meskipun berbeda-beda, tetapi tatap mengacu kepada ciri secara umum, yaitu pengalihan isi atau informasi dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan menjaga gaya bahasa dan makna yang ekuivalen.
Selanjutnya Bell menegaskan kata ekuivalen dengan definisi yang lain seperti, “penerjemahan adalah penggantian sebuat teks dari suatu bahasa pertama dengan teks yang ekuivalen dalam bahasa kedua (translation is the replacement of a representation of a text in one language by a representation of an equivalent text in a secong language”.38
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terjemahan adalah proses pengantian atau transformasi pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan memperhatikan kesepadanan dua bahasa tersebut.
Kesepadanan makna dalam mengungkapakan hasil terjemahan merupakan hal yang paling penting, karena hal ini yang menjadi tujuan utama dalam penerjemahan. Gaya penerjemahan dan pengungkapan makna sangat tergantung dari kemampuan penerjemah, oleh sebab itu penerjemah harus menguasai kaidah dan kosakata (vocabulary) bahasa sasaran agar mampu menggunakan bahasa tersebut yang sepadan dengan makna yang dimaksud oleh penulis dalam bahasa sumber.
Larson mengemukakan tahapan terjemahan yaitu, (1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber, (2) menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya, (3) mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya.39 Proses tersebut dapat dilihat pada diagram sebagai berikut:
Diagram Proses Terjemahan Menurut Larso40
Mencermati langkah-langkah yang dikemukakan oleh Larso ini tentu proses penerjemahan terdiri dari mempelajari dan menganalisis kata-kata, struktur gramatikal, situasi komunikasi dalam teks bahasa sumber, dan konteks budaya bahasa sumber untuk memahami makna yang ingin disampaikan oleh teks bahasa sumber ke dalam bahasa target.
Nida dan Taber mengemukakan, bahwa proses penerjemahan berlangsung dalam tiga tahap, yaitu analisis
39 Larso, loc. cit.
40 Ibid, p. 4.
(analysis), pengalihan (transfer), dan penyusunan kembali (restructuring). Nida dan Taber menggambarkan proses tersebut sebagai berikut:
Diagram Proses Terjemahan Menurut Nida dan Taber41 Pada tahap pertama atau analisis penerjemah menganalisis teks bahasa sumber seperti membaca, memahami hubungan antar elemen kalimat dalam teks, dan kemudia memahami makna yang terkandung dalam teks. Dalam tahap kedua atau pengalihan, penerjemah mengalihkan makna dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Kemudian tahap ketiga atau penyusunan kemabli, penerjemah menulis kembali apa yang sudah dialihkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.
Selanjutnya Suryawinata dan Hariyanto menyatakan bahwa proses penerjemahan terdiri dari empat tahap yaitu, (1) Tahap menganalisis atau pemahaman, yaitu struktur lahir atau kalimat dianalisis menurut hubungan gramatikal, menururt makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan bahkan makna kntekstual. (2) Tahap transfer, yaitu mentransfer materi yang telah dianalisis dan difahami maknanya dalam bentuk penerjemahan dari bahasa sumber
41 Nida dan Taber, op. cit., p. 33.
ke dalam bahasa sasaran. (3) Tahap restrukturisasi, yaitu berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan struktur kalimat yang tepat dalam bahasa sasaran sehingga isi, makna, dan pesan yang ada dalam teks bahasa sumber dapat disampaikan sepenuhnya dalam bahasa sasaran. (4) Tahap evaluasi atau revisi, yaitu hasil terjemahan dievaluasi atau dicocokan kembali dengan teks aslinya, kalau dirasakan kurang padan, maka dilakukan revisi.42
Lebih lanjut Bathgate yang dikutip oleh Widyamartaya mengemukakan tujuh langkah atau bagian yang integral dari proses terjemahan sebagai berikut:
1. Penjajagan (Turning), yaitu menjajangi bahan yang akan diterjemahkan dalam hal ragam bahasanya, bahasa siapa, apakah bahasa seorang pujangga, novelis, ahli hukum atau peneliti ilmiah dan sebagainya, agar bahasa terjemahan selaras dengan bahasa yang diterjemahkan dalam hal makna dan gayanya.
2. Penguraian (Analysis), yaitu menguraikan setiap kalimat dalam bahasa sumber menjadi satuan-satuan kata dan frase. Kemudian penerjemah harus dapat menentukan hubungan sintaksis antara perbagai unsur kalimat, dan sudah dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam bagian teks yang lebih besar agar mulai dapat berpikir untuk menciptakan konsistensi dalam terjemahan.
3. Pemahaman (Understanding), yaitu berusaha memahami2. bahan yang akan diterjemahkan, dan
42 Zuchridin Suryawinata & Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasa Teori
& Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 2003), p. 19.
menangkap gagasan utama tiap paragraf dan ide- ide pendukung dan pengembangannya, memahami hubungan ide-ide yang satu dengan yang lain dalam setiap paragraf dan antar paragraf.
4. Peristilahan (Terminology), yaitu berpikir tentang cara pengungkapan dalam bahasa sasaran, mencari istilah, ungkapan dalam bahasa sasaran yang tepat, cermat dan selaras. Kata, ungkapan, istilah yang dipakai dalam bahasa sasaran jangan sampai menyesatkan, menertawakan, atau menusuk hati pemakai bahasa sasaran.
5. Perakitan (Restructuring), yaitu mulai menyususn istilah menjadi kalimat yang tepat dan selaras dalam bahasa sasaran, baik dalam makna maupun gayanya setelah semua masalah dalam bahasa sumber dapat diatasi.
6. Pengecekan (Checking), yaitu mencek hasil terjemahan untuk mengetahui kesalahan yang terjadi baik dalam hal penulisan, pemakaian tanda baca, penggunaan kata maupun sususnan kalimat, hal ini dilakukan agar diperoleh hasil terjemahanyang baik.
7. Pembicaraan (Discussion), yaitu mendiskusikan hasil terjemahan, baik menyangkut isi maupun bahasanya.43 Bathgate memaparkan ketuju langkah dalam proses terjemahan tersebut sebagai model lain dalam proses terjemahan, disamping beberapa model yang telah dikemukakan oleh para ahli lainnya. Langkah terjemahan yang dikemukakan oleh Bathgate ini disebutnya Model Operasional.
43 A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), pp.
15-18.
Sementara itu Pakar menyatakan bahwa proses terjemahan itu pada dasarnya terdiri dari tiga langkah yaitu, (1) berusahan memahami dan menafsirkan isi teks secara keseluruhan, kemudian memusatkan perhatinnya pada bagian teks, dilanjutkan dengan mengupas aliea demi alinea, (2) mengalihbahasakan teks tersebut ke dalam bahasa sasaran, dan (3) penghalusan bentuk terjemahan.44
Dari beberapa proses penerjemahan yang telah dikemukakan di atas pada dasarnya mempunyai kesamaan tahapan-tahapan, yaitu ada teks dalam bahasa sumber, kemudian teks tersebut dianalisis. Hasil analisis mendapatkan pemahaman tentang isi teks bahasa sumber tersebut, kemudian ditranfer ke dalam isi teks bahasa sasaran. Setelah itu baru di susun kembali ke dalam bentuk teks bahasa sasaran, sehingga mendapatkan teks bahasa sasaran yang bermakna sepadan dengan sumber teks aslinya.