• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memasang Tiang atau Saka

Dalam dokumen PDF perpustakaan.gunungsitolikota.go.id (Halaman 44-57)

B. Alhamdu lillahi rabbil alamin

7. Memasang Tiang atau Saka

Setelah pemasangan ompak selesai, tibalah saatnya orang memasang tiang atau saka. Setiap tiang y.ang dipasang harus sama

jaraknya dengan yang lain agar tiang tersebut tidak miring'dan membahayakan bangunan.

Untuk tujuan

pemasangan tiang utama, yang punya kerja harus memakai bahan yang benar-benar bagus, tua, kuat dan tidak cacat. Cara memasangnya juga tidak boleh terbalik seperti pada tiang utama, maka harus dibuat lebih besar dari pada Saka penanggap dan saka peningrat. Selain itu

saka guru akan menyangga atap brunjung.

Sebelum saka guru didirikan, anda harus melerakkari daun elo (sabangsa daun beringin yang besar), alang-alang, dadap mojo dan daun duwet. Seandainya saka guru tersebut

tidak

diberi

purus, maka saka guru yang berada di timur laut diperkuat dengan kayu

jati,

yang berada

di

bagian tenggara diperkirakan dengan kayu dadap, bagian barat daya diperkuat dengan kayu awar-awar, bagian barat laut diperkuat dengan kayu waru. Cara mendirikan juga harus dimulai dari

timur laut,

tenggara dan seterusnya.

Sedangkan di tengah-tengah lantainya, tanamlah kayu dadap srep dalam posisi berdiri (tegak) dan sebuah kendi yang masih baru dan diisi air, serta rangkaian sesaji yang terdiri dari kelapa muda dua buah, dua buah kendi yang berisi air, jeruk gulung dua buah serta bekatul (tepung beras) sebungkus.

Setelah saka guru selesai didirikan, malamnya (kl. jam 13.00) anda buang air besar pada ke empat sudut rumah, dan jangan lupa ditambah endhog wokan (telur yang sudah dierami tapi daya, dan akhirnya barat

laut.

Setiap

telur

akan ditanam, anda harus mengucapkan mantera-mantera sebagai berikut:

Alip, be,

be, bayan, bayan ora anapanggawe ala, padha wurung kabeh: be, be,

be, (alip, be, be, be bayam, bayan

,

tidak ada perbuatan yang

jahat, semuanya urung). Ucapkanlah tiga kali didalam hati sambil menahan nafas. Kalau sudah, barulah telurnya ditanam pada empat sudut rumah. Konon, karau rumah sudah di beri penangkal seperti ini, akan terhindar dari bahaya pendurian dan lain-rainnya.

Namun rnenurut penulis, perbuatan atau tindakan seperti di atas sudah

jarang

dikerjakan orang, bahkan

tidak

pernah dilakukan terutama di kota-kota. Entahlah karau orang-orang di desa-desa, di gunung-gunung masih menjalankannya.

Sesudah saka guru selesai dikerjakan, dan sepadan dengan tiang-tiang lainnya hingga dapat untuk membentui ruang_ruang yang dibutuhkan atau Rongrongan, maka orung-or"nl y.ng bekerja tidak boleh bersenandung, ngobrol yung

lid"k ["-"r,

bersendau gurau. Mereka hanya boleh membi-caiakan segara sesuatu- y4ng berhubungan dengan pekerjaan serta- tidak boleh merokok' selain itu juga tidak diperkenankan mengunyah sirih dan niakan hidangan didalam

,rr,,"h

tersebut. Seandainya ada di antara para pekerja yang tidak bisa menahan

diri

karena perut sudah keroncongan,

ia

boleh saja makan

tapi di

luar tempat tersebut. Kalau aturan seperti tersebut

di

atas diturut aengan sungguh-sungguh, Insya llah nyamuk tidak akan masuk ke rumah itu.

Kembali kepada rongrongan. Istilah

ini untuk

menyebut

\r-

ruangan. yang dibentuk oleh empat buah tiang dan terletak di

-antara

dua buah pengeret. Jumlah rongrongan tergantung dari

;urirlatr -pQr-rgeretnya.

Bila

rumahnya mempunyai

dua

buah pengerel, maka menjadi sebulh rongrongan, bila mempunyai tiga buah pengeret akan membeniuk dua buah ,ongrongrr,-begitu seterusnya.

.Rongrongan tersebut merupakan dasar untuk menentukan ruangan-ruangan di dalam rumah yang dibangun yang biasanya

-

dibatasi dengan penyekat.

Tapi kalau

rumah

itu

memakai pendhapa (beranda) berarti pendhapa

tadi

berfungsi sebagai rongrongan tanpa penyekat.

u

BRUNJUNG PENANGGAP

ANDER RANCKA

{t-'ruruK

NGAMBANG

PENITIH PENINGRAT

DOoOOOO

\ PENINGRAT

oooo

PENITIH /

oooo

\/

\ PENANGGAP / oooooo

\./

PAMIDANGAN

./----\

oooooo /\

./\ /\

oooooooo

/\ ,/\

OE,ooOooo

Tiang yang akan dibuat biasanya bentuknya bulat dan bujur sangkar (segi empat) serta dibuat dari bambu atau kayu tahun.

Yang dimaksud kayu tahun ialah kayu yang tidak pernah dimakan rayap seperti

ini

mempunyai warna-warna yang sangat indah, misalnya coklat muda atau coklat tua (kayu

jati),

hitam (glugu) dan kuning (kayu nangka).

tL_

I

Namun ada

pula

orang yang membuatnya clari bambu, terutama bambu pelung yang dianggap cukup kuat. besar dan tebal. Sebaliknya untuk tiang-tiang yang kecil cukuplah orang memakai bambu ori, apus dan wulung.

Bambu untuk tiang tidak sembarangan cara memotong dan cara menanamnya. Potongannya harus tepat pada ros (ruas). Hal

ini dilakuka\

a9al, tiang

itu

menjadi kuat dan

tidak

mudah dimasuki binatang-binatang kecil seperti tikus maupun binatang lainnya serta air hujan yang mudah meresap ke dalamnya. Begitu juga dara menanamnya harus sesuai dengan letak bambu pada waktu masih berupa pohon tidak berbeda dengan memasang tiang

dari

kayu, yaitu bagian bawah tiang harus dijatuhkan pada pangkal pohon bambu, sedang bagian atas tiang jatuh pada ujung pohon bambu. Kalau cara memasangnya terbalik, kata orang bisa menimbulkan akibat yang tidak baik krpada penghuninya seperri penyakitan dan seterusnya.

Tiang dibuat dengan pethel atau wadung, yaitu kapak kecil yang letak matanya melintang, kadang-Padang diasah dengan pasah.

Tidak ada ukuran formal untuk tiang; tetapi yang lazim ialah 12)(12 cm, 1,4

X

14

cm

untuk ukuran kecil, dan ukuran yang besar 40

X

40 cm. Sedangkan tiang bambu harus menyesuaikan dengan bahan bambu yang ada, termasuk

juga

tinggi tiang, disesuaikan dengan

tinggi

rendahnya bangunan

itu

dengan

standard

ukuran tinggi

blandarnya

rumah. Namun

pada

prinsipnya tiang tidak boleh terdiri dari sambungan-sambungan, hal ini untuk mencegah agar bangunan tidak roboh.

Susunan konstruksinya sebagai berikut :

untuk tiang kayu biasanya menggunakan sistem konstrusi purus. Purus yang berfungsi sebagai kunci dimasukkan ke dalam lubang purus ompak. Untuk sistem ceblokan langsung dimasuk- kan ke dalam lantai. Supaya bagian bawah tiang yang amblas ke

dalam tanah

tidak

mudah rusak karena rembesan

air

atau kelembaban tanah, maka bagian ini diolesi dengan

tir

atau aspal, dibungkus dengan tali

ijuk

atau plastik. Tepat

di

bagian bawah tiang ditaruh ruas bambu.

46

Kelerangan gambor:

a. Bambu

b. Bungkus plustik atau tit c. Ruos bambu

d. Botusebogoilondasi e. Tonah

Pada umumnya pada bagian bawah tiang, yaitu purus tiang yang masuk ke dalam lubang purus pada ompak, lebih dulu dimasukkan logan mulia seperti yang terjadi pada Kraton Surakar ta yan9 terbakar baru-baru ini, di sana ditemukan 40 kg emas).

Tetapi kalau tidak ada logam mulia, boleh saja

anda menggunakan perak. Pemberian emas tersebut pada purus tiang maksudnya agar tidak mudah keropos, serta mengandung makna agar bangunan

itu

sudah jadi akan memantulkan cahaya terang tidak ubahnya dengan emas yang berkilauan. Sebab rumah yang terang memancarkan kewibawaan atau kharisma tersendiri.

untuk

bagian tengah

rumah

seperti

kili,

blandar dan

sebagainya dipergunakan sistem cathokan. Sistem

ini

ada dua macam, yakni memakai' pengunci dan tanpa mengunci. Yang memakai pengunci dinamakan emprit ganthil dan dibuat lekukan yang menonjol ke atas sebagai penahan agar baloknya tidak

tergeser.

Gambar

di

bawah

ini,

menunjukkan cara perakitan atau nstruksi saka guru pada rumah bentuk joglo.

A. Sistem Cothokon'

B. Sislen puns.

kererongon gambor:

l.' Pcngcrct = stobilisalor ujung-ujung liong.

2. Tutupkcpuh = blondor.

3. Slmbal = sba otou kelebihon bolok pcngcrel, blaadar otau ba- lok loin yong saling bertemu dolam cathikon ftlandor don pc- ngcrct horus dipasong melintong).

4. Sunduk = untuk menahan goyongon atou goncongon, sebogoi sto bil bo t or. Diposo ng me m buj ur.

5. Purus wcdokan (purus perempuon) = purus yang dimosuki pu rus dari balok loin.

6. Purus palhol3 = purus dori titng yong berfungsi sebogai penja- ga blondor pengerel don pentunci colhokon.

7. fu*a guru -- tiong pokok, tiong ulomo, berbentuk bujur sang- kor.

E. Kili = berJungsi sebogai stabilisotor don pengunci adiwon'un- duk don liang. Terletok secoro melintong podo bogian yong nrc- manjang don membujurnya suatu rumoh.

9. Purus lanang ftou purus loki-laki). Berguno sebogoi pengunci, purus ini pangkolnyo tidok berbedo dengon

purus

wedokon dan fugion ujungnyo muloi dori penimpongon dengon purus

.

wedokon, nomun diperkecil agor mudeth masuk ke dolom purus wedokon.

10, htrus jabung = bagion lengoh purus wcdokan lempol purus pngunci dan purus hnang,

48

Tiang yang sudah

jadi,

biasanya dihias dengan berbagai macam ukir-ukiran. Tapi yang akan diterangkan

di

sini hanya beberapa saja, Seperti Saton, Wajikan, Mirong, dan Praba.

Srton berasal dari kata setu, yaitu kue yang dibuat dengan cetakan. Dinamakan saton, karena hiasan

ini mirip

kue satu, berbentuk

bujur

sangkar dengan hiasan daun-daunan atau bunga-br:ngaan.

Ragam hiasnya berbentuk pahatan dengan garis berkotak- kotak. Setiap kotak berisikan hiasan daun atau bunga, yang.dobel maupun yang tung,gal. Garis-garis kotaknya selalu sudut-menyu- dut, hingga bentuk bujur sangkarnya selalu miring.

Hiasan Saton ini yang diukirkan ada rumah tradisional ini tidak

saja polos warnanya, tetapi juga disesuaikan dengan kayunya.

yang berwarna paling-paling hanya terdapat

di

dalam

keraton, baik

di

Jogyakarta maupun

di

Surakarta, sehubungan dengan latar belakang (back ground) yang berwarna hijau tua maupun merah tua, dengan sendirinya hiasan saton juga berwarna seperti itu. Kadang-kasdang ditambah dengan warna kuning emas.

Untuk

membuat hiasan

saton,

harus dipahatkan pada kerangka bangunan dengan memakai pahat ukir kayu, sehingga terbentuk relief. Cara memahatnya sebaiknya pada waktu kayu kerangka bangunan belum dipasang, dan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya, ukirlah panjang maupun lebarnya dengan cermat.

Selain diukirkan pada tiang bangunan rumah bagian atas dan bawah, juga kila dapatkan pada balok-bdok blandlr, sunduk, pengertt tumpang, snder' sebagai pengisi bidang pada tcbcng

pintu dan lain-lainnya. Daram komposisi hiasan, ragam hias saton ini merupakan rangkaian atau dasar dengan ragam hias tumpal, llacapan, sorot dan seterusnya.

Semua hiasan saton, baik yang terdapat pada tiang maupun balok-balok yang lainnya, seperti telah diterangkan di atas

tiaat

bisa terpisahkan dengan hiasan tlacap, tumpal dan sebagainya.

Kalau dipisahkan akan. memberikan hasil hiasan y"ng -tur"ng

baik.

.:

Hiasan saton

ini

dibuat oleh ahli_ahli

ukir

yang berpenga_

laman serta tekun dalam bekerja. Untuk mengukir

tl*g+i*g

rumah bangsawan atau di dalam kraton, ada tukang_tukang uki;

tersendiri dengan gelar abdidalem wedana.

Kata wajikrn berasal

dari

kata wajik, ialah nama sejenis makanan yang dibuat dari beras ketan, dan memakai gula

kjapa

sehingga warnanya menjadi merah

tua.

Dinamakan wajihan, sebab bentuknya seperti irisan wajik (belah ketupat sama sisij, tapi

ada juga yang menyebutnya hiasan sengkulunan, yaitu motif batik yang bentuknyajuga belah ketupar.

_

Hiasan ini ada yang memakai garis tepi dan ada yang tidak,

lalu

bagian tengahnya merupakan ukiran Oaun_aaunai yang tersusun memusat. Atau gambar bunga dilihat dari depan.

-ara

meletakkan dapat berdiri dan dapat pula terlentang.

Cara membuatnya lepas dari balok kayu yang diberi hiasan sehingga menghasilkan suatu retief. Alatnya ialah pahat ukir kayu.

PLiSTAKDA JATENG

50

Rhgam hias

ini

ditempatkan

di

tengah-tengah tiang, atau pada

titik-titik

persilangan balok-balok kayu yang sudut- rnenyudut pada pagar kayu bangunan; contohnya bisa dilihat pada Bangsal Manis Kraton Yogyakarta.

..Istilah

"mirong"

berasal dari bahasa Jawa kuna yang artinya kain yang dipakai (dodot) ditutupkan pada mukanya (untuk menunjukkan perasaan sedih atau malu); berlebih-lebihan, bern'at berontak terhadap penguasa, menjauhkan

diri tidak

mau berkumpul dengan temannya; gambar hiasan dan nama gendhing.

Kata mengenal: Morong kampuh jingga, yang artinya mau berontak terhadap penguasa. Namun arti kata yang terakhir yaitu gambar hiasan seperti pada motif batik, ialah hiasan yang mirip dengan

motif

gurdha dilihat dari samping (sayap). Sedangkan khusus untuk hiasan rumah tradisional adalah suatu bentuk pahatan yang menggambarkan

"putri

mungkur" atau gambaran seorang sedang menghadap ke belakang. Jadi, sebutan lainnya :putri mirong.

Bentuk hiasan mirong yang berada

di

seluruh bangunan

Kraton Jogyakarta kemungkinan besar berkiblat pada hiasan mirong yang terdapat pada bangunan Bangsal Tamanan Kraton Jogyakarta, yang merupakan peninggalan Kyai Ageng Paker dan tanahnya hadiah dari

raja

Majapahit. Jadi bangunan Bangsal

Tanaman

ini

merupakan bangunan rumah

di

Jogyakarta yang paling tua dan bisa dijadikan sumber penggalian ragam hias bangunan yang lainnya. Bentuk ragam hias mirong ini dibagi dua bagian, yaitu punggung atau gigir, dan bagian samping.

Seandainya

tiang atau

saka yang

diberi

hiasan mirong memiliki ukiran yang berbeda, baik lebarnya maupun tingginya, dengan sendirinya ragam hias mirongnya berbeda. Selain itu ada pendapat yang menyatakan bahwa ragam hias mirong merupakan bentuk dari rangkaian huruf Arab alif, lam, dan mim yang distilir, atau rangkaian huruf Arab yang berbunyi Mohammad Rasul Allah.

Ragam hias mirong warnanya berbeda-beda. Untuk mirong yang berada dalam lingkungan kratbnJogyakarta, warna dasar tiangnya biasanya merah

tua

kecoklatan dan bagian tepinya berwarna kuning emas (prasa emas). Warna lemahan (warna latar belakang untuk menonjolkan ragam hiasnya) yang bentuknya segi

tiga dekat ragam hias sorotan, selalu berwarna merah cerah.

Warna dasar tiang yang menghiasi Bangsal Tamanan Jogyakarta dan biasa dilihat oleh para wisatawan berwarna kebiru-biruan.

Sedang pada bangunan yang lain, tetapi masih dalam kompleks kraton, ada yang warna dasarnya hijau tua.

Cara membuat mirong biasanya dikerjakan dulu sebelum tiangnya dipasang dengan cara membuat relief (pahatan). Pada tiang Bangsal Tanaman Kraton Jogyakarta, cara memahatnya begitu'dalam sehingga ragam hias mirong maupun sorotannya napak menjulang tinggi.

?., 52

Selain ditempatkan pada tiang-tiang bangunan seperti saka guru, saka penanggap serta saka penitih, juga dipasang pada saka santen, baik yang berbentuk persegi maupun yang berbentuk bulat. Pada setiap saka atau tiang pasti kita dapati sepasang ragam hias mirong. Bila sudah dipahatkan pada tiang, maka letak ragam hias mirong selalu menghadap ke tengah, sisi depan dan sisi belakang. Sedangkan gambar punggung (gigir atau geger) terdapat di sisi luar.

Mengapa pada tiang dipasang hiasan seperti

ini ?

Karena menurut legenda, konon merupakan perwujudan Kanjeng Ratu

Kidul

(Retnaning Dyah Angin-Angin) yang datang

di

kraton khusus

untuk

menyaksikan pertujukan

tari

Bedoyo Samang.

Dalam hal ini, beliau tidak menampakkan diri, tetapi bersembunyi di belakang tiang. Itulah yang digambarkan oleh para ahli pahat sehingga berbentuk ragam

hias mirong atau putri

mirong.

Sehingga sampai sekarang kalau ada orang menyebut ragam hias mirong, pasti ada-ada saja yang menghubungkan dengan Sang Dewi Laut Selatan tersebut.

Tiang yang diberi hiasan mirong, ada hubungannya dengan

Nyi

Roro Kidul atau tidak, yang jelas kalau sudah diberi hiasan itu terutama pdhatan maupun garis-gariusnya yang mengisi tiang yang kosong itu, maka tiangnya kelihatan "langsing"

Berhubung

ragam hias mirong hanya dipakai

untuk bangunan-bangunan

di dalam Kraton

Jogyakarta terutama bangunan-bangunan utama, mekerti Gedhong Kuniqg tempat tinggal Sri Sultan, Bangsal Kencana, Bangsal Pancaniti, Bangsal

Witana dan lain-lain.

Maka

pembuatan ragam hias mirong biasanya ditangani oleh tenaga-tenaga yang mahir. Jadi tidak sembarangan. Di samping ahli dalam membuat ukir-ukiran yang bagus, para abdidalem tersebut sebelum mengerjakan ragam hias mirong biasanya selalu menyucikan

diri

dengan

tidak

makan danminum serta menahan hawa nafsu (nglakoni). Tindakan seperti ini dijalankan semata-mata untuk memperkuat konsentrasi agar apayang digarapnya kelihatan baik dan hidup.

Kata praba berasal dari bahasa Sansekerta atau Kawi, yang berarti sinar, cahaya bayangan kepala atau di belakang punggung dan hiasan wayang yang berada di punggungnya (mirip gambar sayap). Kalau di candi-candi artinya menjadi nimbus atau aureool (cahaya kesucian di kepala para dewa). Seperti telah disebutkan di atas, bahwa hiasan yang berbeda

di

punggung seorang raja

bernama praba atau bodhong, tapi untuk seni ukir motif praba berarti

motif

sulur yang sama dengan gaya

ukir Bali.

Khusus

untuk

hiasan tradisional Jawa yang dimaksud praba adalah pahatan ukiran yang menggambarkan sinar atau cahaya.

Hiasan praba yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari merupakan ukiran relief yang bentuknya melengkung, tinggi dan tengahnya lancip. Sedang gambaran yang digambarkan seperti daun-daun pohon yang bulat seperti ekor burung merak yang sedang

"ngigel"

(membentangkan ekornya dan berarti tegak, khusus untuk burung merak) selalu kelihatan bersinar. Hiasan praba yang dipahatkan pada Bangsal Tamanan Kraton Jogyakarta (dan sudah tua) mirip dengan hiasan tumpal (corak batik yang bergaris-garis tiga) yang sederhana.

Hiasan tersebut pada umumnya berwarna seperti kuning emas dan dibuat dari bahan prada

(bubukan)

emas. Tetapi untuk bangunan-bangunan tua (dalam hal ini Bangsal Tanaman

Kraton Jogyakarta) mempunyai hiasan prada yang berwarna

hijau, biru

merah

dan

disungging

(diberi

gambar dengan mengecat).

Hiasan ini dibuat dengan jalan dipahatkan pada tiang-tiang bangunan. Berbentuk relief, menjulang tinggi dan kadang-kadang berupa lukisan timbul. Tak ubahnya dengan ragam hiasan yang

lain,

hiasan yang satu

inipun

dipahatkan sebelum tiangnya dipasang. Cara membuat pahatannya harus dilakukan dengan hari-hati, diukir panjang lebernya agar berbentuk simetris. Kalau semuanya kelihatan sama, akan menarik dipandang mata.

Ragam hias praba, selain dipahatkan pasa saka guru, juga pada saka penanggap serta saka panitih. Letaknya pada dua tempat, yakni yang begian bawah menghadap ke atas danbagian atas menghadap ke bawah pada keempat sisi masing-amsing tiang.

Ragam

hias

seperti

ini

dipahatkan

pada

tiang-tiang yang menopang bangunan Bangsal Kencana, Bangsal Witana, Bangsal Tamanan yang semuanya berada

di

dalam

Kr-ton

Jogyakarta Hadiningrat.

Seperti telah diterangkan di halaman depan, bahwa perkataan

praba berarti sinar atau cahaya. Sebab

itu,

maksud dari pemberian ragam hias

ini juga untuk

membuat tiang-tiang menjadi bersinar-sinar (bercahaya). Belum lagi

jika

dipahatkan

ekor burung merak yang

kebulat-bulatan,

pasti

semakin 54

tnenambah kesan mewah. Di samping itu, juga untuk menambah keindahan dan keagungan tiang-tiang besar dan berwarna gelap itu.

Untuk membuat ragam hias seperti

ini,

diperlukan tenaga yangbenar-benar"pinilih"(terpilih).Betapatidak?Karenaorang i.rr"U,rt harus benar-benar tekun, sabar dan yang tidakkalah

penting:

Tekun Tentu saja dengan

semakin erjadi Pula

regenerasi di

kalangan

k-anak muda yang berhasil mewarisi kepandaian langka tersebut.

55

I ) I

l

Dalam dokumen PDF perpustakaan.gunungsitolikota.go.id (Halaman 44-57)

Dokumen terkait