• Tidak ada hasil yang ditemukan

T EORI MONETER

Dalam dokumen View of EKONOMI MONETER (Halaman 54-59)

BAB V

1. Teori Irving Fisher

Teori ini mendasarkan pada falsafah teori Klasik pada umumnya, bahwa perekonomian selalu dalam keadaan full employment. (J.B. Say:

"supply creates its own demand". "Penawaran akan selalu menciptakan permintaan". Ini berarti suatu perekonomian tidak akan mengalami under-employment atau underconsumption. Sehingga pengeluaran total masyarakat akan selalu dapat mencukupi untuk menunjang produksi pada kesempatan kerja penuh.) Secara sederhana Irving Fisher merumuskan teorinya pada suatu persamaan:

MV = PT

Dimana M adalah jumlah uang, V adalah tingkat perputaran uang (velocity), yakni berapa kali suatu mata uang berpindah tangan dari satu orang ke orang lainnya dalam suatu periode tertentu, P adalah harga barang, T adalah volume barang yang menjadi objek transaksi.

Persamaan di atas merupakan suatu identitas, sebab selalu benar. Artinya ruas kiri dari persamaan itu selalu sama dengan ruas kanan. Jumlah barang yang ditransaksikan (T) dikalikan dengan harganya. (PT menjadi artinya nilai barang tersebut) selalu sama dengan jumlah uang (M) dikalikan dengan perputarannya (V). MV menjadi artinya total pengeluaran. Maka dengan rumusnya Irving Fisher mengartikan:

total pengeluaran (MV) sama dengan nilai barang yang dibeli (PT).

2. Teori Cambridge (Marshall - Pigou)

Berbeda dengan Fisher yang menekankan teorinya pada perputaran uang pada suatu periode tertentu, maka Marshall menekankan pada berapa kali bagian pendapatan (GNP) yang diwujudkan dalam bentuk uang. Itulah sebabnya teorinya sering disebut dengan Cash Balance Equation.

Menurut teoritisi Cambridge, perilaku tiap anggota masyarakat berbeda dalam memegang uang kekayaan. Ada berbagai kemungkinan bentuk alokasi kekayaan itu, antara lain dalam wujud uang. Memegang kekayaan dalam bentuk uang memberi keuntungan bagi pemiliknya karena sifat likuid daripada uang. Uang dengan mudah bias ditukar

dengan barang (kekayaan) lain. Sehingga uang diminta (dipegang) oleh seseorang karena uang sangat mempermudah transaksi dan kegiatan- kegiatan ekonomi lainnya dari orang tersebut. Sebaliknya memegang uang berarti mengorbankan kemungkinan mendapatkan penghasilan dalam bentuk bunga dan/atau keuntungan kapital dalam bentuk kenaikan nilai dari barang kapital atau surat-surat berharga yang menjadi pilihannya. Maka dalam menentukan pilihan permintaan terhadap uang, seseorang akan menimbang keuntungan dan kerugian tersebut. Jadi berbeda dengan teori Fisher yang menekankan bahwa permintaan uang semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan, teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakan. Secara sistematis teori Marshall dapat dituliskan:

M = k.Py.

Dimana k adalah bagian dari pendapatan nasional yang diwujudkan dalam bentuk uang kas.

Persamaan Marshall dapat dikatakan merupakan persamaan yang menunjukkan adanya permintaan akan uang, dimana masyarakat menghendaki sebagian tertentu dari pendapatannya dalam bentuk uang kas. Satu langkah lebih maju dari teori Irving Fisher yang merupakan identitas, telah merupakan persamaan teori kuantitas uang, dimana di dalamnya sudah terkandung pengertian permintaan akan uang.

B. Teori Permintaan Uang Keynes

Teori uang dari Keynes adalah bagian dari teori makronya yang ditulis dalam bukunya: "The General Theory of Employment, Interest and Money".

Meskipun dikatakan bahwa teori uang dari Keynes adalah teori yang bersumber dari teori Cambridge, tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betul-betul berbeda dari teori moneter Klasik.

Perbedaan itu terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai Store of value dan bukan hanya sebagai medium of exchange. Teorinya kemudian terkenal dengan nama Teori Liquidity Preference Keynes membagi permintaan uang atas 3 kategori, yaitu: permintaan untuk tujuan transaksi, permintaan untuk tujuan berjaga-jaga, permintaan untuk tujuan spekulasi.

1. Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga

Keynes menerima pendapat dari Cambridge, bahwa orang yang memegang uang tunai untuk memenuhi dan melancarkan transaksi- transaksi yang dilakukan, dan permintaan untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan nasional dan semakin besar volume transaksi, maka semakin besar pula permintaan uang untuk tujuan transaksi. Keynes juga sependapat bahwa permintaan uang untuk tujuan transaksi tidak merupakan bagian yang selalu konstan dari pendapatan nasional, yang dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja faktor tingkat bunga ini tidak ditekankan oleh Keynes, baru nanti setelah membicarakan motif spekulasi.

Keynes juga membedakan permintaan uang untuk tujuan melakukan pembayaran diluar tujuan transaksi normal. Misalnya untuk pembayaran yang sifatnya darurat seperti kecelakaan, sakit, dan pembayaran tak terduga lainnya. Motif ini disebut dengan motif berjaga- jaga (precautionary motive). Jadi orang memperoleh manfaat dari memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tak terduga tersebut. Menurut Keynes permintaan uang untuk keperluan berjaga-jaga ini juga dipengaruhi oleh penghasilan seseorang itu/ pendapatan masyarakat, dan mungkin dipengaruhi oleh tingkat bunga.

2. Permintaan uang untuk tujuan spekulasi

Hal yang sama sekali baru dari teori Keynes adalah motif ketiga dari permintaan memegang uang, yaitu motif untuk spekulasi. Uang kas yang diinginkan untuk dipegang karena pemegangnya dapat melakukan spekulasi pada tingkat bunga yang akan datang. Spekulasi ini dikaitkan dengan ketidaktentuan pengharapan-harapan (uncertain expectation) dari tingkat bunga yang akan datang, dengan membeli atau menjual

obligasi, dengan harapan memperoleh keuntungan.

Bila ia mengharapkan tingkat bunga yang menaik, (dus harga obligasi turun) di waktu yang akan datang maka adalah rasional baginya untuk menjual obligasi yang ia punyai dan memegang bentuk kekayaannya dalam wujud uang tunai. Sebab dengan berbuat begitu ia bisa menghindari kerugian kapital (capital loss) yang berupa turunnya harga obligasi yang ia punyai. Sebaliknya ia mengharapkan bahwa tingkat bunga akan turun atau harga obligasi akan naik, maka ia lebih baik membeli obligasi atau mengurangi uang tunai yang ia pegang.

Karena dengan tindakan itu ia bisa memperoleh keuntungan kapital (capital gain) berupa kenaikkan harga obligasi tersebut. Dengan memegang obligasi tersebut ia juga akan memperoleh pendapatan berupa bunga obligasi tersebut.

Mekanisme permintaan uang dengan motif spekulasi akan berjalan sesuai dengan feeling seseorang akan tingkat bunga normal menurut dia, dihadapkan dengan tingkat bunga yang berlaku (yang ini dispekulasi). Bila pada suatu waktu tingkat bunga yang berlaku lebih tinggi dari tingkat bunga yang ia anggap normal, maka ia mengharapkan tingkat bunga akan turun dimasa yang akan datang. Sebaliknya jika tingkat bunga yang berlaku lebih rendah dari tingkat bunga yang dianggap normal, maka ia akan mengharapkan tingkat suku bunga akan naik.

Perlu disadari bahwa tingkat bunga normal tersebut bersifat subyektif, untuk setiap orang bisa berbeda, dan untuk seseorang juga bisa berubah setiap waktu.

Bila dinotasikan secara sederhana fungsi permintaan dari teori Keynes adalah sebagai berikut:

Md = k.Y + Q(r,w) P

Keterangan:

Dimana Md adalah permintaan total akan uang dalam arti riil.

k.Y adalah permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan suatu bagian (k) dari pendapatan nasional riil.

BAB VI

Dalam dokumen View of EKONOMI MONETER (Halaman 54-59)