• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencapaian Sasaran Indikator Kesejahteraan Masyarakat Tahun

Dalam dokumen buku ii nota keuangan beserta rapbn ta 2022 (Halaman 76-83)

ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO

1.3 Pencapaian Sasaran Indikator Kesejahteraan Masyarakat Tahun

2017–2021 dan Proyeksi Tahun 2022 Pandemi Covid-19 menghentikan tren perbaikan indikator kesejahteraan masyarakat.

Hingga tahun 2019, pertumbuhan ekonomi semakin inklusif berada di sekitar 5 persen per tahun, ditandai oleh turunnya tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka (TPT), dan rasio Gini. Demikian pula Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terus membaik hingga tahun 2019. Di tahun 2020, indikator kesejahteraan tersebut terkoreksi sebagai imbas dari pandemi Covid-19. Untuk mengurangi dampak negatif pandemi pada indikator kesejahteraan, Pemerintah telah menjalankan kebijakan luar biasa sejak tahun lalu, yang di antaranya melalui Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN). Dampaknya,

Pertumbuhan Ekonomi (%,yoy) 5,1 5,2 5,0 -2,1 3,7 - 4,5 5,0 - 5,5

Inflasi (%,yoy) 3,6 3,1 2,7 1,7 1,8 - 2,5 3,0

Nilai Tukar (Rp/US$) 13.384 14.247 14.146 14.577 14.200 - 14.600 14.350

Tingkat Suku Bunga SUN 10 Tahun (%) * n.a n.a n.a n.a 6,34 - 7,24 6,82

Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan (%) 4,98 4,97 5,62 3,19

Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) 51 67 62 40 55 - 65 63

Lifting Minyak Mentah (ribu barel per hari) 804 778 746 707 680 - 705 703

Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari) 1.142 1.145 1.057 983 987 - 1.007 1.036

* Sebelum tahun 2021 menggunakan asumsi suku bunga SPN 3 Bulan Proyeksi PDB Nominal 2022 sekitar Rp17.897,3 triliun

Sumber: Kementerian Keuangan

TABEL 1.4

ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2017-2022

Indikator 2017 2018 2019 2020 RAPBN

2022 outlook

2021

kemunduran ekonomi dan indikator kesejahteraan mampu diredam. Meskipun terjadi kontraksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak triwulan II tahun 2020 terus membaik dan terkontraksi relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara lainnya. Selain itu, tingkat kemiskinan, rasio gini, dan TPT meskipun terkoreksi, tetapi masih dalam level terkendali.

Namun, tingkat penyebaran kasus Covid-19 kembali tereskalasi sejak pertengahan Juni 2021. Dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat, Pemerintah kembali melakukan pengetatan aktivitas masyarakat (membatasi mobilitas). Dengan mengadopsi kebijakan ini, maka arah pemulihan ekonomi yang sebelumnya sangat kuat hingga semester I tahun 2021, diperkirakan akan kembali tertahan pada semester II tahun 2021. Kondisi ini diharapkan tidak akan memberikan dampak yang signifikan kepada momentum perbaikan indikator kesejahteraan yang terjadi setidaknya hingga semester I tahun 2021.

Indikator Ketenagakerjaan

Krisis ekonomi yang terjadi sebagai akibat pandemi Covid-19 telah memengaruhi kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia. Sejumlah tenaga kerja telah dirumahkan termasuk pengurangan jam kerja karena krisis telah menimbulkan gangguan dalam operasional dunia usaha. Banyak pula pekerja di sektor informal kehilangan pekerjaan. Mobilitas tenaga kerja juga menjadi terbatas karena adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan PPKM Mikro, sehingga menurunkan produktivitas tenaga kerja.

Membaiknya perekonomian telah mendorong terjadinya perbaikan di pasar tenaga kerja. Pada

Februari 2021 tercatat adanya peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 1,59 juta orang dibandingkan Agustus 2020 menjadi sebanyak 139,81 juta orang angkatan kerja. Peningkatan jumlah angkatan kerja ini juga meningkatkan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 0,31 persen. Tren pulihnya perekonomian mendorong perbaikan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2021 menjadi sebesar 6,26 persen, atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2020 sebesar 7,07 persen. Penurunan tingkat pengangguran tersebut didorong oleh penduduk yang bekerja meningkat sebesar 2,61 juta orang dibandingkan Agustus 2020, sehingga total penduduk bekerja mencapai 131,06 juta orang pada Februari 2021.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2021, sektor yang paling besar mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 29,59 persen.

Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan PDB sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami pertumbuhan positif. Secara berurutan, sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak selanjutnya adalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 19,20 persen, serta sektor industri pengolahan sebesar 13,60 persen. Pertumbuhan PDB sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor industri pengolahan juga menunjukkan adanya perbaikan, meskipun masih terkontraksi.

Sektor yang paling besar mengalami peningkatan lapangan pekerjaan adalah sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, yakni sebesar 0,34 persen. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan PDB sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang membaik, meskipun terkontraksi menjadi sebesar 7,26 persen pada triwulan I tahun 2021.

Dari sisi upah buruh, apabila memerhatikan upah buruh Februari 2021 dibandingkan dengan Agustus 2020 menunjukkan adanya peningkatan sebesar 3,78 persen. Begitu pula dengan perubahan upah antarprovinsi yang turut menunjukkan peningkatan pada periode Februari 2021 terhadap Agustus 2020, dimana kenaikan upah tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 17,78 persen. Selanjutnya, Provinsi Gorontalo dengan peningkatan sebesar 17,75 persen dan Maluku meningkat sebesar 9,52 persen.

Meskipun demikian, setidaknya delapan provinsi masih terjadi penurunan upah, yaitu mencakup Aceh, DKI Jakarta, D.I.

Yogyakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat.

Sakernas Februari 2021 juga menunjukkan bahwa, dari 205,36 juta orang penduduk usia kerja, sebanyak 9,3 persen di antaranya terkena dampak negatif dari pandemi Covid-19.

Meskipun demikian, dampak pandemi Covid-19 pada Februari 2021 terhadap penawaran tenaga kerja relatif berkurang dibandingkan pada Agustus 2020. Penduduk usia kerja yang tidak bekerja karena Covid-19 menjadi 1,62 juta orang atau turun 0,94 juta orang dibandingkan

Agustus 2020 yang sebesar 2,56 juta orang.

Selain itu, penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja akibat pandemi Covid-19 juga menunjukkan penurunan sebanyak 8,31 juta orang dibandingkan Agustus 2020. Tren membaiknya pasar tenaga kerja ini diharapkan terus berlanjut seiring dengan pulihnya perekonomian dari krisis akibat pandemi. Pergerakan indikator pengangguran di tengah pandemi Covid-19 dapat dilihat pada Grafik 1.13.

Namun, sejak pertengahan Juni 2021, tingkat penyebaran kasus Covid-19 kembali tereskalasi.

Untuk mengedepankan aspek kesehatan masyarakat, Pemerintah kembali menetapkan pembatasan aktivitas sosial secara ketat.

Dengan mengadopsi kebijakan ini, arah pemulihan ekonomi yang sebelumnya sangat kuat hingga semester I tahun 2021, diperkirakan akan kembali tertahan pada semester II tahun 2021. Kondisi ini diharapkan tidak akan memberikan dampak yang signifikan kepada momentum perbaikan tingkat penyerapan tenaga kerja yang terjadi di awal tahun 2021.

Dalam menghadapi hal tersebut, Pemerintah telah melakukan perluasan program

6,12% 8,98% 8,00%3,49% 4,71% 4,11%

Juta Orang6,93

Juta Orang9,77 8,75

Juta Orang 5,5%

6,3%

Feb-20 Aug-20 Feb-21 2022

RAPBN GRAFIK 1.13

PERGERAKAN INDIKATOR PENGANGGURAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Perkotaan Perdesaan Nasional Target

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 4,94%

7,07%

6,26%

perlindungan sosial khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah ataupun yang terkena dampak pandemi. Bagi masyarakat yang menganggur, Pemerintah melakukan penambahan target penerima program Kartu PraKerja dari target sebelumnya agar dapat menjaga produktivitas dari masing-masing pekerja di masa PPKM. Selain itu, Pemerintah juga kembali memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada 8,8 juta pekerja yang bekerja di sektor-sektor terdampak. Bantuan Subsidi Upah pada tahun 2021 dialokasikan sebesar satu juta rupiah untuk setiap penerimanya.

Pemerintah terus berupaya untuk menekan pengangguran dengan memanfaatkan momentum pemulihan sekaligus dengan meningkatkan kapasitas SDM. Program Kartu Prakerja merupakan program strategis yang membantu tenaga kerja untuk meningkatkan keterampilan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja saat ini. Berdasarkan Laporan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Tahun 2020, tercatat sebanyak 43,8 juta pendaftar Kartu Prakerja dan 5,5 juta penerima Kartu Prakerja. Program Kartu Prakerja ini mampu menjangkau peserta di 514 kabupaten/kota.

Program Kartu Prakerja ini telah berhasil menjadikan 35 persen penerima Kartu Prakerja yang sebelumnya menganggur, telah menjadi wirausaha (17 persen) dan menjadi buruh/pegawai/karyawan lepas (18 persen).

Manfaat lain yang diperoleh oleh penerima Kartu Prakerja, di antaranya sebanyak 98 persen dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan soft skills, sebanyak 93 persen mampu meningkatkan produktivitas, serta sebanyak 89 persen dapat meningkatkan daya saing. Dalam survei BPS (Sakernas Agustus 2020), Program Kartu Prakerja berhasil melaksanakan misi gandanya sebagai program

semi bantuan sosial, dimana sebanyak 88,9 persen penerima Kartu Prakerja menyatakan adanya peningkatan keterampilan dan 81,2 persen menggunakan insentif yang diterima untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, berdasarkan survei Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja terhadap penerima Kartu Prakerja, sebanyak 58 persen responden mampu meningkatkan ataupun bertahan dalam dunia kerja di tengah pandemi Covid-19.

Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Pencapaian sasaran indikator kesejahteraan mengalami tren yang menggembirakan hingga akhir tahun 2019, sebelum akhirnya pandemi Covid-19 merebak di Indonesia dan seluruh dunia. Kemiskinan dan ketimpangan mengalami tren menurun hingga akhir tahun 2019, bahkan angka kemiskinan mencapai nilai terendah single digit pada September 2019 sebesar 9,22 persen. Begitu pula halnya dengan rasio gini yang merepresentasikan tingkat ketimpangan penduduk menurun pada September 2019, yaitu sebesar 0,380.

Namun, hadirnya pandemi Covid-19 di awal tahun 2020 telah berpengaruh signifikan terhadap seluruh aspek khususnya kesehatan, kesejahteraan masyarakat, dan perekonomian sehingga pertumbuhan Indonesia pun terkontraksi sebesar 2,07 persen pada tahun 2020. Hal tersebut tentu saja mengakibatkan pula kemunduran terhadap capaian indikator kesejahteraan Indonesia. Tingkat kemiskinan pada tahun 2020 berbalik naik hingga mencapai angka double digit, yaitu sebesar 10,19 persen dan rasio gini pun meningkat hingga 0,385 pada September 2020 yang menunjukkan terjadinya pelebaran ketimpangan penduduk akibat pandemi Covid-19.

Pada awal tahun 2021, dengan adanya intervensi Pemerintah melalui kebijakan countercyclical, program prioritas, dan pelaksanaan program Perlindungan Sosial (Perlinsos), indikator kesejahteraan mulai menunjukkan perbaikan.

Tingkat kemiskinan dan rasio gini pada Maret 2021 mengalami penurunan meskipun masih terbatas menjadi 10,14 persen dan 0,384. Hal tersebut menunjukkan perbaikan pemerataan seluruh lapisan kelompok pendapatan. Secara spasial, persentase penduduk miskin perdesaan per Maret 2021 turun sebesar 0,10 persen poin menjadi 13,10 persen apabila dibandingkan dengan periode September 2020 yang sebesar 13,20 persen. Ketimpangan di perdesaan pun menurun menjadi 0,315 per Maret 2021 dari 0,319 pada September 2020. Hal ini menandakan adanya perbaikan pemerataan di perdesaan yang didorong oleh pemerataan ekonomi dan peran Dana Desa.

Tahun 2021 merupakan tahun percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi yang memberikan optimisme bagi Indonesia dengan membaiknya beragam indikator yang menunjukkan perbaikan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat akibat pelaksanaan berbagai program prioritas dan penguatan program PEN. Melalui perbaikan ekonomi

diharapkan target indikator kesejahteraan pun akan membaik sesuai dengan arahan Presiden untuk memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat mewujudkan manusia yang unggul.

Sejalan dengan hal tersebut, indikator target pembangunan pada RKP berangsur-angsur kembali ke target semula mulai tahun 2022 sebagai titik tolak untuk mencapai sasaran pada visi Indonesia 2045 untuk menjadi negara maju. Perkembangan tingkat kemiskinan tahun 2020–2022 dapat dilihat pada Grafik 1.14. Dalam menghadapi tingkat penyebaran kasus Covid-19 yang kembali tereskalasi sejak pertengahan Juni 2021, Pemerintah mengambil kebijakan pengetatan pembatasan aktivitas masyarakat di awal semester II tahun 2021, dengan diiringi oleh penyaluran tambahan program Perlinsos sebagai bantalan ekonomi masyarakat. Selain tetap melanjutkan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Dana Desa, dan Kartu Prakerja hingga Desember 2021, di semester II tahun 2021 Pemerintah memberikan tambahan program berupa Bansos Tunai, Diskon Listrik, Bantuan Beras Bulog, Kartu Sembako PPKM, Subsidi Kuota Internet, Perluasan Kartu Prakerja, dan Bantuan Subsidi Upah. Langkah-langkah

26,42 27,55 27,54

9,78% 10,19% 10,14%

8,5%

9,0%

Mar-20 Sep-20 Mar-21 2022

RAPBN

GRAFIK 1.14

PERGERAKAN INDIKATOR KEMISKINAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Tingkat Kemiskinan (%, RHS) Target

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

tersebut diharapkan dapat meredam dampak negatif pandemi di semester II tahun 2021 sehingga laju perbaikan indikator kemiskinan dan ketimpangan tetap terjaga. Perkembangan dan sasaran rasio gini tahun 2017-2022 dapat dilihat pada Tabel 1.5.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pandemi Covid-19 menahan laju kenaikan IPM di tahun 2020. Selama periode tahun 2017–2019, IPM Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 0,58 poin per tahun dan berada pada level tinggi mulai tahun 2016 (70 ≤ IPM <80).

Namun, pandemi pada tahun 2020 menekan laju kenaikan IPM, meskipun masih tumbuh 0,02 poin menjadi 71,94 dibandingkan 71,92 pada tahun 2019. Meskipun IPM secara nasional meningkat, tetapi ada 10 provinsi yang mengalami penurunan nilai yaitu Papua, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Yogyakarta, Sumatera Selatan, Riau, dan Sumatera Barat.

Terdistorsinya standar hidup layak adalah salah satu penyebab turunnya IPM pada 10 provinsi tersebut. Penguatan IPM pada 10 provinsi tersebut terus diupayakan oleh Pemerintah

pada tahun 2021, sehingga semua daerah dapat maju bersama agar tidak terjadi kesenjangan antardaerah.

Secara rinci, hanya indikator ekonomi yang menurun sedangkan indikator lain pembentuk IPM masih membaik di tahun 2020. Angka Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari 71,34 di tahun 2019 menjadi 71,47 pada tahun 2020, serta data Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) meningkat dari 8,34 tahun pada tahun 2019 menjadi 8,48 tahun pada tahun 2020. Selain itu, angka Harapan Lama Sekolah (HLS) yang pada tahun 2019 sebesar 12,95 naik menjadi 12,98 di tahun 2020. Data kenaikan UHH, RLS, dan HLS tersebut menunjukan masih tingginya kemampuan penduduk dalam berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan.

Pada tahun 2021 IPM akan sangat bergantung pada penanganan dan pengendalian Covid-19, dengan tetap menjaga strategi peningkatan IPM di sektor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Upaya di sektor ekonomi dilakukan melalui pemberian bansos dan subsidi kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan terus dilanjutkan, serta insentif pada dunia usaha yang terdampak pandemi dalam rangka menjaga pendapatan pekerja dan mencegah bertambahnya pengangguran. Pada sektor kesehatan, selain penanganan dan pengendalian Covid-19, juga dilakukan upaya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut dilakukan di antaranya melalui perbaikan gizi masyarakat serta penguatan kapasitas sistem kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya pada sektor pendidikan, peningkatan pemerataan layanan pendidikan berkualitas terus diupayakan di antaranya melalui peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran termasuk pembelajaran jarak jauh dan pemanfaatan teknologi dalam

Tahun Rasio Gini

2017 0,393

2018 0,389

2019 0,382

2020 0,381

2021 0,384

2022 (sasaran) 0,376 - 0,378 TABEL 1.5

PERKEMBANGAN DAN SASARAN INDIKATOR RASIO GINI TAHUN 2017-2022

Keterangan: angka 2017-2021 adalah realisasi per Maret Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bappenas

pendidikan, afirmasi akses di semua jenjang pendidikan, dan percepatan pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun. Selain itu, Pemerintah juga berupaya meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan tinggi negeri, vokasi, dan pendidikan tinggi keagamaan BLU serta memberikan beasiswa kepada masyarakat yang tidak mampu melalui LPDP. Dengan begitu, pada tahun 2021 Pemerintah optimis target IPM tahun 2021 dapat tercapai dan berada pada kisaran 72,78 – 72,95. Perkembangan dan sasaran IPM periode 2017–2022 dapat dilihat pada Tabel 1.6.

Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN)

Sebelum pandemi Covid-19, pergerakan NTP bulanan sejak 2017 selalu berada di atas nilai 100 dan hanya sekali berada di bawah 100 yakni pada Maret 2017 sebesar 99,95. Capaian tersebut cukup memuaskan meskipun pada masa pandemi Covid-19 ini capaian NTP sempat berada di bawah 100 yakni pada bulan Mei dan Juni 2020 sebesar 99,47 dan 99,60. Pada Juni 2020, NTP nasional sebesar 99,60 atau naik 0,13 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan indeks

harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,23 persen, lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 0,11 persen.

Setelah Juni 2020, NTP terus membaik hingga kondisi terakhir di Juli 2021 berada pada angka 103,48. Di lain sisi, pergerakan NTN selalu berada di atas 100 sebelum pandemi. Namun, pada awal pandemi NTN sempat berada di bawah 100 yakni pada bulan April hingga Juni 2020. Setelahnya, NTN terus naik dan bahkan di Juli 2021 sempat berada pada angka 104,89 atau lebih tinggi dibandingkan NTP.

Di tengah pandemi Covid-19, sektor pertanian merupakan kontributor pertumbuhan positif perekonomian. Sektor pertanian sekali lagi menjadi penyelamat di tengah krisis yang terjadi. Sebagian besar tenaga kerja yang terdampak di perkotaan terutama di sektor industri manufaktur dan jasa berpindah ke sektor informal, di antaranya ke sektor pertanian. Selain itu, sektor pertanian masih mencatatkan pertumbuhan positif nilai tambah pada masa pandemi. Hal ini selaras dengan tren positif NTP dan NTN. Kenaikan NTP dan NTN di tengah pandemi mengindikasikan terjadinya perbaikan kesejahteraan petani yang bukan hanya bagi petani sektor tanaman namun juga bagi nelayan dan para peternak.

Dengan perkembangan tersebut, Pemerintah optimis NTP pada tahun 2021 akan terus membaik dan berada pada kisaran 102 – 104.

Sementara itu, NTN per Juli 2021 bahkan telah melampaui sasaran Pemerintah yang sebesar 102 – 104. Perbaikan ini diharapkan akan terus berlanjut pada tahun 2022 dimana NTP dan NTN masing-masing diperkirakan akan berada pada kisaran 103 – 105 dan 104 – 106.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP

Tahun IPM

2017 70,81

2018 71,39

2019 71,92

2020 71,94

2021 (sasaran) 72,78 - 72,95 2022 (sasaran) 73,41 - 73,46

TABEL 1.6

PERKEMBANGAN DAN SASARAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TAHUN 2017-2022

Keterangan: angka 2017-2020 adalah realisasi tahunan Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bappenas

merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Arah pergerakan NTP dan NTN dapat memberikan gambaran tentang dinamika tingkat kesejahteraan keluarga petani dan nelayan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, faktor-faktor yang memengaruhi NTP dan NTN juga memengaruhi tingkat kesejahteraan petani dan nelayan yang harus tetap diperhatikan dalam pembangunan nasional.

1.4 Proyeksi Asumsi Dasar Ekonomi

Dalam dokumen buku ii nota keuangan beserta rapbn ta 2022 (Halaman 76-83)