• Tidak ada hasil yang ditemukan

R Y H Silitonga 1 , Z Tarliman 2

1Program Studi Teknik Industri, Institut Teknologi Harapan Bangsa Email: roland@ithb.ac.id

2Program Studi Teknik Industri, Institut Teknologi Harapan Bangsa Email: zefanyatarliman@yahoo.com

Abstrak

Nilai bullwhip merupakan perbandingan variansi peramalan dibandingkan dengan variansi permintaan aktual. Penelitian ini akan melihat pengaruh metode peramalan di rantai pasok, menggambarkan peningkatan nilai bullwhip dari hilir ke hulu, serta melihat metode peramalan yang memberikan peningkatan nilai bullwhip terkecil. Dalam pengolahan data digunakan aplikasi spreadsheet Bullwhip Explorer. Metode peramalan yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah moving average, exponential smoothing, dan demand signal processing. Perbandingan peningkatan nilai bullwhip dari hilir ke hulu dilakukan dengan dengan melihat kemiringan (gradien) garis nilai bullwhip dari hilir ke hulu. Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai bullwhip meningkat dari hilir ke hulu rantai pasok, dan metode demand signal processing memberikan peningkatan nilai bullwhip yang terendah.

Kata kunci: bullwhip effect; metode peramalan Pendahuluan

Persaingan di antara para pemasok untuk tetap mempertahankan pelanggan yang setia di setiap industri semakin ketat. Hal ini disebabkan setiap pelanggan tidak terlalu bergantung pada satu pemasok, tapi dengan mudah mendapatkan pemasok pengganti yang dapat memenuhi kebutuhannya, tanpa kendala informasi dan geografis. Untuk itu setiap perusahaan harus dapat bekerjasama dan berkoordinasi dengan rantai pemasoknya untuk dapat melayani dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan cepat dan tepat.

Dapat dikatakan bahwa pada saat ini persaingan yang terjadi adalah antar rantai pasok yang satu dengan rantai pasok lainnya. Rantai pasok yang dapat bertahan adalah rantai pasok yang selalu mampu menyeimbangkan antara tingkat layanan dan biaya. Keseimbangan ini penting, karena jika menimbun terlalu banyak persediaan untuk mempertahankan pelayanan maka biaya usaha akan tinggi, yang menyebabkan pelanggan beralih ke pemasok lain. Di sisi lain jika persediaan di tiap rantai sangat rendah tanpa memperhitungkan kebutuhan konsumen, akan terjadi kekurangan pasokan yang menurunkan tingkat pelayanan, yang berujung pada hal yang sama, yaitu berkurangnya jumlah konsumen dan permintaannya di masa depan.

Menyeimbangkan tingkat layanan dengan biaya dapat dilakukan dengan mengetahui informasi permintaan secara akurat, sehingga tingkat persediaan dapat diatur dengan optimal. Dengan demikian pada dasarnya setiap rantai pada rantai pasok harus mampu meramal permintaan di rantai hilirnya. Hal ini membutuhkan kerjasama di seluruh rangkaian rantai pasok mulai dari pabrik, gudang, distributor, grosir, pengecer, dan konsumen (Makajić-nikolić et al., 2008). Kurangnya koordinasi yang baik dan peramalan yang tidak akurat akan mengakibatkan terjadinya kelebihan atau kekurangan persediaan. Untuk memastikan bahwa pelanggan tetap mendapatkan permintaannya, pemasok sering menambah jumlah persediaan dari seharusnya. Jika ternyata di periode berikutnya jumlah permintaan lebih kecil dari prakiraan, maka persediaan dikurangi. Jika hal ini terjadi di seluruh rantai, maka akan terjadi fluktuasi permintaan yang meningkat makin tinggi dari hilir ke hulu.

Kondisi semakin meningkatnya fluktuasi persediaan dari hilir ke hulu ini sering disebut sebagai amplifikasi variansi permintaan atau yang lebih dikenal dengan istilah bullwhip effect (Lee dkk., 1997).

Penelitian Boute dan Lambrecht (2009) telah memodelkan bullwhip effect sebagai model matematika dan

128

grafik dalam program spreadsheet bernama Bullwhip Explorer dengan masukan metode peramalan dan parameternya. Beberapa metode peramalan yang dapat digunakan adalah mean demand, moving average, exponential smoothing, demand signal processing, dan minimum expected mean squared error. Luaran yang dihasilkan adalah nilai bullwhip effect.

Pada dasarnya fenomena Bullwhip dapat dihindari dengan dengan menggunakan metode peramalan yang tepat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Silitonga dan Jelly (2018) telah meneliti tentang pengaruh metode peramalan dan parameter peramalan terhadap bullwhip effect pada sistem rantai pasok dua eselon, namun hanya melihat efek bullwhip di masing-masing rantai saja.

Penelitian ini akan melihat pengaruh metode peramalan di rantai pasok, menggambarkan peningkatan nilai bullwhip dari hilir ke hulu, serta melihat metode peramalan yang memberikan peningkatan terkecil.

Metode Penelitian Bullwhip Effect

Menurut Lee dkk. (1997), bullwhip effect menunjukkan bagaimana pergerakan permintaan dalam rantai pasok. Kuantitas permintaan semakin berfluktuasi dari hulu ke. Hal ini disebabkan retailer, wholesaler, distributor, dan bahkan manufacturer memesan lebih dari seharusnya untuk mengantisipasi permintaan pelanggan di bagian hilir. Perubahaan ini menyebabkan distorsi permintaan dari setiap tingkat rantai pasok. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya koodinasi rantai pasok atau karena informasi yang mengalir tertunda dan terdistorsi (Chopra dan Meindl, 2010). Lee, Padmanabhan, dan Wang (1997) menyatakan bahwa bullwhip effect adalah fenomena di mana pesanan ke pemasok memiliki variansi lebih besar daripada penjualan ke konsumen (distorsi permintaan) dan variansinya semakin besar ke hulu (amplifikasi variansi). Fenomena tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.Chen et al. dalam Boute dan Lambrecht (2009) menyatakan nilai bullwhip dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara variansi order ke hulu dibandingkan dengan variansi permintaan aktual sebagai berikut:

Bullwhip effect = Variance of Orders

Variance of Demand (1)

Gambar 1. Variansi Pemesanan Ke Pemasok Lebih Tinggi dari Penjualan Sesungguhnya Bullwhip Explorer

Penelitian yang dilakukan mengikuti penelitian yang telah dilakukan Silitonga dan Jelly (2018) dengan urutan peristiwa yang terjadi pada setiap periode pada bullwhip explorer yaitu:

129

1. Barang yang dipesan pada periode sebelumnya diterima di tiap eselon dan dikirimkan ke gudang.

2. Permintaan aktual diterima dari eselon hilir.

3. Menghitung persediaan bersih (net stock atau stock out).

4. Melakukan peramalan untuk periode selanjutnya.

5. Hasil dari peramalan dijadikan acuan untuk menentukan persediaan maksimum.

6. Melakukan pemesanan sejumlah persediaan maksimum dikurangi dengan jumlah yang sedang dikirim dan persediaan akhir.

Peramalan pada langkah keempat menggunakan metode moving average, exponential smoothing dan demand signal processing. Untuk moving average jumlah periode dipilih 20. Untuk exponential

smoothing dipilih parameter smoothing 0,05 dan untuk demand signal processing dipilih signaling factor 0,05.Variansi hasil peramalan kemudian dibandingkan dengan variansi permintaan aktual untuk

mendapatkan nilai bullwhip.

Hasil dan Pembahasan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hipotetikal berdasarkan pengamatan terhadap suatu usaha, penjualan tepung segitiga biru dari sebuah pabrik. Pabrik mendapat permintaan dari dua distributor, distributor pertama mendapat permintaan dari dua grosir sedangkan distributor dua mendapat permintaan dari satu grosir. Grosir pertama dari distributor pertama mendapat permintaan dari dua retailer. Grosir kedua dari distributor pertama mendapat pesanan dari satu retailer. Sedangkan grosir dari distributor ke dua mendapat pesanan dari dua retailer. Satuan periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hari.

Gambar 2. Diagram Rantai Pasok 3 Eselon

Data permintaan masa lalu yang diambil adalah sebanyak 30 hari. Rantai permintaan dari pabrik hingga retailer dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan data permintaan masa lalu dari 5 retailer selama 30 hari dapat dilihat pada pada Tabel 1.

130

Tabel 1. Data Hipotetikal Permintaan No Permintaan

Retailer 1 (Kg)

Permintaan Retailer 2 (Kg)

Permintaan Retailer 3 (Kg)

Permintaan Retailer 4 (Kg)

Permintaan Retailer 5 (Kg)

1 257,52 149,45 369,04 64,15 530,48

2 208,64 117,37 377,60 64,81 503,04

3 220,63 116,97 373,07 55,29 537,44

4 226,73 116,88 325,17 53,85 519,53

5 230,49 114,73 397,50 50,82 509,33

6 263,32 148,25 329,70 50,23 522,69

7 216,63 123,13 378,19 66,83 529,81

8 292,47 100,19 312,73 74,82 521,27

9 261,70 142,94 393,95 66,19 525,94

10 261,64 118,33 376,23 52,14 502,25

11 285,38 149,65 307,34 59,04 519,71

12 235,16 141,79 394,40 51,18 520,47

13 221,83 111,83 327,17 71,89 513,04

14 258,23 124,15 327,44 50,82 532,85

15 235,28 133,36 337,78 55,44 500,97

16 208,95 145,91 341,79 61,51 519,37

17 248,34 127,37 344,17 52,39 531,96

18 205,71 116,15 370,05 54,60 543,01

19 280,58 124,36 319,57 72,73 548,00

20 219,74 143,61 326,83 52,82 536,97

21 252,41 101,94 345,32 52,66 526,10

22 269,02 113,84 383,31 69,79 513,00

23 219,37 138,74 327,96 65,72 543,64

24 211,79 115,02 325,17 60,07 515,04

25 298,95 107,59 358,44 63,39 540,30

26 280,29 145,95 366,81 74,14 532,08

27 286,85 137,81 307,25 71,65 527,82

28 248,34 115,02 377,60 63,39 513,00

29 258,23 145,91 393,95 52,66 537,44

30 261,64 116,15 370,05 74,82 509,33

Mean 247,28 125,51 349,76 61,57 524,10

Varians 779,64 239,99 750,21 69,30 170,76

Pembahasan

Nilai bullwhip dari hulu ke hilir untuk metode peramalan moving average dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai bullwhip dari grosir 1 hingga pabrik menjadi semakin besar yang menunjukkan peningkatan distorsi permintaan dari setiap rantai. Nilai bullwhip yang pada awalnya hanya 1,34 pada grosir 1 meningkat menjadi 1,37 pada pabrik. Gradien pada grafik tersebut memiliki nilai 1,3327.

131

Gambar 3. Nilai Bullwhip tiap rantai dengan Metode Moving Average

Pada Gambar 4 dapat dilihat nilai bullwhip dari hulu ke hilir untuk metode peramalan exponential smoothing. Nilai bullwhip dari hulu ke hilir juga semakin besar dikarenakan terjadi distorsi permintaan dari setiap rantai. Terlihat bahwa metode exponential smoothing memberikan nilai gradien yang lebih kecil dibandingkan dengan metode peramalan moving average.

Gambar 4. Nilai Bullwhip tiap rantai dengan Metode Exponential Smoothing

Nilai bullwhip dari hilir ke hulu dengan menggunakan metode demand signal processing dapat dilihat pada Gambar 5. Dengan menggunakan metode demand signal processing nilai bullwhip yang didapatkan dari setiap rantai juga semakin meningkat. Nilai bullwhip yang didapat dari grosir 1 hingga pabrik meningkat sebesar 0,05 dari 1,10 hingga 1,15, yang berarti terjadi distorsi permintaan dari hulu dan hilir. Jika dibandingkan dengan kedua metode sebelumnya, nilai bullwhip yang dihasilkan memiliki gradien yang terendah.

1,34 1,34

1,35

1,36

1,35 m = 1,3327 1,37

1,32 1,33 1,34 1,35 1,36 1,37 1,38

Grosir 1 Grosir 2 Grosir 3 Distributor 1 Distributor 2 Pabrik

Nilai Bullwhip

Rantai Pasok Hulu - Hilir

Nilai Bullwhip Menggunakan Metode Moving Average

1,31 1,31

1,32

1,34

1,33 m = 1,2987 1,35

1,28 1,29 1,3 1,31 1,32 1,33 1,34 1,35 1,36

Grosir 1 Grosir 2 Grosir 3 Distributor 1 Distributor 2 Pabrik

Nilai Bullwihp

Rantai Pasok Hulu - Hilir

Nilai Bullwhip Menggunakan Metode

Exponential Smoothing

132

Gambar 5. Nilai Bullwhip Metode Demand Signal Processing Untuk Seluruh Rantai Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan, kecenderungan peningkatan nilai bullwhip dari hilir ke hulu terbukti. Nilai bullwhip effect cenderung akan meningkat dikarenakan terjadinya distorsi permintaan.

Distorsi permintaan yang membesar menyebabkan gradien peningkatan nilai bullwhip yang positif. Dari hasil penelitian yang dilakukan, nilai bullwhip terkecil kasus sistem rantai pasok 3 eselon yang diteliti adalah pada metode peramalan demand signal processing. Selain itu, dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka metode peramalan yang menghasilkan nilai bullwhip paling minimum untuk setiap rantai pasok adalah metode peramalan demand signal processing.

Pada penelitian ini, metoda peramalan di tiap rantai sama, yang dapat dikembangkan lebih lanjut dengan membedakan metode peramalan di tiap rantai dan mencari yang terbaik. Selain itu pada penelitian ini definisi bullwhip terbatas hanya membandingkan variansi peramalan dengan aktual. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk juga memperhatikan apakah terdapat trend tertentu, seperti siklus dan lainnya, dengan terlebih dahulu melihat data awal sebelum dihitung variansinya. Meskipun pada penelitian ini secara implisit perbedaan variansi juga menunjukkan adanya error, penelitian lanjutan juga dapat dilakukan dengan memperhatikan besarnya error yang terjadi.

Daftar Pustaka

D. Makajić-nikolić, B. Panić and M. Vujošević, "Bullwhip Effect and Supply Chain Modelling and Analysis Using CPN”, University of Belgrade, Serbia, 2008.

H. L. Lee, V. Padmanabhan and S. Whang, “The Bullwhip Effect in Supply Chains”, Sloan Management Review, pp. 93-98, 1997.

R. N. Boute and M. R. Lambrecht, “Exploring The Bullwhip Effect by Means of Spreadsheet Simulation”, INFORMS Transaction on Education, pp. 1-9, 2009.

R. Y. H. Silitonga, N. Jelly, “An Impact Analysis of Forecasting Methods and Forecasting Parameters on Bullwhip Effect, IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, Vol 337, pp 012026, IOP Publishing, 2018.

S. Chopra and P. Meindl, “Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation”, New Jersey, Pearson Education, Inc, 2010, pp. 483-485.

1,10

1,11 1,11

1,12

1,10 m = 1,092 1,15

1,07 1,08 1,09 1,10 1,11 1,12 1,13 1,14 1,15 1,16

Grosir 1 Grosir 2 Grosir 3 Distributor 1 Distributor 2 Pabrik

Nilai Bullwhip

Rantai Pasok Hulu - Hilir

Nilai Bullwhip Menggunakan Metode Demand

Signal Processing

133

PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES DAN 5S PADA