yang dihasilkan, agar mendekati kesempurnaan dan memprioritaskan validitas serta tingkat kebenaran. Sehingga karya-karyanya di lingkungan ulama Islam dianggap memiliki karakter tersendiri bagi seorang pemikir baru. Lebih dari itu, hasil penanya tidak hanya penting bagi umat Islam dan para pecinta ilmu untuk masa-masa yang akan datang.10
Di antara karya-karya monumentalnya adalah; ṣafwat al-tafᾱsir, al mawᾱris fi al-syari‟ah al-Islamiyah, min kunuz al-Sunnah, rawai‟ul al-bayan fi tafsir ayati al-ahkam, al-sunnah al-nabᾱwiyah qism min al-wahyi al-ilahi al-munazzal, mauquf al-syari‟ah al-ghurra‟ min nikahi al-mut‟ati, dan lain-lain.11
40
ِنْب ِمِلْسُم ْنَع ٌروُصْنَم اَنَ ثَّدَح ِدَمَّصلا ِدْبَع ُنْب ِزيِزَعْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ُّيِمَضْهَْلْا ٍّيِلَع ُنْب ُرْصَن اَنَ ثَّدَح اَذَه َلَ ُتْلُقَ ف ىَرْسِك ُليِثاََتَ اَذَه ٌقوُرْسَم َلاَقَ ف ََيَْرَم ُليِثاََتَ ِهيِف ٍتْيَ ب ِفِ ٍقوُرْسَم َعَم ُتْنُك َلاَق ٍحْيَ بُص ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق ُلَوُقَ ي ٍدوُعْسَم َنْب ِهَّللا َدْبَع ُتْعَِسَ ينِِّإ اَمَأ ٌقوُرْسَم َلاَقَ ف ََيَْرَم ُليِثاََتَ
َووُريوَصُمْلا ِ َماَيِقْلا َ ْوَ ي اًباَذَع ِااَّنلا ُّدَ َأ َمَّلَسَو
12
Dan telah menceritakan kepada kami Nashr bin 'Ali Al Jahdhami; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdush Shamad; Telah menceritakan kepada kami Manshur dari Muslim bin Shubaih dia berkata; "Aku pernah bersama Masruq di sebuah rumah yang di dalamnya ada patung Maryam. Masruq berkata;
'Ini adalah patung raja Kisra, aku katakan; 'Bukan, tapi ini adalah patung Maryam.
Masruq berkata; 'Aku mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat kelak adalah orang yang suka menggambar.”(H.R. Muslim No.
2109 Kitab Pakaian dan Perhiasan Bab Haramnya membuat gambar hewan)13 Al-Qarᾱḍawi mengutip pendapat imam Thabari yaitu “yang dimaksud dalam hadis ini, ialah orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur, tetapi kalau tidak ada maksud seperti itu maka dia tergolong orang yang berdosa karena menggambar saja.”14
Al-Qarᾱḍawi juga mengatakan bahwa pembuatannya tidak dibolehkan apabila bertujuan untuk menandingi ciptaan Allah, yakni dia beranggapan bahwa dia dapat membuat dan menciptakan model terbaru dari ciptaan Allah. Orang yang melukis dengan tujuan itu maka berlaku terhadapnya ancaman dari hadis Nabi Saw. yaitu:
ُتْعِمَسَلاَقيِبَ ُ ْعِمَسَلاَقُهْ نِمُلَضْفَأٍذِ َمْوَ يِ َنيِدَمْلاِباَمَوِِسَاَقْلاَنْ بِنَْ َّرلاَدْبَعُ ْعِمَسَلاَقُ ناَيْ ُساَنَ ثَّدَ ِهَّللاِدْبَعُ نْ بُّيِلَعاَنَ ثَّدَح ُلَوُسَرُه َراَّمَلَ ُليِثاََتَاَهيِ يِلٍةَوْهَس َلَعيِلٍماَرِقِبُ ْرَ َسْدَقَوٍرَ َسْنِمَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِهَّلل ُلَوُسَرَمِدَقاَهْ نَعُهَّللاَيِ َرَ َ ِااَع
12Imam Abi Husain Muslim Ibnu al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, (Riyadh: Dar al-Salam, 2000), hlm. 945.
13Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj, Terjemah Sahih Muslim jilid III, penj, Adib Bisri Mustafa, (Semarang: Asy Syifa‟ Semarang, 1993), hlm. 911.
14Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980), hlm. 142.
َداَسِوْوَأًةَداَسِوُهاَنْلَعَ َ ْ َلاَقِهَّللاِقْلَ ِبَنوُهاَضُيَ نيِذَّلاِ َماَيِقْلاَمْوَ ياًباَذَعِساَّنلاُّدَ ََااَقَوُهَ َ َهَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِهَّلل ِْ َ
15
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan dia berkata; saya mendengar Abdurrahman bin Al Qasim dan tidak ada seorang pun di Madinah yang lebih utama dari pada dia, ia berkata; saya mendengar Ayahku berkata; saya mendengar Aisyah radhiyallahu 'anha menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sekembalinya beliau dari safarnya, waktu itu saya telah membuat pembatas (satir) dari kain yang bergambar dalam ruanganku, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya beliau langsung memotongnya sambil bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang membuat sesuatu yang menyamai ciptaan Allah." Aisyah melanjutkan; "Kemudian saya membuatnya menjadi satu bantal atau dua bantal."(HR. Bukhari No. 5954 Kitab Pakaian Bab Gambar yang diinjak-injak)16
Mengenai hukum gambar atau lukisan Yusuf Qarᾱḍawi membagi hukum gambar itu kepada yang diharamkan dan kepada yang dibolehkan.
Adapun yang termasuk gambar atau lukisan yang diharamkan menurut Yusuf Qarᾱḍawi ialah:
1. Gambar atau lukisan yang disucikan oleh pemiliknya secara keagamaan.
Yang termasuk dalam kategori ini seperti gambar-gambar malaikat dan para Nabi, seperti Nabi Ibrahim, Ishak, Musa dan sebagainya. Gambar-gambar ini biasanya dikuduskan oleh orang-orang Nasrani, dan kemudian sebagian orang Islam ada yang menirunya, yaitu dengan melukiskan Ali r.a. Fatimah, dan lain-lain untuk diagungkan.
2. Gambar atau lukisan yang diagung-agungkan secara keduniaan, yang termasuk dalam kategori ini adalah seperti gambar raja-raja, pemimpin- pemimpin dan seniman-seniman. Tetapi kalau gambar tersebut tidak
15Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 2002), hlm. 1496
16Imam Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, TerjemahanShahih Bukhari, Jilid.
VII, penerjemah, Achmad Sunarto dkk, (Semarang: Asy-Syifa‟ Semarang, 1993), hlm. 635.
42
seberapa dosanya namun dosanya akan meningkat apabila yang dilukis itu orang-orang kafir, orang-orang zalim atau orang-orang yang fasik, misalnya para hakim yang menghukum dengan selain hukum Allah, para pemimpin yang mengajak ummat untuk berpegang kepada selain agama Allah atau seniman-seniman yang mengagung-agungkan kebatilan dan menyiarkan kecabulan di kalangan ummat.
Adapun yang termasuk gambar yang dibolehkan menurut Yusuf Qarᾱḍawi adalah :
1. Lukisan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seperti tumbuhan- tumbuhan, pohon-pohon, laut, gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya.
2. Gambar atau lukisan bernyawa yang tidak ada unsur-unsur larangan yaitu bukan untuk disucikan dan diagung-agungkan dan bukan pula untuk maksud menyaingi ciptaan Allah.17
Dasar hukum yang digunakan oleh Yusuf Qarᾱḍawi adalah hadis Nabi Saw.
antara lain yaitu:
،ٍْيَْ ُب ْنَع ٌثْيَل اَنَ ثّدَح ،ٍدْيِعَس ُنْب ُ َبْيَ ُ ق اَنَ ثَّدَح ٍدِلاَ ِنْب ِدْيَ ْنَع ٍدْيِعَس ِنْب ِرْسُب ْنَع
ِْبَِأ ْنَع ،
َ َ ْلَ
للها ِلْوُسَر ِبِحاَص ، َلاَق ُهَّنَأ ملسو هيلع للها ىلص
للها َلوُسَر َّو : ِإ ملسو هيلع للها ىلص
َلاَق :
ٌةَرْوُص ِهْيِف اً ْيَ ب ُلُ ْدَ َلَ َ َ ِاَ َمْلا َّوِإ
((.
))ٌرْسُب َلاَق َلاَق ،ٌةَروُص ِهْيِف ٌرْ ِس ِهِباَب ىَلَع اَ ِ َف ،ُااَنْدُعَ فُدْعَ ب ٌدْيَ ىَ ْ ا َُّ :
،ّ ِنِّ َلَْوَْلْا ِللها ِدْيَ بُعَل ُتْلُقَ ف :
ملسو هيلع للها ىلص ِّبَِّنلا ِجْوَ ،َ َنوُمْيَم ِبْيِبَر ِللها ُدْيَ بُع َلاَقَ ف ِلَّوَاا َ ْوَ ي ِرَوّصلا ِنَع ٌدْيَ اَنِْ ُْ َ َأ :
:
َلاَق َ ِح ُهْعَمْسَ َْ َأ ٍبْوَ ث ِفِ اًمْقَر َّلَِإ :
18
.
17Ibid., hlm. 143-145.
18Abu al-Husein Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:
Dar Ihyak al-Turas, t.th.), hlm. 1012.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibn Said, Telah menceritakan kepada kami Laits dari Bukair, dari Busr bin Said dari Zaid bin Khalidindari Abu Talhah, sahabat Rasulullah Saw., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada gambarnya”.
Busr berkata: sesudah itu Zaid sakit. Ketika kami menjenguknya, pada pintunya terdapat satir yang ada gambarnya. Maka akupun bertanya kepada Ubaidillah al- Khaulani anak tiri Maimunah, isteri Nabi Saw.: “Bukankah Zaid yang dulu memberithukan kepada kami tentang masalah gambar? Kemudian Ubaidillah bertanya: “Tidakkah engkau mendengar ketika dia berkata: “Kecuali garis/tulisan pada kain”.(HR. Muslim No. 2106 Kitab Pakaian dan Perhiasan Bab Haramnya membuat gambar hewan)19
Dan juga hadis yang diriwayatkan Tirmizi,
لاق ،ُّيراصناا اوم نب قا سإ انثدح :
نع ،رضنلا بِا نع ،كلم انثدح لاق ،نعم انثدح
هبي ع نب للهديبع ُاُدْوُعَ ي ييِراَصْنَاْا َ َ ْلَ ِ َأ ىَلَع َلَ َد ُهَّنَأ
دَجوَف ، ٍ ْيَ نُح ِنْب َلْهَس ُاَدْنِع ُت
َلاَق ، :
هَ َْتَاًطََنَ ُعِزْنَ ي اًناَسْنِإ َ َ ْلَ وُبَأ اعَدَف ٌلْهَس ُهَل َلاَقَ ف ،
ُهَعِزْنَ ِ : َلاَق ف
َرْ يِواَصَ ِهْيِف َّوَِلَ : َو .
َلاَق دق
َتْمِلَع ْدَق اَم َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ُِّبَِّنلا ِهْيِف ٌلْهَس َلاَق .
ْلُقَ ي َْ َوَأ : ٍبْوَ ث ِْفِ اًمْقَر َواَك اَم َّلَِإ :
))
َلَقَ ف َااَب : ْيِسْ َ نِل ُبُيْ َأ ُهَّنِ َلَو ، ُّيِذِمْري لا َلاَق (
ٌحْيِ َص ٌنَسَح ٌثْيِدَح اَذَه : )
20
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Musa Al-Anshari berkata, telah menceritakan kepada kami Ma‟n berkata, telah menceritakan kepada kami Malik dari Abu Al-Nadhr dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, bahwa dia pernah menjenguk Abu Talhah al-Ansari, aku melihat Sahal bin Hunaif berada di sisinya.
Kemudian Abu Talhah menyuruh orang agar mengambil permadani yang ada dibawahnya, Sahal bertanya kepada Abu Talhah: mengapa harus diambil? Abu Talhah menjawab: Karena ada gambarnya, dan NabiSallallahu Alaihi Wa Sallam juga telah bersabdamengenai hal itu sebagaimana yang engkau ketahui. Sahal bertanya lagi: bukankah Nabi mengatakan: “kecuali ukiran yang ada di kain?”
Abu Talhah kemudian menjawab: benar! Tetapi hal itu menjadikan hatiku lebih nyaman (kata al-Tirmizi Hadis ini hasan shahih)21
Berdasarkan hadis tersebut menurut Yusuf Qarᾱḍawi gambar yang diharamkan adalah yang ada bayangan, biasa diistilahkan dengan patung, adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan di papan, pakaian, lantai, tembok dan
19Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj, Terjemah Sahih Muslim jilid III, penj, Adib Bisri Mustafa,... hlm. 903-904.
20Al-Imam al-Hafizh Abi Isa Muhammad ibn Isa al-Tirmidzi, Jami‟ al-Kabir, jilid 3, (t:
Dar al-Gharbi al-Islami, 1996), hlm. 352-353.
21Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan al-Tirmidzi jilid 2, penerjemah, Fachrurazi;editor, Edi Fr, Abu Rania, (Jakarta; Pustaka Azzam, 2006), hlm. 414.
44
sebagainya tidak ada satupun naṣsahih dan sharih (jelas dan tegas) yang mengharamkannya. Dan beberapa hadis sahih yang menerangkan bahwa Nabi tidak senang, tetapi itu hanya bermakna makruh saja. Karena menyerupai gaya hidup orang yang suka bermewah-mewahan dan gemar dengan sesuatu yang rendah nilainya.22
Di antara hadis yang bermakna hukum gambar makruh menurut al- Qarᾱḍawi ialah hadis dari Imam Muslim dari Zaid bin Khalid al-Juhaini dari Abu Talhah al-Ansari,:
َعُ ْيَ َ َ َلاَقُليِثاََتَ َلََوٌ بْلَ ِهيِفاً ْيَ بُ َ ِا َ َمْل ُ ُ ْدَ َ ُلوُقَ يَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِهَّلل َلَوُسَرُ ْعِمَسَلاَقي يِراَصْنَْااَ َ ْلَطيِبَ ْنَع ىَّلَصِهَّلل َلَوُسَِتِْعِمَسْلَهَ ُليِثاََتَ َلََوٌ بْلَ ِهيِفاً ْيَ بُ َ ِا َ َمْل ُ ُ ْدَ َ َلاَقَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصَّيِبَّنلاَّنَ يِنُِ ُْ اَذَهَّ نِ ُ ْلُقَ فَ َ ِاا َقاَّمَلَ ِباَبْلا َلَعُهُ ْرَ َسَفاًطَمَنُ ْذَ َ َ ِِااَزَييِ َجَرَ ُهُ ْ يَأَرَلَعَ ُهُ ْ يَأَراَمْمُ ُثيدَحُ َسْنِ َلَو َ ْ َلاَقَ َ ِلَ َرَكَذَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َ َقَ ْ َلاَقَ نييطلاَوَةَراَ ِْااَوُسْ َنْ نَأاَنْرُمْ َيْمَلَهَّللاَّنَِااَقَوُهَعَطَقْوَ ُهَ َ َه َّ َ ُهَ بَذَ َ ِهِهْجَويِفَ َيِهاَرَ ْلاُ ْ فَرَعَطَمَّنلا َأَرَ َمِد َّيَلَعَ ِلَذْبِعَيْمَلَ فاً يِلاَمُهُ ْوَ َحَوِنْيَ َداَسِوُهْ نِماَنْع
23
Dari Abu Thalhah Al Anshari ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Para Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar. Zaid berkata; 'Lalu aku menemui Aisyah dan aku tanyakan kepadanya; 'Abu Thalhah mengabarkan kepadaku bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Para Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar- gambar." Apakah anda pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan hal itu. Aisyah menjawab; 'Tidak, akan tetapi akan aku ceritakan kepadamu perbuatan beliau yang pernah aku lihat. Aku pernah melihat beliau keluar dalam suatu perjalanan, lalu aku mengambil karpet kemudian aku tutupkan pada pintu. Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang dan beliau melihat karpet tersebut, aku mengerti ada tanda kebencian dari wajah beliau, kemudian beliau mencabutnya dan memotongnya seraya bersabda; 'Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh kita untuk menutupi batu dan tanah.' Aisyah berkata; Lalu aku memotongnya untuk dijadikan dua bantal dan aku isi dengan pelepah kurma.
22Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam,... hlm.146
23Imam Abi Husain Muslim Ibnu al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim,... hlm. 942.
Beliau tidak mencelaku atas hal itu. (H.R .Muslim No. 2107 Kitab Pakaian dan Perhiasan Bab Haramnya membuat gambar hewan)24
Menurut Qarᾱḍawi hadis tersebut hanyalah menunjukkan makruhtanzih25 karena memberikan pakaian kepada dinding dengan gorden yang bergambar.
Yusuf Qarᾱḍawi juga mengutip pendapat Imam Nawawi tentang hadis tersebut yang mana Imam Nawawi berpendapat bahwa hadis tersebut tidak menunjukkan haram, karena pada hakikatnya perkataaan „sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita‟itu tidak dapat dipakai untuk menunjukkan wajib, sunah dan juga tidak menunjukkan haram.
Dan juga hadis yang maknanya sama seperti hadis diatas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah:
َفاَذَهيِليوَ َمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِهَّلل ُلَوُسَيِْلَلاَقَ ُهَلَ بْقَ ْس َ َ َداَ ُِ ِ اَّدلاَناَكَوٍرِااَطُلاَ ْمِ ِهيِفٌرْ ِساَنَلَ ناَ ْ َلاَقَ َ ِااَعْ نَع َنَثَّدَ َّنَ ُمْلاُنْ بُدَّمَ ُميِنَثَّدَحواَهُسَبْلَ ناَّنُ َفٌريِرَحاَهُمَلَعُلوُقَ ناَّنُكٌ َ يِطَقاَنَلْ َ ناَكَوْ َلاَقاَيْ نُّدلاُ ْرَكَذُهُ ْ يَأَرَ ُ ْلَ َداَمَّلُ يينِإ ْ َقِبَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِهَّلل ُلَوُسَراَنْرُمْ َيْمَلَ َلْعَْااَدْبَعُديُِيِْهيِفَداَ َو َّنَ ُمْلاُنْ ب َلَاَقِداَنْسِْاااَذَهِب َلْعَْااُدْبَعَوٍّ يِدَعيِبَ ُنْ باا ِهِع
26
Dari 'Aisyah ia berkata; "Kami memiliki tirai bergambar burung yang diletakkan di ruangan rumah bagian depan. Maka setiap orang yang masuk pasti dia akan melihatnya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai 'Aisyah, pindahkanlah tirai ini! Sebab saat aku masuk dan melihatnya, aku selalu ingat dengan dunia." 'Aisyah berkata, "Kami juga memiliki selembar kain tebal yang gambarnya terbuat dari sutera, dan kami biasa memakainya." Dan Telah menceritakannya kepadaku Muhammad bin Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi dan 'Abdul A'la melalui jalur ini Ibnu Al Mutsanna berkata; di dalamnya 'Abdul A'la menambahkan; 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menyuruh kami untuk memotongnya.'”(H.R. Muslim No. 2107 Kitab Pakaian dan Perhiasan Bab Haramnya membuat gambar hewan )
24Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj, Terjemah Sahih Muslim jilid III, penj, Adib Bisri Mustafa,... hlm. 905.
25Makruh Tanzih adalah sesuatu yang dituntut syari‟ untuk ditinggalkan tetapi dengan tuntutan yang tidak pasti. (Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 190). Sesuatu yang harus ditinggalkan dengan tanpa menyebabkan hukuman jika dilakukan (Muhammad Khuduri Biek, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007) hlm. 98.
26Imam Abi Husain Muslim Ibnu al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim,... hlm. 942-943.
46
Dalam hadis ini Rasulullah Saw. tidak menyuruh Aisyah supaya memotongnya, tetapi Nabi hanya menyuruh memindahkan ke tempat lain. Ini menunjukkan ketidaksukaan Nabi melihat tirai yang bergambar itu, bahwa di hadapannya ada gambar tersebut yang dapat mengingatkan kepada dunia dengan seluruh aneka keindahannya itu. Karena gorden-gorden yang bergambar sering memalingkan hati dari kekusyukan dan pemusatan menghadap untuk bermunajat kepada Allah karena Nabi biasa melakukan shalat sunnah di rumah.
Degan demikian, dapat dilihat bahwa di rumah Nabi juga terdapat gorden/tirai kain yang bergambar burung dan sebagainya. Dari hadis-hadis itu pula sebagian ulama salaf berpendapat bahwa yang dilarang hanyalah yang ada bayangannya, namun yang tidak ada bayangannya tidak mengapa.27
Diantara alasan yang memperkuat pendapat ini adalah hadis qudsi yaitu sebagai berikut:
اًراَد َةَرْ يَرُه ِبَِأ َعَم ُتْلَ َدَلاَق َ َعْرُ وُبَأ اَنَ ثَّدَح ُةَراَمُع اَنَ ثَّدَح ِدِحاَوْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ىَسوُم اَنَ ثَّدَح ُمَلْظَأ ْنَمَو ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعَِسَ َلاَق ُريوَصُي اًريوَصُم اَه َ ْعَأ ىَأَرَ ف ِ َنيِدَمْلاِب ُهَطْبِإ َغَلَ ب َّتََّح ِهْيَدَي َلَسَيَ ف ٍءاَم ْنِم ٍرْوَ ِب اَعَد َُّ ًةَّرَ اوُقُلْ َيْلَو ً َّبَح اوُقُلْ َيْلَ ف يِقْلَ َك ُقُلَْ َبَهَ ْنَِّمِ
ىَسوُم اَنَ ثَّدَحِ َيْلِْاا ىَهَ ْنُم َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ِلوُسَر ْنِم ُهَ ْعَِسَ ٌءْيَ َأ َةَرْ يَرُه اَبَأ اَي ُتْلُقَ ف اَه َ ْعَأ ىَأَرَ ف ِ َنيِدَمْلاِب اًراَد َةَرْ يَرُه ِبَِأ َعَم ُتْلَ َدلاَق َ َعْرُ وُبَأ اَنَ ثَّدَح ُةَراَمُع اَنَ ثَّدَح ِدِحاَوْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح يِقْلَ َك ُقُلَْ َبَهَ ْنَِّمِ ُمَلْظَأ ْنَمَو ُلوُقَ ي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعَِسَ َلاَق ُريوَصُي اًريوَصُم ٌءْيَ َأ َةَرْ يَرُه اَبَأ اَي ُتْلُقَ ف ُهَطْبِإ َغَلَ ب َّتََّح ِهْيَدَي َلَسَيَ ف ٍءاَم ْنِم ٍرْوَ ِب اَعَد َُّ ًةَّرَ اوُقُلْ َيْلَو ً َّبَح اوُقُلْ َيْلَ ف ِ َيْلِْاا ىَهَ ْنُم َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ِلوُسَر ْنِم ُهَ ْعَِسَ
28
.
Telah menceritakan kepada kami Musa telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami 'Umarah telah menceritakan kepada kami
27Ibid., hlm. 148
28Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Riyadh: Dar al-Salam, 1997), hlm. 1277.
Abu Zar'ah dia berkata; saya masuk rumah (milik salah seorang) penduduk Madinah bersama Abu Hurairah, lalu dia melihat ke atap rumah ada sesuatu yang bergambar, dia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang-orang yang pergi untuk membuat ciptaan seperti halnya ciptaan-Ku. Maka hendaklah mereka menciptakan jagung, atau biji-bijian atau biji gandum'"!. Kemudian Abu Hurairah meminta tempat air wudlu dan beliaupun berwudlu, mencuci kedua tangannya hingga ketiaknya, saya bertanya; "Wahai Abu Hurairah, apakah anda mendengar sesuatu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (tentang hal ini)?
Dia menjawab: "inilah yang akan menjadi cahaya di hari kiamat."(HR. Bukhari No. 5953 Kitab Pakaian Bab Mencopot Gambar)
Sebagaimana kita ketahui bahwa ciptaan Allah bukan gambar di atas hamparan tipis semacam kertas dan sejenisnya. Malainkan ciptaan Allah yang ada bentuk, sebagaimana yang terdapat dalam ayat al-Qur‟an surat Ali-Imran ayat :6
...
“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki- Nya...”
Ada sebuah hadis yang bertentangan dengan pendapat ini yaitu dari Aisyah ra. yang diriwayatkan oleh Bukhari,
ل ُلَوُسَراَه َراَّمَلَ فُريِواَصَ اَهيِفً َقُرْمُنْ َرَ ْ ااَهَّ نَأَ َ ِااَعْ نَعٍدَّمَ ُمِنْبِِسَاَقْلاْنَعٍعِفاَنْ نَعٍ ِلاَم َلَعُ ْأَرَقَلاَق َيْ َيُ نْ ب َيَْيَاَنَ ثَّدَح َ ِِووُسَر َلِإَوِهَّللا َلِ ُبوُ َ ِهَّلل َلَوُسَراَيْ َلاَقَ فُ َيِهاَرَ ْلاِهِهْجَويِ ْ َ فِرُعَ فْوَ ُ ْ فَرَعَ ْلُ ْدَيْمَلَ ِباَبْلا َلَعَماَقَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصَِّو َّلل ُلَوُسَرَلاَقَ فاَهُدَّسَوَ َواَهْ يَلَعُدُعْقَ َ َلاَهُ ْ يَرَ ْ اْ َلاَقَ فِ َقُرْمُّنلاِهِذَُواَباَمَمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِهَّلل ُلَوُسَرَلاَقَ ُ ْبَ نْ َأاَ اَم اُهُلُ ْدَ َلَُرَوُّصلاِهيِ يِذَّلاَ ْيَ بْلاَّنَِااَقَّمُ ْمُ ْقَلَ اَماوُيْحَ ْمُهَلُلاَقُ يَوَ نوُبَّذَعُ يِرَوُّصلاِهِذَهَ باَ ْصَ َّنِ َمَّلَسَوِهْيَلَعُهَّللا َّلَصِه ُ َ ِا َ َمْل ِفِ َداَ َو ٍضْعَ ب ْنِم ُهَل اً يِدَح َُّتََأ ْمُهُضْعَ بَو ِثيِدَْاا اَذَِبِ َ َ ِااَع ْنَع ِمِساَقْلا ْنَع ٍعِفاَن ْنَع .
ِتْيَ بْلا ِفِ اَمِِبِ ُقِ َ ْرَ ي َواَ َف ِْ َ َقَ فْرِم ُهُ ْلَعَ َف ُهُ ْذَ َ َف ْتَلاَق ِووُ ِجاَمْلا يِ َأ ِنْبا ِثيِدَح
29
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata; Aku membaca kitab Malik dari Nafi' dari al-Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah bahwasannya dia membeli bantal-bantal kecil bergambar-gambar. Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat bantal-bantal tersebut beliau berhenti di pintu dan tidak terus masuk. Aku segera tahu dari wajah beliau bahwa baliau tidak senang. Kata 'Aisyah; 'Ya Rasulullah! Aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-
29Imam Abi Husain Muslim Ibnu al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim,... hlm. 944.
48
Nya. Apakah kiranya salahku? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam balik bertanya: 'Bantal-bantal apa ini? ' Jawab 'Aisyah; 'Aku beli untuk tempat duduk Anda, atau tempat Anda bersandar.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Pelukis gambar-gambar ini akan disiksa kelak di hari kiamat seraya dikatakan kepada mereka: 'Hidupkanlah gambar-gambar yang kamu lukis itu! ' Kemudian sabda beliau: Malaikat tidak mau masuk ke dalam sebuah rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.dari Nafi' dari al-Qasim dari 'Aisyah dengan Hadits yang serupa. Dan sebagian mereka lebih lengkap Hadisnya dari yang lain. Di dalam Hadits Ibnu Akhi Al Majisyun ada sedikit tambahan; 'Aisyah berkata; 'Lalu aku mengambilnya dan aku buat menjadi dua bantal. Beliau menjadikan keduanya sebagai bantal di rumah.”(H.R. Muslim No. 2107 Kitab Pakaian dan Perhiasan Bab Haramnya membuat gambar hewan)
Menurut al-Qarᾱḍawihadis ini tampak bertentangan dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Ia diriwayatkan dengan banyak riwayat yang kontradiktif. Sebagian menunjukkan, bahwa Nabi Saw. menggunakan tirai yang bergambar yang kemudian dipotong-potong dan kemudian dijadikan sebagai bantal.
Sedangkan sebagian riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi tidak menggunkannya sama sekali.
2. Sebagian riwayat hanya menunjukkan makruh, sedangkan ke-makruh-an itu karena gorden tembok itu bergambar yang dapat menggambarkan berlebih- lebihan atau bermewahan yang tidak disenangi oleh Rasulullah, oleh karena itu dalam riwayat Muslim, rasul Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita supaya memberi pakaian pada batu dan tanah.”
3. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah itu menunjukkan bahwa di rumahnya ada gorden yang bergambar burung. Kemudian Nabi menyuruh untuk dipindahkan.
4. Hadis ini bertentangan dengan hadis qiram (kain tipis) yang ada di rumah Aisyah juga, kemudian oleh Nabi disuruh untuk menyingkirkan, sebab gambar-gambar itu selalu tampak dalam shalat.
5. Bertentangan dengan hadis Abu Talhah al-Anshari yang mengecualikan gambar pada pakaian.
6. Salah seorang perawi hadis namruqah (bantal) ini, ada seorang yang bernama al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, keponakan Aisyah ra. ia membolehkan gambar yang tidak ada bayangannya, yaitu seperti yang diriwayatkan oleh ibnu „Aun, ia berkata: “saya menemui Qasim di Makkah, di rumahnya, saya lihat di rumahnya itu ada hajlah yang bergambar berang- berang dan binatang khayalan bertubuh singa, kepala, dan sayap elang.”
Akan tetapi ada kemungkinan lain yang muncul dari hadis-hadis yang terkait dengan masalah gambar dan pelukis. Yakni bahwa pada awalnya Rasulullah Saw. bersikap sangat keras tentang masalah itu pada periode pertama kerasulannya, dimana pada waktu itu kaum muslimin baru saja meninggalkan syirik dan menyembah berhala serta mengagung-agungkan patung. Tetapi setelah akidah tauhid itu mendalam ke dalam jiwa dan telah mengakar ke dalam hati dan fikiran, maka Nabi memberi keringanan hukum pada gambar yang tidak ada bayangan, yang berbentuk lukisan. Kalau tidak demikian, tentu Rasul tidak rela dengan adanyatirai atau kain tipis yang bergambar di rumahnya, tidak terkecuali
50
gambar-gambar yang di cap atau dilukis di kain, termasuk juga kertas dan dinding.30
Demikianlah pendapat Yusuf Qarᾱḍawi tentang hukum gambar yang ada bayangan dan tidak ada bayangan.
Mengenai hukum gambar fotografi atau gambar yang tercipta dengan alat teknologi seperti kamera dan sebagainya, maka al-Qarᾱḍawi mengatakan bahwa ini adalah masalah baru yang belum ada pada zaman Rasulullah Saw. dan ulama- ulama salaf. Al-Qarᾱḍawi mengatakan bahwa hukum dari masalah ini adalah seperti yang pernah difatwakan oleh syekh Muhammad Bakhyt al-Muthi‟i (w.1354 H), yaitu mantan mufti Mesir, ia berpendapat bahwa pada hakikatnya fotografi tidak termasuk ke dalam aktivitas mencipta sebagaimana dimaksudkan oleh hadis dengan kalimat “yakhluqu kakhalqi...” (menciptakan seperti ciptaanKu...), tetapi foto itu hanya menahan bayangan. Lebih tepat, fotografi ini diistilahkan oleh putra-putra teluk yang menamakan fotografer (tukang foto) dengan sebutan al-„akkas (tukang memantulkan), karena ia memantulkan bayangan seperti cermin. Aktivitas ini hanyalah menahan bayangan atau memantulkannya, tidak seperti yang dilakukan oleh pemahat patung atau pelukis.
Karena itu, fotografi ini tidak diharamkan, ia terhukum mubah.
Menurut Yusuf Qarᾱḍawi fotografi ini tidak terlarang dengan syarat objeknya adalah halal. Dengan demikian, tidak boleh memotret wanita telanjang atau hampir telanjang, atau memotret pemandangan yang dilarang syara‟. Tetapi
30Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, (Surakarta: Era Intermedia, 2000), hlm. 165-167.