• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanda dan Gejala CVA

Dalam dokumen KESEHATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO 2021 (Halaman 32-41)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit CVA

2.1.5 Tanda dan Gejala CVA

Pada CVA atau stroke non hemoragik gejala utama yang sering muncul adalah timbulnya deficit neurologis secara mendadak atau subakut, yang didahului dengan timbulnya gejala prodromal yang terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi,yang timbul tanpa di sertai dengan penurunan kesadaran. Kecuali apabila embolus sangat besar.(Wijaya & Putri, 2013).

Menurut WHO (World Health Organitation), stroke dapat dibagi atas : a) Perdarahan Intraserebral (PIS)

Stroke akibat dari perdarahan intraserebral mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali penderita stroke merasakan nyeri kepala karena akibat dari hipertensi. Gejala ini sering kali timbul setiap hari pada saat aktivitas dan pada saat emosi atau marah, sifat nyeri yang ditimbulkan oleh perdarahan intraserebral sangat hebat. Mual dan dan muntah seringkali terjadi pada saat awal serangan. Kesadaran mengalami penurunan sangat cepat dan mengarah pada kondisi koma. 65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari.

b) Perdarahan subarachnoid (PSA)

Pada pasien dengan perdarahan subarachnoid didapatkan gejala yang timbul berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan gejala yang timbul sangat bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan meningeal dan edema papil dapat terjadi apabila ada perdarahan subharachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotisinterna.Gejala

neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.

Manifestasi stroke (CVA Infark) dapat berupa :

1) Kelumpuhan anggota badan atau anggota gerak yang terjadi secara mendadak

2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih pada anggota badan.

3) Terjadi perubahan secara mendadak pada status mental.

4) Afasia ( bicara tidak lancar, kurangnya ucapan dan kesulitan memahami ucapan)

5) Ataksia anggota badan yang mengakibatkan kesulitan untuk berjalan, berbicara, terganggunya fungsi penglihatan, dan gangguan menelan.

6) Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.

c) Gejala khusus yang timbul pada penderita stroke:

1) Kehilangan motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas yang mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.

2) Hemiplagia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) 3) Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh) 4) Menurunnya tonus otot abnormal

d) Kehilangan komunikasi

Fungsi otak yang dipengaruhi oleh penyakit stroke adalah;

1) Disartria yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukkan dengan bicara yang sulit untuk dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk mengontrol proses bicara.

2) Disfasia atau afasia adalah kehilangan bicara yang terutama ekspresif atau represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya

e) Gangguan persepsi

1) Homonimus hemianopsia yaitu kehilangan setengah lapang pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.

2) Amorfosintesis yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi atau ruang yang sakit tersebut.

3) Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.

4) Kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, auditorius. (Wijaya

& Putri, 2013) 2.1.6 Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke daerah tertentu otak.

Luasnya infark infark pada faktor-faktor seperti lokasi dan penguat pembuluh darah dan sirkulasi kolateral terhadap daerah yang dialiri oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah

(semakin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosoklerotik sering / cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari arterosklerotis antipeluru, atau darah dapat dibekukan pada daerah yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan terjadinya iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area, Area edema ini menyebabkan disfusi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang-kadang-kadang beberapa hari.

Terjadinya septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Pendarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari total penyakit cerebro veskuler. karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada cerebri atau lewat faromen magnum.

Kematian dapat di sebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke otak, pembesaran darah ke otak ventrikel tidak terjadi pada sepertiga kasus

perdarahan otak dinukleus kaudatus, thalamus, dan pons. Seandainya terhambat serebral, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan di sebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreverisbel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Arteri cerebri media pecah menyebabkan disfungsi N XI (assecorius) yang akan mengalami kelemahan anggota gerak sehingga muncul masalah keperawatan kerusakan mobilitas fisik. Arteri vertebra basilasris pecah juga menyebabkan kerusakan neurocerbrospinal N VII, N IX, N XII yang akan mengalami kehilangan fungsi tonus otot fasial sehingga muncul masalah keperawatan kerusakan komunikasi verbal.

Peningkatan TIK yang menyebabkan arteri vertebra basilaris pecah yang akan mengalami kerusakan neurologis defisit NI, N II, N IV, N XII akan terjadi perubahan ketajaman sensori, penglihatan dan pengecapan sehingga muncul masalah keperawatan proses tidak efektif akan terjadi refluk dan disfagia sehingga muncul ganguan kebutuhan nutrisi.

Penurunan fungsi N X, N IX mengalami proses menunggu. Disfungsi N IX terjadi kegagalan menggerakkan anggota tubuh sehingga muncul masalah keperawatan yang mengganggu perawatan diri.

2.1.7 Komplikasi CVA

Berhubungan dengan Mobilisasi a) Nyeri pada daerah punggung b) Dislokasi sendi

c) Hambatan mobilitas fisik

Berhubungan dengan kerusakan otak a) Epilepsi

b) Sakit Kepala c) Kraniotomi d) Hidrocefalus 2.1.8 Pemeriksaan CVA

a) Agriografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti CVA perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada CVA perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma.

b) Elektro encefalography

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

c) Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotisinternaterdapat pada trombus serebral.Klafisikasi parsial dinding, aneurisma pada pendarahan subarachnoid.

d) Ultrasonography Doppler

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

e) CT Scan

Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak .

f) MRI

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

g) Foto thorax

Dengan dilakukannyafoto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.(Wijaya &

Putri, 2013) 2.1.9 Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan setalah Fase Akut

1) Berikan nutrisi per oral setelah tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau pasien mengalami penurunan kasadaran menurun, anjurkan pasang NGT.

2) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.

Boleh dimulai latihan mobilisasi bila kondisi hemodinamik stabil atau pada fase rehabilitasi.

b) Penatalaksanaan Medis

1) Obat anti hipertensi. Pada penderita stroke baru, biasanya tekanan darah tidak diturunkan terlalu rendah untuk menjaga suplai darah ke otak.

2) Anti platelet Untuk mencegah pembekuan darah, digunakan obat antiplatelet, seperti aspirin.

3) AntikoagulanUntuk mencegah pembekuan darah, pasien dapat diberikan obat-obatan antikoagulan, sepertiheparinyang bekerja dengan cara mengubah komposisi faktor pembekuan dalam darah. Obat antikoagulan biasanya diberikan pada penderita stroke dengan gangguan irama jantung.

c) Penatalaksanaan Khusus / Komplikasi 1) Antasi kejang

2) Atasi tekanan intrakranial yang meninggi dengan manitol, gliserol, furosemid, intubasi, steroid dan lain-lain

3) Atasi dekompresi

4) Untuk penatalaksanaan faktor resiko (a) Atasi hipertensi

(b) Atasi hiperglikemia (c) Atasi hiperurisemia

2.1.10 Pathway

Infiltrasi limfosit ( Trombus )

Faktor : Hipertensi, obesitas, jantung, stres, dan gaya hidup tidak baik

Penimbunan lemak yang meningkat dalam darah

Pembuluh darah terhambat

Trombus Cerebral

Emboli

Infark Jaringan Otak

Gg. Mobilitas Fisik Risiko Cedera

Kerusakan sistem sensorik dan motorik

Kelemahan otot Penurunan tingkat kesadaran

2.2 Konsep Dasar Keluarga 2.2.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 2014). Keluarga adalah anggota rumah tanggayang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan(WHO, 2012).

2.2.2 Fungsi Keluarga

Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:

a) Fungsi Afektif

Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga.

b) Fungsi Sosialisasi

Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan untuk menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada anggota keluarga.

c) Fungsi Reproduksi

Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

d) Fungsi Ekonomi

Menyedeiakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.

e) Fungsi Perawatan Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan(Marliyn M. Friedman, hal 86; 2010).

2.2.3 Tipe dan Bentuk Keluarga

Tipe keluarga menurut Suprajitno(2012) yaitu sebagaiberikut:

a) Nuclear Family

Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikaan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluarrumah

b) Extended Family

Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c) Reconstitud Nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak- anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru.Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

d) Middle Age/ Aging Couple

Suami sebagai pencari uang. Istri dirumah/kedua-duanya bekerja di rumah,anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawianan/meniti karier.

e) Dyadic Nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja dirumah.

f) Single Parent

Satu orangtua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah/diluar rumah.

g) Dual Carier

Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.

h) Commuter Married

Suami istri/keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saing mencari pada waktu-waktu tertentu.

i) Single Adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah.

j) Tree Generation

Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

k) Institutional

Anak-anak atau orang dewasa tinggal di dalam panti.

l) Comunal

Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

m) Group Marriage

Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan semua adalah orangtua dari anak-anak.

n) Unmarried pared and child

Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya di adopsi.

o) Cohibing Couple

Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan (Friedman, 2010).

2.2.4 Struktur Keluarga

Friedman (1998) dalam Harmoko (2012) menyatakan struktur keluargaantara lain:

a) Struktur Peran Keluarga

Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang menerangkanapa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran-peran tersebut.

b) Sistem Nilai dalam Keluarga.

Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap dankepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan atau konsep yang secara sadarmaupun tidak sadar mengikat bersama-sama seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya yang lazim.

c) Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.

d) Struktur Kekuasaan dalam Keluarga

Kekuasaan keluarga sebagai sebuah karakteristik dari sistem keluarga adalah kemampuan, baik potensial maupun aktual dari seorang individu untuk mengubah tingkah laku anggota keluarga.

2.2.5 Tahap Perkembangan Keluarga

a) Tahap pertama keluarga baru (beginning family) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.

2) Menetapkan tujuan bersama.

3) Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok sosial.

b) Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Persiapan menjadi orang tua.

2) Membagi peran dan tanggung jawab.

3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan.

4) Mempersiapkan biaya atau dana child beearing.

c) Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.

2) Membantu anak untuk bersosialisasi.

3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.

d) Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan semangat belajar.

2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.

3) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.

e) Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingatremaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.

2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan, kecurigaan dan permusahan.

f) Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center families)

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

2) Mempertahankan keintiman pasangan.

3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasukimasa tua.

g) Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age families) Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Mempertahankan kesehatan.

2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial dan waktu santai.

3) Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua.

4) Keakraban dengan pasangan.

h) Tahap kedelapan keluarga usia lanjut

Tugas perkembangan pada tahap ini antara lain:

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisikdan pendapatan.

3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.

4) Mempertahankan hubungan anak dan sosial masyarakat (Harmoko, 2012).

2.3 Konsep Dampak Masalah 2.3.1 Konsep Solusi

Solusi adalah jalan keluar atau jawaban dari suatu masalah. (Munif Chatif, 2011). Latihan mobilisasi perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain maka perlu dilakukan latihan mobilisasi. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Mubarak. et al, 2015).

2.3.2 Konsep Masalah Yang Sering Muncul a) Definisi Gangguan Mobilitas Fisik

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan (Ambarwati, 2014).

Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke,

klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi),dan pembatasan gerakan volunter,atau gangguan fungsi motorik dan rangka (Kozier, Erb, & Snyder, 2010)

Kemudian, Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik atau imobilitas merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu pergerakannya, seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.

Tidak hanya itu, imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh baik satu maupun lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015)

b) Etiologi

Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu : 1) Penurunan kendali otot

2) Penurunan kekuatan otot 3) Kekakuan sendi

4) Kontraktur

5) Gangguan muskuloskletal 6) Gangguan neuromuskular

7) Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

c) Patofisiologi

Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon fisiologis pada sistem otot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa gangguan

mobilisasi permanen yang menjadikan keterbatasan mobilisasi.

Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai akibat dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat pemecahan protein akan mengalami kehilangan masa tubuh yang terbentuk oleh sebagian otot.

d) Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :

1) Tanda dan gejala mayor

Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak menurun.

2) Tanda dan gejala minor

Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas saat bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.

NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari gangguan mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan, penurunan keterampilan motorik halus, penurunan keterampilan motorik kasar, penurunan rentang gerak, waktu reaksi memanjang, kesulitan membolak-balik posisi, ketidaknyamanan,

melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan, dispneasetelah beraktivitas, tremor akibat bergerak, instabilitas postur, gerakan lambat, gerakan spastik, serta gerakan tidak terkoordinasi.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan 2.4.1 Definisi

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien /pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah- kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,bersifat humanistic,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistemik untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga.

Tahap-tahap proses keperawatan : 2.4.2 Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.

a) Data umum 1) Data umum

Identitas penderita yang dikaji meliputi : nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status sosial ekonomi ( biasanya sering terjadi pada status sosial ekonomi menengah ) 2) Tipe keluarga

menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau maslah yang terjadidengan jenis tipe keluarga tersebut.

3) Suku bangsa

Penyakit Post CVA Infark ini tidak mengenal suku bangsa, dan Ras

4) Agama

Penyakit Post CVA Infark ini tidak mengenal agama apapun 5) Status sosial ekonomi

Biasanya terjadi pada status sosial ekonomi keluarga menengah . 6) Aktivitas rekreasi keluarga

Dengan adanya penghambatan gerakan akan mengganggu pola aktivitas penderita.

b) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga 1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang dirasakan saat ini, keluhan penderita saat ini susah untuk menggerakkan tubuh ekstermitas bagian kanan.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti

4) Riwayat keluarga sebelumnya

c) Lingkungan

Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pemukiman atau ruang lingkup keluarga yang rata-rata adalah lansia.

d) Struktur Keluarga

Tidak merasa dikucilkan, dapat berkomunikasi dengan baik,, biasanya pada keluarga menengah keatas.

e) Fungsi Keluarga : 1) Fungsi Afektif

Keluarga maupun penderita belum mengerti atau kurangnya pengetahuan masalah penyakit Post CVA Infark .

2) Fungsi Sosialisasi

Penderita kurang sosialisasi nya dengan tetangga, saudara maupun orang lain disekitarnya.

3) Fungsi Perawatan kesehatan

Keluarga tidak mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakitPost CVA Infark, keluarga kurang menyadari masalah penyakitnya, penyebab serta tanda gejala penyakit CVA.

4) Fungsi reproduksi

Pola reproduksi dan seksual pada penderita Post CVA Infark dengan masalah gangguan mobilitas fisikakan berubah karena kelemahan otot dan keterbatasan gerak .

5) Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga :

Dalam dokumen KESEHATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO 2021 (Halaman 32-41)

Dokumen terkait