 5 : Minta pulang dijemput pak Hakim : Suaminyakan di Maksaar?

Saksi 5 : Iya

Hakim : Berapa lama datangnya suami mu itu?

Saksi 5 :Sayakan di Jeneponto pak saat itu.

Hakim : Kenapa? Emang dari Jeneponto ke Makassar berapa jam?

Kutipan data tersebut menunjukkan keterangan saksi tentang proses komunikasi yang terbangun sebelum terjadinya peristiwa perkara. Berawal dari panggilan telepon masuk dan sms via hanphone. Saksi menerangkan pada mulanya tidak tahu karena nomor baru kemudian saksi melakukan tindakan tidak mengangkat telepon tersebut. Kemudian saksi merasa tidak enak badan kemudian menelpon suaminya untuk diminta diantarkan berobat. Meski demikian, kontak telepon yang tidak terjawab kemudian dikontak balik.

Frasa syarat tindakan

Saksi 5 : Maksudnya itu pak minta dijemput pak saat itu, karena saya sakit.

Hakim :apakah di Jeneponto tidak ada apotik?

Anda minta jemput dari mana ke mana

?

Saksi 5 : Jeneponto

Hakim : Jemput di Jeneponto ke mana ? Saksi 5: Makassar, kan pada saat itu…

Hakim : Kamukan katakana minta dijemput dari Jeneponto ke Makassar?

Saksi 5 : Iya pak

Hakim : Kenepa ke Makassar?

Saksi 5 : Untuk mau berobat pak.

Hakim : Untuk berobat, terus ditelepon suaminya?

Saksi 5 : eeee Sayaaa

Hakim : Ditelepon ya? Suami mengatakan ya?

Saksi 5 : waktu itu tidak karena masih ada jam kantor, “mungkin besok baru bisa”

Hakim :Berarti besok baru pulang ya?

Saksi 5 : Iya, Jumat.

4 Data 4

Saksi 5 : Tidak tersave nomornya, Saya telepon

“Assalamu Alaikum dengan siapa?”

kemudian dia bilang “dari kampung ini”

kemudian dia bilang “dengan … (korban perempuan), iye dengan … (korban perempuan). Ini dengan siapa? Ini saya …(korban laki-laki) “ katanya “daengmu daengmu kakakmu.” Bilang “kenapa?” bilang

“kamu ada di mana?” Saya bilang

“saya ada di Jeneponto saya sudah 2 bulan di sini.” Lagiankan saat itu lagi sibuk panen. Jadi saya bilang “sudah 2 bulan di Jeneponto panen.

Berdasarkan keterangan saksi menunjukkan bahwa saksi menelepon kembali nomor yang menghubunginya yang sempat tak terjawab empat kali itu. akhirnya terjadi komunikasi antara keduanya, yang menjadi rangkaian tindakan ke momentum terjadinya peristiwa kejadian perkara.

Frase syarat tindakan

5 Data 5

Saksi 5 : Saya masih sempat intip keluar pak, ii saya bilang “ ada betul saya bilang kenapaki datang, kenapa datang tengah malam, saya bilang pulang, tidak ada laki-laki di dalam rumah.

Saksi menggunakan setidaknya dua frase syarat tindakan dalam kutipan tuturan saksi. saksi mengaku telah mengatakan mengapa yang bersangkutan datang.

Kemudian saksi meminta yang bersangkutan pulang atau kembali karena tidak ada orang lain di rumah.

Berdasarkan keterangan saksi menunjukkan bahwa saksi mencoba memastikan.

Memang terlihat mengesankan, namun tindakan tersebut adalah tindakan yang belum tentu dilakukannya. Bandingkan dengan kalimat, “saya tidak membuka pintu dan langsung menutup telepon.”

Frase syarat tindakan

6 Data 6

Saksi 5 : aaaaa setelah itu dia berdiri dia berdiri eee saya kearah motorku kan itu motorku kurang lebih dekat, posisi kurang satu meter dari saya. Dia dekati saya, dia dorong sampai membentur pintu tadi. Saya sempat sampai melawan. Maksudnya bagaimana caranya supaya dia. Saya melawan sampai saya didorong masuk tempat tidur. Melawan masuk

Keterangan saksi menunjukan bahwa saksi mencoba melakukan perlawanan. Tapi kata sempat menunjukan kejanggalan yang berarti setelah itu tidak ada perlawanan lagi sampai mereka masuk ke kamar.

Frasa syarat tindakan

7 Data 7

Saksi 5 : aaa saya didorong ke tempat tidur didorong ke tempat tidur, saya bangun saya tending dulu saya tarik-tarik bajunya. “kenapa daeng kenapa kau berbuat begini kenapa kenapa-kena?”

Dia bilang “pokoknya saya tanggung dosamu saya tanggung dosamu.” Saya bilang “kenapa ya Allah kenapa”

sampai saya menendang, menendang pokoknya saya sekuat tenaga

menendang mau membela diri. Saya berusaha untuk belah diri saya.

Saksi menunjukan bahwa saksi mencoba melakukan perlawanan dengan maksud sebagai tindakan membela diri, tetapi kata berusaha menunjukan kejanggalan, sama halnya dengan berupaya. Kata berupaya menunjukan tindakan yang baik, tetapi dalam hal ini kata tersebut seakan-akan menunjukan korban melawan si pria yang melakukan tindakan pelecehan tetapi hal tersebut bisa saja tidak dilakukannya. Jadi kata tersebut perlu diperhatikan saat bertutur. Berbeda jika korban mengatakan “ saya terus melawan”

Frase syarat tindakan

8 Data 8

Jaksa 2 : Apakah ada orang selain pak

…(terdakwa), apakah ada anak atau orang tuanya?

Saksi 2 : Ada anaknya Jaksa 2 : Oh, ada anaknya.

Saksi 2 : Iya

Jaksa 2 : Berapa orang ? Saksi 2 : Kira-kira 1 orang

Kata “kira-kira” banyak dipakai sebagai ungkapan yang aman untuk menunjukan

ketidakpastian. Tuturan saksi 2 masih belum menunjukan kejujuran dalam kesaksian karena saksi menggunakan pikiran ketika bertutur dan seharusnya menggunakan ingatan, namun pada frase makna khusus akan berbeda lagi ketika saksi mengatakan

“hanya 1 orang” kata “hanya”

tersebut berupaya

meminimalkan angka orang yang berada di tempat itu, jika kata tersebut muncul maka pernyataan tersebut layak muncul dalam hati adalah mengapa ia ingin

meminimalkannya.

Penggunaan frase makna

khusus

9 Data 9

Hakim ang : Sejak kapan Saudara mengetahui korban sudah meninggal dunia?

Saksi 5 : waktunya saya tidak tahu persis tapi setelah ada laporan dari rumah sakit.

Hakim ang : Kira-kira berapa lama setelah

Statement korban perempuan yang mengatakan “saya tidak tahu persis” dan “mohon maaf saya lupa persisnya”

menunjukan kejanggalan seakan-akan terlepas dari

Penggunaan frase makna

khusus

kejadian?

Saksi 5 : Saya mohon maaf saya lupa persisnya.

masalah yang berhubungan dengan korban laki-laki.

Padahal ada statement

“setelah ada laporan dari rumah sakit” berarti jelas dia statement tersebut bermakna khusus seakan-akan ingin menyembunyikan bahwa dia mengetahui kapan korban laki- laki meninggal.

10 Data 10

Saksi 5 : Yak karena saat itu mikirnya keluarga pak, ya mungkin pada saat itu saya mikirnya keluarga.

Kutipan tersebut menunjukan penggunaan makna khusus pada kata “ ya mungkin”. Kata ini banyak digunakan sebagai pengungkapan yang aman dan menunjukan

ketidakpastian. Frase makna khusus juga dapat

menunjukan saksi

mengungkapkan sesuatu yang tidak pasti.

Penggunaan frase makna

khusus

11 Data 11 Saksi 5 : Saya kurang tahu juga, saya tidak lihat.

Substansi frase makna khusus menunjukan makna

ketidakpastian yang tidak hanya diungkapkan hampir semua saksi. Frase “saya kurang tahu juga” dapat dipahami saksi memiliki keterbatasan pengetahuan tentang kejadian perkara. Pola meminimalisir ini bukan kecenderungan kebohongan, namun lebih tampak sebagai suatu kealamiahan bahwa setiap saksi memiliki keterbatasan ingatan.

Penggunaan frase makna

khusus

12 Data 12

Hakim : ya, terus kamu berdua ini saat itu belum mendengar suara tembakan.

Saksi 3 : sempat dengar yang mulia Hakim : berapa kali?

Saksi 3 : tidak saya tahu, karena saya kira itu malam anak-anak yang lagi main petasan yang mulia.

Hakim : oh, mengira anak-anak yang main petasan ya, jadi tidak keluar ya.

Ungkapan saksi “tidak saya tahu” bukan berarti tidak mendengar suara tembakan.

Sebelumnya saksi mengaku tertidur, namun saksi mengetahui ada suara tembakan atau suara petasan (aktivitas disekitarnya).

Penggunaan frase makna

khusus

13 Data 13

Saksi 5 : aaaaa kalai yang terjadi saat itu, karena dia maksa. Cuman ngga karena sayakan pakai celana. Aaaa

menyentuh ia pada saat itu, beliau langsung berdiri. Tapi eee dibilang untuk merasakan tidak.

Data tersebut menunjukan keterangan saksi bahwa ada yang terjadi dengan unsur paksaan, namun saksi menjelaskan kembali bahwa tidak ada yang terjadi.kutipan tersebut menunjukan persepsi sebagai tindakan menafsirkan sebuah informasi sensoris untuk memberikan

pemahaman serta gambaran tentang suatu kejadian.

Pembangun persepsi

14 Data 14

Saksi 1 : Saya perintahkan anggota saya yang satu, kana da 4 orang 5 dengan saya.

Yang satu saya perintahkan mengamankan senjata.

Hakim : Senjata?

Saksi 1 : Senjata dari lelaki … (terdakwa) dan sekaligus membawa tersangka ke Polres.

Berdasarkan ungkapan tersebut, kata “senjata” dan kata kerja diamankan- dirampas. Terdapat

penghalusan keterangan saksi yang menunjukan

pengamanan senjata yang tidak dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh pelaku menembak korban. Pola keterangan yang diberikan dengan cara menghaluskan bahasa juga dapat dipahami menunjukan standar bahasa yang etis di depan majelis hakim persidangan.

Eufemisme kata kerja

15 Data 15

Saksi 1 : setelah itu laki-laki … (terdakwa) sampaikan, bahwa yang laki-laki di dalam kamar pak

Hakim : di dalam kamar, terus!

Saksi 1 : Sebelum saya masuk dia sampaikan dia itu tentara pa. jadi Saya masuk sambil menghubungi junior

Hakim : siapayang menyampaikan bahwa itu tentara ?

Saksi 1 : Pak … (terdakwa) sampaikan, sebelum saya masuk

Hakim : laki-laki … (terdakwa) menyampaikan kalau ada tentara di kamar

Saksi 1 : iya, itu tentara pak

Hakim : Kemudian Saudara menghubungi?

Saksi 1 : Kapolres

Hakim : Kapolres, beritanya?

Saksi 1 : Saya sampaikan bahwa ada oknum polri menembak oknum TNI lalu saya masuk untuk mengecek, karena sekilas saya lihat dia sudah tidak bergerak.

Data tersebut menunjukan bahwa saksi menggunakan pronominal kata ganti “tentara”

untuk memberi keterangan tentang korban yang

tertembak yang sesungguhnya bernama … (korban laki-laki).

Selanjutnya saksi

menggunakan pronominal

“oknum Polri” untuk memberikan keterangan tentang pelaku penembakan yang bernama … (terdakwa)

Penggunaan kata ganti

nama

16 Data 16

Saksi 2 : Saya tidak sempat masuk karena waktu Saya datang di depan rumah pas depan pintu rumah terbuka itu ceceran darah sangat tampak dari luar, waktu itu saya kaget karena baru bangun tidur jadi saya langsung panic jadi saat itu saya langsung balik karena spontan

Kutipan data tersebut

menunjukan penggunaan kata saya secara berlebihan. Hal ini dilakukan oleh saksi untuk menunjukan posisinya sebagai saksi di lokasi kejadian penembakan. Kata “saya”

menunjukan saksi sebagai pronominal tunggal yang tiba di depan pintu rumah yang digambarkannya sudah terbuka dengan ceceran darah yang spontan kaget dan panic melihat kejadian tersebut.

Penggunaan berlebihan kata

“saya” mendominasi isi percakapan persidangan sebagaimana terlampir. Hal ini menunjukan bahwa masing-

Berlebihan kata “saya”

masing pemberi kesaksian menegaskan diri sebagai pronominal pertama tunggal yang menyaksikan peristiwa penembakan maupun pronominal pertama tunggal yang menjadi pelaku penembakan (terdakwa)

17 Data 17

Saksi 1 : Pada hari kamis tgl 14 Mei, sekitaran jam 10 yang mulia

Hakim : jam 10?

Saksi 1 : jam 10 malam.

Hakim : jam 10 malam

Kata “jam 10” bermakna lain dari suatu pernyataan, artinya ungkapan tersebut

menyatakan kejadiannya terjadi dua kali jam 10 (siang) dan dijelaskan kembali malam.

Karena jam menunjukan kata benda dan 10 malam tidak digunakan dalam menunjukan waktu malam hari, namun harus menggunakan kata

“pukul 22.00” untuk menunjukan malam dari.

Pola rentang waku

18 Data 18 Hakim : Waktu kejadian?

Saksi 1 : Sekitar jam 10 yang mulia

Ungkapan kata “jam 10 malam” bermakna lain dari suatu pernyataan, arti ungkapan tersebut

menyatakan kejadian tersebut dua kali jam 10 (siang) dan dijelaskan kembali malam, karena jam menunjukan kata benda dan 10 malam tidak digunakan dalam menunjuk waktu malam hari, namun harus menggunakan kata

“pukul 22.00” untuk menunjukan malam hari.

Pola rentang waku

Lampiran II. Data Penerapan Kontribusi Statement Analysis Percakapan Sidang Pengadilan Negeri Makassar

No. Kode

Data Percakapan Hasil Analisis

Kontribusi Statement Analysis

1 Data 19

Hakim : hari ini acaranya. apakah saksi sudah hadir?

Jaksa : sudah hadir Hakim : Silakan maju!

Jaksa : ada tiga orang saksi pak hakim. Pak … (saksi 1), pak … (saksi 2), dan pak ... (saksi 3).

Baik silakan masuk!

Hakim : baik, namanya … (saksi 1) Saksi 1 : siap

Hakim : lahir di keduren, 23 Mei 81 Saksi 1 : siap yang mulia

Hakim : agama islam?

Kutipan data tersebut menunjukan bahwa hakim membangun percakapan dengan para saksi menggunakan percakapan awal tentang latar belakang para saksi. Berdasarkan keterangan yang dikatakan jaksa dalam percakapan tersebut terungkap bahwa sidang kasus pembunuhan di Pengadilan Negeri Makassar yang menghadirkan tiga orang

Konfirmasi keterangan faktual

Dalam dokumen Tesis - Universitas Muhammadiyah Makassar (Halaman 122-154)

Dokumen terkait