• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

A. Hasil Penelitian

3) Maksim Cara

peserta menyampaikan informasi sesuai dengan fakta pada saat ini. Sedangkan, pada tuturan kedua alasan yang disampaikan oleh siswa tidak sesuai konteksnya karena pada saat itu kegiatan dram band telah selesai dan sudah tidak ada seorang siswa pun yang di lihatnya.

Tentu itu bertentangan dengan maksim kualitas karena respons dan keterlibatan peserta percakapan berisi fakta dan kebenaran yang jelas harus dipertanggungjawakan.

Artinya, fakta dan kebenaran tersebut harus didasari oleh bukti-bukti yang memadai. Akan tetapi, apabila kontribusi peserta percakapan tidak mengatakan yang sebanrnya.

BK : “Nanti saya diskusikan lagi sama pembina ekstra mu Nak,”

BK : “Besok-besok jangan begitu lagi nah.”

Pada percakapan tersebut, informasi dan alasan yang disampaikan oleh siswa tidak masuk akal dan berbelit-belit. Kemudian, tuturan yang diberikan guru juga bermakna ganda. Kata ―peccu‖ dalam arti bahasa Indonesia adalah tidak menghiraukan. Padahal pada konteksnya hal tersebut tidak benar adanya. Pada hakikatnya, informasi yang berbelit-belit dan tidak singkat dari peserta percakapan merupakan pelanggaran prinsip kerja sama sehingga mitra tutur atau lawan tutur tidak mendapatkan informasi yang diinginkan.

h. Pelanggaran Pembelajaran Tahfiz 1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.

Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti rekaman percakapan interogasi melibatkan BK (Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar aturan sekolah sebagai berikut:

BK : “Masuk semua sini!”

BK : “Panggilkan ka semua teman mu A yang tidak ikut tahfiz malam jumat!”

BK : “Laporan yang masuk sama saya kalau yang tidak mengikuti tahfizd itu sekitar 5 orang semua.”

BK : “Siapa bossnya ini? Siapa panggali semua ini tidak masuk tahfizd? Kau kah A atau B atau iko C?

A : “Tidak adaji Ustadz.”

Pada percakapan tersebut guru selaku penutur langsung memberikan penekan kepada siswa selaku lawan tutur karena dalam keadaan sedang emosi.

Sedangkan siswa selaku lawan tutur dalam keadaan tertekan sehingga informasi yang di inginkan oleh guru tidak sesuai dan informasi tersebut kurang. Oleh karena itu, hakikat dari berkomunikasi adalah penutur memberikan sebuah informasi yang dibutuhkan oleh mitra tuturnya agar memenuhi prinsip kerja sama maksim kuantitas.

2) Maksim Kualitas

Maksim kualitas berisi informasi agar peserta percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:

BK : “Dimana ko sirampung dan si bawa ngasang ko”.

(Dimana kumpul dan ketemu tadi)

A : “Ketemu di pondok tahfiz ka tadi waktu belum mulai Ustadz.”

Pada percakapan tersebut siswa selaku penutur memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan informasi yang di dapatkan. Siswa menjawab bahwa mereka ketemu di pondok tahfiz, tetapi pada kenyataannya mereka telah bersama ketika selesai melaksanakan salat isya bersama. Penyataan tersebut tentunya melanggar maksim kualitas karena adanya peran dan kontribusi dari peserta percakapan yang tidak sesuai dengan fakta yang ada.

BK : “Kau B sama C kenapa ko lari dari pondok tahfiz?”

C : “Belum pika setor hafalan Ustadz sama B karena ku kira setor hafalan orang”

Pada percakapan tersebut berisi tentang informasi bahwa siswa langsung melarikan diri setelah dilihat oleh salah satu pembina tahfiz karena telah kedapatan tidak mengikuti kegiatan tahfiz. Tentunya kontribusi peserta percakapan sesuai dengan maksim kualitas sehingga tidak terjadi pelanggaran maksim.

3) Maksim Relevansi

Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan

tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:

BK : “Apa kora mu jama tarru di asrama nah tae mu hafal i nah 1 surah ji”.

(Apa yang dikerjakan dipondok selama ini sehingga tidak menghafal surah?)

C : “Dihafalji Ustadz tapi cepat dikalupei.”

(Dihafal Ustadz tetapi cepat di lupa)

Pada percakapan tesebut tentunya telah melanggar maksim relevansi. Pertanyaan yang berikan oleh BK kepada siswa tentu tidak relevan dengan jawaban yang diberikan oleh siswa. Guru BK seharusnya mendapatkan informasi tentang kegiatan apa yang sering dilakukan oleh siswa sehingga lupa menghafal surah.

BK : “Mapalla na tiro ko apa na malai ko, seandainya te mu malai na ku semba ko mbe.”

(Saya marah lihat kalian karena kalian malah lari pada saat saya lihat kalian)

A : “Maselang ka Ustadz apa ku sanga Ustadz Khaidir jadi malaikang.”

(Kami kaget ustadz karena kami kira Ustad Khaidir jadi kami lari)

Pada percakapan tersebut jelas bahwa tidak melanggar maksim relevansi. Informasi yang diberikan siswa sangat masuk akal dengan kondisi saat proses percakapan berlangsung. Guru BK dalam keadaan emosi sehingga membuat siswa tentunya memberikan alasan yang kuat.

4) Maksim Cara

Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan menaati maksim hubungan agar terhindar dari tuturan yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda, tidak taksa (makna lebih) dan menyampaikan tuturan secara runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan antar konselor dengan siswa pelanggar:

C : “Dihafalji Ustadz tapi cepat dikalupei.”

(Dihafal Ustadz tetapi cepat di lupa)

BK : “Mapalla na tiro ko apa na malai ko, seandainya te mu malai na ku semba ko mbe.”

(Saya marah lihat kalian karena kalian malah lari pada saat saya lihat kalian)

Pada percakapan tersebut bahwa guru BK tersebut terbawa emosi ketika melakukan proses interogas/percakapan. Dalam tuturanya seharusnya informasi tersebut disampaikan dibagian awal sehingga kesannya bahwa ingin diketahui kalau guru tersebut sedang marah. Dalam tuturan tersebut jelas tidak memiliki keterkaitan karena pernyataan tersebut ambigu. Jadi, apabila dalam sebuah percakapan telah ditemukan sebuah ambiguitas berarti jelas bahwa telah melanggar prinsip kerja sama maksim cara..

2. Tindak Turur dan Peristiwa Tutur pada Kasus Interogasi Siswa

Dokumen terkait