• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelidikan Tuppence

Dalam dokumen Scanned book : Gerbang Nasib (Halaman 143-148)

"Mudah-mudahan saya tak mengganggu Anda datang mendadak seperti ini," kata Tuppence. "Saya tadi sudah berpikir mau menelepon dulu karena barangkali saja Anda keluar atau sedang sibuk. Tapi saya tak ada keperluan khusus.

Jadi, misalnya Anda akan pergi, saya juga bisa pulang. Saya tak apa-apa."

"Oh, tidak, tidak, Nyonya Beresford. Silakan. Saya tak sibuk dan tak ada rencana apa-apa," kata Nyonya Griffin.

Dia menggeser duduknya dan menyandarkan

punggungnya sambil memandang senang pada Tuppence yang kelihatan agak ragu-ragu.

"Saya senang kalau ada orang baru datang dan tinggal di sini. Kami sudah terlalu terbiasa dengan tetangga-tetangga kami yang lain sehingga sebuah wajah baru, atau sepasang wajah baru, benar-benar membuat gembira. Benar-benar menggembirakan! Dan saya harap Anda berdua nanti dapat datang untuk makan malam. Saya tak tahu jam berapa suami Anda biasa pulang. Dia biasanya pergi ke London, kan?"

"Ya," kata Tuppence. "Anda baik sekali. Saya harap Anda juga dapat datang ke tempat kami kalau semuanya sudah beres. Saya selalu berpikir rumah itu sebentar lagi beres.

Tetapi ternyata belum beres-beres juga."

"Ya, memang begitu biasanya," kata Nyonya Griffin.

Tuppence tahu dari banyak sumber informasi, para pembantu, si Isaac tua, Gladys pegawai kantor pos, dan lain- lain, bahwa umur Nyonya Griffin sudah sembilan puluh empat tahun. Tapi cara dia duduk dan berdiri yang begitu tegak—

sebetulnya untuk menghilangkan rasa sakit rematik di punggungnya—membuat Nyonya Griffin kelihatan jauh lebih muda. Kecuali wajahnya yang telah keriput, kepala berambut

putih yang terbungkus penutup kepala berenda itu mengingatkan Tuppence pada dua orang neneknya. Dia memakai kacamata dan alat pembantu pendengaran yang kadang-kadang saja dipakai. Dan dia kelihatan masih sehat.

Kelihatannya dia akan dapat melewati umur seratus atau seratus sepuluh tanpa kesulitan.

"Kesibukan apa saja yang Anda lakukan akhir-akhir ini?"

tanya Nyonya Criffin. "Saya rasa tukang-tukang listrik itu sudah keluar rumah, kan? Dorothy cerita pada saya. Itu, Nyonya Rogers.. Dia dulu pembantu saya. Dan sekarang dia kemari dua kali seminggu, membersihkan rumah."

"Ya, benar. Syukurlah," kata Tuppence. "Saya selalu terperosok dalam lubang-lubang yang mereka buat.

Sebenarnya saya datang untuk— wah ini memang tolol—dan saya rasa Anda akan menganggapnya tolol juga. Begini. Saya membongkar banyak barang, antara lain rak-rak buku tua.

Kami membeli buku-buku itu dengan rumahnya sekalian.

Buku-buku itu kebanyakan buku anak-anak, tapi saya menemukan buku-buku favorit saya yang sudah tua-tua."

"Ah, ya," kata Nyonya Griffin. "Anda pasti senang bisa membaca-baca lagi buku favorit yang sudah lama. Barangkali The Prisoner of Zenda. Nenek saya suka membaca buku itu.

Saya sendiri pernah membaca sekali. Sangat menyenangkan.

Sangat romantis. Saya rasa buku romantis pertama yang boleh dibaca anak-anak remaja. Karena membaca novel bukan hal yang dipentingkan pada zaman itu. Ibu dan nenek saya tidak suka kami membaca novel pagi-pagi. Waktu itu istilahnya buku cerita. Kami boleh membaca buku-buku sejarah atau buku-buku serius lainnya di pagi hari. Tapi novel dianggap sesuatu yang sifatnya hiburan, jadi baru boleh dibaca sore- sore."

"Ya," kata Tuppence. "Saya menemukan cukup banyak buku yang ingin saya baca lagi. Buku-buku Nyonya

Molesworth."

"The Tapestry Room?" kata Nyonya Griffin dengan cepat.

"Ya. Itu salah satu favorit saya."

"Hm. Saya paling suka Four Winds Farm" kata Nyonya Griffin.

"Ya, saya juga suka itu. Dan beberapa buku lainnya. Dari pengarang-pengarang lain. Akhirnya saya membereskan rak paling bawah. Kelihatannya pernah ada kecelakaan di situ, karena ada yang rusak. Barangkali waktu mengangkat-angkat perabotan ada perabotan berat terjatuh. Ada semacam lubang di situ, dan saya menemukan banyak barang-barang tua di dalamnya. Kebanyakan buku-buku yang robek. Tapi di antaranya saya temukan ini."

Dia mengeluarkan sesuatu yang dibungkus kertas coklat, dan membukanya.

"Ini sebuah buku ulang tahun," katanya. "Buku ulang tahun kuno. Dan ada nama Anda di situ. Nama Anda—saya ingat waktu Anda memberitahu saya—nama Anda dulu Winifred Morrison, bukan?"

"Ya, ya. Betul."

"Nama itu ada di buku ini. Jadi saya pikir— barangkali Anda suka melihat-lihatnya lagi. Barangkali ada nama teman lama Anda di situ yang bisa membuat Anda senang."

"Ah, Anda baik sekali. Terima kasih. Tentu saja saya senang. Memang. Hal-hal yang terjadi di waktu lampau, kalau diingat-ingat terasa menyenangkan untuk orang-orang tua seperti saya. Terima kasih banyak."

"Bukunya sudah agak rapuh dan pudar," kata Tuppence sambil membersihkan buku itu.

"Hm—hm, ya," kata Nyonya Griffin. "Setiap orang punya buku ulang tahun. Itu zaman dulu waktu saya masih gadis.

Barangkali ini salah satu buku ulang tahun yang terakhir.

Semua gadis-gadis teman sekolah saya punya buku seperti ini.

Kita menulis sesuatu di buku teman dan teman-teman menulis di buku kita,"

Dia membuka buku itu dan membacanya.

"Ah—ya—ya. Buku ini mengingatkan saya pada masa lalu,"

gumamnya. "Ya, tentu. Helen Gilbert—ya,ya. Dan Daisy

Sherfield. Sherfield, ya. Oh, ya, saya ingat. Dia selalu memakai apa itu—kawat di mulut—untuk giginya. Dan dia selalu

mencopotnya. Katanya tidak enak. Dan Edie Crone, Margaret Dickson. Ah, ya. Tulisan mereka bagus-bagus. Lebih bagus dari tulisan gadis-gadis sekarang. Seperti surat keponakan saya—saya tidak bisa membaca tulisan mereka. Seperti hieroglif. Harus ditebak-tebak. Mollie Short. Ah, ya. Gadis itu gagap—ah buku ini membuat saya bernostalgia."

"Saya rasa sudah tak banyak lagi yang—" Tuppence tidak melanjutkan kalimatnya karena merasa tak sepantasnya diucapkan.

"Anda mengira sudah banyak yang meninggal, barangkali.

Ya, memang benar. Tapi tidak semua. Tidak. Saya punya beberapa teman lama yang masih hidup. Tidak tinggal di sini.

Karena kebanyakan teman-teman gadis saya menikah lalu pindah. Ke luar negeri atau ke tempat lain

194

di dalam negeri. Dua dari teman lama saya ada di Northumberland. Ya, ya. Menarik sekali."

"Di situ tak ada Parkinson, saya rasa. Saya tak melihat nama itu," kata Tuppence.

"Oh, tidak. Ini sesudah periode Parkinson. Ada yang ingin Anda ketahui tentang keluarga Parkinson?"

"Oh, ya. Sekadar ingin tahu saja. Tak ada apa-apa. Tapi waktu melihat-lihat, saya jadi tertarik pada si Alexander

Parkinson. Dan waktu saya jalan-jalan di halaman gereja, saya

melihat batu nisannya. Anak itu mati muda rupanya. Dan itu membuat saya lebih tertarik."

"Dia memang mati muda," kata Nyonya Griffin. "Ya. Semua kasihan melihat kenyataan itu. Anak itu amat cerdas, dan mereka mengharapkan—ya, masa depan yang amat cerah untuknya. Dia tidak meninggal karena sakit, tapi karena makanan yang dimakannya waktu piknik. Saya rasa begitu cerita Nyonya Henderson. Dia ingat banyak hal tentang keluarga Parkinson."

"Nyonya Henderson?" tanya Tuppence.

"Oh, Anda belum tahu dia. Dia tinggal di salah satu rumah jompo. Namanya Meadow side. Kira-kira—kira-kira dua belas atau lima t>elas mil dari sini. Sebaiknya Anda temui dia. Dia bisa cerita banyak tentang rumah Anda, saya rasa. Namanya dulu Swallow's Nest. Dan sekarang lain lagi, ya?"

"The Laurels."

"Nyonya Henderson lebih tua dari saya walaupun dia anak bungsu dari keluarga besar. Dia pernah jadi guru privat Lalu pernah jadi perawat untuk menemani Nyonya Beddingfield pemilik Swallow's Nest—atau The Laurels. Dan dia senang cerita tentang masa lampau. Saya rasa sebaiknya Anda datangi dia."

"Ah, saya rasa dia tidak akan—"

"Oh, saya yakin dia pasti suka. Datangi dia. Katakan bahwa saya yang memberitahu. Dia masih ingat saya, dan adik saya Rosemary. Kadang-kadang saya mengunjungi dia. Tapi

belakangan ini tidak lagi, karena saya sudah tidak terlalu kuat.

Dan Anda juga bisa menengok Nyonya Henley yang tinggal di—apa ya namanya?—Apple Tree Lodge, saya rasa. Itu tempat para pensiunan tua. Bukan kelas yang sama. Tapi cukup baik. Dan banyak gosip beredar di sana! Saya yakin mereka semua akan senang dikunjungi. Itu merupakan selingan."

Dalam dokumen Scanned book : Gerbang Nasib (Halaman 143-148)