RESPONS MASYARAKAT TERHADAP MEKANISME
B. Optimalisasi Peran Pelaksana Program BPNT
2. Penganggaran
jadi tergolong miskin itu secara umum. Hal ini, senada dengan yang diungkapkan oleh informan.
“Masyarakat dikatakan miskin ketika berada dalam kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan nonmakanan, yang tentunya diukur dalam nilai rupiah. Fokus indikator ini adalah kebutuhan sandang pangan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan aneka barang lainnya”
(Wawancara dengan Kepala Suku Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Timur, 25 April 2022).
Wawancara di atas, dapat diketahui bahwa kategori miskin suatu masyarakat ketika kehidupannya berada di bawah nilai standar kebutuhan dalam rupiah berupa kebutuhan sandang pangan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan aneka barang lainnya. Dengan mengetahui indikator masyarakat miskin, maka akan membantu dalam melakukan seleksi yang dikategorikan miskin dan mendapat bantuan yang layak dari pemerintah.
memengaruhi proses kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin. Hal ini, senada dengan yang diungkapkan oleh informan.
“Ketersediaannya anggaran dari pusat menjadi faktor pendukung pemberdayaan masyarakat miskin, karena anggaran merupakan hal yang paling menetukan keberhasilan suatu kegiatan dalam hal ini pemberdayaan masyarakat miskin” (Wawancara dengan Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat, 25 April 2022).
Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa anggaran yang tersedia menjadi faktor pendukung utama dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin. Jumlah anggaran yang diberikan dari Program Nasional, sangat membantu untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Anggaran merupakan suatu unsur utama dalam segala kegiatan atau program apa pun. Pengaruhnya sangat terasa karena tanpa sistem penganggaran yang memadai, mana mungkin suatu program dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini, dirasakan dalam sistem pengganggaran pusat sampai daerah terhadap program-program kesejahteraan sosial. Program yang dijalankan selama ini, banyak mengalami kendala dan boleh dapat dikatakan belum mencapai target yang diinginkan bersama. Hal ini, senada dengan yang diungkapkan oleh informan.
“Selama ini pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam menjalankan program, apabila pusat kekurangan anggaran, maka daerah membantu menganggarkan. Selanjutnya, memang program- program sudah berjalan optimal namun masih ada gejolak-gejolak yang terjadi karena banyak keluarga sedangkan kekurangan anggaran, maka bantuan diberikan bertahap kepada penerima manfaat. Kita mau untuk membantu semua masyarakat yang miskin, tapi kekurangan anggaran itu yang tidak mampu meng- cover semua” (Wawancara dengan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 1 Maret 2022).
Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa anggaran yang dianggarkan untuk program kesejahteraan sosial tersebut bersumber dari APBN dan APBD. Namun masih belum cukup mengakomodir semua manyarakat yang berhak menerima bantuan sosial (Kementerian Keuangan, 2020). Oleh karena itu, sistem pemberian bantuan tersebut dilakukan secara bertahap. Ketersediaan anggaran menjadikan
kementerian/lembaga lebih leluasa untuk membentuk program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Penggunaan dana dengan membentuk program BPNT, dinas sosial juga membentuk program KUBE. Hal ini, dijelaskan oleh informan.
“Penggunaan dana pada dinas sosial, selain penyalurannya kepada bantuan beras miskin, bantuan PKH dan bantuan rumah layak huni juga telah dibentuk KUBE (Kelompok Usaha Bersama). KUBE diprioritaskan kepada masyarakat yang tidak menerima bantuan seperti disebutkan di atas” (Wawancara dengan Kepala Satuan Pelaksana Suku Dinas Sosial Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, 1 Maret 2022).
Berdasarkan wawancara tersebut, diketahui bahwa penyaluran dana Dinas Sosial juga melalui Program KUBE dengan prioritas masyarakat yang tidak menerima bantuan melalui rekomendasi kepala desa masing-masing. Tujuan program KUBE adalah untuk meningkatkan keterampilan masyarakat, agar mampu melakukan kegiatan usaha dan memanajemen usahanya sendiri. Selain melalui KUBE, di masa pandemi Covid-19 penyaluran dana dilakukan dinas sosial kepada 44.466 RT yang belum ter-cover sebagai penerima program BPNT dan PKH secara reguler. Hal ini, dijelaskan oleh informan.
“Selama pandemi Covid-19 dan masa PSBB berlangsung dinas sosial menyalurkan dana baik berupa BLT maupun BPNT tentu dengan alur pendistribusian yang berbeda-beda” (Wawancara dengan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 1 Maret 2022).
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa selama masa pandemi Covid-19 hingga masa PSBB, dinas sosial telah menggelontorkan dana kepada 44.466 RT baik dalam bentuk uang tunai maupun berupa sembako dengan mekanisme pendistribusian yang berbeda-beda. Dengan demikian, secara umum disimpulkan bahwa dengan ketersediaan anggaran yang cukup tentu memberikan keleluasan dinas sosial untuk merancang penyaluran dana seperti pembentukan KUBE dan bantuan Covid-19. Upaya ini sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk memenuhi ketahanan pangan terutama pada keluarga yang rentan selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Adapun faktor yang menghambat pemberdayaan masyarakat miskin adalah proses pendataan yang tidak profesional dan keterbatasan sumber daya manusia. Minimnya sumber daya manusia dalam melakukan proses pendataan masyarakat miskin, maka proses distribusi bantuan beras miskin menjadi tidak tepat sasaran dan masih banyaknya masyarakat yang lebih layak mendapatkan bantuan, justru tidak menerima bantuan dari pemerintah. Hasil studi tersebut, memiliki kesamaan dengan (Islamiyah, 2020) menyatakan bahwa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah mengalami beberapa hambatan dalam pemberdayaan masyarakat, di antaranya pendataan kependudukan masyarakat miskin yang tidak lengkap. Hal ini, menjadi kendala bagi pihak pelaksana dalam meratakan pemberian penerima bantuan dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai program bantuan yang diberikan (Ditjen Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI, 2019).
Kunci agar permasalahan dapat teratasi adalah dengan pembaruan data karena bantuan ini pun akan diperpanjang, sehingga nantinya bisa mencakup seluruh kelompok rentan yang benar-benar membutuhkan.
Peran masyarakat juga dibutuhkan, yakni berupa penerima bantuan melakukan penilaian mandiri dengan cara: (1) calon penerima bantuan harus mengetahui apakah termasuk penerima bantuan atau tidak;
(2) pemahaman masyarakat terkait program-progam bantuan yang diberikan pemerintah selama masa pandemi; dan (3) penerima bantuan bisa menjelaskan apakah mengalami dampak langsung akibat adanya pandemi Covid-19 dan mengalami kesulitan untuk membayar cicilan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari (Zakiyah, Oktavia, Khairiyah,
& Ilman, 2020). Selain itu, koordinasi yang baik antarpemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dilakukan demi tercapainya tujuan dari bantuan sosial. Selain itu, harus terdapat regulasi yang lebih detail terkait Bansos dan tidak ada peraturan perundang-undangan yang tumpang-tindih. Hal-hal di atas, diharapkan dapat mengurangi terjadinya polemik di masyarakat yang disebabkan oleh tidak efektifnya pelaksanaan Bansos yang disalurkan kepada masyarakat akibat dari tidak tepatnya sasaran penerima bantuan.