B. Komunikasi Orang Tua terhadap Anak dalam Islam 1. Komunikasi Orang Tua terhadap Anak
3. Metode Orang Tua dalam Memotivasi Anak
Fungsi dari motivasi yaitu mendorong peserta didik untuk berbuat, yakni motivasi sebagai pendorong dari setap kegiatan belajar, 49 juga sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan. 50
a. Metode Peneladanan
Peneladanan dalam pendidikan anak merupakan cara yang paling berpengaruh dalam menyiapkan akhlak anak, dalam membentuk mental dan kesadaran sosial anak, hal demikian itu terjadi karena pendidik (juga orang tua) merupakan figur utama di dalam pandangan anak-anak, mereka dianggap sebagai panutan yang bagus di mata anak- anak, sehigga mereka mengikutinya dalam gaya berbicara, meneladaninya dalam sikap dan perilaku, baik dalam hal itu mereka sadari atau tidak, bahkan semua yang mereka lihat, mereka amati dan mereka saksikan dari citra guru (dan juga orang tuanya dalam kehidupan keluarga itu) akan tercetak kuat pada jiwa mereka, baik dalam bentuk omongan, perbuatan, yang fisik maupun psikis, mereka mengerti ataupun tidak.
Dalam biografi Nabi Muhammad saw, banyak sekali beliau memberikan teladan dalam berbicara, bersikap, dan berperilaku yang terpuji dan menarik simpati orang-orang yang melihatnya, sehingga mereka tertarik masuk Islam53, sehingga dalam ayat Al-Qur´an dijelaskan:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
53 Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 106-107
Beliau Rasulullah dinyatakan oleh Allah sebagai “Uswatun Hasanah” (teladan yang baik). Kesuksesan dakwah beliau karena kemampuan beliau membentuk perpaduan antara
“uswatun hasanah” dengan “mau‟idzah al-hasanah” (nasihat yang bagus).54
Orang tua atau pengasuh atau guru yang ingin berhasil dalam melakukan pendidikan agama terhadap anak-anak atau peserta didik mereka, maka seharusnya mereka lebih dulu harus siap memberikan contoh dan teladan yang baik dan menarik terhadap kepada anak-anak tersebut. Seringkali anak- anak usia dini sudah mengikuti orang tuanya melakukan sholat (meskipun hanya sekedar ikut berdiri atau ikut sujud saja) karena setiap hari anak-anak itu melihat orang tuanya melakukan sholat, sehingga mereka tertarik dan ingin mengikuti dengan cara yang sangat sederhana. Orang tua tinggal membimbing dan menyempurnakan sholat anak- anaknya secara bertahap sampai sempurna.55 begitu juga dengan belajar Al-Qur´an, orang tua juga harus memberikan contoh yang baik dalam belajar Al-Qur´an.
b. Metode Pembiasaan
Setiap anak yang lahir itu berada dalam kondisi fitrah, artinya jiwa anak itu dibekali dengan kecenderungan dan potensi keimanan, kesadaran agama, dan ketauhidan yang murni, meskipun dalam tahap yang masih sangat sederhana, orang tua dan lingkungan dekatnya yang berperan
54 Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 107
55 Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 107-108
mengembangkan kecenderungan dan potensi tersebut dalam kehidupan anak atau bayi itu selanjutnya.56
Setelah anak lahir, secara berangsur-angsur dia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, secara fisik, kognitif, emosional sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, banyak yang diperoleh melalui pembiasaan-pembiasaan yang berlangsung di tengah-tengah keluarganya, seperti makan dengan menggunakan tangan kanan, tidur dengan melepas alas kaki, melakukan sesuatu dengan dimulai membaca basmalah, berjabat tangan ketika berjumpa teman atau keluarga, juga mengucapkan salam ketika masuk rumah. Anak-anak usia dini begitu mudah dalam mengikuti hal-hal tersebut, apabila dibiasakan sehari-hari, dalam istilah agama Islam, proses ini disebut sebagai ta‟wid.57
Menurut Al-Ghazali, untuk membentuk kepribadian atau karakter diperlukan tiga tahap pengembangan, yaitu taklif (pewajiban), ta‟wid (pembiasaan), dan tathabbu‟ (pewatakan).
Anak-anak semasa masih kecil diharuskan melakukan sesuatu yang baik menurut agama dan moral, sifatnya bisa agak dipaksakan, seperti kalau mau makan, maka tangan kanannya yang harus digunakan. Selanjutnya hal tersebut dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, dan akhirnya akan menjadi tabiat atau watak anak tersebut apabila sudah dewasa.58
56 Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 108
57Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 108-109
58 Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 109
c. Metode Cerita
Di dalam Al-Qur´an sendiri banyak cerita-cerita yang penuh dengan pelajaran dan penanaman nilai luhur, seperti cerita tentang Qarun, yang semula dia itu orang baik yang alim, ahli kitab Taurat, sahabat dekat nabi Musa, tetapi kemudian dia menjadi orang yang durhaka, setelah hatinya berubah tergila-gila dengan materi dan kesenangan duniawi, sehingga akhirnya dikubur hidup-hidup di perut bumi oleh Tuhan. Atau dengan qishah nabi Yusuf yang sejak kecil diperlakukan tidak baik oleh saudara-saudaranya yang hasud (iri hati) sehingga nabi Yusuf dimasukkan sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian ditemukan serombongan kafilah yang lewat di situ, lalu kafilah itu menjual Yusuf ke keluarga kaya di Mesir dengan harga sangat murah. Tapi akhirnya Yusuf menjadi orang terhormat setelah dewasa karena kesabarannya menghadapi cobaan demi cobaan, dan kebersihan hatinya dari sifat dendam terhadap orang-orang yang menyakitinya, serta kepercayaannya yang kuat terhadap kemurahan Tuhan.59
d. Metode pemberian perhatian
Perhatian yang diberikan orang tua terhadap anak dapat berpengaruh terhadap motivasi belajarnya, seperti:
1) Saat anak pulang dari sekolah hendaknya orang tua menanyakan apa saja yang dilakukan di sekolah.60
59 Tholhah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga, h. 111-112
60 Nur „Aisyatinnaba‟, “peran orang tua dalam memotivasi belajar siswa (studi kasus pada siswa kelas VIII SMP Negeri 03 kecamatan Losari kabupaten Brebes)”, Skripsi, Semarang: Sarjana Universitas Negeri Semarang, 2015, h. 31. Tidak diterbitkan (t.d)
2) Perkataan yang baik dapat memberikan dorongan seperti kamu berhasil, pintar, cerdas, terimakasih, hebat, dan lain-lain.
3) Memberikan maaf atas kesalahan anak tetapi dengan memberikan alasan bahwa pemberian maaf tersebut diberikan karena anak telah melakukan perbuatan baik sebelumnya.
4) Memberikan pujian kepada anak di depan teman- temannya ataupun dengan anak itu sendiri pada saat anak tersebut berhasil agar anak merasa bahwa orang tua mereka menghargai usaha anak tersebut, hal tesebut mendorong anak lebih berusaha agar menjadi kebanggan orang tua.61
e. Metode pemberian hukuman
Pemberian hukuman merupakan cara lain mendidik anak, jika pendidikan tidak bisa lagi dilakukan dengan cara memberikan nasihat, arahan, petunjuk, kelembutan, dan suri tauladan, maka dalam kondisi semacam ini, cara mendidik anak dengan memberikan hukuman dapat diterapkan, akan tetapi perlu diingatkan bahwa hukuman tersebut ada beberapa macam dan bukan hanya dengan memukul anak saja, bahkan terkadang pemberian hukuman dengan cara memukul sangat tidak efektif atau dapat menimbulkan dampak negatif.
Diantara cara-cara memberikan hukuman adalah sebagai berikut:
61Setya Ningsih, “Peran Orang tua Terhadap Motivasi Belajar Anak di Sekolah”, Skripsi, Yogyajarta: Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013, h. 22-23. Tidak diterbitkan (t.d)
1) Pandangan yang sinis, yaitu dengan memberikan pandangan yang sinis dapat membuat anak terdiam, takut, bahkan terkadang menangis
2) Mengeluarkan suara dari tenggorokan (mengendus) sebagai tanda ketidak setujuan dan peringatan kepada anak terhadap apa yang telah atau akan dilakukan 3) Mengurangi uang jajan
4) Melarang atau membatasi kebiasaan, seperti melarang atau membatasi bermain anak dan melarang menonton tv, gemes, dan lain sebagainya.62