• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tommy dan Tuppence Bertukar Pikiran

Dalam dokumen Scanned book : Gerbang Nasib (Halaman 148-155)

merasakan lobster salad untuk pertama kali waktu itu. Mereka memang pernah mendengar masakan itu dihidangkan di rumah-rumah orang kaya, tapi baru kali itu merasakannya sendiri."

"Oh," kata Tommy. "Tak banyak membantu kalau begitu."

"Kau keliru. Ini cukup membantu, karena mereka tak pernah melupakan makan malam itu. Lalu aku tanya kenapa mereka selalu ingat malam itu Dan mereka bilang karena sensus."

"Apa? Sensus?"

"Ya. Kau pasti tahu, sensus. Tahun kemarin ada. Atau tahun sebelumnya? Itu—kita menulis data dan

menandatangani. Semua orang yang menginap di rumah pada malam tertentu. Dan sebagainya. Pada malam tanggal 15 November, siapa saja yang tidur di rumahmu? Lalu kau menulis nama-nama itu. Atau mereka harus mendaftarnya?

Aku lupa yang mana. Pokoknya pada hari itu ada sensus, dan setiap orang harus tahu siapa-siapa tinggal di rumahnya. Dan karena banyak orang yang ke pesta, mereka pun bicara tentang hal itu. Mereka bilang itu tidak fair dan itu merupakan sesuatu yang tolol untuk dilakukan. Dan mereka masih tidak bisa menerima kalau hal itu dilakukan sampai sekarang, karena orang harus menulis kalau punya anak, atau kalau menikah, atau tidak menikah tapi punya anak, dan

sebagainya. Orang harus menulis banyak data pribadi, dan mereka anggap itu tidak baik. Tidak untuk sekarang ini. Jadi mereka- bingung. Bukan tentang sensus lama itu, karena tak ada yang peduli. Tapi karena suatu kejadian di malam itu."

"Sensus itu mungkin berguna kalau kau tahu persis tanggalnya," kata Tommy.

"Maksudmu, kau bisa mengecek sensus itu?"

"Oh ya. Kalau kita tahu harus berurusan dengan siapa, kita bisa mengecek dengan mudah."

"Dan mereka ingat Mary Jordan yang dibicarakan banyak orang. Semua bilang dia kelihatan seperti gadis baik-baik. Dan semuanya suka pada dia. Dan mereka tak bisa percaya—orang kan suka cerita macam-macam Mereka bilang— yah, dia memang setengah Jerman. Jadi mereka harus lebih hati-hati dengan dia."

Tuppence meletakkan cangkir kopinya yang kosong dan menyandarkan badannya lagi.

"Ada yang kira-kira memberi harapan?" tanya Tommy.

"Tidak. Tidak terlalu” kata Tuppence. "Tapi barangkali bisa.

Orang-orang tua itu bicara tentang hal itu. Dan kebanyakan mendengar dari anggota keluarga yang lebih tua. Cerita-cerita tentang di mana menyimpan atau menemukan sesuatu. Ada cerita tentang surat wasiat yang disimpan di dalam vas porselen. Sesuatu tentang Oxford dan Cambridge—walaupun aku tak tahu bagaimana orang bisa tahu bahwa ada benda disembunyikan di Oxford atau di Cambridge. Kelihatannya tak masuk akal."

"Barangkali ada yang punya keponakan kuliah di sana”

kata Tommy, "yang membawa sesuatu kembali ke Oxford atau Cambridge."

"Bisa jadi. Tapi rasanya tidak."

"Apa ada yang bicara tentang Mary Jordan?"

"Hanya dengar-dengar saja—tidak benar-benar tahu apakah dia memang mata-mata Jerman. Hanya dari nenek atau sepupu ibu mereka atau teman Paman John yang Angkatan Laut itu."

"Apa mereka bicara tentang bagaimana Mary meninggal?"

"Mereka menghubungkan kematiannya dengan kekeliruan antara daun foxglove dan bayam. Mereka bilang semua sembuh kecuali dia."

"Menarik” kata Tommy. "Ceritanya sama, setting-nya lain."

"Barangkali terlalu banyak ide” kata Tuppence. 'Seseorang bernama Bessie berkata, 'Hanya nenek saya yang mengatakan cerita itu. Dan kejadiannya sudah bertahun-tahun lalu. Saya rasa tidak semua detilnya benar. Dia biasanya begitu. Kau bisa membayangkan kan, Tom. Kalau semua orang bicara

sekaligus kan membingungkan. Ada yang bicara tentang spionase dan racun pada waktu piknik dan sebagainya. Aku tak bisa mendapat tanggal yang tepat, karena cerita itu kan memang mereka dengar dari orang lain. Kalau dia bilang, 'Saya baru enam belas tahun waktu itu dan rasanya seru mendengarnya/ kita tak tahu berapa umur neneknya waktu itu." Barangkali dia jawab sembilan puluh karena orang suka bilang mereka sebetulnya lebih tua, atau baru lima puluh dua walaupun sebenarnya tujuh puluh."

"Mary Jordan," kata Tommy sambil berpikir, "mati tidak wajar. Dia merasa curiga. Apa kira-kira anak itu pernah cerita pada polisi?"

"Maksudmu Alexander?"

"Ya—. Dan karena itulah maka dia bicara terlalu banyak.

Dan karena itu pula dia harus mati."

"Banyak hal tergantung pada Alexander," kata Tuppence.

"Kita tahu kapan Alexander meninggal. Karena kuburnya ada di sini. Tapi Mary Jordan—kita masih belum tahu kapan atau mengapa."

"Kita akan tahu juga nanti," kata Tommy. "Kau sudah membuat daftar nama, dan tanggal, dan hal-hal lain. Kau pasti akan heran jika menyadari apa saja yang bisa kita selidiki berdasarkan satu atau dua kata yang aneh di sana-sini."

"Kelihatannya kau punya banyak teman yang bisa membantu," kata Tuppence dengan iri.

“Kau kan juga punya," kata Tommy.

"Sebetulnya tidak," jawab Tuppence.

"Ah, kau punya. Kau bisa membuat orang berbuat sesuatu," kata Tommy. "Sekali kau mengunjungi wanita tua dengan buku ulang tahun. Lalu, tahu-tahu kau sudah ada di tengah-tengah para pensiunan atau melakukan sesuatu yang lain. Dan kau tahu tentang apa yang terjadi pada zaman kakek buyut mereka—nenek buyut mereka, dan Paman John atau para bapak baptis. Barangkali juga seorang perwira Angkatan Laut tua. yang cerita tentang spionase. Dan kalau kita terus menyelidiki tanggal-tanggal tertentu serta melacak kejadian- kejadian tertentu, barangkali saja—siapa tahu?—kita akan mendapat sesuatu."

"Kira-kira siapa ya, mahasiswa yang disebut-sebut itu—

Oxford dan Cambridge. Yang katanya menyembunyikan sesuatu."

"Kedengarannya tidak seperti spionase," kata Tommy.

"Ya. Dan memang bukan," kata Tuppence.

"Dan dokter-dokter dan pendeta-pendeta tua," kata Tommy. "Aku rasa itu bisa dicek. Tapi rasanya tak akan

memberi arah ke mana-mana. Terlalu jauh. Dan kita tak cukup dekat. Kita tak tahu—. Apa ada hal-hal aneh yang kaualami lagi, Tuppence?"

"Maksudmu, apakah ada orang yang mencoba mencelakai aku dua hari terakhir ini? Tidak, tidak ada. Tak ada orang mengundangku berpiknik. Rem mobil juga tak apa-apa. Ada sebotol cairan untuk mematikan alang-alang di gudang kebun, tapi kelihatannya belum dibuka."

"Isaac menaruhnya di sana supaya mudah mengambilnya kalau kalau kau keluar membawa sandwich."

"Oh, kasihan Isaac," kata Tuppence. "Jangan mengejek dia, Tom. Dia jadi teman baikku. Ah —ya—itu mengingatkan aku pada—"

"Apa yang kauingat?"

"Wah, aku tak tahu. Lupa," kata Tuppence sambil

mengejap ngejapkan mata. "Waktu kau menyebut Isaac tadi, rasanya aku.teringat sesuatu."

"Wah," kata Tommy sambil menarik napas.

"Ada cerita tentang seorang wanita tua," kata Tuppence.

"Kata orang wanita itu selalu menyimpan hartanya di kaus tangannya setiap malam. Aku rasa giwangnya—kalau tak salah. Dialah yang mengira bahwa semua orang mera-

cuninya. Dan ada lagi yang ingat ada orang yang meletakkan sesuatu di kotak derma. Itu— kotak porselen yang disediakan untuk derma anak-anak telantar. Ada sebuah label tertempel di situ. Tapi rupanya kotak porselen itu bukan berisi derma untuk anak telantar. Wanita itu biasa memasukkan uang lima pound di dalamnya sehingga dia selalu punya persediaan uang. Dan kalau kotak itu sudah penuh, dia biasa membeli kotak baru. Kotak yang lama dipecahnya."

"Dan membelanjakan uangnya, aku rasa," kata Tommy.

"Ya—itulah tujuannya. Saudara sepupuku, Emlyn, biasa bilang begitu," kata Tuppence yang sedang mengingat-ingat apa yang pernah dia dengar. "Tak ada orang yang akan mencuri kotak derma untuk anak-anak telantar, kan? Dan kalau ada yang memecahkan kotak seperti itu, pasti ada yang melihat, kan?"

"Kau belum menemukan buku-buku yang berisi khotbah di atas?"

"Belum. Kenapa?" tanya Tuppence.

"Hm. Aku cuma berpikir itu kan tempat yang bagus untuk menyembunyikan sesuatu. Hal-hal yang membosankan mengenai teologi. Buku tua rusak yang bagian tengahnya dilubangi."

"Tidak ada buku begitu. Aku pasti tahu kalau melihatnya,"

kata Tuppence.

"Apa kau akan membaca buku seperti itu?"

"Oh, tentu saja tidak," kata Tuppence.

"Nah. Apa kubilang? Kau pasti tak akan membacanya. Kau pasti akan membuangnya begitu saja," kata Tommy.

"The Crown of Success. Itu buku yang kuingat," kata Tuppence. "Ada dua copy. Hm—

mudah-mudahan saja keberhasilan akan me-mahkotai kita."

"Kelihatannya tidak. Siapa yang membunuh Mary Jordan?

Itulah buku yang akan kita tulis nanti."

"Kalau kita berhasil mengungkapkannya," kata Tuppence dengan muram.

Dalam dokumen Scanned book : Gerbang Nasib (Halaman 148-155)