• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memasang Atap

Dalam dokumen PDF perpustakaan.gunungsitolikota.go.id (Halaman 80-90)

B. Alhamdu lillahi rabbil alamin

11. Memasang Atap

'r

Brunjung dilihot dari bowoh.

Kelerongon:

I . kndi pcnonggop [pcnit* don pcnongka{J

Sendi tersqbut dihubungkon dengon sbtem cathokon.

2. *adi-sendi wda tampor,t, Digandeng otou dihubungkon de ngo n s iste m callohan,

3. krdi No rutup kepuh daa klil. jugo dilwbungkoa dengon si{tem edhokan.

Irbon brunj ung membujur 82

a

Kelerongan:

) . Illeng. Merupakan bolok-balok yang, susunonnya secora pirami da mokin ke atas makin menyempil (berbeda dengan brunjung yang ber benluk piramido ).

2. Dhadhapeksi otou dhadharnonuk: balok yang melintong yong terletok di tengah-tengoh pemidhangan.

3. Ander: yaitu penopang Molo (sudah diterongkon di halamon (depan) Bila sudoh ada empyok, ander tidok usah dipakai lagi.

Atap

rumah Joglo yang mempergunakan sistem empyak, molo tidak disangga oleh ander, tetapi empyak diikat langsung dengan puncak empyak brunjung dan disangga oleh kecer dan dudur. Kecer ialah balok penyangga yang berfungsi sebagai

stabilisator molo dan penopang atap. Sedang yang dimak-sud dengan dudur, ialah balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap atau penitih dan penangkur dengan molo.

Rongkaian dudur, iga-iga pada penonggap penilih, penongkur.

Keterongon gombar:

l. Penonggop otau Penitih.

2. Penangkur.

3. Emprit Gantil.

4. Dudur.

5 dan 6. Iga-igo.

Mungkin karena dipasang perlu untuk memberi ragam hias, pada atap atau bubungan sering juga diberi ragam hias peksi gurdha, bahkan Ular Naga.

Berbeda dengan garuda yang begitu populer, maka hiasan naga masih jauh di bawahnya. Karena munculnya juga bersamaan dengan seni budaya India.

Dalam cerita Amrtamanthana (salah satu bagian/parwa dari Mahabarata), tersebutlah seekor ular jelmaan Hyang Basuki yang melingkari gunung Mandara sehingga keluarlah

air

kehidupan (Tirtaamrta) yang akan diminum oleh para dewa supaya hidup abadi.

I'etapi pada umumnya ragam hias

ular

selalu diimbangi dengan ragam hias peksi g3ruda, sebab yang pertama mengandung unsur kejahatan, jadi harus diimbangi oleh pahlawan kebenaran yang dilambangkan oleh burung garuda.

Tentu saja bentuk-bentuk

ular

berbeda

satu

sama lain tergantung

dari

pengamatan

para

seniman.'

Namun

pada umumnya digambarkan secara lengkap dengan memakai mahko- ta. Tentang mahkota yang dipakai adabermacam-macam bentuk seperti mahkota pendeta, raja, senopati (panglima perang), dan seterusnya.

Hanya

moncongnya

saja yang tidak

berbeda.

Perwujudan naga

ini

juga dapat digambarkan, bisa berbentuk relief, dan bisa juga secara plastis. Mengenai bahannya, anda bisa menggunakan bahan logam, kayu dan bahan tembok.

84

Pewarnaan

ular

naga biasanya dengan cara naturalistis, sunggingan atau polos saja.

Bila

dengan sunggingan, maka kelihataniseperti ular naga dalam wayang

kulit.

Btila memakai warna polos, warnanya kuning emas, boleh prada, boleh juga brons. Sedang untukbahan seng, warnanyapolos saja seperti seng itu sendiri (keabu-abuan).

Tapi dalam

hd

pembqatannya tentu saja alatnya berbeda, rnisalnya bahannya dari papan, maka naga dapat digambar biasa, Kalau bahannya kayu, logam atau tembok harus dipahat.

Setelah selesai, ragam hias ular naga

ini

dipasangkan pada bubungan rumah yang kiri kanannya diapit burung garuda. Selain itu, juga pada pintu gerbang dengan posisi berhadapan, bertolak belakang, berjajar dan saling membelit.

Ragam hias yang dipasang di tempat-tempat tertentu tersebut pada umumnya menggambarkan:

a. Ular Aman-thabhoga atau Antaboga, penguasa gempa bumi.

b.

Ular Basuki, yang membelit gunung Mandara sehingga meman carkan air kehidupan.

c.

Ular Taksaka, pernah menggigit Prabu Parikesit sampai wafat.

ci. Ular-ular anak Sang Kadru yang berjumlah seribu. Ketika ber- hadapan dengan ular ciptaan Prabu Janamejaya' banyak yang mati terbakar.

Dalam bangunan rumah ragam hias

ini,

ular juga berfungsi sebagai sengkalam,emet berwatak delapan.

Para pembuat ular naga di keraton dengan sendirinya dipilih yang benar-benar

mahir. Tapi untuk

bahan seng, biasanya dikerjakan oleh pengrajin atau penatah wayang kulit.

Setelah selesai dengan ragam hias

ular

naga,

kita

mulai dengan ragam hias jago. Jadiaddah ayam jantan, sesuatu yang mau diadu, orang yang sakti dan orang yang diharapkan dalam sesuatu pemilihan (Lurah misalnya). Jadi "Jago" adalah sesuatu

yang bisa diandalkan dalam segala bidang.

jago yang dipasang pada bubungan rumahini terbuat dari bahan tembikar, berbentuk

jago, pipih

(gepeng) dan dilukis dengan sederhana.

Kalau dibuat dari bahan

seng, maka pembuatannya lebih rumit.

Bila bahannya dari tembikar, seringkali cara pembuatannya dilakukan secara

butsir, jadi tidak

dicetak,

lalu

dibakar.

Sebaliknya kalau bahannya dari bahan seng, polanya dibuat dari kertas

lalu

digunting

dan

dipahat yang sesuai. Pada masa sekarang, pembuatan jago dipangaruhi oleh jago dalam wayang.

,

Barang seperti

ini

hanya dibuat oleh orang-orang tertentu, jadi tidak dipasarkan.

Bila terbuat dari tembikar, sudah tentu warnanya kecoklatan (kemerahan).

Tapi

lama-kelamaan sering berubah menjadi kehitam-hitaman. Kalau dari seng, juga berwarna seperti seng, bahkan kadang-kadang dicat hitam. Tetapi kalau sudah lama pasti berkarat dan warnanya berubah menjadi coklat.

Setelah proses pewarnaan selesai, barulah boleh ditempatkan

di

atap. Yang

dari

tembikar, dijadikan satu dengan genting bubungan. Dan yang

dari

bahan seng, dipasang atau dipatri dengan bubungannya yang juga dari seng.

Orang yang punya rumah memasang jago di atas bubungan dengan harapan, agar pemilik atau penghuninya bisa diandalkan dalam segala hal. Jadi bisa menjadi kebanggaan keluarga.

Kalau orang mau memesan jago tersebut,

biasanya

pergi

kepada para pengrajin tembikar (erabah) yang terdekat. Di Daerah Istimewa Jogyakarta orang{ratrg sering pergi ke desa Kasongan, 5 km sebelah selatan kota Jogyakarta. Desa tersebut terkenal dengan keramik yang karakteristik.

kita telah menguraikan tentang rag:rm hias yang terdiri dari anak panah,

ular

naga, kaligrafi, mirong,

dan

lain-lainnya.

Sekarang sampailah pada ragam hias yang berhubungan dengan Alam.

Tapi

perlu diketahui bahwa ragam hias alam

ini

tidak sebanyak flora dan fauna, serta memakai stilisasi juga. Akibatnya orang sulit untuk menduga-duga bagaimanakah bentuk asli hiasan yang dimaksudkan tersebut.

86

i

Kita juga harus memaklumi, bahwa ragam hias ini hidup cl*ari

tumbuh serta

berkembang dengan bebasnya

di

kalangan

lnasyarakat pedesaan.

Jenis-jenis hiasan

alam ini

misalnya berupa gunung, matahari, api, air, hujan, petir (bledheg), dan sebagainya.

Karena banyaknya, maka akan kita ambil beberapa buah saja yang biasa dipakai pada bubungan rumah, yaitu Gunungan dan makutha.

Ragam hias gunungan ialah suatu hisan yang mirip dengan gunung. Nama lainnya ialah kekayon. Ke dua nama tersebut

diambil

dari istilah

dunia pewayangan.

Oleh

karena begitu populernya wayang

di

mata rakyat, maka dengan sendirinya hiasan seperti ini juga banyak sekali dipakai oleh rakyat banyak.

Hiasan yang seperti gunung ini terbagi dalam dua jenis yang sederhana dan distilir. Yang diterangkan pertama berupa segitiga sama

kaki

dengan lengkungan sedikit pada bagian bawah, sedangkan yang satunya berupa pohon dengan tangkai dan daun.

Ragam hias yang dibuat dari bahan tembikar sudah menyimpang jauh dari aslinya.

Hiasan gug,ungan

atau

kayon yang

dibuat dari

bahan tembikar warnanya juga merah coklat seperti warna tembikar itu sendiri. Demikian

pula

yang

dibuat dari

bahan seng juga warnanya polos. Oleh karena bahan seng berada

di

bagian atas

dan sering kehujanan, maka kayon yang dilukiskan

di

situ juga berubah warnanya menjadi kehitam-hitaman. Selain

itu

juga

banyak yang berkarat.

Bagaimanapun bentuknya, kalau bahannya tembikar, cara membuatnya juga sama dengan barang keramik lainnya, ialah dengan tanah liat. Tetapi tetap tidak dicetak, hanya dibakar biasa.

Untuk

bahan seng,

pola

yang sudah dibuat digunting atau dipahat, tak ubahnya dengan membuat wayang kulit.

Tadi telah disebutkan bahwa ragam hias gunungan telah dipasang pada bubungan rumah di bagian tengah. Namun dijaga oleh hiasan gambar binatang (garuda atau ayam jantan) di sebelah

kiri dan

kanannya.

Untuk

bahan yang terbuat

dari

bahan tembikar, .hiasannya menjadi satu dengan genting bubungannya.

Pada bahan sengrsang jagolgrnungan dipatrikan atau dikeling dengan bubungannya yang sama-sama dari bahan seng.

Bagi masyarakat Jawa, gunungan

atau

kayon dianggap Iambang jagad raya dengan puncak gunungnya yang merupakan lambang keagungan dan keesaan. Pada bagian tengah-tengah gunungan dari hujan dan panas. Dari apa yang termaktub di situ orang bisa mengambil kesimpulan bahwa rumah yang dihiasi gunungan diharapkan mendapatkan ketenteraman

lahir

batin,

serta berteduh (berlindung) kepada Tuhan Yang Mahaesa.

Pada saat ini kebutuhan untuk membuat hiasan seperti di atas sudah jarang. Oleh sebab

itu

tukang-tukang grabah, seperti

88

pembuat genting, pembuat bubungan,

Pot, belanga

dan

lain-lainnya hanya menerima pesanan saja. Jadi pada prinsipnya barang-barang tersebut tidak dijual.

Setelah gunungan, sekarang

kita

membahas ragam hias makutho. Dalam kamus "Baoesastra Jawa" yang disusun oleh WJS Purwadarminta, makutha artinya sebangsa topi yang dipakai oleh raja

bila

sedang mengadakan upacara kebesaran. Jadi yang dimaksud

di

sini adalah mahkota. Tetapi pada umumnya yang dipakai adalah mahkota tokoh-tokoh wayang seperti Bima, Kresna, Rahwana dan sebagainya. Mahkota semacam itu banyak menghiasi rumah-rumah penduduk di daerah Kabupaten Gunung kidul. Untuk kota Jogyakarta misalnya bisa disaksikan

di

atas

bubungan Pendapa Agung Taman Siswa yang

juga

sebagai

lambang

Ibu

Pawiyatan (Induk sekolah-sekolah) tersebut. Di samping itu lambang negara kita, yakni Garuda Pancasila, sering pula menghiasi bubungan rumah Joglo yang merupakan kantor Kelurahan dan sebagainya.

Makulhoq

( D

Kadang-kadang topong-topong wayang tersebut diberi warna hitam pada sisinya meniru datam

p:.*"v""-J*.

padahar kita tahu bahwa hiasan mahko.ta-

yang ditemp"Ikrn pada

bubungan rata-rata memang tidak berwarna.

Hai itu

beriaku

;;.;il;

bahan seng maupuntembikar.

ang

pada bubungan? Karena

ng

mempunyai mahkota. Jadi

maka pahlawan

Amarta

ini a semua penghuni

rumah

dari

90

Dalam dokumen PDF perpustakaan.gunungsitolikota.go.id (Halaman 80-90)

Dokumen terkait