Ada keterkaitan yang erat antara pemberdayaan dengan partisipasi dimana menurut Craig dan May dalam Hikmat (2004, p. 3) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Dengan adanya partisipasi ini akan meningkatkan rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru. Dengan semakin bertambahnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang maka akan semakin baik kemampuan berpartisipasinya.
Ife (2006, p. 145). menyebutkan bahwa partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin banyak orang yang menjadi peserta aktif dan semakin lengkap partisipasinya maka semakin ideal kepemilikan masyarakat serta proses-proses inklusif yang akan diwujudkan.
Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan". Mikkelsen (2005,p.53-54) menambahkan bahwa partisipasi sesungguhnya adalah berasal dari masyarakat dan dikelola oleh
masyarakat itu sendiri dan hal ini menjadi tujuan dalam suatu proses demokrasi.
Selanjutnya Mikkelsen menyampaikan bahwa istilah partisipasi dan partisipatoris biasanya digunakan dalam beberapa makna berikut yakni (a) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;(b) partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespon berbagai proyek pembangunan;(c) partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang berarti bahwa orang atau kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakana kebebasannya untuk melakukan hal itu;(d) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak-dampak sosial;(e) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannnya sendiri; dan partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan.
Dari beberapa pengertian partisipasi di atas, dapat disusun suatu rumusan atau konsep bahwa yang dimaksud dengan partisipasi adalah ikut mengambil bagian secara aktif dalam menentukan hal-hal yang menyangkut diri atau mempengaruhi hidupnya di dalam suatu kelompok tertentu.
Partisipasi masyarakat menjadi kata kunci dalam upaya pemberdayaan masyarakat dimana Mikkelsen (2005, p. 65): menyebutkan partisipasi dapat berfungsi sebagai alat / instrument pemberdayaan dan partisipasi sebagai tujuan pemberdayaan
- Partisipasi sebagai instrument / alat bila partisipasi dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan normatif seperti keadilan sosial, persamaan dan demokrasi. Partisipasi dipandang juga sebagai alat dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan
- Partisipasi sebagai tujuan dimana partisipasi diarahkan sebagai tujuan yang menghasilkan pemberdayaan dimana setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam mengambil keputusan yang menyangkut kehidupannya.
Sementara itu Oakley dalam Ife (2006, p. 150) juga menyebutkan partisipasi baik sebagai cara maupun sebagai tujuan dan perbandingan di antara keduanya sebagaimana tabel berikut
Tabel 2.4 Perbandingan antara partisipasi sebagai cara dan sebagai tujuan
Partisipasi sebagai Cara Partisipasi sebagai Tujuan
• Berimplikasi pada penggunaan partisipasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya
• Merupakan suatu upaya pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan program atau proyek
• Penekanan pada mencapai tujuan dan tidak terlalu pada aktivitas partisipasi itu sendiri
• Lebih umum dalam program-program pemerintah, yang pertimbangan utamanya adalah untuk menggerakkan masyarakat dan melibatkan mereka dalam meningkatkan efisiensi sistem penyampaian
• Partisipasi umumnya jangka pendek
• Partisipasi sebagai cara merupakan bentuk pasif dari partisipasi
• Berupaya memberdayakan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan mereka sendiri secara lebih berarti
• Berupaya untuk menjamin peningkatan peran rakyat dalam inisiatif-inisiatif pembangunan
• Fokus pada peningkatan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi, bukan sekedar mencapai tujuan-tujuan proyek yang sudah ditetapkan sebelumnya
• Pandangan ini relatif kurang disukai oleh badan-badan pemerintah. Pada prinsipnya LSM setuju dengan pandangan ini
• Partisipasi dipandang sebagai suatu proses jangka panjang
• Partisipasi sebagai tujuan relatif lebih aktif dan dinamis
Sumber : Ife, 2006; 150
Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam pendekatan pembangunan yang berbasis manusia maka konsep partisipasi harus mencakup keduanya yakni baik partisipasi sebagai instrument / alat maupun partisipasi sebagai tujuan yang menghasilkan pemberdayaan sehingga dalam proses pembangunan terjadi perkembangan dan peningkatan kapasitas manusia, tidak semata-mata sebagai objek pelaksana namun mempunyai hak atas
kehidupannya dan hak menentukan jalan hidupnya yang dalam hal ini memerlukan adanya proses perubahan sikap dan perilaku.
Menurut Prety (1995), ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :
a. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah dimana masyarakat hanya menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi.
b. Partisipasi informatif. Di sini masyarakat hanya menjawab pertanyaan pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.
c. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisis masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama.
d. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan.
e. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya.
f. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan, Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan- keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.
g. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta sumberdaya yang diperlukan. Yang terpenting, masyarakat juga memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.
Menurut Hikmat (2004) ada beberapa manfaat dari partisipasi yakni:
- Merupakan strategi yang potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya yang pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat
- Bank Dunia percaya bahwa partisipasi masyarakat di dunia ketiga merupakan sarana efektif untuk menjangkau masyarakat termiskin melalui upaya pembangkitkan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri yaitu melalui semangat wiraswasta (semangat bersaing, mengambil resiko dan inovatif)
- Partisipasi masyarakat di dunia ketiga merupakan sarana efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan, urbanisasi dan industrialisasi
- Partisipasi masyarakat merupakan jaminan terhadap pembangunan yang berkelanjutan karena pembangunan dilakukan atas kesadaran masyarakat sendiri.
- Dengan adanya partisipasi masyarakat memberi peluang pada masyarakat kecil (kelompok akar rumput) melalui organisasi-organisasi masyarakatnya untuk memperoleh keadilan, hak asasi manusia dan demokrasi.
Tentu saja dalam dalam melihat keterlibatan masyarakat tersebut ada saja hal-hal yang dapat mendorong maupun menghambat partisipasi baik yang datangnya dari masyarakat sendiri maupun pihak luar yang terlibat dalam proses pemberdayaan tersebut. Menurut Ife (2006,p.157-158) ada beberapa kondisi yang dapat mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat yakni:
- Masyarakat akan berpartisipasi jika merasa kegiatan tersebut bermanfaat bagi mereka. Untuk itu masyarakat perlu memahami terlebih dahulu permasalahan mereka dan permasalahan tersebut menjadi prioritas untuk ditanggulangi.
- Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka yakin bahwa partisipasi mereka dalam suatu kegiatan akan membawa perubahan yang berarti ke arah yang lebih baik bagi kehidupan mereka
- Bahwa ada berbagai perbedaan partisipasi dalam masyarakat sesuai dengan kondisi / lingkungan masyarakat setempat dengan perbedaan kepentingan,
bakat dan keterampilan. Semua kemampuan masyarakat tersebut harus diperhitungkan untuk mendorong kemampuan partisipasi masyarakat.
- Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka diberi kesempatan dan didukung untuk berpartisipasi.
- Masyarakat akan berpartisipasi jika didukung oleh struktur dan prosedur, misalnya prosedur pertemuan dan pengambilan keputusan yang berasal dari konteks budaya setempat. Oleh karena itu seorang agen perubahan tidak harus menolak atau merubah struktur dan kebiasaan masyarakat setempat.
Selanjutnya Soetrisno (1995, p. 224) mengemukakan bahwa melalui partisipasi akan menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan masyarakat untuk merancang skenario program sesuai dengan kebutuhan mereka dan juga dapat menciptakan sistem evaluasi terhadap program yang dijalankan. Apapun yang telah dilakukan dapat menjadi umpan balik bagi masyarakat dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi perbaikan program tersebut. Dengan demikian partisipasi masyarakat selain memberikan manfaat juga dapat menjadi proses pembelajaran bagi masyarakat dalam meningkatkan kemandirian sehingga mampu mengatasi permasalahan-permasalahan di kemudian hari.
Selain faktor pendorong tersebut di atas, Ife (2006) menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menghambat pelaksanaan partisipasi sebagaimana disimpulkan di bawah ini:
- Tidak terciptanya suasana kondusif bagi berkembangnya partisipasi masyarakat seperti adanya dominasi peranan pihak elit, misalnya dalam identifikasi permasalahan sehingga mengabaikan perspektif masyarakat local. Selain itu tidak tersedianya secara memadai sarana / media lokal untuk mewadahi aspirasi masyarakat.
- Faktor struktural dan kultural masyarakat dimana ide, saran, pendapat yang disampaikan dalam forum yang dihadiri oleh para elit pimpinan local tidak tersalurkan karena struktur yang berkembang cenderung mendorong masyarakat untuk mengikuti dan menyetujui apa yang disampaikan oleh para elit tersebut. Selain itu adanya pengalaman, ide, saran dan pendapat masyarakat yang tidak pernah terwujudkan dalam program membuat masyarakat enggan untuk terlibat dalam program berikutnya.
- Adanya aturan dari organisasi yang menyebabkan perbedaan antara apa yang mau dicapai oleh organisasi dengan tujuan masyarakat. Disamping itu masih adanya cara pandang internal organisasi yang menganggap pengetahuan professional pakar lebih hebat dibandingkan dengan apa yang diketahui rakyat lokal
Menurut Tjokroamidjojo (1993, p. 226) menyebutkan faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah:
- Faktor kepemimpinan dimana untuk menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pemimpin dan kualitas kepemimpinan yang mendukung - Faktor komunikasi dimana gagasan-gagasan, ide-ide dan rencana-rancana
baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat
- Faktor pendidikan dimana dengan tingkat pendidikan yang memadai maka individu akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan
Sementara menurut Sastropoetro (1988, p. 22) faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri atas:
- Pendidikan, kemampuan baca tulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri
- Penginterpretasian yang keliru terhadap ajaran agama
- Kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan lembaga dalam melakukan upaya pemberdayaan sehingga menimbulkan persepsi yang keliru
- Tidak tersedianya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan
Faktor-faktor tersebut satu sama lain saling mempengaruhi dalam menghadirkan hambatan maupun pendorong masyarakat untuk berpartisipasi.