BIMBINGAN BAGI TUNA LARAS
E. Metode Pembelajaran Anak Tunalaras
ini juga dimaksudkan agar anak secara berkelanjutan dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
yang lainnya. Artinya bahwa dalam keseluruhan layanan pendidikan bagi mereka, pengajaran afeksi harus mendominasi, menjadi kepedulian utama, diwarnai, atau ditekankan kepada tumbuh dan berkembangnya nilai dan sikap, walaupun ini relatif lebih sulit dibandingkan dengan pengajaran pada aspek yang lain. dikatakan lebih sulit karena pengajaran afeksi terikat pada penghayatan perasaan dan bersifat abstrak, memerlukan waktu yang relatif lebih lama, hasilnya tidak langsung dapat diamati, memerlukan evaluasi yang berbeda dengan pengajaran pada umumnya, dan pelaksanaanya menuntut keterampilan profesional yang tinggi dari guru, memerlukan upaya, metode dan media khusus.
Dalam kurikulum nasional, pengajaran ini akan menjadi nyata ketika setiap guru memiliki kesungguhan dan kepedulian terhadap tumbuhnya kompetensi sosial (KI-2) dan kompetensi spiritual (KI-1), terlebih bagi guru-guru yang tujuan dan muatannya jelas-jelas pada pengembangan nilai dan sikap, seperti mata pelajaran PKN, Pendidikan Agama, atau program Perilaku, Pribadi, dan Sosial.15
Agar pengajaran afeksi yang dilaksanakan untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku dapat mencapai sasaran secara optimal, efektif, dan efisien, maka dalam pelaksanaanya perlu memegang beberapa prinsip, yaitu :
15Sunardi, Pendalaman Materi Layanan Pendidikan dan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Emosi dan Sosial, (Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2018), hlm. 14
1. Berpusat pada siswa
2. Memperhatikan kebutuhan siswa 3. Menggunakan pendekatan Humanitis 4. CBSA
5. Multi metode, multi media dan multi evaluasi 6. Menggunakan kerja kelompok
7. Dukungan lingkungan yang kondusif
8. Konsistensi guru sebagai pelaksana nilai yang diajarkan
9. Tidak berhenti sampai pada tahap mengetahui, tetapi sampai pada tahap bertingkah laku
10. Relevan dengan nilai-nilai yang dianut lingkungan
11. Tidak hanya bersifat pemberian informasi, tetapi sampai terciptanya komunikasi
12. Tidak dilakukan secara dogmatis atau indoktriner, tetapi harus dipupuk dengan pemahaman obyektif agar nilai yang tumbuh dan berkembang memiliki daya sesuai dan sehat.16
16Ibid,hlm. 16
Sehubungan dengan itu, maka model pembelajaran afeksi (sikap, nilai atau karakter) adalah :17
1. Model Konsiderasi
Melalui penggunaan model konsiderasi siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama dan hidup secara harmonis dengan orang lain. langkah-langkah pembelajaran antara lain seperti :
a. Menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi b. Meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat
yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain
c. Siswa menulis responnya masing-masing d. Siswa menganalisis respons siswa lain
e. Mengajak siswa melihat konsekuensi dari tiap tindakannya f. Meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri 2. Model Pembentukan Rasional
17Nuraini Asriati, Membangun dan Mengembangkan Nilai, Pembentukan Karakter dan Pembiasaan Sikap Siswa Melalui Pembelajaran Afektif, (Universitas Tanjungpura, Pontianak), hlm. 4
Model pembentukan rasional bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai. Langkah-langkah pembelajaran rasional di antaranya ialah :
a. Mengidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atau penyimpangan tindakan
b. Menghimpun informasi tambahan
c. Menganalisis situasi dengan berpegang pada norma yang berlaku pada masyarakat
d. Mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya e. Mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuan-
ketentuan legal dalam masyarakat 3. Klarifikasi Nilai
Klarifikasi nilai merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siswa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.
Langkah-langkah pembelajaran klarifikasi nilai diantaranya ialah :
a. Pemilihan : Para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya.
b. Menghargai Pemilihan : Siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihanya.
c. Berbuat : Siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya. Mengulanginya pada hal lainnya.
4. Pengembangan Moral Kognitif
Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampuan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif. Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif diantaranya ialah :
a. Menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai.
b. Siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu.
c. Siswa diminta mendiskusikan atau menganalisis kebaikan dan kejelekannya.
d. Siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik.
e. Siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
5. Model Nondirektif
Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya. Langkah-langkah pembelajaran nondirektif diantaranya ialah :
a. Menciptakan suatu yang permisif melalui ekspresi bebas.
b. Pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah- masalah yang dihadapinya, guru menerima dan memberikan klarifikasi.
c. Pengembangan pemahaman, siswa mendiskusikan masalah, guru memberikan dorongan.
d. Perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi.
e. Integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.18
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa anak berkebutuhan tunalaras memerlukan penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) dan membutuhkan pengembangan akhlak atau moral. Maka menurut hemat penulis, metode yang cocok digunakan pada pembelajaran anak tunalaras, yaitu :
1. Metode Sosiodrama
18Ibid,hlm. 4-5
Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode sosiodrama antara lain :19
a. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
b. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
c. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
d. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
2. Metode Kooperatif
Pembelajaran ini tidak hanya sekedar pembelajaran kelompok saja. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :20
a. Adanya saling ketergantungan antara siswa yang satu dengan yang lain, keberhasilan suatu kegiatan bergantung pada usaha setiap anggota.
b. Tanggung jawab perseorangan.
19Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2015), hlm. 88-98
20Tim Sanggar Pendidikan Grasindo, Membiasakan Perilaku Terpuji, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia), hlm. 35
c. Tatap muka, tiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.
d. Komunikasi antar anggota, kemampuan berkomunikasi merupakan unsur penting dalam mencapai tujuan belajar atau tujuan kegiatan.
e. Evaluasi proses kelompok, setelah kegiatan berlangsung perlu diberi waktu khusus sehingga siswa diajak berpikir tentang cara dia berpikir atau cara dia bertindak. Dengan cara itu siswa dapat belajar atas kesalahan-kesalahan yang telah dibuat sehingga memiliki tujuan penguasaan belajar, dan akhirnya menemukan nilai.
3. Metode Permainan
Permainan dalam pembelajaran merupakan suatu pemanasan atau penyegeraan guna membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan penuh antusias. Permainan dalam pembelajaran juga mempelajari tentang makna kemenangan dan kekalahan, serta dapat menguji dan meningkatkan kemampuan dan prestasi. Namun tidak hanya sekedar menghadirkan kesenangan saja, permainan harus memiliki unsur yang edukatif.
Permainan edukatif adalah permainan yang memiliki unsur mendidik yang ada dan melekat serta menjadi bagian dari permainan itu sendiri. Selain
itu, permainan edukatif juga merangsang indera pemainnya baik pendengaran, penglihatan, daya pikir, keseimbangan kognitif, motorik dan sebagainya.21 4. Metode Keteladanan dan Pembiasaan
Pembentukan sikap dapat dilakukan melalui keteladan yaitu proses asimilasi atau proses mencontoh. Terutama salah satu karakter anak yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan hal yang serupa dengan yang menjadi idolanya, maka pendidik maupun orang tua memiliki peran penting untuk bisa menjadi teladan bagi seorang anak. Keteladanan adalah metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk sikap anak, moral, spiritual dan sosial yang baik.22
Pembiasaan juga memiliki peran penting dalam membentuk sikap dan nilai-nilai, dengan pembiasaan anak akan memiliki pola kebiasaan yang baik dan akan membentuk sebuah sikap dan karakter yang baik.
Seperti halnya pada sebuah penelitian di Yogyakarta di sekolah SLB E oleh Mafida Ustadzatul Ummah, Penyampaian materi PAI pada anak
21Fathul Majid, Metode Permainan-Permainan Edukatif dalam Belajar Bahasa Arab, (Yogyakarta : DIVA Press, 2011), hlm. 20
22Hafsah Sitompul, Metode Keteladanan dan Pembiasaan dalam Penanaman Nilai-Nilai dan Pembentukan Sikap Pada Anak, (Jurnal Darul Ilmi Vol. 04 No.1 Januari), hlm. 59
tunalaras dilakukan guru dengan bertahap dan secara perlahan disesuaikan kebutuhan anak, muatan dari materinya pun diringkas dan disampaikan secara sederhana, dan metode khusus pada anak tunalaras yaitu melalui pembiasaan, nasihat, keteladanan, dan hukuman.23