PENDAHULUAN
A. Hasil Penelitian
3) Maksim relevasi
BK : “Ini iyaa orang Larompong ee. Pasti pergi lagi sole.”
B : “Tidak Ustadz bah. Kalau saya Ustadz darika tadi Belopa rumahnya sepupuku bawa kirimannya mamaku jadi kesana dulu.”
Dalam percakapan tersebut, siswa memberikan penjelasan dan informasi yang kontradiksi dengan pernyataan yang diberikan kepadanya. Siswa atau penutur memberikan informasi yang sangat jelas karena terdapat objek lain ketika memberikan keterangan. Dari keterangan tersebut mengandung bukti kuat alasan keterlambatan.
Dalam tuturan interogasi tersebut, siswa yang melanggar aturan sekolah menyatakan hal yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepada konselor.
Penutur memberikan deskripsi sesuai pertanyaan dengan sangat jelas serta memberikan informasi yang sesuai dengan alur interaksi yang sedang terjadi. Bahkan, penutur memberikan gambaran jelas alasan ketelambatannya.
4) Maksim Cara
Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan menaati maksim hubungan agar terhindar dari tuturan yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda, tidak taksa (makna lebih) dan menyampaikan tuturan secara runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan antar konselor dengan siswa pelanggar:
BK : “Tidak nah tau kah mama mu Nak kalau masuk asrama jam 17.00?”
B : “Nah tau duka pas Ustadz. Ku tanya ji kalau tapi nah bilang sekalian mi saja. Ku kira juga nah telepon Ustadz Ardi kalau izin terlambat.”
BK : “Nanti ku tanya Ustadz Ardi. Pergi ko panggil pale di asrama.”
Percakapan tersebut telah mematuhi maksim cara dengan memberikan jawaban berdasarkan pertanyaan konselur yaitu guru BK (Bimbingan dan Konseling). Penutur memberikan informasi dan keterangan yang jelas mengenai keterlambatan dengan melibatkan orang tua.
Dalam tuturan yang disampaikan siswa pun tidak terdapat makna yang kontradiksi dengan pertanyaan dari mita tutur.
c. Pelanggaran Mengintimidasi Teman Asrama 1) Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.
Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti rekaman percakapan interogasi melibatkan BK (Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar aturan sekolah sebagai berikut:
BK : “Siapa saja mu temani tadi waktu sore di mencuci?”
A : Banyak ka Ustadz. Ada ji Ustadz Ahmad juga tadi pas sorenya.”
Pada percakapan tersebut, terjalin kerja sama antara konselor ( Guru Bimbingan dan Konseling) dan siswa melanggar aturan karena mematuhi dan menaati maksim kuantitas. Guru BK (Bimbingan dan Konseling) selaku konselor menanyakan siapa saja siswa yang kedapatan di lokasi dan siswa pelanggar pun merespon “Banyak ka Ustadz. Ada ji Ustadz Ahmad juga tadi pas sorenya.” Isi percakapan tersebut mengacu pada jumlah saksi yang ada pada kejadian.
2) Maksim Kualitas
Maksim kualitas berisi informasi agar peserta percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:
BK : “Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?”
B : “Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.”
Dalam tuturan interogasi tersebut, siswa yang melanggar peraturan sekolah telah menyalahi aturan prinsip kerja sama karena tidak memberikan informasi yang cukup kepada konselor yaitu guru BK (Bimbingan dan Konseling). Dari informasi yang diberikan masih mengandung unsur yang ambigu sehingga melanggar aturan maksim kualitas.
BK : “Bisanya itu langsung tadi emosi C kalau tidak mu pakani-kani i. Pasti berkelahi ko tadi kalau tidak ada ustadz Ahmad juga disitu toh.”
B : “Iyee ustadz karena langsungka nah lempari bajunya. Kukira saya main-main ji tapi langsung i marah-marah nah kata-kata i ka sama A.”
Dalam tuturan interogasi tersebut, siswa yang melanggar aturan sekolah menyatakan hal yang sesuai dan sebenarnya karena terdapat saksi yang melihat langsung kejadian tersebut. Dari pernyataan penutur yaitu siswa melibatkan ustaz yang berada lokasi sama sehingga memperkuat pernyataan tersebut. Oleh karena itu, percakapan tersebut diklasifikasikan sebagai maksim kualitas sebab memberikan informasi yang diyakini benar.
3) Maksim Relevansi
Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur.
Dalam implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:
BK : “Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?”
B : “Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.”
A : “Iyee ustadz bercanda jka itu tapi nah bawa hati sekali apana dicerita terus kemarin waktu kerja angkat pasir.”
Terdapat pelanggaran prinsip kerja sama maksim relavansi pada percakapan tersebut.
Informasi yang diberikan siswa tidak berkaitan atau relevan dengan pertanyaan konselor sehingga tidak mengandung fakta yang sesuai. Siswa selaku penutur memberikan jawaban yang kontradiksi dengan kasus yang terjadi saat itu. Siswa melibatkan permasalahan yang terjadi sebelumnya untuk dijadikan sebuah penguatan bukti untuk mempertahankan argumen dari informasi yang diberikan kepada mitra tutur.
BK :”Iyaa cocok mi Nak. Kau juga kalau mauko bercanda lihat-lihat ko orang nya dulu. Kalau tidak ada tadi ustadz Ahmad disitu samako pasti bikin ko lagi masalah. Pasti Ustadz Khaidir lagi hadapi ko.”
BK : “Awas memang ko begitu lagi berdua. Kalau mauko bercanda janganmi terlalu bagaimana sekali sama temanmu karena sama-sama jko di asrama.”
Dari pernyataan tersebut, tidak melanggar prinsip kerja sama maksim relevansi karena memberikan informasi yang sesuai dengan topik pembicaraan. Alur dari pernyataan tersebut sesuai dengan topik pembicaraan mulai dari awal sampai dengan akhir wawancara.
4) Maksim Cara
Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan menaati maksim hubungan agar terhindar dari tuturan yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda, tidak taksa (makna lebih) dan menyampaikan tuturan secara runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan antar konselor dengan siswa pelanggar:
BK : “Kau iyaa? Kau iyaa B kenapako bisa ikut-ikut coddo nah?”
B : “Tidak ji Ustadz. Ku kira saya bercanda ji orang jadi ikut-ikut jka.”
A : “Iyee ustadz bercanda jka itu tapi nah bawa hati sekali apana dicerita terus kemarin waktu kerja angkat pasir.”
Pada percakapan tersebut telah melanggar maksim cara karena siswa yang melakukan pelanggaran memberikan informasi secara berbelit- belit dan tidak singkat sehingga mitra tutur tidak mendapatkan informasi yang tidak sesuai. Lawan tutur (siswa) memberikan gambaran yang melibatkan informasi lama sehingga pernyataan tersebut tidak teratur.
BK : “Iyaa cocok mi Nak. Kau juga kalau mauko bercanda lihat-lihat ko orang nya dulu. Kalau tidak ada tadi ustadz Ahmad disitu samako pasti bikin ko lagi masalah. Pasti Ustadz Khaidir lagi hadapi ko.”
Dari pernyataan tersebut, melanggar maksim cara karena mengandung makna tuturan yang kabur.
Mengintimidasi lawan tuturnya sehingga harus memberikan jawaban yang sesuai.
d. Pelanggaran Perizinan Keluar Asrama/Pondok 1) Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.
Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti rekaman percakapan interogasi melibatkan BK (Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar aturan sekolah sebagai berikut:
BK : “Kau iya Nak? Kenapa ko bisa ikut-ikut lagi sama ini dua orang ee.”
C : “Tidak ji Ustadz. Tidak ada ku kerja tadi di Asrama baru ku lihat i keluar.”
Dalam percakapan tersebut, menunjukkan bahwa tidak terdapat pelanggaraan maksim kuantitas antara penutur dan lawan tutur. Siswa selaku lawan tutur memberikan informasi yang langsung kepada topik pembicaraan. Oleh karena itu, informasi yang secukupnya telah disampaikan oleh lawan tutur yaitu siswa.
BK : “Jadi pergi ko lagi 3 orang solle kesana tadi ke pasar? Maksudku saya Nak toh ke Pondok mko dulu kalau memang tidak ada keluargamu.”
BK : “Terus.. Mu dapat ji tantemu dipasar atau pergi jko kesana saja tanpa kejelasan?”
A : “Ditunngu dulu tadi ustadz di situ penjual somay tapi lama sekali jadi terus pisse ki ke pasar. Pergi lihat-lihat cakar.”
Percakapan tersebut memberikan gambaran tentang terjadi prinsip kerja sama maksim kuantitas.
Dalam percakapannya, guru BK memberikan penjelasan inti tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa tersebut. Selanjutnya, siswa merespons dengan memberikan informasi yang diperlukan oleh lawan tutur untuk memberikan penjelasan.
2) Maksim Kualitas
Maksim kualitas berisi informasi agar peserta percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:
BK : “Dari semua ko tadi Nak? Ada laporan dari satpam kalau kalian tadi keluar baru terlambat pulang.”
A : “Di Lapangan Bajo tadi Ustadz. Baru pergi Pasar Baru Bajo.”
Dalam percakapan tersebut tidak terdapat pelanggaran maksim kualitas. Siswa memberikan
informasi secara detail berdasarkan deskripsi yang dipaparkan dalam percakapan tersebut. Siswa menjelaskan ―Di lapangan Bajo tadi Ustadz. Baru pergi Pasar Baru Bajo.‖ Dari percakapan tersebut siswa mengurutkan kejadian yang dilakukan ketika diberikan pertanyaan. Oleh sebab itu, percakapan tersebut tidak melanggar aturan maksim kualitas.
BK : “Kenapa nah tiga orang pergi keluar?”
B : ―Iyee Ustadz 2 jika tadi izin sama Ustadz Ardi tapi ikut-ikut i C. Krn nah bilang tidak ada ji nah kerja.”
Dalam percakapan tersebut, informasi yang diberikan oleh penutur kepada gurunya disertai dengan cukup bukti. Bukti yang mendukung adalah dengan melibatkan ustaz telah memberikan izin. Bukti tersebut diperkuat ketika siswa tersebut meminta izin hanya dua orang dan pada kenyataannya bahwa yang melakukan pelanggaran terdapat tiga orang siswa. Oleh karena itu, tuturan tersebut tidak melanggaran maksim kualitas.
BK : “Kenapa bisa terjebak ko di Pasar Baru Bajo nah?”
B : “Pergi Pasar Baru Bajo tanteku Ustazd baru kesana ka tidak ada orang. Menunggu ka di penjual-penjual dekat lapangan. Ada itu penjual somay ee. Nah tanya ka kalau ke pasar I pale karena hari Pasar (Hari Selasa).”
Dalam percakapan tersebut, penutur memberikan informasi yang tidak berbohong karena pada isi
percakapan terdapat bukti kuat bahwa terdapat saksi seorang penjual somay yang berada didekat rumah keluarga siswa. Saksi memberikan informasi bahwa keluarga dari siswa berada di pasar pada saat itu sehingga siswa langsung menyusul ke pasar tersebut.
Oleh sebab itu, penutur atau siswa memberikan informasi yang yakini tidak bohong dan memerlukan cukup bukti sehingga tidak melanggar aturan maksim kualitas.
3) Maksim Relevansi
Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur.
Dalam implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing-masing hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang sesesuatu yang sedang di pertuturkan.
Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut percakapan antara konselor yaitu guru (Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:
BK : “Tiga orang tadi izin sama Ustadz Ardiansyah toh. Kau, B, dan C. Baru yang dikasih izin hanya dua orang.”
BK : “Kenapa nah tiga orang pergi keluar?”
B : “Iyee Ustadz 2 jika tadi izin sama Ustadz Ardi tapi ikut-ikut i C. Krn nah bilang tidak ada ji nah kerja.”
A : “Nah lihatka berdua B keluar dari Asrama baru nah tanyaka mauka kemana. Ku bilangi mi kalau mauka izin keluar.”
Dalam percakapan tersebut, BK memberikan penjelasan mengenai relevansi dari kasus yang terjadi. Siswa memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan dari guru BK. Bahkan siswa memberikan deskripsi yang sangat detail tentang kejadian sebenarnya. Dari pernyataan tersebut, tidak melanggar maksim relevansi karena alur pembicaraan sesuai dengan topiknya.
BK : “Jadi pergi ko lagi 3 orang solle kesana tadi ke pasar? Maksudku saya Nak toh ke Pondok mko dulu kalau memang tidak ada keluargamu.”
BK : “Terus.. Mu dapat ji tantemu dipasar atau pergi jko kesana saja tanpa kejelasan?”
A : “Ditunngu dulu tadi ustadz di situ penjual somay tapi lama sekali jadi terus pisse ki ke pasar. Pergi lihat-lihat cakar.”
Dalam percakapatan di atas, siswa memberikan deskripsi tentang alasan mereka melanggar izin yang diberikan. Oleh karena itu, percakapan tersebut tidak melanggar maksim relevansi karena siswa menjelaskan alasan yang logis.
4) Maksim Cara
Maksim cara yaitu maksim yang memuat penutur dan mitra tutur berinteraksi dengan mematuhi dan menaati maksim hubungan agar terhindar dari tuturan yang tidak ambigus, tidak berbelit-belit, bermakna ganda, tidak taksa (makna lebih) dan menyampaikan tuturan secara runtut.Berkenaan dengan itu, berikut percakapan antar konselor dengan siswa pelanggar:
BK : “Minta izin apa ko memang tadi A sm B?”
B :“Mauka kerumahnya keluargaku Ustadz di dekat lapangan karena libur ji toh. Mauka pergi celleng-celleng kesana.”
BK : “Kenapa bisa terjebak ko di Pasar Baru Bajo nah?”
B : “Pergi Pasar Baru Bajo tanteku Ustazd baru kesana ka tidak ada orang. Menunggu ka di penjual-penjual dekat lapangan. Ada itu penjual somay ee. Nah tanya ka kalau ke pasar I pale karena hari Pasar (Hari Selasa)”
Dalam percakapan di atas, siswa memberikan penjelasan yang sangat detail, tetapi ambigu. Alasan yang diberikan tidak sesuai dengan konteksnya. Di saat guru memberikan pertanyaan kenapa mereka berada di lokasi yang berbeda. Mereka memberikan informasi yang tidak tepat dan berbelit-belit. Dengan demikian, percakapan tersebut, melanggar aturan maksim cara karena mengandung informasi yang tidak teratur.
e. Pelanggaran Masuk Pondok II 1) Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas adalah menyampaikan informasi yang diperlukan oleh mitra tutur, tetapi seperlunya.
Kontribusi setiap penutur di dalam percakapan tepat sesuai dengan kebutuhan secara kuantitatif. Bukti rekaman percakapan interogasi melibatkan BK (Bimbingan dan Konsuleng) dan siswa yang melanggar aturan sekolah sebagai berikut:
BK : “Daerah mana semua tinggal?”
A : “Saya Ustadz di Lamasi, Walenrang.”
B : “ Saya di Kadong-Kadong, Bajo Barat”
Dalam tuturan interogasi tersebut, antara konselor yaitu guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah telah mematuhi prinsip kerja maksim kuantitas. Guru bimbingan dan konseling menanyakan alamat atau tempat tinggal penutur.
Kemudian penentur memberikan informasi lebih detail dan seperlunya kepada lawan tuturnya. Jadi, tidank tutur dalam proses percakapan tersebut telah memenuhi prinsip kerja sama maksim kuantitas.
2) Maksim Kualitas
Maksim kualitas berisi informasi agar peserta percakapan atau penutur dalam berinteraksi tidak memberikan informasi dan kontribusi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan komunikasi atau percakapan serta tidak memberikan informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut dibuktikan pada percakapan antara guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan siswa pelanggar aturan sekolah:
BK : “Dekat ji pale kita Nak”, Kenapa bisa terlambat ki kemarin?”
B : ―Sebenarnya Ustadz waktu hari Ahad itu saya mau di antar sama Mama. Tetapi kebetulan Bapak mau juga ke Bajo, jadi sekalian di antar sama.”
Pada percakapan tersebut guru BK menekankan bahwa daerah tempat tinggal siswa tidak memerlukan waktu lama. Akhirnya, siswa selaku penutur menjelaskan kronologis keterlambatannya. Dalam posisi terpojok akhir menjelaskan alasan keterlambatan. Oleh karena itu. Percakapan tersebut tidak melanggar maksim kualitas.
BK : “Terus Bapak ta mau kemana sehingga bisa terlambat ki?”
B : “Bapak ku Ustadz pergi dulu sawah kasih masuk air karena sudah mi ditanya kalau masuk asrama jam 5 sore.”
BK : “Berarti Bapak ta nah lupa i kalau mauki di antar kesini.”
B : “Iyee Ustadz karena jam 16.30 baru i datang dari sawah. Baru dirumah hanya satu ji kendaraan”.
Seperti pada percakapan tersebut, guru BK selalu melontarkan pertanyaan demi pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui alasan yang diberikan. Dalam tuturannya siswa memberikan alasan bahwa orang tuanya yaitu bapaknya, beralasan jika lupa kalau ingin mengantar anaknya. Akan tetapi, setelah di konfirmasi siswa tidak menyampaikan hal yang sebenarnya karena lupa mengingatkan kepada orang tuanya. Oleh karena itu,kontribusi yang diberikan oleh perserta percakapan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi. Dengan kontribusi yang tidak sesuai maka menimbulkan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dengan maksim kualitas.
BK : “Kita iya Nak yang dari Lamasi?”
A :“Jam 15.00 ka tadi berangkat dari Lamasi Ustadz. Di antar sama orang tua dan keluarga.”
A :“Kebetulan singgah makan siang di Samppodo, setelah Kota Palopo. Singgah makan bebek karena katanya kebetulan dilewati.”
Percakapan tersebut, penutur selaku siswa menjelaskan atau mendeskripsikan kejadian atau penyebab terlambatnya. Seperti pada kutipan tersebut, terdapat fakta-fakta yang sesuai dengan kontribusi peserta percakapan. Fakta tersebut ditemukan setelah
dikonfirmasi melalui orang tua siswa. Jadi, percakapan tersebut tidak melanggar maksim kualitas.
BK : “Jam berapaki tiba di Bajo Nak?”
A : “Sampaika di gerbang pondok Ustadz sekitar jam 17.00 lewat kayaknya.”
A : “Terlambat 20 menit ka Ustadz yang tercatat di buku catatan masuk pondok.”
BK : “Iyaa Nak. Nanti saya konfirmai ke orang tua ta masalah ini nah”
BK : “Kembali mki ke pondok semua.”
Pada percakapan tersebut, siswa menerangkan bahwa keterlambatan waktu yang ia lakukan sudah jelas tertera pada buku catatan masuk pondok. Dengan alasan itu pula siswa menyampaikan hal yang sebenarnya. Jadi, tuturan tersebut tidak melanggar maksim kualitas dengan tidak memberikan informasi yang tidak cukup bukti.
3) Maksim Relevansi
Maksim relevansi yaitu maksim berisi informasi yang sesuai dengan topik pembicaraan agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur. Dalam implikasinya, penutur maupun mitra tutur, masing- masing hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang sesesuatu yang sedang di pertuturkan. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar maksim relevansi. Berikut percakapan antara konselor yaitu guru
(Bimbingan dan Konseling) dan siswa yang melanggar peraturan sekolah:
A : “Kebetulan singgah makan siang di Samppodo, setelah Kota Palopo. Singgah makan bebek karena katanya kebetulan dilewati.”
BK : “Mana mi bebek palekko ta, tidak kita bawakan pembina ta?”, Heheheh
A : “Itumi yang kasih lama ka Ustadz karena lama sekali menunggu baru sudahpi shalat ashar baru berangkat.”
Pada percakapan tersebut, melontarkan sebuah pernyataan yang mengalihakn isu masalah yang dibahas, Sedangkan siswa terus menjelaskan problem yang terjadi. Pernyataan dari guru tersebut membuat pernyataan dari siswa tidak relevan dengan konteks dan maksud percakapan. Jadi, tuturan dari guru BK tersebut bertentangan dengan maksim relevansi yang mengharuskan peserta percakapan memberikan kontribusi yang sesuai atau relevan dengan pembicaraan f. Pelanggaran Kegiatan Belajar Mengajar