BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
72
15:30 DK 9
Risiko infeksi S : - O :
- infus telah dilepas
- tidak ada kemerahan, bengkak, dan perubahan bentuk pada tangan
A : Masalah tidak terjadi P : Pertahankan intervensi
9.1 cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
9.2 batasi pengunjung bila perlu
9.3 monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local 9.4 lakukan perawatan infus
9.7 kolaborasi pemberian antibiotic
73
efektif dan menimbukan sesak nafas. Sesuai dengan teori diatas peneliti berasumsi selain karna efek peradangan yang menimbulkan mukus dan menghambat jalan nafas bersihan jalan nafas ini juga disebabkan oleh sputum yang menumpuk karena tidak dikeluarkan secara mandiri melalui batuk.
Berdasarkan masalah yang muncul panulis menyusun intervensi seperti melakukan monitoring status oksigen, memonitor frekuensi dan irama nafas, auskultasi suara nafas tambahan, mengajarkan batuk efektif pada anak 2 dan melakukan fisioterapi dada pada anak 1, kolaborasi pemberian terapi nebulizer, antibiotic dan oksigen.
Hasil analisa peneliti terkait kenapa anak 2 tidak mendapatkan terapi fisioterapi dada dan terapi nebulizer seperti anak 1 adalah karena anak 1 masih berusia 1th sehingga kurang kooperatif untuk mengikuti arahan peneliti saat mengajarkan batuk efektif, sedangkan anak 2 sudah berusia 2th lebih dan mampu mengikuti arahan dari ibunya sehingga anak bisa mengeluarkan dahaknya secara mandiri dengan teknik batuk efektif.
Hasil evaluasi setelah peneliti melakukan perawatan selama 4 hari pada anak 1
dan 3 hari pada anak 2 masalah teratasi baik pada anak 1 maupun anak 2 dibuktikan
dengan data penunjang ibu megatakan anaknya tidak kesulitan bernafas lagi, suara
nafas bersih, frekuensi nafas normal, irama nafas teratur dan tidak ada tarikan dinding
dada serta tidak ada pernafasan cuping hidung.
74
4.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-kapiler
Berdasarkan hasil pengkajian muncul masalah gangguan pertukaran gas pada anak 1 dan 2 dengan data ibu mengatakan anak sesak nafas, ada suara nafas tambahan (ronki), terdapat pernafasan cuping hidung, pola nafas yang cepat dan dangkal.
Menurut Djodjosubroto (2009) gangguan pertukaran gas muncul disebabkan daerah paru menjadi padat karna terisi oleh eksudat sehingga terjadi penurunan ratio ventilasi dan perfusi yang berdampak pada penurunan kapasitas difusi. Sesuai dengan teori dan data yang didapat peneliti berasumsi bahwa masalah gangguan pertukaran gas terjadi karna efek dari peradangan yang menyebar kebagian alveolus sehingga alveolus tidak bisa bekerja secara optimal karna terisi oleh eksudat.
Berdasarkan masalah yang muncul peneliti lalu menyusun intervensi kemudian mengimplementasikan dikedua pasien berupa observasi tanda-tanda vital, mengkaji frekuensi dan kemudahan pasien dalam bernafas, observasi adanya tanda-tanda sianosis, mempertahankan istirahat, dan kolaborasi pemberian oksigen nasal kanul pada anak 1 dan 2, hasil evaluasi masalah sama-sama teratasi di buktikan dengan anak tidak sesak lagi, tidak ada suara nafas tambahan, frekuensi nafas dalam rentang normal, irama nafas teratur, tidak ada otot bantu pernafasan dan cuping hidung.
4.2.3 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan defresi pusat pernafasan
Dari hasil pengkajian pada anak 1 dan anak 2 muncul masalah pola nafas tidak
efektif yang didukung data ibu mengatakan anaknya kesulitan bernafas. Menurut
teori dari Hockenberry & Wilsson (2013) obstruksi jalan nafas pada pasien
75
pneumonia yang disebabkan peningkatan produksi sputum menghambat suplai oksigen kejaringan sehingga menimbulkan distress pernafasan yang merupakan kompensasi tubuh karena konsentrasi oksigen yang rendah. Sesuai dengan data yang didapat dilapangan dan didukung oleh teori peneliti berasumsi bahwa masalah pola nafas tidak efektif muncul dikarenakan kurangnya suplai oksigen yang didapat jaringan akibat obstruksi yang terjadi dibronkus sehingga terjadi disstres pernafasan yang menimbulkan gejala seperti sesak dan kelelahan.
Berdasarkan masalah yang muncul peneliti melakukan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah disusun berupa observasi tanda-tanda vital anak, mengkaji frekuensi nafas, mengubah posisi untuk memaksimalkan ventilasi, serta melakukan kolaborasi pemberian oksigen. Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari masalah teratasi pada anak 1 dan 3 hari pada anak 2.
4.2.4 Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
Berdasarkan hasil pengkajian anak 1 dan anak 2 sama-sama mengalami demam dimana suhu badan berada diatas rentang normal anak 1 (37,8
0C) dan anak 2 (38,1
0C).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013) penyebab demam pada anak
bronkopneumonia adalah karna adanya peradangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme sehingga tubuh merespon dan terjadilah demam. Menurut Sherwood
(2012) demam terjadi akibat adanya infeksi atau peradangan, sebagai respon
masuknya organisme pathogen, sel-sel fagositik tertentu (magrofag) akan
mengeluarkan pirogen endogen yang merangsang hipotalamus untuk meningkatkan
76
patokan termo stat. Berdasarkan hasil pengkajian dan teori yang ada peneliti berasumsi bahwa hipertermi yang muncul pada pasien bronkopneumonia merupakan efek dari proses peradangan yang kemudian merangsang hipotalamus.
Berdasarkan hasil study setelah dilakukan tindakan keperawatan dilapangan dengan memonitor suhu tubuh, memberikan kompres pada lipatan paha atau axila, menyelimuti pasien, dan melakukan kolaborasi pemberian antipiretik setlah dilakukan tindakan selama 4 hari padi anak 1 dan 3 hari pada anak 2 masalah hipertermi teratasi.
4.2.5 Cemas berhubungan dengan lingkungan asing
Dari hasil pengkajian ditemukan masalah cemas pada anak 2 yang dibuktikan dengan data subyektif ibu pasien mengatakan anak menangis saat melihat perawat/tenaga medis lainnya data obyektif anak cenderung diam, tampak gelisah, kontak mata buruk dan ketakutan.
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien anak yang mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan takut pada orang baru.Banyaknya stressor yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi menimbulkan dampak negatif yang mengganggu perkembangan anak.
Lingkungan rumah sakit dapat merupakan penyebab stress dan kecemasan pada anak (Utami, 2014).
Analisa peneliti terkait masalah kecemesan yang hanya muncul pada anak 2
adalah karena anak 2 baru pertama kali di rawat inap sehingga merasa asing dengan
lingkungan yang baru berbeda dengan anak 1 yang sebelumnya sudah pernah dirawat
77
inap di rumah sakit dari segi perilaku pun orang tua anak 1 lebih paham tentang kecemasan yang mungkin akan muncul pada anaknya selama dirawat di rumah sakit sehingga orang tua anak 1 membawa mainan kesukaan anak untuk mengalihkan perhatian anak saat ada petugas medis.
Berdasarkan hasil study kasus dimana setelah dilakukan tindakan pendekatan secara tenang, menganjurkan ibu selalu mendampingi pasien dan meyakinkan lalu melakukan terapi bermain mewarnai dengan anak setidaknya dapat mengurangi kecemasan yang dirasakan anak karna hospitalisasi dan anak merasa lebih nyaman.
4.2.6 Defisit pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi
Dari hasil pengkajian pada orang tua anak ke 2 didapatkan data subyektif orang tua mengatakan tidak paham terkait penyakit yang diderita anaknya, ibu mengatakan tidak berani memandikan anaknya karna takut akan memperparah kondisi, dan ibu mengatakan ini kali pertama anaknya dirawat dirumah sakit dan sebelumnya tidak pernah mendapat pendidikan kesehatan tentang penyakit anaknya data obyektif yang didapat orang tua pasien tampak bingug dan hanya diam saat ditanya terkait penyakit anaknya, ibu aktif bertanya tentang penyakit yang diderita anak.
Menurut SDKI (2017) defisit pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya
informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertetu yang bisa disebabkan oleh
beberapa hal misalnya keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kurang
terpapar informasi, kurang mampu mengingat ataupun ketidaktahuan menemukan
sumber informasi. Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
78
Dari hasil study peneliti berasumsi bahwa faktor yang mempengaruhi deficit pengetahuan pada orang tua anak 2 karna ini kali pertama anaknya masuk rumah sakit sehingga belum pernah terpapar informasi terkait Bronkopneumonia, serta adanya pengaruh faktor pendidikan pada orang tua anak 2, setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang proses penyakit, bahaya asap obat nyamuk, dan pentingnya menjaga kebersihan anak terjadi peningkatan pengetahuan orang tua dan menimbulkan motivasi bagi orang tua untuk merubah gaya hidup menjadi lebih baik lagi.
4.2.7 Risiko deficit nutrisi ditandai dengan perubahan psikologis (keengganan untuk makan)
Dari hasil pengkajian didapatkan data pada anak 1 sebelum sakit dan sesudah sakit tidak mengalami penurunan berat badan 11 Kg, TB 70,7 cm, LK 48 cm, LD 52 cm, LILA 15,7 cm, dan pada anak 2 sebelum sakit dan sesudah sakit tidak mengalami penurunan 14 Kg, TB 93 cm, LK 49 cm, LD 54 cm, LILA 16,3 cm. Sesuai dengan kartu menuju sehat (KMS) status gizi anak 1 dan 2 berada digaris hijau yang berarti status gizi baik namum kondisi sakit yang diderita kedua anak akan mempengaruhi nafsu makan. Sehingga peneliti merasa perlu untuk mengangkat diagnose ini untuk mempertahankan status nutrisi anak. Menurut Agustina (2013) penyakit infeksi menjadi salah satu faktor langsung penyebab terjadinya gizi kurang pada balita.
Apabila dimasa ini anak tidak mendapatkan asupan yang cukup akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, selain itu dengan adanya penyakit infeksi yang berada pada tubuh anak akan menurunkan nafsu makannya dan berakibat pada status gizi anak.
Berdasarkan teori yang ada dan hasil study penulis berasumsi bahwa pada anak
bronkopneumonia yang memiliki masalah deficit nutrisi ini berkaitan dengan faktor
79
psikologis yang dipicu oleh efek dari proses penyakit seperti batuk, sesak nafas, anak mudah lelah, dan gangguan pada indra pengecap sehingga anak tidak nafsu makan.
Tidakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini diantaranya ialah mengkaji status nutrisi, mengkaji adanya alergi makanan/minuman,mengecek turgor kulit, monitoring adanya muntah, serta melakukan penilaian tumbang. Hasil evaluasi masalah risiko deficit nutrisi tidak terjadi baik pada anak 1 maupun anak 2.
4.2.8 Risiko jatuh ditandai dengan anak usia 2tahun atau kurang
Dari hasil pengakajian didapatkan data bahwa kedua anak memiliki masalah risiko jatuh yang didukung dengan data obyektif skor humpty dumpty anak 1 = 12 (risiko tinggi) dan skor humpty dumpty anak 2 = 13 (risiko tinggi), anak ditempatkan dikasur orang dewasa, pagar pengaman tidak terpasang dan posisi tempat tidur yang terlalu tinggi. Berdasarkan data tersebut peneliti merasa perlu mengangkat diagnose risiko jatuh untuk menghindari kejadian jatuh.
Menurut trisniawati & richa (2018) kejadian pasien jatuh merupakan masalah
serius di rumah sakit terutama pada pasien rawat inap karena kejadian pasien jatuh
merupakan salah satu indikator keselamatan pasien khususnya anak dan indikator
mutu rumah sakit. Menurut SDKI (2017) risiko jatuh adalah kondisi berisiko
mengalami keruskan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh dimana faktor
risiko yang berkaitan pada kasus ini adalah usia anak 2 tahun atau kurang. Sesuai
dengan teori menurut penulis usia anak berkait an dengan risiko yang memicu jatuh
karna anak usia 2tahun atau kurang akan sangat aktif bergerak namun mengenal
bahaya disekitarnya.
80
Berdasarkan hasil study di lapangan selama perawatan tidak ada kejadian jatuh, penulis berasumsi bahwa pada pasien anak usia 2tahun ataupun kurang sangat perlu adanya kesadaran, perhatian dan kewaspadaan ekstra baik dari perawat, tenaga medis lainnya, maupun orang tua pasien untuk meminimalisir faktor risiko agar anak terhindar dari kejadian jatuh.
4.2.9 Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive
Dari hasil pengkajian diperoleh data kedua pasien mendapat terapi intravena dimana anak 1 sudah 3 hari terpasang infuse sedangkan anak 2 baru hari kedua terpasang infuse tidak ada tanda gejala infeksi yang muncul seperti rubor, dolor, kalor, tumor, dan fungsio laesa pada kedua anak , berdasarkan data tersebut peneliti berasumsi penggunaan alat-alat invasive rentan sekali akan infeksi karena ada jaringan yang terbuka sehingga meningkatkan risiko terpaparnya organisme pathogen hal inilah yang mendasari peneliti mengangkat diagnose risiko inveksi. Menurut Kartono (2009) infeksi nasokomial merupakan masalah serius yang dapat menjadi penyebab kematian secara langsung atau tidak langsung, hal yang paling ringan yang dapat dirasakan adalah menjadi lamanya masa rawat inap.
Untuk mengatasi masalah risiko infeksi peneliti menyusun intervensi dan
melakukan tindakan keperawatan diantaranya mencuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan, membatasi jumlah pengunjung untuk meminimalisir sumber infeksi dari
lingkungan, monitor tanda dan gejala infeksi, melakukan perawatan infus, dan
kolaborasi untuk pemberian antibiotic. Hasil evaluasi setelah dilakukan perawatan
selama 4 hari pada anak 1 dan 3 hari pada anak 2 masalah risiko infeksi tidak terjadi.
81
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada anak 1 dan anak 2 dengan penyakit Bronkpneumoniadi Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Kalimantan Timur peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapatkan dari kedua anak menunjukkan adanya beberapa tanda gejala yang sama. Keluhan yang diarasakan anak 1 juga dirasakan oleh anak ke 2. Keluhan yang memiliki kesamaan dengan teori yang dikemukakan pada bab II ialah anak batuk berdahak, sesak nafas, frekuensi nafas meningkat, anak demam, pada auskultasi thorak terdengar suara nafas tambahan (ronki), ada pernafasan cuping hidung, tarikan dinding dada, terjadi penurunan nafsu makan dan anak tampak gelisah. Dari hasil pemeriksaan penunjang pun menunjukkan hasil yang sama yaitu kesan bronkopneumonia pada kedua anak.
Hal ini menujukkan adanya keselarasan antara teori dan fakta dilapangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Dari 7 diagnosa yang muncul pada anak 1 dan 9 diagnosa yang muncul pada
anak 2 ada 7 diagnosa yang sama-sama dirasakan kedua anak yaitu bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, gangguan
82
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus kapiler, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi, risiko deficit nurisi berhubungan dengan efek psikologis (keengganan untuk makan), risiko jatuh berhubungan dengan anak usia 2 tahun atau kurang, dan risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive. Kemudian 2 diagnosa yang hanya muncul pada anak 2 adalah cemas berhubungan dengan lingkungan yang asing dan deficit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Perencanaan
Perencanaan yang digunakan pada kedua pasien di susun berdasarkan rencana keperawatan menurut NANDA (2015) dan sesuai dengan masalah keperawatan yang ditegakkan berdasarkan kriteria tanda dan gejala mayor, minor serta kondisi klien saat ini.
4. Pelaksanaan tindakan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah
penulis susun diantaranya adalah memonitor status oksigen, tanda-tanda vital,
pertumbuhan dan perkembangan anak, dan memonitor status repirasi, mengkaji
status nurisi serta alergi makanan/minuman, mendengarkan suara nafas
tambahan, mengubah posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi, mengajarkan
batuk efektif, melakukan fisiterapi dada, berkolaborasi untuk pemberian
antibiotic dan antipiretik, memberikan kompres dan menyelimuti pasien,
mengidentifikasi tingkat kecemasan dan tingkat pengetahuan orang tua,
83
memberikan penyuluhan kesehatan, melakukan terapi bermain bersama anak, memasang pagar pengaman tempat tidur untuk menghindari kejadian jatuh, selalu memonitor adanya tanda/gejala infeksi yang mungkin muncul serta melakukan perawatan infus dan selalu membiasakan mencuci tangan sebelum ataupun sesudah tindakan untuk meminimalisir penyebaran infeksi.
5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang di berikan dan didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Pada evaluasi yang penulis lakukan pada anak 1 berdasarkan kriteria yang penulis susun terhadap 4 diagnosa yang teratasi yaitu Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Peningkatan Produksi Sputum, Gangguan Pertukaran Gas beruhubungan dengan Membrane Alveolus- kapiler, Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Depresi Pusat Pernafasan, Hipertermia berhubungan dengan Proses Inflamasi, 3 diagnose risiko tidak terjadi yaitu Risiko Defisit Nutrisi, Risiko Jatuh, dan Risiko inveksi.
Sedangkan pada anak 2 dari 9 diagnosa yang mencul berdasarkan kriteria
hasil yang disusun terdapat 5 diagnosa teratasi yaitu Berihan Jalan Nafas Tidak
Efektif, Gangguan Pertukaran Gas, Pola Nafas Tidak Efektif, Hipertermia dan
Defisit Pengetahuan Orang Tua, ada 1 diagnosa keperawatan
yang teratasi sebagianyaitu Cemas, 3 diagnosa risiko tidak terjadi yaitu Risiko Deficit Nutrisi,
Risiko Jatuh, dan Risiko Infeksi.
84
5.2 Saran
Berdasarkan kasus yang diangkat penulis dengan judul Asuhan Keperawatan Anak dengan Bronkopneumonia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra untuk peningkatan mutu dalam pemberian asuhan keperawatan selanjutnya penulis menyarankan kepada :
1. Peneliti selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengeksplorasi lebih dalam lagi terkait asuhan keperawatan anak dengan bronkopneumonia. Dan dapat mengaplikasikan intervensi keperawatan yang telah disusun dengan baik.
2. Perawat ruangan
Diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif baik kepada pasien maupun orang tua dan dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan diri pasien.
3. Pasien dan orang tua pasien
Diharapkan dapat mengenali bagaimana proses dan tanda gejala serta faktor
penyabab terjadinya bronkopneumonia sehingga untuk kedepannya dapat
merubah pola hidup menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta: EGC
Agustina, I (2013) Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) Penyakit yang
Ditularkan Melalui Udara.Jakarta: Kemenkes RI
Budiono, dkk (2015) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta : Bumi Medika
Dermawan (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Dinkes (2016) Profil Kesehatan Kota Samarinda 2016 Samarinda: Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Fadhila (2013). Rule Of Diagnosis And Treatment Of Bronchopneumonia Patiens On Baby Boys Age 6 Months
Dewi & Noprianty (2018) Risk Factors Related To Faal Incidence In Hospitaliced Pediatric Patient Whit Theory Faye G Abdellah . NurseLine Journal Vol.3 No. 2
Infodatin (2015) Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Jakarta : infodatin
Hockenberry, M.J., & Wilson, D (2009) wong’s essential of pediatric nursing.
(8
thed). St. Louis : Mosby Elsevier
Kartono (2009) Risk Factors Analysis Affecting The occurrence of Nasocomial infection in Child. Jupri Kartono Care Unit of RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Kemenkes RI (2018) Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017 Jakarta : Kementrian Kesehatan RI
Notoadmodjo S (2012) Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Jakarta: PT Rineka Cipta
Nugroho, T (2011) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit
Dalam Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 1 Yogjakarta:
Mediaction
(2013) Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Mediaction
Nursalam (2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, Susila Ningrum dan Sri Utami (2008) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan) Jakarta: SalembaMedika
Riyadi dan Sukarmin (2009) Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi pertama Yogyakarta: Graha Ilmu
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 3 Jakarta : DPP PPNI
Sherwood, L (2012) Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6 Jakarta: EGC Suara, Mahyar. dkk (2013) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta: CV Trans Info
Media
Wijayaningsih, Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta : CV Trans Info Media
WHO (2016). Pneumonia, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs331/en/.
(diakses pada`28 oktober 2018)
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
Nama Preceptee : Yoanita Chairunisa
NIM : P07220116039
Tanggal MRS : 8 Mei 2019 Jam Masuk : 21:15
Tanggal Pengkajian : 12 Mei 2019 No. RM :
Jam Pengkajian : 08:15 Diagnosa Masuk : Bronkopneumonia
Ruangan Rawat Inap : Ruang Perawatan Anak
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Umur Tanggal lahir Suku/bangsa Agama Jenis Kelamin Alamat
: An. I
: 2tahun 4bulan 1hari : 11 januari 2017 : Bugis/Indonesia : Islam
: Perempuan
: Jl. Muara Badak Darma Gabak Toko Lima
Penanggung jawab Biaya
(diisi bila penanggung jawab bukan orang tua)
Nama : Tn. I
Alamat : Jl. Muara Badak Darma Gabak Toko Lima
II.
IDENTITAS
ORANG TUA AyahNama
Umur
Suku/bangsa
Agama
Tn. I
35
thBugis/Indonesia
Ibu Nama
Umur
Suku/bangsa
Agama
Pendidikan
Ny. A
22
thBugis/Indonesia
Islam
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama
Saat MRS: Batuk Saat Pengkajian: Batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Orang tua pasien mengatakan anaknya batuk-batuk
± 3hari, demam dan kesulitan bernafas kemuadian anak dibawa ke klinik BOHC dan mendapatkan tindakan pemasangan O
2, fisioterapi dada, dan terapi obat : antrain 2mg, ranitidine ¼ amp, cefotaxime 250mg, gentamicin 20 mg, nebu combiven kemudian anak dirujuk ke RS SMC pada tanggal 8 mei 2019. Saat dikaji anak hanya berbaring ditempat tidur orang tua mengatakan anak masih batuk berdahak dan kesulitan bernafas, orang tua juga mengatakan anaknya tidak nafsu makan dan menangis bila melihat perawat, dari pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh hasil : N : 98x/i RR : 34x/i T: 38,1.
IV.
RIWAYATKEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1. Prenatal:……….
2. Intranatal:………..
3. Postnatal:………..
V. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah dirawat : ya tidak kapan :……...
diagnosa :…………...
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis………...
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Islam
Smp
Wiraswasta
Jl. Muara Badak Darma Gabak Toko Lima
Pekerjaan
Alamat
Smp
Wiraswasta
Jl. Muara Badak
Darma Gabak Toko
Lima
Riwayat kontrol :
...
...
Riwayat penggunaan obat di rumah : ya tidak 3. Riwayat alergi ya tidak
jenis………...
4. Riwayat operasi ya tidak kapan………...
5. RiwayatImunisasi : ibu pasien mengatakan imunisasi tidak lengkap
VI. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Ya tidak `
jenis : asma
GENOGRAM
VII. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG 1. Antropometri :
a. BB – Sebelum sakit : 14 kg b. BB – Sesudah sakit : 14 kg c. TB/Panjang Badan : 93 cm
d. LK : 49 cm
e. LD : 57 cm
f. LILA : 16,4 cm
g. Status Gizi :
BB/U : Gizi Buruk/ Gizi Kurang/ Gizi Baik/ Gizi Lebih PB/U : Sangat Pendek/ Pendek /Normal/Tinggi
BB/PB(TB) : Sangat Kurus/Kurus/Normal/Gemuk
IMT/U : Sangat Kurus/Kurus/Normal/Gemuk/Obesitas 2. Personal sosial : ibu mengatakan anaknya sering meniru kegiatan ibu
saat melakukan pekerjaan rumah (menyapu)
3. Motorik kasar : anak mampu menendang bola kecil kedepan tanpa berpegangan pada benda apapun
4. Bahasa : anak mampu mengucapkan kata “bapak” dan
“mamak”
5. Motorik halus : anak mampu melepas celananya secara mandiri
VIII. POLA KESEHATAN SEHARI-HARI A. Pola nutrisi dan metabolic
Kegiatan Di rumah Di Rumah Sakit