BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Deskripsi, Analisis, dan Interpretasi Data
4. Pengelolaan Sarana dan Prasarana
guru, selain itu terlalu banyak instrumen yang dibuat akan mempersulit guru untuk melihat ketercapaian yang ada pada tujuan pembelajaran.
setiap minggunya. Hal itu bertujuan agar mereka dapat mudah untuk melakukan interaksi dan adaptasi di lingkungannya.
93 BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa temuan sebagai berikut:
1. Pengelolaan pendidikan inklusi dilaksanakan melalui pengelolaan kurikulum dan pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan peserta didik berkebutuhan khusus, dan pengelolaan sarana dan prasarana.
2. Pada pengelolaan kurikulum dan pembelajaran didapati bahwa terdapat empat komponen yang menjadi bagian dari pengelolaan kurikulum, yaitu komponen tujuan, komponen isi, komponen metode atau strategi, dan komponen evaluasi. Secara keseluruhan kurikulum antara peserta didik normal dengan peserta didik berkebutuhan khusus disamakan, hanya saja pada perangkat perangkat pembelajaran GPK merubah kontennya untuk disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.
3. Pada pengelolaan sumber daya manusia (SDM) menunjukan bahwa terdapat dua pihak penting yang berperan terhadap terwujudnya pendidikan inklusi di sekolah, yaitu guru kelas dan GPK. Adapun proses perekrutan keduanya dilaksanakan oleh yayasan, baik kepala sekolah dan kepala departemen inlusi hanya meminta dan menerima dari pihak yayasan. Guru kelas dan GPK tidak mendapat pelatihan secara rutin, hanya saja mereka dinilai kinerjanya secara berkala oleh kepala sekolah dan kepala departemen inklusi, dari hasil penilaian tersebut akan diadakan evaluasi dengan tujuan adanya perbaikan dari kekurangan yang dilakukan.
4. Pada pengelolaan sarana dan prasarana, tidak terdapat adanya perbedaan atau perlakuan khusus bagi peserta didik inklusi, semua fasilitas sarana dan prasarana ditujukan bagi seluruh peserta didik tanpa terkecuali.
5. Rincian program tahunan yang hanya dimiliki oleh pihak yayasan dan tidak dimiliki pihak sekolah, sehingga tidak semua guru maupun staf dapat mengetahui secara rinci apa saja yang menjadi program sekolah.
6. Hanya terdapat satu orang psikolog yang mengurus seluruh peserta didik berkebutuhan khusus baik di jenjang PG (Play Group) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas). Dengan beban pekerjaan yang banyak, psikolog hanya hadir di yayasan sebanyak tiga kali dalam satu minggu hal itu terkadang menghambat komunikasi dengan pihak-pihak terkait seperti kepala sekolah dan kepala departemen inklusi.
7. Pada proses perekrutan pihak departemen inklusi tidak memperhatikan latar belakang pendidikan calon GPK padahal hal itu akan sangat berpengaruh terhadap penanganan yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
8. Pada perangkat pembelajaran yang berupa LP, masih ditemukan beberapa aspek yang tidak sesuai dengan proses pembuatan LP yang baik.
9. Belum tercantumnya program khusus yang menggambarkan program non akademik bagi peserta didik berkebutuhan khusus di IEP yang dibuat oleh GPK.
10. Terdapat guru kelas yang terkesan mengabaikan peserta didik berkebutuhan khusus, hal tersebut dikarenakan guru kelas tidak memberikan apresiasi terhadap usaha yang dilakukan oleh peserta didik berkebutuhan khusus, meski pada pelaksanaannya pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus diserahkan sepenuhnya kepada GPK, namun hal ini tidak berarti guru kelas mengabaikan kehadiran peserta didik berkebutuhan khusus yang ada di kelas.
11. Guru kelas membuat banyak jenis instrumen yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, baik bagi peserta didik berkebutuhan khusus maupun peserta didik normal.
Berdasarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pendidikan inklusi secara keseluruhan sudah dilaksanakan secara optimal namun masih terdapat beberapa aspek yang belum baik dilaksanakan, yaitu pada aspek perekrutan GPK yang dilaksanakan oleh pihak departemen inklusi, perancangan perangkat pembelajaran, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas, serta perancangan IEP yang dilakukan oleh GPK.
B. SARAN
Berdasarkan temuan dan simpulan hasil penelitian ada beberapa saran yang perlu disampaikan kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Direktur sekolah sebaiknya menambah jumlah psikolog dan mengkhususkannya sesuai dengan jenjang yang ada, sehingga psikolog lebih dapat fokus terhadap masing-masing peserta didik sehingga akan lebih banyak hal yang dapat diketahui dari masing-masing peserta didik tersebut.
2. Kepala sekolah sebaiknya program tahunan sekolah juga dimiliki oleh pihak sekolah, dan akan lebih baik jika program tersebut dibuat secara rinci dan dipublikasikan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam sekolah seperti guru dan staff. Selain itu kepala sekolah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru kelas dan kembali mengatur format perangkat pembelajaran tersebut agar bisa diterapkan secara seragam sehingga tidak lagi terjadi perbedaan diantara guru kelas. Serta akan lebih baik jika sekolah melakukan pengelompokkan kemampuan bagi seluruh peserta didik normal, sehingga guru kelas tidak lagi membuat banyak jenis instrumen kecuali bagi peserta didik berkebutuhan khusus jika memang dibutuhkan. Dengan begitu maka akan lebih jelas untuk mengukur sejauh mana pencapaian terhadap target pembelajaran.
3. Departemen inklusi sebaiknya memperhatikan latar belakang pendidikan calon GPK karena tidak semua orang dapat memahami dan menangani
peserta didik berkebutuhan khusus, ditambah sudah tersedia jalur pendidikan luar biasa yang khusus mengkaji hal tersebut.
4. Guru Pendamping Khusus (GPK) sebaiknya juga mencantumkan program akademik yang akan dilaksanakan oleh peserta didik berkebutuhan khusus pada rincian IEP, sehingga akan lebih jelas apa saja yang menjadi capaian bagi GPK terkait program non akademik tersebut.
5. Guru kelas perlu memberikan perhatian kepada peserta didik berkebutuhan khusus, karena bagaimana pun peserta didik tersebut adalah bagian dari anak-anak didiknya di kelas meskipun sudah ada GPK yang khusus menangani peserta didik tersebut. Kemudian, guru kelas tidak perlu membuat banyak jenis instrumen penilaian, karena tingkat kesulitan materi dan soal sudah tertera pada indikator, tidak hanya itu proses pembelajaran dan perlakuan yang diberikan bagi seluruh peserta didik pun disamakan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. Pendidikan Inklusi di Indonesia. Jurnal Pendidikan. 2013.
Aminah, Siti. Anak Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan Inklusif. Jakarta:
Uhamka Press. 2016.
Angraini, Rindi Lelly, “Proses Pembelajaran Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Kelas V SD Negeri Giwangan Yogyakarta”, Skripsi pada Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2014. dipublikasikan.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Dwimarta, Rahmasari. Rancangan IEP (Individualized Educational Program) Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Pendidikan Inklusif. Jurnal Pendidikan. 2015.
Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika Aditama. 2006.
Evanjeli, Laurensia Aptik. Model Pendidikan Inklusi Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal Kependidikan. 2015.
Fuadi, Kamal, “Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di Provinsi DKI Jakarta”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta: 2011. dipublikasikan.
Gunarhadi. Penanganan Sindroma Down dalam Lingkungan Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 2005.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. 2013.
Hakim, Lukmanul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
2009.
Hamka. Juz Amma Tafsir Al Azhar. Jakarta: Gema Insani. 2015.
Haryono, Gusti Nono. “Studi Evaluasi Program Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak”, Jurnal Pendidikan.
Hidayat, Deden Saepul. Pengembangan SLB sebagai Pusat Sumber (RESOURCE CENTER). Jakarta: Luxima. 2013.
Imron, Ali. Proses Manajemen Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
2013.
Koswara, Deded. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Berkesulitan Belajar Spesifik. Jakarta: Luxima. 2013.
`
Mudito. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Mengenal Pendidikan Inklusi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2005.
Muhammad, Hamid. Kurikulum 2013 Pedoman Pelaksanaan Kurikulum bagi Peserta didik BerkubutuhanKhusus di Sekolah Inklusi. Jakarta:
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008.
Nuralisa, Zaitun. Supervisi Akademik untuk Meningkatkan Kemampuan Pedagogik Guru pada SMK Negeri 1 Masjid 24Raya Aceh Besar. Jurnal Pendidikan.
Nuriah. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pada Materi Relasi Dan Fungsi SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan.
Sari Rudiyati. Peran dan Tugas Guru Pembimbing Khusus “Special/Resource Teacher” dalam Pendidikan Terpadu/Inklusi”. Jurnal Pendidikan Khusus. 2005.
Sanjaya, Wina. Perencanaan Pembelajaran dan Desain Sistem Pembelajaran.
Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2011.
Shihab, Quraish. Tafsir Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an. Jakarta:
Lentera Hati. 2002.
Sulthon. Mengenal Pendidikan Multikultural bagi Anak Berkebutuhan Khusus dengan Model Inklusi dalam Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan. Vol.
7. 2013.
Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2008.
Tarmansyah. Inklusi Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. 2007.
Universitas Islam Indonesia. Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid VI Juz 16-17-18.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 1990.
Universitas Islam Indonesia. Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid X Juz 28-29-30.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 1990.
Yaumi, Muhammad. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2013.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian. Jakarta: Kencana. 2014.
Al Quran Surah An Nur ayat 61.
Al Qur’an Surah Abasa ayat 1-10.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 Pasal 6.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 15.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 10 Tentang Pendidikan Inklusi (Pensif) bagi Siswa yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Website Sekolah Citra Alam
(http://www.citraalam.sch.id/pendaftaran/pendaftaran-ta-2017-2018), diakses pada 13.02.2017-12.05 WIB.
Websaite Departemen Inklusi (http://departemeninklusisca.com/), diakses pada 13.02.2017-12.05 WIB.
94
LAMPIRAN 1
Pedoman Wawancara
2 Alasan membuka program inklusi/menerima ABK 3 Tujuan inklusi di sekolah
4 Program khusus yang dirancang sekolah bagi peserta didik berkebutuhan khusus
5 Standar khusus jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di dalam kelas
6 Program sekolah bagi GPK 7 Sistem perekrutan guru
8 Pembagian tugas dalam proses belajar 9 Pengawasan terhadap departemen inklusi
10 Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah
11 Instrumen penilaian yang menjadi acuan atau pedoman dalam proses pembelajaran
12 Tindak lanjut dari hasil pengawasan
Pedoman Wawancara Departemen Inklusi
No Aspek
1 Sistem perekrutan bagi GPK
2 Jadwal penyelenggaraan perekrutan GPK 3 Prosedur permintaan GPK
4 Kontrak kerja bagi GPK 5 Pelaksanaan program IEP
6 kurikulum yang digunakan bagi peserta didik berkebutuhan
9 Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh kepala departemen inklusi
10 Instrumen penilaian yang menjadi acuan atau pedoman dalam proses pembelajaran
11 Tindak lanjut dari hasil pengawasan 12 Pelatihan bagi GPK
13 Minat GPK untuk mengikuti program pelatihan
Pedoman Wawancara Guru Kelas
No Aspek
1 Bentuk RPP yang Bapak/Ibu gunakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
2 Bentuk silabus yang Bapak/Ibu digunakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
3 Posisi khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus di kelas 4 Penataan runag kelas yang ditetapkan sekolah
5 Perlakuan khusus dari Bapak/Ibu guru kelas bagi peserta didik berkebutuhan khusus
6 Bentuk instrumen yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
7 Proses penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus 8 Kendala yang dirasa selama mengajar
2 Jenis pendampingan yang diberikan kepada peserta didik 3 Lama Bapak/Ibu mendampingi peserta didik
4 Bentuk silabus yang digunakan Bapak/Ibu GPK 5 Bentuk RPP yang digunakan Bapak/Ibu
6 Alokasi waktu belajar bagi peserta didik berkebutuhan khusus 7 Perlakuan khusus dari guru kelas atau guru bidang studi bagi
peserta didik berkebutuhan khusus
8 Instrumen atau soal-soal ulangan dan ujian yang diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus
9 Teknik penilaian yang dilakukan oleh Bapak/Ibu GPK
10 Program tahunan khusus yang diberikan kepada peserta didik 11 Program yang masuk ke dalam IEP
12 Pelaksanaan IEP
13 Tuntutan dari orangtua peserta didik terhadap IEP yang dibuat oleh Bapak/Ibu GPK
14 Penanganan khusus ketika peserta didik mengalami tantrum 15 Pembinaan yang diberikan pihak sekolah sebelum dan selama
mengajar
16 Mengikuti pelatiahan di luar sekolah
17 Kendala yang dirasakan selama menjadi GPK
LAMPIRAN 2
Hasil Wawancara Kepala Sekolah
ialah partner atau pihak ketiga yang mengelola inklusi secara profesional.
Untuk sekarang bergabung dalam institusi sekolah karena memang sejak berdirinya sekolah ini sudah menerapkan kelas inklusi atau menerima ABK namun karena guru-guru belum dibekali untuk menangani ABK jadi orangtua atau pihak ketiga yang mendirikan institusi atau lembaga yang mencoba untuk mengelola dan mengurus ABK bekerjasama dengan sekolah
2. Apa yang menjadi alasan membuka program inklusi/menerima ABK?
Karena semua anak unik, semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan undang-undang. Dan melihat kondisi pada saat ini bahwa tidak terpenuhinya atau belum banyak lembaga yang menerima ABK
3. Apa yang menjadi tujuan inklusi di sekolah?
Tujuannya ialah melakukan penyetaraan bagi mereka, membantu mereka lebih berkembang sehingga dapat diterima di masyarakat, karen asesungguhnya hadirnya mereka adalah undangan bagi kita
4. Adakah program khusus yang dirancang sekolah bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Tidak ada program khusus, semua program disamakan dengan peserta didik lainnya hanya saja disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik tersebut
5. Adakah standar khusus jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di dalam kelas?
Sebenarnya ada, namun karena permintaan yang banyak jadi disesuaikan dengan kebutuhan
6. Apakah ada program sekolah bagi GPK?
Tidak ada program khusus, hanya sekedar melakukan koordinasi dan komunikasi. Hanya pada saat rapat yang dihadiri oleh guru pendamping, guru kelas, serta pihak departemen inklusi kita membicarakan program bersama sekaligus evaluasi, pelaporan dan monitoring
7. Bagaimana dengan sistem perekrutan guru?
Untuk sistem perekrutan guru kelas adalah wewenang pihak yayasan, sedangkan perekrutan GPK adalah wewenang departemen inklusi
8. Bagaimana pembagian tugas dalam proses belajar?
Guru kelas dan asisten/team teaching membagi tugas yaitu menyampaikan materi dan mengkondisikan kelas. Terkait dengan GPK yang hadir di kelas hanya fokus dengan peserta didik berkebutuhan khusus.
Kepala sekolah melakukan observasi supervisi terhadap kinerja guru kelas sebagai bentuk pengawasan. Observasi supervisi dibagi menjadi dua yaitu observasi supervisi terbuka atau terjadwal, dimana pengawasan ini dilakukan dengan melihat proses pembelajaran di dalam kelas secara terjadwal, dan melihat bukti LP yang dibuat guru kelas, serta dilaksanakan dua kali dalam satu tahun. Dan observasi supervisi tertutup atau tidak terjadwal, dimana pengawasan dilakukan dengan melihat langsung proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas dengan tidak terjadwal, biasanya dilakukan lima- sepuluh kali dalam satu tahun.
11. Adakah instrumen penilaian yang menjadi acuan atau pedoman dalam proses pembelajaran?
Ada, instrumennya diisi langsung oleh kepala sekolah. Dalam instrumen tersebut terdapat hal yang menjadi penilaian bagi kepala sekolah. Adapun instrumen tersebut nantinya diberikan kepada masing-masing guru kelas pada setiap semester dengan tujuan sebagai bahan evaluasi sehingga guru dapat mengetahui apa yang menjadi kekurangan dan kelebihannya dan dapat meningkatkan kinerjanya pada semester yang akan datang
12. Apa yang dilakukan kepala sekolah sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan?
Membuat pelatihan bagi guru yang membutuhkan, kepala sekolah akan memanggil guru yang bersangkutan untuk melakukan diskusi atas hasil penilaiannya. Dan apabila dibutuhkan pelatihan secara serius maka kepala sekolah akan menghubungi pihak yayasan, namun jika tidak maka dilakukan secara masif oleh kepala sekolah sendiri
Kepala Sekolah Interviewer
(Abdul Hadi Suryawijaya) (Efry Syafira)
Lampiran 3
Hasil Wawancara Koordinator
Lapangan Departemen Inklusi
akadmeik seta tes bakat. Lalu calon GPK mengikuti training atau observasi selama kurang lebih satu minggu dan terakhir penempatan. Penempatan disesuaikan dengan tes akademik, apabila GPK dirasa mampu diakademik maka ditempatkan dikelas atas dan sebaliknya, selain penempatan dalam hal akademik terdapat pula penempatan berdasarkan bakat.
2. Adakah jadwal bagi penyelenggaraan perekrutan GPK?
Prekrutan diadakan diawal tahun yaitu sebelum tahun ajaran baru kecuali jika ada permintaan khusus. Adapun alasan diadakan diawal tahun untuk memudahkan proses penyusunan program bagi peserta didik. Untuk permintaan khusus biasanya proses tes akademik maupun non akadmik tidak dilakukan melainkan langsung observasi atau training.
3. Bagaimana prosedur permintaan GPK?
Prosedur permintaan GPK dilakukan apabila hasil tes dari Psikilog menunjukan bahwa peserta didik membutuhan GPK kemudian sikolog akan memberitahu orang tua peserta didik dan melakukan koordinasi dengan guru kelas, kemudian guru kelas berkoordinasi dengan kepala sekolah. Stelah itu kepala sekolah akan meminta kepada departemen inklusi.
4. Apakah ada kontrak kerja bagi GPK?
Ada, kontrak kerja dilakukan setiap tahun ajaran baru 5. Bagaimana dengan pelaksanaan program IEP?
Program IEP adalah program individu bagi masing – masing peserta didik berkebutuhan khusus yang dibuat GPK untuk membantu Guru kelas mencapai tujuan pembelajaran, apabila dalam suatu pembahasann peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat mencapai pemmbahasan tersebut karena dinilai terlalu sulit, maka GPK berperan untuk membuat IEP setelah itu GPK akan melaporkan program dan hasilnya kepada guru kelas
6. Bagaimana dengan kurikulum yang digunakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Kurikulum yang digunakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus sama dengan peserta didik lainnya yaitu menggunakan K13dan kurikulum sekolah dengan perbandingan 70 : 30 atau 50 : 50. Untuk pesera didik berkebutuhan khusus akan dilakukan penyesuaian lagi pada pelaksanaannya
7. Bagaimana peran GPK dalam proses pembelajaran?
Peran GPK ialah untuk membantu peserta didik berkebutuhan khusus selama proses pembelajaran berlangsung
8. Adakah jenis pendampingan yang diberikan bagi GPK?
Ada tiga jenis pelayanan yang diberikan GPK saat pembelajaran
maupun di luar kelas dan pengawasan ketika anak tantrum dilakukan ketika anak tantrum sekaligus untuk mengetahui sejauh mana GPK dapat mengatasinya.
10. Adakah instrumen penilaian yang menjadi acuan atau pedoman dalam proses pembelajaran?
Ada instrumen yang berisi tentang kriteria penilaian GPK, hasil penilaian tersebut nantinya diberikan kepada masing masing GPK pada akhir semester sebagai bahan evaluasi.
11. Apa yang dilakukan kepala sekolah sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan?
Tindak lanjut yang dilakukan ialah pada saat itu juga ketika terjadi kesalahan dengan memanggil GPK yang bersangkutan pada akhir pelajaran atau disampaikan pada pertemuan rutin
12. Apakah departemen inkusi memberikan pelatihan bagi GPK?
Tidak, pelatihan tidak diadakan di sekolah departemen inklusi hanya mengutus GPK untuk mengikuti pelatihan yang diadakan di luar.
13. Seberapa besar minat GPK untuk mengikuti program pelatihan?
Kurang antusias karena kebanyakan pelatihan hanya membahas teori.
Koordinator Lapangan Departemen Inklusi Interviewer
(Imron Rosadi) (Efry Syafira)
Lampiran 4
Hasil Wawancara Guru Kelas
Untuk RPP pada dasarnya sama hanya saja kita harus liat diagnosa dan kemampuan peserta didik seperti apa, baru kita tentukan pembelajarannya dan yang menentukan ialah tim psikolog dan GPK. Seperti contohnya apabila di kelas sedang belajar bagaimana cara memelihara binatang dengan indikator peserta didik dapat meringkas cara memelihara binatang., tapi untuk peserta didik berkbutuhan khusus kita tidak bisa menggunakan standar itu maka kita sederhanakan lagi dan lihat kondisinya apakah dia sudah bisa membaca atau belum, jika sudah maka kita lihat sejauh mana dia bisa membaca. Jadi ketika yang lain harus meringkas cara merawat binatang mereka cukup dengan menyebutkan nama binatang
2. Bagaimana dengan bentuk silabus yang Bapak/Ibu digunakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Biasanya saya berkordinasi dengan GPK apa yang menjadi target saya dan mereka yang merumuskan kemampuan peserta didiknya
3. Adakah posisi khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus di kelas?
Tidak ada
4. Bagaimana dengan penataan runag kelas yang ditetapkan sekolah?
Untuk di kelas 3 atau disebut dengankelas rendah tidak ada kursi atau meja dimaksudkan agar mereka lebih fleksibel dan diberi kebebasan untuk berpikir dan mencari tahu cara belajarnya sendiri
5. Pada pelaksanaan proses pembelajaran adakah perlaukan khusus dari Bapak/Ibu guru kelas bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Secara umum tidak ada, namun guru kelas harus bisa melihat gaya belajar setiap peserta didiknya dan merangkul dalam satu sesi
6. Bagaimana bentuk instrumen yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Untuk dikelas ini ada Farhan yang memang harus dibedakan instrumennya terkait kondisinya jadi saya buat instrumen sesuai dengan tahap dia ada dimana dengan dasar koordinasi GPK, apa yang sudah di pelajari dan yang diajarkan GPK itu yang menjadi pedoman saya untuk membuat instrumen 7. Bagaimana proses penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Untuk penilaian saya sesuaikan dengan apayang sudah dia lakukan disekolah, untuk perkembangannya kita nilai dalam bentuk deskripsi yang di dalamnya mengandung tiga ranah yaitu afaktif, akademik, psikomotorik
8. Adakah kendala yang dirasa selama mengajar?
Pada awalnya sulit untuk menyesuaikan beragam karakteritik peserta didik ditambah dengan peserta didik berkebutuhan khusus, kemudian bentuk raport
Guru Kelas Interviewer
(Hanistiya Eka) (Efry Syafira)
Tempalate dari sekolah, saya biasa konsepin dan membuat assesmen sendiri untuk anak berkebutuhan khusus saya koordinasikan dengan GPK
2. Bagaimana dengan bentuk silabus yang Bapak/Ibu digunakan bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Sama dengan silabus, saya koordinasikan dengan GPK
3. Adakah posisi khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus di kelas?
Tidak ada
4. Bagaimana dengan penataan runag kelas yang ditetapkan sekolah?
Di kelas 3 mereka tidak menggunakan kursi dan meja karena dalam tahap perkembangan mereka masih banyak bergerak, bermain, bereksplor, berbeda dengan kelas 4,5,6 sudah bisa dilatih untuk serius dan bertahan dalam tempatnya
5. Pada pelaksanaan proses pembelajaran adakah perlaukan khusus dari Bapak/Ibu guru kelas bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Secara umum tidak ada, karena peserta didik berkebutuhan khusus sudah ditangani oleh GPK
6. Bagaimana bentuk instrumen yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Bentuk instrumen disesuaikan dengan kemampuan mereka, di kelas ini beberapa anak memang dibedakan karena kondisi mereka
7. Bagaimana proses penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus?
Ada standar yang berbeda bagi anak berkebutuhan khusus, saya sesuaikan dengan kondisi anak dan bekerjasama dengan GPK, secara khusus saya lebih banyak menilai dari usahanya
8. Adakah kendala yang dirasa selama mengajar?
Kompleksitas dengan kemampuan berbeda sangat saya rasakan, jadi kalau dibuat rata-rata akan sulit, tidak hanya itu guru pun dituntut untuk menyesuaikan kemampuan peserta didik
Guru Kelas Interviewer
(Basitoh Djaelani) (Efry Syafira)