• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelipat Uang Atau Money Multiplier

Dalam dokumen View of EKONOMI MONETER (Halaman 94-98)

T EORI PENAWARAN UANG

C. Pelipat Uang Atau Money Multiplier

tersebut), yang mungkin juga akan bereaksi dengan menyesuaikan portofolionya, dan bahkan juga akan mempengaruhi lagi portofolio penerima awal uang inti tadi. Sekali lagi di sini terjadi proses penyesuaian portofolio yang berantai di antara para pelaku pasar uang proses ini akan terus berlanjut sampai masing-masing mencapai struktur portofolio yang persis seperti yang diinginkan. (Teori moneter menyatakan bahwa posisi equilibrium ini akhirnya akan tercapai juga, setelah terjadi banyak kali "putaran" penyesuaian portofolio).

Tambahan uang inti dalam contoh di atas akhirnya akan menambah jumlah uang beredar (M1 dan M2), setelah terjadi banyak kali putaran penyesuaian. Berapa besar tambahan jumlah uang beredar yang akhirnya tercipta tergantung pada sifat dari putaran-putaran penyesuaian tersebut. Biasanya tambahan uang beredar yang akhirnya diakibatkan oleh tambahan uang inti adalah lebih besar daripada tambahan uang inti tersebut. Dengan lain perkataan tambahan uang inti sebesar Rp. 1,- akhirnya akan menambah uang beredar (bank M1 maupun M2) yang lebih besar dari Rp. 1,-. Melalui proses penyesuaian portofolio tersebut sebenarnya telah terjadi semacam "pelipatan" uang beredar, atau terjadi proses multiflier. Proses inilah yang merupakan inti dari teori mengenai penawaran Uang.

kenyataan, sebenarnya tidak hanya tergantung pada kemauan bank semata-mata, tetapi, seperti yang telah kita lihat di atas, tergantung pula pada hasil interaksi para pelaku pasar uang. Dengan lain perkataan proses pelipatan uang atau money multiplier adalah proses pasar (penyesuaian antara permintaan dan penawaran). Dan proses pelipatan itu dimungkinkan karena adanya lembaga yang disebut bank, yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diciptakannya dengan uang tunai. Seandainya cash ratio yang dipegang bank adalah 10%, maka proses pelipatan tidak akan terjadi, meskipun proses "penyesuaian portofolio" tetap bisa terjadi.

Kita bisa meringkas hasil dari proses pelipatan tersebut dalam bentuk matematis sebagai berikut;

Uang inti (B) sebagian dipegang oleh masyarakat sebagai uang kartal (C) dan sisanya oleh bank sebagai cadangan bank (R).

B = C + R (6.1) Atas dasar cadangan bank (R) yang ada pada bank tersebut, bank menciptakan uang giral berupa saldo-saldo rekening koran (giro) yang dimiliki oleh masyarakat umum yang disimpan pada bank. Seluruh saldo ini kita sebut DD.

Jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) adalah seluruh uang kartal (uang inti yang dipegang masyarakat)-plus seluruh saldo rekening koran (giro) pada bank (uang giral).

M1 = C + DD (6.2) Apabila persamaan (2) kita bagi dengan persamaan (1), dan kita definisikan C= C/Ml dan r = R/DD, dan selanjutnya kita pindahkan B ke sebelah kanan persamaan, kita peroleh:

M1 = 1 B (6.3)

c + r (1 – c)

Persamaan (6.3) ini menunjukkan bagaimana uang inti

"dilipatkan" menjadi uang beredar (M1). Sedangkan 1

c + r (1 - c)

adalah koefisien pelipat uang atau money multiplier. Nilai koefisien ini biasanya lebih besar dari 1, karena bank c maupun r adalah lebih kecil

dari 1.

Nilai koefisien pelipat uang tergantung pada nilai dari c dan r, semakin kecil nilai dari kedua ratio tersebut semakin besar nilai koefisien pelipat uang. Nilai c yang rendah berarti masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank dari pada di bawah bantal (bank- mindedness yang tinggi). Ini berarti bank mempunyai lebih banyak uang inti untuk "dilipatkan". Selanjutnya nilai r yang rendah berarti lebih banyak uang giral yang bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang bank.

Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa c dan r mencerminkan perilaku masyarakat dan bank. Berapa bagian dari seluruh uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk uang tunai merupakan pencerminan kehendak dan perilaku masyarakat. Demikian pula berapa besar bank menyimpan uang tunai untuk "menjamin" saldo-saldo rekening koran/ giro milik nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Keduanya merupakan keputusan ekonomi, yaitu keputusan yang diteruskan atas dasar perhitunan untung-rugi.

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi c?

Berikut ini adalah beberapa faktor yang biasanya mempengaruhi nilai c:

(a) "Keuntungan" yang dihasilkan dari pemegangan uang dalam bentuk uang kartal dibanding dengan "keuntungan" dari pemegangan uang dalam bentuk rekening giro pada bank. Salah satu keuntungan penting dari pemegangan uang kartal adalah likuiditasnya yang sangat tinggi. Uang kartal sewaktu-waktu, dan untuk hampir segala macam transaksi, bisa dipergunakan tanpa ada risiko penolakan, sedang cek (terutama di negara-negara yang belum maju) masih mungkin ditolak orang sebagai alat pembayaran untuk transaksi- transaksi tertentu. Sebaliknya keuntungan utama dari pemegangan uang dalam bentuk rekening giro adalah kecilnya risiko hilang (cek hilang bisa diganti, tapi uang tunai hilang tidak). Kemungkinan keuntungan lain dari giro adalah diperolehnya bunga atas saldonya (tapi ini tidak selalu), sedangkan kerugian lainnya adalah seringkali bank tidak mengenakan biaya administrasi (meskipun biasanya

kecil) pada rekening giro. Pertimbangan-pertimbangan semacam ini menentukan keputusan masyarakat mengenai nilai c.

(b) Kekayaan atau tigkat penghasilan seseorang menentukan pula c- nya. Seorang kaya biasanya cenderung untuk menggunakan fasilitas perbankan lebih banyak (lebih "bank-minded"), sehingga mempunyai c yang kecil. Hal ini berlaku bagi masyarakat keseluruhan. Masyarakat yang lebih kaya atau lebih tinggi tingkat penghasilannya (misalnya apabila diukur dengan GDP riil per kapita) cenderung untuk mempunyai nilai c yang lebih kecil.

(c) Atas dasar perbedaan kebiasaan, tingkat pendapatan rata-rata serta tersedianya fasilitas perbankan, maka kita mengharapkan bahwa nilai c bagi daerah perkotaan lebih tinggi dari daerah pedesaan.

(d) Dibeberapa negara telah berkembang berbagai cara baru dalam pembayaran berbagai transaksi yang sebelumnya dilakukan dengan uang tunai, misalnya dengan menggunakan credit cards atau charge accounts. Meluasnya sistem pembayaran baru seperti ini cenderung menurunkan c.

(e) Terutama bagi negara-negara agraris, nilai c dipengaruhi pula oleh musim. Dalam musim panen, misalnya, c bisa naik karena membesarnya aliran uang tunai ke daerah pedesaan.

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi r ?

(a) Besarnya reserve requirement atau cash ratio yang diwajibkan oleh bank sentral. Ini menentukan nilai minimum dari r.

(b) Biasanya bank memegang r yang lebih tinggi dari pada r minimum ini, terutama untuk tujuan berjaga-jaga apabila ada kebutuhan mendadak (misalnya beberapa nasabah besar tiba-tiba menarik cek). Kelebihan cadangan ini di atas cadangan minimum yang diwajibkan oleh bank sentral ini disebut excess reserve.

Apabila misalnya tingkat bunga tinggi, maka bank akan berusaha menekan excess reserve serendah mungkin. Demikian pula ada- tidaknya kelesuan usaha, kuat-tidaknya permintaan akan kredit oleh masyarakat, musim, pola pengeluaran anggaran pemerintah

dan sebagainya, mungkin juga akan mempengaruhi r. Rumus pelipat uang bisa pula diperoleh untuk uang beredar dalam arti luas (M2). Kita ingat bahwa M2 = Ml + deposito berjangka dan saldo tabungan pada bank (TD). Pembaca bisa mencoba sendiri bahwa hubungan antara M2 dan uang inti (B) adalah

M2 = 1 + t B (6.4) c + r1 (1 – c) + r2t

dimana t = TD/M1

r 1 = ratio antara cadangan bank untuk "menjamin"

DD dengan DD (= R1 / DD)

r 2 = ratio antara cadangan bank untuk ”menjamin"

TD dengan TD (= R2 / TD) c = C / M1

Perbedaan dari koefisien pelipat ini dengan koefisien pelipat untuk M1 (dalam persamaan 6.3 di atas) adalah adanya variabel baru, yaitu t dan r2. Variabel t ditentukan oleh perhitungan ekonomi masyarakat dalam menimbang antara untung ruginya memegang C, DD atau TD. Tingkat bunga yang ditawarkan untuk deposito berjangka dan tabungan jelas akan sangat mempengaruhi t: semakin manarik tingkat bunga tersebut semakin tinggi t. di samping itu, menyimpan dalam TD juga mengandung risiko (yang lebih besar dibanding memegang C dan DD) karena penurunan nilai mata uang, yaitu kerugian kapital karena menurunnya daya beli uang yang disimpan karena "dimakan" inflasi. Laju inflasi merupakan biaya, atau tepatnya opportunity cost, dari pemegangan kekayaan dalam bentuk aktiva moneter, seperti C, DD dan (terutama) TD. Oleh sebab itu laju inflasi mempengaruhi t; laju inflasi tinggi cenderung membuat t rendah. Variabel T2 dipengaruhi oleh faktor- faktor yang hampir sama dengan faktof-faktor yang mempengaruhi r 1.

Dalam dokumen View of EKONOMI MONETER (Halaman 94-98)