• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Tafsir Ayat

3. Tafsir

mengapa perempuan dilarang keluar rumah agar tidak muncul kemaksiatan. Walaupun domestifikasi perempuan sudah dijelaskna dalam al-Quran, hanya saja ada beberapa multitafsir dalam pemberlakuan masanya.

Selain kelebihan jasmani dan mental laki-laki di atas perempuan yang menjadi pembawaan fitrah, juga karena pihak laki-laki (suami) wajib menafkahi hartanya demi kemashlahatan hidup pihak perempuan (istri) serta untuk memenuhi kebutuhan lain seperti maskawin dan beban-beban keuangan yang diwajibkan oleh Allah Swt menurut al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw. Maka atas kelebihan-kelebihan yang ada pada laki-laki adalah memimpin, sedangkan seorang perempuan hanya dituntut untuk taat kepada suaminya dan menjaga diri dan keluarga.

Artinya, aktivitas atau peran perempuan apapun tidak dipermasalahkan, yang terpenting adalah berlandaskan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Ketika menafsirkan ayat tersebut, al-Zamakhsyari tidak menjelaskan sejauh mana afirmasi kaum perempuan di luar rumah.140 Namun melihat asbab nuzul dalam ayat ini dapat dijadikan contoh keterlibatan perempuan dalam masyarakat zaman Nabi Saw.

Lalu bagaimana pandangan al-Zamakhsyari terhadap kepemimpinan perempuan dalam masyarakat di bidang-bidang penting seperti kepala hakim, negara dan lainnya? al-Zamakhsyari tidak sependapat apabila perempuan menjabat beberapa jabatan vital tersebut. Menurut analisis penulis melalui penafsirannya bahwa laki-laki mempunyai kelebihan- kelebihan yang tidak dimiliki perempuan, intelektual, kebijakan, tegas, tekad kuat, serta fisik nya lebih besar. Tanpa kemampuan tersebut, hal absurd jika seorang perempuan mampu menjalankan amanah yang di jatuhkan kepadanya.

Artinya ketika keutamaan peran yang dijatuhkan kepada laki-laki dan perempuan dalam ranah domestik tersebut menguatkan kembali pada penafsiran sebelumnya (Ibnu Kaṡir). Selain kelebihan jasmani dan mental

140 al-Zamakhsyari, Tafsi>r al-Kasya>f (Mesir: Must}afa al-Ba>bi> al- H}alabi>, 1992), Juz 3, 521.

laki-laki di atas perempuan yang menjadi pembawaan fitrah, juga karena pihak laki-laki (suami) wajib menafkahi hartanya demi kemashlahatan hidup pihak perempuan (istri) serta untuk memenuhi kebutuhan lain seperti maskawin dan beban-beban keuangan yang diwajibkan oleh Allah Swt menurut al-Qur’an dan sunnah Nabi Saw. Maka atas kelebihan- kelebihan yang ada pada laki-laki adalah memimpin, sedangkan seorang perempuan hanya dituntut untuk taat kepada suaminya dan menjaga diri dan keluarga.

3.1.2. Peran Perempuan Qs. al-Ah}zab/ 33: 33

Qs. al-Ah}zab/ 33: 33 termasuk ayat yang mengandung unsur penafsiran bias. Ayat yang sering dijadikan dasar untuk menghalangi wanita pergi ke luar rumah. Dalam kasus ini para mufassir berbeda pendapat dalam memahami redaksi ayat.

Ibn Kaṡi>r dalam tafsirnya mengatakan terdapat larangan dan perintah dari Allah Swt untuk seorang perempuan. Larangan tersebut berupa berhias berlebihan ketika keluar rumah, namun diikuti dengan perintah mengerjakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasulnya. Larangan yang diikuti dengan bentuk perintah menunjukkan bahwa perempuan memiliki hak untuk memaksimalkan peran dan posisi nya dalam ranah publik. Ibnu Kaṡir mengatakan perintah menunaikan zakat dalam ayat tersebut bermakna berbuat baik kepada semua makhluk,141 termasuk manusia di samping itu, zakat juga memiliki nilai sosial yang ke bermafaat-annya bersifat kolektif.

Penafsiran Ibn Kaṡi>r di atas, diperkuat oleh al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasyaf disandingkannya perintah salat dan zakat yang bersifat khusus, kemudian diikuti dengan perintah secara umum

141 ibn Kas}i>r, Tafsi>r Ibnu Kas}i>r, juz 6, 364.

memberikan faedah salat dan zakat merupakan asal dari sebagian ketaatan.

3.2. Menurut Wahbah al-Zuhaily dan As-Sya’rawi (Periode Tafsir Modern)

3.2.1. Peran Perempuan Qs. Al-Nisa>/ 4: 34

Menurut al-Zuhaily ayat tersebut menjelaskan tentang kedudukan laki-laki atas perempuan dan cara untuk menyeimbangkan (menyelesaikan) perselisihan antara suami istri.142 Akan tetapi, makna tersebut tidak bisa dipisahkan dari ayat selanjutnya, sehingga ada koneksi antara ayat 34 dengan 35. Berdasarkan analisis kebahasaan, lafaz al-rajalu qawwamuna disusun berdasarkan jumlah al-ismiyyah yang mempunyai faedah al-dawam wa istimra, yaitu bersinambungan.143 Hal in menunjukkan bahwa kedudukan laki-laki atas perempuan terus memiliki relevansi dan bersifat kesinambungan. Supaya hal demikian terealisasi dengan baik, harus mengetahui peran dan status di domestik. Lafaz al- rajalu qawwamuna ‘ala al-nisa ditafsirkan oleh al-Zuhaily dengan al- rajulu qayyima ‘ala al-mar’ah; maksudnya laki-laki sebagai pemimpin, pendidik, dan hakim bagi perempuan. Artinya, ayat tersebut bukan dalil bagi laki-laki untuk berbuat sewenang-wenang terhadap perempuan.

Justru, laki-laki harus menjadi pelindung dan penjaga bagi perempuan, sehingga peran dan statusnya dapat dimaksimalkan dengan baik.

Proposisi di atas juga menunjukkan bahwa hak dan kewajiban laki- laki dan peran tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Kesamaan dan

142 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Muni>r (Beirut: Da>r al-Fakir al-Mu’a>s}ir, 1991), juz 5, 52.

143 al-Zuhaili, Tafsir Al-Muni>r, juz 5, 54.

kesetaraan tersebut merupakn bukti dari keindahan Islam (mahasin al- islam). Sebagaimana termaktub dalam potongan Qs. al-Baqarah/2: 228:

ٌزََْيِزلع ُهََّٰللالو ٌةََلجلرلد ّنِهْيلللع ِلالجّرلِللو ْوُرْعلمْلاِب ّنِهْيلللع ْيِذّلا ُلْثِم ّنُهلللو ……ۗ ِۖف ࣖ ٌمْيِكلح ٢٢٨

/ةرقبلا ) 2

: 228 (

“Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. al-Baqarah/ 2: 228).

Ayat di atas dimaksudkan untuk menunjukkan pengelolaan rumah dan pengawasan, serta arahan tentang urusan keluarga. Oleh karena itu, kerusakan dan kerugian apapun di keluarga yang berhubungan dengan kemampuan –tanggung jawab- seorang laki-laki itu dibebankan kepadanya. Sedangkan perempuan mempunyai jaminan dan kebebasan yang sempurna atas hartanya.144 Dilihat dari pandangan Wahbah al-Zuhaili tentang surat an-Nisa> ayat 34, peran perempuan menjaga stabilitas keluarga yang meliputi material dan non-material. Laki-laki sebagai seorang pemimpin dalam keluarga namun tidak membatasi perannya sebagai pengurus serta pengasuh dalam keluarga Ketika suaminya tidak berada di rumah. Perempuan (istri, mater) dengan laki-laki (ayah, pater) pemegang perananan di bawah kendali kehidupan keluarga.

Pada ayat “

ِء لََسّنلا ىلللع لنْوََُماّولق ُلالجّرللا ۤا ”

Sebagian mufassir tidak menafsirkan ayat tersebut kecuali menafsirkannya tentang permasalahan kepemimpinan suami terhadap istrinya, meskipun ayat ini berbicara secara mutlak untuk laki-laki dan perempuan. As-Sya’rawi

144 al-Zuhaili, Tafsir Al-Muni>r, juz 5, 55.

mengutamakan laki-laki daripada perempuan karena faktor mereka bekerja keras, dan berusaha untuk menafkahi istrinya. Karna itu dalam firmanNya, ia sebagai “al-qawwam” yaitu pemimpin untuk keluarganya.

Tetapi perempuan mempuyai keutamaan sebagai “as-sakan” yaitu ketenangan dan kelembutan dimana seorang laki-laki akan merasa tenang jika berada di dekatnya. Ini yang tidak dimiliki dari laki-laki.145

3.2.2. Peran Perempuan Qs. al-Ah}zab/ 33: 33

Menurut Imam al-Zuhaily ayat tersebut termasuk dalam kebahasaan karakteristik keluarga nabi. Sehingga ayat ini memiliki keterkaitan dengan ayat 31 sampai 34. Secara spesifik ayat 33 ini mengandung perintah bagi perempuan untuk tinggal di rumah dan larangan berhias. Oleh karena itu seorang perempuan tidak diperkenankan untuk keluar rumah kecuali ada kebutuhan. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud bahwa seorang perempuan itu aurat ketika ia keluar maka akan dimuliakan oleh setan, padahal bagi perempuan rumah itu merupakan tempat yang paling dekat dengan rahmat tuhanNya.

دوعسم نب هللا دبع نع راّزبلاو يذمرتلا جرخأ