BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Model Implementasi
Berbicara mengenai studi kajian implementasi, tidak terlepas dari gagasan teoritik dan kerangka analitik yang dikemukakan oleh para ahli yang mengidentifikasi variabel atau faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut ini adalah beberapa model implementasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
1) Teori George C. Edward III (1980)
Dalam pandangan Edwards III (dalam Subarsono, 2008:90) implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi.
Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.
a. Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
18
b. Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.
Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.
Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu
19
panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
2) Teori Merilee S. Grindle (1980)
Teori ini disebut pula teori Interaktif. Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (dalam Subarsono, 2008:76) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan ini mencakup:
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan;
b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh, masyarakat di wilayah slum areas lebih suka menerima program air bersih atau perlistrikan daripada menerima program kredit sepeda motor;
c. Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin;
d. Apakah letak sebuah program sudah tepat. Misalnya, ketika BKKBN memiliki program peningkatan kesejahteraan keluarga dengan
20
memberikan bantuan dana kepada keluarga prasejahtera, banyak orang menanyakan apakah letak program ini sudah tepat berada di BKKBN;
e. Apakah sebuah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; dan
f. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup :
a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;
b. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;
c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
3) Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)
Teori ini disebut pula teori struktural. Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2008:79), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni :
a. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems) :
(1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, seperti kekurangan persediaan air minum bagi penduduk atau harga beras yang tiba-tiba naik. Dipihak lain terdapat masalah-maslaah sosial yang relatif sulit dipecahkan, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan sebagainya. Oleh karena
21
itu, sifat masalah itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan.
(2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terdapat program relatif berbeda.
(3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.
(4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Sebagai contoh, implementasi Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu- lintas dan Angkutan Jalan sulit diimplementasikan karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat dalam berlalu lintas.
b. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) :
22
(1) Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuh kebijakan akan mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menerjemahkan dalam tindakan nyata.
Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan.
(2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.
Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.
(3) Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut.
Sumber daya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya.
(4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horisontal antar instansi yang terlibat dalam implementasi program.
(5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
(6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di Negara-negara Dunia Ketiga, khususnya di Indonesia salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program.
23
(7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat.
Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya menjadi penonton terhadap program yang ada di wilayahnya.
c. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation) : (1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.
Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan teknologi akan akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.
(2) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya kebijakan yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik.
(3) Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain: (1)
24
Kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksanan melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah keputusan; (2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk memengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.
(4) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.
Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.
4. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)
Menurut Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2008:96), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :
a. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
b. Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non- manusia (non-human resources). Dalam berbagai kasus program
25
pemerintah, seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.
c. Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah kebijakan perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain.
Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
d. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola- pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.
e. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
5. Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)
Rondinelli dan Cheema (dalam Subarsono, 2008:93) menggambarkan kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk analisis implementasi program-program pemerintah yang bersifat
26
desentralistis. Ada empat kelompok variabel yang dapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu program, yakni:
a. Kondisi lingkungan;
b. Hubungan antar organisasi;
c. Sumberdaya organisasi untuk implementasi program;
d. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.
6. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vinning (1999)
Dalam pandangan Weimer dan Vining (dalam Subarsono, 2008:97), ada tiga kelompok variabel besar yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni :
a. Logika kebijakan. Ini dimaksudkan agara suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoretis.
Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti halnya hubungan logis dari suatu hipotesis.
b. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan. Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis.
Suatu kebijakan dapat berhasil diimplementasikan di suatu daerah tertentu, tetapi ternya gagal diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi lingkungan yang berbeda.
27
c. Kemampuan implementor kebijakan. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan.
C. Kebijakan Publik