يﺬﻣ ﱰﻟا ﻩاور(
B. Tinjauan Umum tentang Transgender
3. Macam-macam Transgender
Namun itu tidak menjadi halangan untuk Maryani mencari ilmu, di samping juga mayoritas jamaah tidak mempersoalkan kewariannya yang selama ini identik dengan dunia pelacuran dan perilaku menyimpang lainnya.101
Beberapa saat setelah aktif mengikuti pengajian KH. Hamroemli Harun, Maryani yang kala itu masih tinggal di kampung Surakarsan, berinisiatif menggelar pengajian di rumahnya, dengan harapan adanya pengajian tersebut dapat mengajak teman-teman warianya yang lain untuk ikut serta dalam pengajian itu, dan juga sebagai wujud pembuktian pada masyarakat bahwa waria tidak hanya semata-mata hidup dalam dunia pelacuran dan perilaku yang menyimpang lainya. Pengajian ini berlangsung lancar sampai kemudian terjadi gempa di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 yang menjadikan kegiatan ini berhenti.
Pasca gempa Maryani bersama teman-temannya mendiskusikan untuk membuat Pondok Pesantren khusus bagi kaum waria. Akhirnya pada tanggal 8 Mei 2008 berdirilah sebuah Pondok Pesantren Waria Senin-Kamis yang merupakan pondok pesantren waria pertama di Indonesia.102
yang terperangkap dalam tubuh lelaki. Antara identitas jiwa dan perilakunya tidak selaras dengan biologis sexnya. Para ulama menyatakan, walaupun sifat seperti ini dari bawaan lahir, ia tetap berusaha menghilangkan sifat dan tingkah laku seperti itu dan menjadi lelaki.103Apabila orang ini tidak mampu dan mengikuti tabiatnya, sampai bertingkah laku seperi lawan jenis, baru orang ini bisa di katakan transgender.
Transgender (mukhannats) jenis ini dibagi menjadi dua yaitu mukhannats memiliki syahwat terhadap wanita meski berprilaku seperti wanita dan yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita. Ia memiliki syahwat terhadap perempuan maka statusnya sebagaimana lelaki pada umumnya dan berlaku atasnya hukum lelaki. Tidak memiliki hasrat terhadap wanita, ia dibolehkan bergaul bersama wanita. Mazhab Hanbali menyamakan statusnya dengan mahram.104mereka dimasukkan dalam kelompok ghairu ulil irbah ( lelaki yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita)
Imam An-Nawawi menambahkan bahwa Yang pertama ini, Adalah orang yang memang pada dasarnya tercipta seperti itu. Ia tidak mengada-ada atau berlagak dengan bertingkah laku meniru perempuan dalam gayanya, cara bicaranya, atau gerak-geriknya. Semuanya alami, Allah memang menciptakannya dalam bentuk seperti itu. Yang demikian, ia tidak tercela, tidak boleh disalahkan, tidak berdosa, dan tidak dihukum. Transgender (Mukhannats) jenis ini dimaafkan, karena ia tidak membuat-buat menjadi seperti itu. Karena itulah, Nabi Saw tidak mengingkari seorang mukhannats
103Faidhul Qadir V, hlm. 260
104al Mughni VII, hlm. 426
jenis ini berkumpul bersama para perempuan. Ia juga tidak mengingkari tingkah laku mereka yang seperti perempuan tersebut, karena ia aslinya memang seperti itu. Tetapi kemudian ia mengingkari mukhannats ini, setelah ia menceritakan apa-apa yang dilihatnya dari kaum perempuan. tidak diingkari keberadaannya sebagai seorang Transgender (mukhannats).105
Untuk bentuk pertama ini tidak tercela dan tidak diberi hukuman. Ia mendapatkan uzur karena ia tidak sengaja bergaya seperti itu.
b. Kedua, Transgender (mukhannats) bil qashdi yang dibuat-buat, yaitu seorang lelaki normal yang sengaja menjadi banci, meniru gaya bicara, jalan dan berperilaku seperti halnya perempuan. Golongan ini adalah mukhannats yang dilaknat sebagaimana dalam hadits larangan terhadap lelaki yang meniru perilaku perempuan.
Imam Nawawi menambahkan dalam kitabnya “Syarh Shahih Muslim”
bahwa Yang kedua ini mukhannats yang pada dasarnya tidak tercipta sebagai seorang mukhannats. Tetapi, ia membuat-buat dan bertingkah laku layaknya perempuan dalam gerakannya, dan dandaannya, cara bicara, dan gaya berpakaian. Inilah Transgender (mukhannats) yang tercela, terdapat hadits- hadits shahih yang melaknatnya. Adapun mukhannats yang pertama, maka ia tidak dilaknat.106
Imam ath Thabari berkata, “Jika ada yang bertanya, “Dari sisi apa mukhannits dilaknat padahal semua itu adalah ciptaan Allah dan bukan usaha dari hamba
105Imam al-Nawawi,Sahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi,(Beirut: Dâr al-Kitab al-Arabi, 1987), hlm. 317
106Imam al-Nawawi,Sahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi,(Beirut : Dâr al-Kitab al-Arabi, 1987), hlm. 317
sendiri? Bukankah semestinya celaan itu ditujukan kepada sesuatu yang bisa diusahakan, ada pilihan melakukan atau meninggalkan? Kalau begitu, berarti bisa juga orang dicela karena kulitnya, bau badan dan semua bagian organ tubuhnya?”
jawabanya, Laknat Nabi itu sasarannya pada sesuatu selain yang tidak bisa dirubah. Mukhannits dilaknat karena perilakunya kewanita-wanitaan dan tingkah lakunya mencoba untuk menyerupai wanita. Allah telah menciptakannya dengan jenis lelaki. Juga usahanya untuk mengubah bentuk yang Allah ciptakan untuknya menjadi wanita, sedangkan ia bisa berperilaku sebagai lelaki. Demikian juga perilakunya yang dilarang menyerupai wanita dalam berhias dan berpakaian.
Rasulullah saat melihat seorang waria tidak mencela Kewariannya ia pernah melihat waria memakai pewarna kuku kaki dan tangan, tapi ia membiarkannya, sampai ketika ia mendengarnya mensiafati wanita dengan sesuatu yang ia benci, padahal wanita saja dilarang mensifati seperti itu, apa lagi lelaki, ia menyuruh si waria keluar. Celaan dan laknat itu ditujukan pada penciptaan asal seorang waria, tentu Nabi akan langsung menyuruhnya keluar dari dari rumahnya begitu melihatnya. Tapi ia tidak melakakan itu. Hal yang dicela adalah ketika melakukan sesuatu yang diharamkan Allah.107
Transgender (Mukhannats) yang dibuat-buat, mereka secara tabi’at ia tidak seperti itu. Ia sengaja meniru wanita dari sisi gerakan maupun cara bicara. Inilah yang tercela, yang disebutkan dalam hadits celaan untuknya.108
Dari Ibn ‘Abbas Radhiyallaahu ‘anhuma, ia berkata:
107Syarh al-Bukhari li Ibni Bathal IX, 141 108Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 36: 264-265