• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan

Dalam dokumen Scanned book : Gerbang Nasib (Halaman 189-197)

"Kau sebenarnya mengerti apa yang kumaksud," kata Tuppence. "Tempat-tempat inilah. Rumah kita. Rumah kita yang baru dan bagus. Dan kebun dan lain-lainnya. Seolah- olah—apa ini bukan tempat yang cocok untuk kita? Kita dulu berpikir tempat ini cocok untuk kita."

"Hm, sampai sekarang pun aku masih berpikir begitu,"

kata Tommy.

"Ya," kata Juppence. "Aku rasa harapanmu lebih besar dariku. Aku merasa tidak enak Ada sesuatu—sesuatu yang tidak beres di sini. Sesuatu yang merupakan peninggalan zaman dulu."

"Jangan kaukatakan lagi itu," kata Tommy.

"Jangan katakan apa?" ,

"Oh, dua perkataan itu."

Tuppence merendahkan suaranya. Dia mendekati Tommy dan berbisik di telinganya. "Mary Jordan?"

"Ya. Betul. Itu yang ada di kepalaku."

"Juga di kepalaku, kuharap. Tapi, apa hubungannya dengan zaman sekarang ini? Apa urusannya dengan masa lalu?" kata Tuppence. "Seharusnya kan tak ada kaitannya lagi dengan zaman ini."

"Maksudmu, masa lalu tak ada hubungannya dengan masa kini? Tentu saja ada," kata Tommy. "Ada, walaupun dalam cara yang aneh —yang tak terpikirkan orang. Maksudku, orang tak berpikir hal itu akan terjadi."

"Maksudmu, banyak hal terjadi karena apa yang telah terjadi di masa lalu?"

"Ya. Semacam rantai panjang. Seperti kau punya. Dengan lubang rantai, lalu dengan manik-manik—dari waktu ke waktu."

"Jane Finn dan sebagainya. Seperti Jane Finn dalam petualangan kita ketika kita masih muda, karena kita ingin bertualang."

"Ya. Dan itu terlaksana," kata Tommy. "Kadang-kadang aku memikirkan hal itu dan heran sendiri melihat kita bisa keluar dalam keadaan hidup."

"Lalu vang lainnya. Kau ingat ketika kita bekerja sama, dan pura-pura jadi agen detektif?"

"Oh, itu menyenangkan sekali," kata Tommy. "Kau ingat—"

"Tidak," kata Tuppence. "Aku tak mau mengingat-ingat.

Aku tak ingin kembali ke masa lalu —kecuali kalau itu sebagai batu loncatan. Itu yang kaukatakan tadi. Tidak. Tapi semua itu membuat kita berlatih mempraktekkan sesuatu, ya?" Lalu kita punya pengalaman berikutnya."

"Ah," kata Tommy. "Nyonya Blenkensop, ya?"

Tuppence tertawa.

"Ya. Nyonya Blenkensop. Aku tak akan lupa waktu aku masuk ke dalam ruangan itu dan melihatmu duduk di sana."

"Berani betul kau. Nguping pembicaraanku dengan Tuan siapa itu—aku lupa. Lalu—"

"Lalu Nyonya Blenkensop," kata Tuppence. Dia tertawa juga. "N atau M. Angsa, angsa, angsi."

"Tapi kau tidak—" kata Tommy ragu-ragu— "kau tidak percaya bahwa itu semua merupakan batu loncatan untuk masa sekarang ini?"

"Ya, memang betul juga," kata Tuppence. "Maksudku, Tuan Robinson pasti tidak akan mengatakan apa yang dia katakan kepadamu kalau pikirannya tidak penuh dengan hal- hal seperti itu. Salah satunya aku."

"Ya, benar."

"Tapi sekarang," kata Tuppence, "ini semua menjadi lain.

Maksudku, Isaac mati. Dihantam di kepala. Waktu berada di kebun kita."

"Kaupikir itu tak ada hubungannya dengan—"

"Ya, memang itu membuat kita berpikir-pikir," kata Tuppence. "Itulah yang kumaksud. Kita tidak menyelidiki sekadar misteri detektif lagi. Maksudku, menyelidiki tentang masa lalu dan mengapa orang mati seperti itu. Semuanya menjadi bersifat pribadi. Sangat pribadi. Maksudku, dengan kematian Pak Isaac tua ini."

"Dia sudah sangat tua. Barangkali itu yang menyebabkan kematiannya."

"Ah, kan sudah ada bukti-bukti medis seperti, yang

dibicarakan tadi? Seseorang ingin membunuhnya. Untuk apa?"

"Kenapa mereka tidak membunuh kita saja kalau yang diincar adalah kita?" kata Tommy.

"Barangkali mereka akan mencoba itu. Barangkali Isaac bisa memberitahu kita sesuatu. Barangkali dia memang akan menceritakan sesuatu pada kita. Barangkali bahkan dia mengancam seseorang dengan mengatakan akan

menceritakan sesuatu pada kita. Misalnya sesuatu yang dia tahu tentang gadis itu atau salah seorang Parkinson. Atau—

atau semua urusan mata-mata tahun sembilan belas empat belas ini. Rahasia-rahasia yang dijual. Lalu—dia terpaksa dibungkam. Tapi kalau kita tidak datang dan tinggal di sini, dan tanya-tanya orang dan menyelidiki, barangkali itu tak akan terjadi."

"Jangan terlalu jauh "

"Aku sudah jauh. Dan aku tidak akan melakukan sesuatu untuk bersenang-senang lagi. Ini bukan sesuatu yang lucu.

Kita melakukan sesuatu yang berbeda sekarang, Tom. Kita memburu seorang pembunuh. Tapi siapa? Tentu saja kita

belum tahu. Tapi kita akan menemukannya. Ini bukan masa lalu, tapi masa sekarang ini. Sesuatu yang terjadi hanya—

berapa?—lima hari yang lalu. Enam hari yang lalu. Berarti masa kini. Kejadian itu di sini dan ada hubungannya dengan kita, dengan rumah ini. Dan kita harus mencari tahu. Dan kita akan tahu. Aku tak tahu bagaimana caranya. Tapi kita harus memakai petunjuk yang ada dan mengikutinya. Aku merasa seperti seekor anjing yang mengikuti jejak dengan hidung mengendus-endus tanah. Aku akan mengikutinya di sini, dan menjadi anjing pemburu. Mengelilingi dan melihat tempat- tempat lain. Seperti apa yang kaulakukan sekarang. Dan menyelidiki macam-macam. Menyelesaikan —apa—

penyelidikan. Pasti ada yang tahu banyak. Bukan karena mereka melihat sendiri, tapi karena mereka mendengar dari orang-orang lain. Cerita-cerita yang pernah mereka dengar.

Rumor. Gosip.”

“Tapi, Tuppence, apa ada kesempatan bagi kita—"

"Oh ya, pasti," kata Tuppence. "Aku tak tahu bagaimana atau dengan jalan apa. Tapi aku percaya bahwa kalau kita punya ide yang nyata dan meyakinkan, sesuatu yang benar- benar hitam dan jahat, dan menghantam kepala Isaac tua dari belakang itu jahat dan hitam—" Dia terdiam.

"Kita bisa mengganti nama rumah ini lagi," kata Tommy.

"Apa maksudmu? Menamakannya Swallow's Nest dan bukan The Laurels?"

Sekelompok burung terbang di atas mereka. Tuppence menolehkan kepalanya dan memandang pintu gerbang rumahnya. "Swallow's Nest adalah salah satu namanya. Apa bagian belakang kata-kata itu? Yang diucapkan oleh ahli penyelidikanmu. Gerbang Kematian?"

"Bukan, Gerbang Nasib."

"Nasib. Seperti komentar untuk kejadian yang baru saja dialami Isaac. Gerbang Nasib—Gerbang Rumah kita."

"Sudahlah. Jangan terlalu dipikir."

"Ah, aku tak tahu kenapa," kata Tuppence. "Hanya sebuah ide yang singgah di kepalaku."

Tommy memandangnya dengan heran dan menggelengkan kepalanya.

"Swallow's Nest sebetulnya nama yang manis," kata Tuppence. "Atau bisa jadi bagus. Barangkali nanti bisa."

"Idemu kok luar biasa."

"Ada sesuatu yang bernyanyi seperti burung. Begitulah caranya kalau semua berakhir. Barangkali semua ini akan berakhir begitu."

Sebelum mereka sampai di rumah, Tommy dan Tuppence melihat seorang wanita berdiri di depan pintu.

"Siapa dia?" kata Tommy. "Rasanya aku pernah

melihatnya," kata Tuppence. "Tapi aku tak ingat siapa dia. Oh, kalau nggak salah dia keluarga Isaac tua. Mereka semua tinggal bersama-sama dalam sebuah pondok. Ada tiga atau empat anak laki-laki, wanita ini, ada lagi seorang wanita, seorang gadis. Tapi barangkali juga bukan."

Wanita itu membalikkan badan dan berjalan mendekati mereka.

"Nyonya Beresford?" katanya memandang Tuppence.

"Ya," kata Tuppence.

"Saya rasa—Nyonya belum tahu saya. Saya menantu Pak Isaac. Saya istri anaknya, Stephen. Tapi dia telah meninggal—

meninggal karena kecelakaan. Kecelakaan truk. Truk-truk besar itu. Tapi sudah lama. Kejadiannya di salah satu jalan M.

Jalan M 1 kalau tak salah. M 1 atau M 5. Bukan, M 5 yang sebelumnya. M 4 barangkali. Pokoknya, di jalan itulah. Lima atau enam tahun yang lalu. Saya ingin—saya ingin bicara dengan Anda. Anda dan—suami Anda—" Dia memandang

Tommy. "Anda mengirim bunga ke makam, bukan? Dan Pak Isaac bekerja di kebun ini, kan7"

"Ya," kata Tuppence. 'Dia pernah bekerja di sini. Kejadian ini benar-benar menyedihkan.'

"Saya ingin mengucapkan terima kasih. Bunga itu indah sekali. Bagus dan besar."

"Kami sangat berterima kasih karena Isaac telah banyak membantu kami," kata Tuppence. "Dia banyak membantu membereskan rumah im. Dia juga memberitahu banyak hal karena kami tak tahu banyak tentang rumah ini, dimana barang-barang disimpan, dan sebagainya. Dan dia mengajari banyak hal tentang cara berkebun."

"Ya, dia memang tahu benar akan pekerjaannya. Tapi dia tidak bisa terlalu banyak bekerja karena dia sudah tua. Dan dia tak suka membungkuk. Suka sakit pinggang. Jadi dia tak bisa membantu sebanyak dia inginkan."

"Dia baik dan banyak membantu," kata Tuppence dengan tegas. "Dan dia tahu banyak hal di sini. Tahu banyak orang, dan cerita banyak pada kami."

"Ah, dia memang banyak tahu. Banyak keluarganya di sini.

Tentu bukan melihatnya sendiri, tapi mereka mendengar tentang apa yang terjadi. Baiklah, Nyonya. Saya mohon pamit.

Saya hanya datang untuk mengucapkan terima kasih."

"Terima kasih kembali," kata Tuppence.

"Nyonya terpaksa mencari orang lain untuk bekerja di kebun, saya rasa."

"Ya, saya rasa begitu," kata Tuppence. "Kami tidak terlalu bisa dan tahu akan hal itu. Apa Anda—barangkali Anda—" dia ragu-ragu sejenak karena takut salah bicara pada waktu yang tidak sesuai—"barangkali Anda tahu seseorang yang bisa bekerja di kebun."

"Hm, saat ini saya belum tahu benar. Tapi saya akan ingat- ingat itu. Nanti saya suruh si Henry—anak saya yang nomor dua—memberi-tahu Nyonya kalau ada yang mau bekerja di kebun. Selamat siang."

"Siapa nama Isaac? Aku kok lupa," kata Tommy sambil masuk ke dalam rumah. "Maksudku, nama belakangnya."

"Oh, Isaac Bodlicott, barangkali."

"Jadi itu tadi Nyonya Bodlicott?"

"Ya. Aku rasa dia punya beberapa anak laki-laki dan satu anak perempuan. Mereka semua tinggal serumah. Itu, di pondok di jalan arah ke Marshton Road. Apa dia tahu siapa yang membunuh Isaac?" kata Tuppence.

"Aku rasa tidak," jawab Tommy. "Dia tak kelihatan seperti itu."

"Aku tak tahu bagaimana kelihatannya orang yang tahu tentang itu," kata Tuppence. "Susahkan, menerangkannya?"

"Aku rasa dia datang untuk bilang terima kasih. Untuk bunga itu. Aku rasa wajahnya tidak menunjukkan seperti orang yang—-hm—penuh dendam. Aku rasa dia sudah mengatakannya kalau memang begitu."

"Bisa jadi. Bisa juga tidak," kata Tuppence.

Dia masuk ke dalam rumah dengan pikiran penuh.

Dalam dokumen Scanned book : Gerbang Nasib (Halaman 189-197)