• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Validitas

Dalam dokumen METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL Teori dan Praktik (Halaman 192-198)

Prinsip 6: Mengungkapkan Penelitian Untuk Mendorong Pengawasan Profesional dan Kritik

B. Konsep Validitas

174 Metodologi Penelitian Sosial

alat ukur tidak semata-mata berkaitan dengan kedudukan alat ukur sebagai alat, tetapi terutama pada kesesuaian hasilnya, sesuai dengan tujuan penyelanggaraan alat ukur (Punch, K. F., 2005; dan McMillan, J. H. & Schumacher, S., 2010).

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil- kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain.

Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.

Validitas adalah sebuah konsep situasi-khusus. Pengertian validitas sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran.

Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Hal ini dinilai berdasarkan tujuan, populasi, dan ciri-ciri lingkungan dimana pengukuran dilakukan (Lodico, M. G., Spaulding, D. T. dan Voegtle, K. H., 2010). Oleh karena itu, sebuah hasil pengukuran bisa menjadi valid dalam satu situasi dan tidak valid di situasi lain. Konsekwensinya, untuk menjamin bahwa prosedur-prosedur tersebut memiliki

176 Metodologi Penelitian Sosial

validitas dalam hubungannya dengan masalah penelitian, subyek-subyek, dan latar belakang penelitian, maka penting bagi peneliti untuk mendeskripsikan validitas dalam hubungannya dengan instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Untuk menjamin validitas, peneliti perlu mengidentifikasi asumsi-asumsi atau membuat argumen-argumen untuk membenarkan sebuah kesimpulan (misalnya menyimpulkan bahwa murid-murid di satu kelompok memiliki pengetahuan yang lebih atau memiliki konsep diri yang lebih kuat daripada murid-murid di kelompok lain) dan kemudian mengumpulkan bukti untuk mendukung asumsi-asumsi tersebut. Sebenarnya, tes itu sendiri tidak valid karena tes yang sama bisa digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda. Contohnya, sebuah tes masuk perguruan tinggi mungkin memberikan kesimpulan yang valid tentang prestasi murid di masa depan bila dipakai untuk jenjang S1, tetapi tidak memberikan kesimpulan yang valid bila dipakai untuk tes masuk dari SMP ke SMA.

Bila instrumen dipakai dalam dunia pendidikan, maka ada dua macam kesimpulan yang harus diperhatikan. Yang pertama dihubungkan dengan menilai prestasi, yang terutama bergantung pada seberapa baik isi sebuah tes bisa mewakili isi yang lebih luas. Untuk ini, bukti yang didasarkan pada isi diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang dibuat. Jenis kesimpulan yang kedua, yang lebih umum dalam penelitian kependidikan, adalah tentang sifat-sifat atau ciri-ciri yang lebih abstrak. Sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut lebih sering disebut dengan konstruk dan termasuk di dalamnya seperti kecerdasan, kreativitas, kemampuan membaca, sikap, akal budi, dan konsep diri.

Ketika kesimpulan melibatkan konstruk, maka memiliki konsepsi teori yang jelas tentang apa yang sedang diukur menjadi sangat penting. Bila tidak, maka akan ada dua kemungkinan, yaitu konstruk tanpa representasi dan konstruk tanpa relevansi (Clark-Carter, D., 2004) . Konstruk tanpa representasi terjadi jika penilaian gagal untuk menangkap aspek-aspek penting dari konsep tersebut. Contohnya, jika sebuah pengukuran konsep diri tidak memasukkan aspek selain aspek akademik, maka pengukuran tersebut kurang mengukur konstruk konsep diri, karena konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu akademik, sosial dan personal. Konstruk tanpa relevansi adalah pengukuran yang memasukkan bahan-bahan atau faktor-faktor lain atau aspek di luar konstruk. Dengan kata lain, pengukuran memasukkan aspek yang bukan merupakan bagian dari konstruk. Sebuah contoh dari faktor jenis ini adalah pengukuran yang mengukur nalar matematika, tetapi didalamnya ada materi sejarah.

Ada beberapa macam bukti yang bisa dipakai untuk mendukung kesimpulan atau interpretasi yang berkaitan dengan pengukuran.

Bukti Berdasarkan Isi Tes (Validitas Isi). Umumnya, bukti berdasar isi tes menunjukkan sejauh mana isi pengukuran atau pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen mewakili keseluruhan isi konstruk. Bukti jenis ini biasanya dilakukan dengan meminta ahli meneliti isi instrumen dan menilai sejauh mana isi pengkuruan mengukur isi konstruk yang hendak diukur. Ahli juga digunakan untuk menilai semua aspek dalam instrumen secara kritis. Yang demikian disebut dengan expert validation. Contohnya, untuk mendapatkan bukti untuk sebuah tes untuk calon guru, maka ahli menguji butir soal dan menilai keterwakilan

178 Metodologi Penelitian Sosial

butir soal (contohnya, apakah pertanyaan tentang Piaget mewakili apa yang perlu diketahui tentang perkembangan anak?) dan apakah prosentase dari butir tes tersebut sesuai dengan sebaran topiknya (contohnya, 20 prosen dari tes adalah tentang manajemen kelas, tapi mungkin seharusnya 40 prosen). Bukti berdasarkan pada isi tes itu perlu untuk tes prestasi.

Bukti Berdasar pada Struktur Internal. Struktur internal dari sebuah instrumen adalah bagaimana butir- butir soal saling berhubungan dan bagaimana semua bagian dalam sebuah instrumen berhubungan. Bukti berdasar pada struktur internal bisa didapat ketika hubungan antara butir atau bagian dari instrumen secara empiris konsisten dengan teori. Dengan demikian, jika sebuah pengukuran konsep diri memiliki dua jenis konsep diri (contohnya: akademik, sosial, dan personal, maka butir-butir yang mengukur komponen akademik harus saling berhubungan dan tidak berhubungan sangat tinggi dengan komponen yang lain. Analisis validitas ini disebut analisis factor

Bukti Berdasarkan Hubungan dengan Variabel Lain.

Cara yang paling umum tentang validitas adalah ketika nilai dari sebuah pengukuran berkorelasi tinggi dengan nilai dari pengukuran lain tentang ciri atau hal yang sama. Yang demikian disebut dengan bukti convergent. Akan tetapi, bila nilai dari sebuah pengukuran tidak berkorelasi tinggi dengan pengukuran lain yang mengukur hal berbeda, maka yang demikian disebut dengan bukti discriminant. Dengan demikian, nilai dari pengukuran tentang konsep diri, misalnya, berkorelasi tinggi dengan pengukuran lain tentang konsep diri, dan berkorelasi rendah dengan pengukuran yang mengukur ciri atau hal berbeda seperti kecemasan. Validitas

adalah aspek yang paling penting dalam sebuah penilaian atau pengukuran. Keabsahan hasil temuan atau kesimpulan atau interpretasi banyak tergantung pada kualitas validitas instrumen. Dengan kata lain, ketepatan (validitas) instrumen sangatlah krusial.

Validitas Konstruk (Construct Validity). Validitas konstruk berkaitan dengan konstruksi atau konsep bidang ilmu yang akan diuji validitas alat ukurnya. Validitas konstruk merujuk pada kesesuaian antara hasil alat ukur dengan kemampuan yang ingin diukur. Pembuktian adanya validitas konstruk alat ukur matematika, misalnya, pada dasarnya merupakan usaha untuk menunjukan bahwa skor yang dihasilkan suatu alat ukur matematika benar-benar mencerminkan konstruk yang sama dengan kemampuan yang dijadikan sasaran pengukurannya.

Suatu alat ukur suatu bidang studi dikatakan memiliki validitas konstruk yang tinggi apabila hasil alat ukur sesuai dengan ciri-ciri tingkah laku yang diukur. Dengan kata lain, apabila diuraikan akan tampak keselarasan rincian kemampuan dalam butir alat ukur dengan rincian kemampuan yang akan diukur. Validitas konstruk dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan memasangkan butir- butir soal dengan tujuan-tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk mengungkap tingkatan aspek kognitif tertentu pula.

Seperti halnya dalam validitas isi, untuk menentukan tingkatan validitas konstruk, penyusunan butir soal dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada kisi-kisi alat ukur (Fraenkel. J. R, dan Wallen, N. E., 2006).

Efek Validitas pada Penelitian. Karena validitas mengindikasikan penafsiran yang tepat, maka kita perlu menilai tingkatan validitas yang berdasarkan bukti. Validitas

180 Metodologi Penelitian Sosial

adalah masalah tingkatan, dan peneliti harus menunjukkan bukti bahwa bukti validitas memang ada. Tanpa bukti, pembaca harus kritis tentang validitas, karena jangan karena sebuah pengukuruan yang sudah terstandar, kita kemudian berkesimpulan bahwa hasilnya akan valid. Dengan kata lain, ketika kita membuat instrumen baru, maka kita harus mengumpulkan bukti validitas yang tepat, dan kemudian dilaporkan dalam laporan penelitian. Instrumen harus diuji validitasnya sebelum dipakai untuk mengumpulkan data yang sebenarnya.

Dalam dokumen METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL Teori dan Praktik (Halaman 192-198)