BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
B. Penyajian Data dan Analisis
Penyajian data dan analisis adalah langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Data-data yang merupakan hasil temuan selama penelitian di lapangan yang telah di sesuaikan dengan alat-alat pengumpulan data, kemudian dikemukakan secara rinci sesuai dengan bukti- bukti yang telah diperoleh selama penelitian berlangsung. Dengan demikian, penyajian data disesuaikan dengan fokus penelitian dan dilanjutkan dengan analisis data yang relevan sesuai dengan metode analisis data.
Dalam pembahasan ini peneliti akan memaparkan secara rinci dan sistematis tentang keadaan objek yang diteliti, yang mengacu pada fokus penelitian yang telah ditetapkan. untuk mendapatkan data yang berkualitas, secara berurutan akan disajikan data tentang:
69Dokumentasi, Jember, 24 Agustus 2019
1. Meningkatkan Nilai Karakter Mandiri Anak kelompok B melalui Permainan Tradisional Dam-daman
Bermain merupakan cara yang digunakan anak untuk mengembangkan nilai-nilai karakter yang ada di dalam dirinya. Berbagai jenis permainan yang diterapkan di lembaga pendidikan anak usia dini sangat efektif dalam mengembangkan nilai karakter anak. permainan yang dapat digunakan adalah permainan tradisional. Dengan permainan tersebut dua poin dapat diperoleh, satu dapat mengembangkan nilai karakter anak.
Dua dapat memperkenalkan khasanah budaya bangsa Indonesia.
Nilai karakter yang dapat dikembangkan melalui permainan tradisional ini salah satunya adalah nilai kemandirian. Mandiri adalah modal awal anak untuk terjun ke dalam lingkungan masayarakat. Oleh sebab itu nilai karakter mandiri harus tertanam sejak dini agar dapat dikembangkan secara optimal.
Nilai karakter mandiri adalah ketika anak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri atau sedikit bantuan. Kemandirian anak dapat ditingkatkan melalui berbagai cara misalnya saja melalui permainan tradisional dam-daman. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti di lembaga Raudhatul Athfal Ar-Rohmah Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember, yang berhubungan dengan meningkatkan nilai karakter mandiri anak melalui permainan tradisional dam-daman, peneliti melakukan wawancara dengan guru kelompok B dan sebagian wali murid kelompok B.
Menurut Ibu Erfin Tri S., selaku guru kelompok B, mengatakan bahwa,
“kalau sudah di kelompok B, biasanya anak-anak sudah pada mandiri semua. Jarang sekali terlihat anak yang masih minta tungguin mamanya. Malah banyak yang sudah berangkat dan pulang sekolah sendiri. Mereka juga bisa menyiapkan perlatan belajarnya sendiri. Sudah pinter-pinter kalau kelompok B. Apalagi kalau ada permainan yang baru, pasti sudah mereka akan memperhatikannya dengan seksama. Sekali diajarin pasti sudah bisa. Tapi ya yang namanya anak-anak kalau sudah enggak mood dari rumah, pasti ngefeknya juga di sekolah malas-malasan”.70
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelompok B, yaitu ibu Erfin Tri S., yang mengungkapkan bahwa nilai kemandirian anak akan berkembang dengan sendirinya sesuai dengan usia anak tersebut. Namun hal tersebut juga akan berkembang dengan lebih optimal ketika diadakan kegiatan-kegiatan baru yang membuat anak antusas dalam melakukannya.
Dengan adanya rasa ingin tahu yang besar dari anak, dia akan senang membantu guru untuk menyiapkan keperluan dari kegiatan yang dilakukan. Guru dalam hal ini juga berperan penting dalam meningkatkan nilai kemandirian anak. Memberikan stimulasi pada anak dengan cara memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan.
Selain melakukan wawancara dengan guru kelompok B, peneliti juga menetapkan beberapa wali murid kelompok B sebagai informan. Salah satunya adalah Mama Hoir. Menurut Mama Hoir,
“mengenai kemandirian ananda Hoir di rumah sudah mandiri anaknya. “Misalnya saja ketika dia merasa lapar, dia hanya bilang sama saya Ma aku lapar, tapi setelah itu dia bisa mengambil piring sendiri, mengambil nasi, lauknya, sayurnya. Kalau mau pake sendok ya ambil sendok, kalau mau pake tangan ya dia cuci tanganya
70 Erfin Tri S. Wawancara, Jember 22 Juli 2019
sendiri. Kalau sudah makan juga begitu, piringnya itu langsung di taruh di tempat cuci piring, walaupun saya yang nyuci. Tapi kalau menurut saya Hoir itu sudah mandiri”.71
Sedangkan menurut Mama Tasya ketika dilakukan wawancara, dia mengatakan bahwa,
”kalau Tasya sekarang itu sudah lebih mandiri, bangun tidur dia itu langsung mau mandi tanpa disuruh, sarapan juga makan sendiri, yang dulunya minta suapin sekarang sudah tidak. Pake kaos kaki sama sepatu sendiri, bahkan mau berangkat sendiri ke sekolah, tapi saya yang enggak tega, ya saya antar. Apalagi kalau sudah ada PR, pasti sudah dia semangat yang mau ngerjain.72
Sedangkan menurut Mama dari Edwin yang merupakan salah satu anak kelompok B mengatakan bahwa,
“Edwin itu kalau mandiri sudah bisa dikatakan mandiri, tapi kadang- kadang juga masih kurang mandiri. Maksudnya itu kadang masih minta diambilin sesuatu yang memang anaknya enggak bisa. Tapi kalau anaknya bisa ya dikerjakan sendiri. Kayak mandi, makan, pake sepatu dan banyak wes yang lain, pokok yang mudah-mudah itu. Pokok kalau dia keliru jangan dimarahi, diajari saja nanti dia juga akan bisa.73
Berdasarkan hasil wawancara terkait nilai karakter mandiri anak yang dilakukan dengan beberapa informan dari wali murid kelompok B yaitu, mayoritas anak sudah memiliki nilai kemandirian cukup bagus atau sudah dapat dikatakn berkembang dengan baik sesuai dengan rentang usia mereka. Ada kalanya anak itu meminta bantuan karena memang dia masih belum bisa melakukan kegiatan tersebut. Hal itu cukup wajar terjadi pada rentang usia anak 5-6 tahun. Nilai karakter mandiri anak dapat meningkat juga tidak terlepas dari stimulus yang diberikan orang tua, misalnya memberikan anak kepercayaan diri untuk melakukan hal yang dapat anak
71 Mama Hoir, Wawancara, Jember 24 Juli 2019.
72 Mama Tasya, Wawancara, Jember 24 Juli 2019.
73 Mama Edwin, Wawancara, Jember 24 Juli 2019.
lakukan. Selalu memberi semangat pada anak dan tidak menyepelekan pekerjaan yang dilakukan anak.
Gambar 4.1
Anak mencari kerikil sendiri
Selain menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan data, peneliti juga menggunakan metode observasi untuk memperkuat data yang ditemukan di lapangan. Pada saat melakukan observasi peneliti menemukan bahwa anak di kelompok B mayoritas sudah memiliki nilai karakter mandiri yang baik. Hal itu terlihat ketika saat pembelajaran mereka sudah bisa menyiapkan peralatan akan mereka gunakan, misalnya pensil, krayon, dll. Pada saat bermain pun anak-anak sudah bisa mengambil mainan sendiri. Apalagi pada saat permainan tradisional dam- daman dilakukan, antusias anak sangat terlihat, sehingga mereka menyiapkan peralatan mainnya sendiri, seperti mencari kerikil sendiri menata di atas media dan mencari lawan main sendiri.74
Gambar 4.2 Anak menata alat main
74 Observasi, Jember 22 Juli 2019
2. Meningkatkan Nilai Karakter Disiplin Anak kelompok B melalui Permainan Tradisional Dam-daman
Disiplin adalah salah satu nilai karakter yang harus ditanamkan sejak dini pada anak. Ketika anak sudah terbiasa disiplin, anak akan mudah berbaur dengan lingkungan masyarakat, karena anak terbiasa tepat waktu dan menghargai waktu mereka. Sama halnya dengan nilai-nilai karakter yang lain, nilai karakter disiplin pada anak juga dapat dikembangkan dengan kegiatan bermain. Melalui bermain, anak dapat melatih kedisiplinan mereka melalui kapan mereka harus bermain, kapan lawan mereka yang harus bermain, dan kapan mereka harus berhenti bermain.
Nilai karakter disiplin dapat dikembangkan dengan permainan tradisional dam-daman, sebagaimana pendapat dari kepala RA Ar-Rohmah mengatakan bahwa,
“dengan menggunakan permainan tradisional dam-daman itu, anak bisa lebih menghargai waktu, lebih teliti dengan waktu. Misalnya kapan mereka harus main, kapan lawan mereka yang harus jalan, dan kapan permainan mereka harus berhenti. Ketika bel istirahat berbunyi biasanya mereka langsung persiapan yang mau main. Dan ketika bel masuk setelah istirahat berbunyi mereka juga menghentikan permainan mereka.”75
Guru kelompok B, Ibu Erfin Tri S, berpendapat mengenai nilai karakter disiplin anak didiknya di kelas bahwa,
“anak-anak itu bisa disiplin ketika melihat gurunya disiplin, misalnya saja guru datang tepat waktu ke sekolah, dia juga akan berusaha untuk datang tepat waktu. Ya terkadang mereka terlambat juga bukan karena mereka. Mereka terlambat itu kadang karena ibunya yang belum selesai masak, nyuci, dan ada saja alasan mereka.
Padahal mereka itu sudah dikasih tau kalau anaknya bisa diantar
75 Erma Suryani, Wawancara, Jember 29 Juli 2019
dulu baru ditinggal pulang untuk menyelesaikan pekerjaan meraka, tapi ya gitu, tetap saja ada yang terlambat. Jadi kalau dari diri anak sendiri mereka sudah berusaha untuk tepat waktu.”76
Berdasarkan wawancara dengan kepala RA dan guru Kelompok B dapat disimpulkan bahwa nilai karakter disiplin telah berkembang pada diri anak dengan baik. Namun ada beberapa faktor yang menghambat berkembangnya nilai disiplin tersebut berkembang secara optimal, yaitu dari orang tua yang kurang memahami nilai disiplin yang sangat penting untuk dikembangkan sejak dini. Mereka cenderung menyepelekan apabila anak-anak mereka datang terlambat berangkat ke sekolah mereka menganggapnya biasa-biasa saja. Hal ini yang akan berakibat fatal, apabila tidak adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan orang tua.
Sedangkan nilai karakter disiplin anak di rumah dapat diketahui dengan mengumpulkan data menggunakan wawancara dengan wali murid, salah satunya adalah orang tua dari dari Aini. Mama Aini mengatakan bahwa,
“kalau Aini itu di rumah disiplinnya kurang, anaknya masih malas- malasan. Tapi kalau saya yang memberi contoh, misalnya bangun pagi, ya dia ikut bangun pagi. Berarti itu juga salah saya, yang cuman nyuruh tapi tidak dicontohkan. Setelah saya tanya-tanya di sekolah, ya saya dapat jawabannya kalau saya yang pertama harus memberi contoh dulu, enggak asal nyuruh-nyuruh. Saya coba seperti itu, dan alhamdulillah sedikit-sedikit anaknya itu bisa disiplin waktu.77
Sedangkan menurut Mama Alika, mengatakan tentang kedisiplinan putrinya bahwa,
“kalau Alika itu kalau sudah di depan TV pasti wes enggak mau apa- apa. Enggak tau waktu harus ngapain dah. Tapi saya cari-cari
76 Erfin Tri S., Wawancara, Jember 30 Juli 2019
77 Mama Aini, Wawancara, Jember 1 Agustus 2019
informasi bagaimana cara untuk mengatasinya, saya tanya ke gurunya. Saya dikasih solusi untuk menerapkan jadwal kegiatan harian di rumah. Memang pertama agak sulit dilakukan, tapi setelah masuk kelompok B, Alika lambat laun bisa menerapkannya, tapi ya gitu saya juga harus ada jadwal untuk pegang HP.78
Orang tua dari ananda Bilal kelompok B juga menambahkan terkait kedisiplinan anak dirumah adalah,
“kalau disiplin itu tidak mudah diterapkan pada anak, nanti anak dimarahi salah, anak terus nangis putus asa. Jadi caranya kalau anak ingin disiplin ya pake orang tuanya itu sendiri. Ketika orang tuanya apalagi ibunya sudah bisa disiplin, insyaallah anak-anak kita akan ikut disiplin, misalnya pada saat waktu sholat tiba, kalau ibunya masih sibuk sama HP-nya, ya anaknya juga tidak mendengarkan adzan. Coba saja kalau ada adzan ibunya langsung mengajak anaknya berwudu’ bersamanya, pasti sudah anaknya langsung mau diajaknya.”79
Berdasarkan wawancara dengan wali murid dari tiga anak yaitu, Mama Aini, Mama Alika, dan Mama Bilal dapat disimpulkan bahwa nilai karakter disiplin itu masih sulit ditanamkan pada anak usia dini, namun meskipun sulit disiplin harus tetap ditanamkan sejak dini, agar anak terbiasa berlaku disiplin dalam hidupnya. Salah satu cara untuk menerapkan disiplin di lingkungan rumah yaitu memberi contoh pada anak, mengurangi menyuruh anak, mengajak anak untuk melakukan kegiatan secara bersama dengan orang tua. Dengan cara-cara tersebut dapat meningkatkan nilai karakter disiplin tanpa membuat anak tertekan.
Pada kesempatan lain peneliti melakukan observasi untuk lebih menguatkan data-data yang telah dikumpulkan melalui metode wawancara. Pada saat observasi di kelompok B yang pada saat itu tema mengenai “Aku”, dengan sub tema kegiatan yang biasa dilakukan di dalam
78 Mama Alika, Wawancara, Jember 1 Agustus 2019
79 Mama Bilal, Wawancara, Jember 1 Agustus 2019
keluarga. Anak dengan antusias bercerita tentang kegiatan yang mereka lakukan di dalam keluarga. Misal jadwal kegiatan dirumah diceritakan oleh anak. Ananda Bilal yang bercerita tentang kegiatan yang dia lakukan selama ada dirumah. Mulai dari tidur dia sangat antusias menceritakannya.
Misalnya setelah pulang sekolah dia main sebentar, lalu makan siang, sholat, tidur siang, ngaji sore, pulang ngaji dia main lagi sebentar, lalu setelah malam dia belajar dan menonton televisi dan dia tidur pada pukul sembilan malam. Dia sangat paham sekali tentang jadwal kegiatan yang harus dia lakukan.80
Gambar 4.3
Anak antusias menceritakan kegiatannya
Pada kesempatan lain peneliti juga mengobservasi pada saat anak- anak istirahat atau bermain bebas. Ada anak yang mengambil kertas yang telah ada gambarnya dan ternyata permainan dam-daman. Dua anak tersebut memulai permainan dengan cara bersuit terlebih dahulu. Anak yang menang menjalankan kertas yang menjadi pionnya. Ketika selesai satu anak bermain, mereka mempersilahkan teman yang lain untuk mengambil giliran menjalankan pionnya. Sampai permainan tersebut selesai. Permainan tersebut berjalan lancar dengan pengawasan dari guru.
80 Observasi, Jember, 29 Juli 2019
Tidak ada anak yang berebut untuk menjalankan pionnya masing-masing.
Mereka bersabar menunggu saat mereka harus bermain.81 Gambar 4.4
Anak bermain dam-daman
3. Meningkatkan Nilai Karakter Tanggung Jawab Anak kelompok B melalui Permainan Tradisional Dam-daman
Bermain merupakan dunia anak, dengan bermain anak dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Potensi positif harus dikembangkan sejak dini, agar ketika dewasa anak sudah siap mengahadapi sesuatu yang berbeda yang ada di lingkungan masyarakat.
Nilai-nilai karakter positif merupakan potensi anak yang harus dikembangkan terutama nilai karakter tanggung jawab.
Nilai karakter tanggung jawab dapat dikembangkan dengan cara permainan tradisional yang hampir punah yang tergantikan oleh permainan modern. Salah satu permainan tradisional yang mudah diterapkan adalah permainan tradisional dam-daman. Sebagaimana pendapat guru kelompok B, Raudhatul Athfal Ar-Rohmah, ibu Erfin Tri S, mengatakan bahwa,
“dengan permainan tradisional dam-daman, anak dapat mengerti akan tanggung jawab yang dapat dilihat dari anak dapat bertanggung jawab pada saat mengambil keputusan ketika mereka bermain.
81 Observasi, Jember, 30 Juli 2019
Mereka harus jalan kemana, pion mana yang harus dijalankan. Dan ketika permainan berakhir mereka bertanggung jawab untuk membereskan mainannya ketempat semula. Pokoknya kalau main dam-daman itu paket komplit. Oleh sebab itu permainan mudah itu sering kami terapkan di lembaga ini.”82
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelompok B, didapatkan kesimpulan bahwa dengan bermain dam-daman anak dapat belajar bertanggung jawab, yang dapat dilihat ketika permainan tersebut berlangsung dan pada saat selesai, anak dapat bertanggung jawab untuk mengembalikan peralatan mainnya.
Selain stimulasi yang diberikan di sekolah mengenai nilai karakter tanggung jawab juga harus diberikan di rumah dengan pengawasan dan kontrol dari orang tua. Oleh sebab itu, peneliti melakukan wawancara dengan sebagian wali murid kelompok B, salah satunya adalah Mama Kesya, yang berpendapat bahwa,
“kalau di rumah Kesya diajarkan tanggung jawab dengan misalnya, kalau habis main, mainnanya dibereskan kembali. Kalau bangun tidur, bantalnya dibereskan. Pokok yang ringan-ringan gitu. Dia bisa melakukannya, walaupun masih sering diingatkan. Dan kalau pulang sekolah, kalau ditanya ada PR apa tidak, dia bisa menjawab, kalau ada ya langsung dia kerjakan, kalau enggak ada ya dia langsung main dah.83
Sedangkan menurut Mama Rama, menjelaskan tanggung jawab ananda Rama di rumah sebagai berikut,
“Rama itu dulu anaknya bisa dibilang belum tau tanggung jawab, tapi saya pahami karena mungkin karena dia masih kecil ya, tapi sekarang kalau sudah kelompok B, tanggung jawabnya sudah mulai terlihat, apalagi kalau ada PR, pasti sudah pulang sekolah langsung dikerjain, enggak mau makan dulu, baru kalau sudah selesai dia mau makan dan setelah itu main kalau mau main, kalau enggak ya
82 Erfin Tri S., Wawancara, Jember 5 Agustus 2019
83 Mama Kesya, Wawancara, Jember 8 Agustus 2019
dia lihat TV. Jadi saya rasa anaknya saya sudah bisa bertanggung jawab pada pekerjaannya sendiri.”84
Menurut Mama Fiki, juga demikian bahwa, “semenjak Fiki naik ke kelompok B, dia semakin bertanggung jawab, kalau saya lihat disekolah itu, tugas-tugas yang diberikan buguru pasti dia kerjain dengan selesai. Dia itu anak yang berani, misalnya itu kalau dirumah ada barang yang jatuh karena kesenggol sama dia, dia itu langsung membereskannya lagi. Pokok kalau Fiki itu, tanggung jawab anaknya.”85
Berdasarkan hasil wawancara dengan wali murid kelompok B dapat disimpulkan bahwa nilai tanggung jawab sudah dikembangkan juga di rumah, sehingga nilai karakter tanggung jawab anak dapat berkembang dengan optimal.
Selain dengan metode wawancara, peneliti juga melakukan observasi ketika pembelajaran berlangsung. Pada saat ini kegiatan mewarnai gambar.
Anak-anak bertanggung jawab dengan cara menyelesaikan mewarnai gambarnya dengan selesai. Karena guru menekankan ketika melakukan kegiatan harus tuntas. Jadi ketika kegiatan pertama belum selesai, anak tidak boleh mengambil kegiatan yang lain. Baru setelah kegiatan yang satu selesai, bolehlah anak mengambil kegiatan selanjutnya.86
Gambar 4.5
Anak melakukan kegiatan mewarnai
84 Mama Rama, Wawancara, Jember 8 Agustus 2019
85 Mama Fiki, Wawancara, Jember 8 Agustus 2019
86 Observasi, Jember 5 Agustus 2019