• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkatan dan Macam-macam Qirâ`ât

BAB II. KAJIAN TENTANG QIRÂ`ÂT

D. Tingkatan dan Macam-macam Qirâ`ât

Perhatian para ulama terhadap qirâ‘ah ini mulai mengemukan bahkan sejak abad pertama Hijriah, dan semakin pesat terjadi ketika memasuki abad kedua. Pada kurun waktu tersebut muncullah kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan tentang qirâ`ât. Mengingat potensi keragaman bacaan yang begitu besar, maka ulama di bidang ini juga terbilang banyak. Karena itu pula, jumlah qirâ`ât yang ada tidak sama antara satu ulama dengan ulama lainnya. Sebagai contoh, Abû Ubaid al-Qâsim ibn Ṣalah

28 Manna Khalil al-Qatttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, (Bogor : Litera Antarnusa, 2011) cet.

14 h. 249-250

29 Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur`an dan al-Qira’at, (Jakarta: Pustaka Al-kautasar, 1996) h. 131. Yang dikutip oleh Muhammad Alaika Nashrulloh, “Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Penafsiran Al-Qur’an : Studi Qira’ah Sab`ah Pada Kitab Tafsir Al-Mishbah Karya Muhammad Quraish Shihab” Tesis Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2011

menghimpun bacaan 25 imam qirâ`ât; Aḥmad ibn Jubair al-Intâqi menghimpun bacaan 5 imam qirâ`ât; Qâḍî Ismâ’îl ibn Isḥâq al-Malikî mengimpun bacaan 20 imam qirâ`ât; Ibnu Jarîr al-Ṭabârî menghimpun bacaan lebih dari 20 imam qirâ`ât.30

Sebagian ulama menyebutkan bahwa qirâ`ât itu ada yang mutawatir, âhâd dan syâz. Menurut mereka, qirâ`ât mutawatir ialah qirâ`ât yang tujuh, sedangkan qirâ`ât âhâd ialah tiga qirâ`ât yang menggenapkannya menjadi sepuluh qirâ`ât ditambah qirâ`ât para sahabat dan selain itu adalah qirâ`ât syâz. Adapun kaidah qirâ`ât yang shahih adalah sebagai berikut:

1. Kesesuaian qirâ`ât tersebut sesuai dengan kaidah Bahasa Arab sekalipun dalam satu segi, baik segi itu fasih maupun lebih fasih, sebab qirâ`ât adalah sunah yang harus diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan berdasarkan pada isnad bukan ra’yu (penalaran).31

2. Qirâ`ât sesuai dengan salah satu mushaf Usmani, meskipun hanya sekedar mendekati saja. Sebab, dalam penulisan mushaf-mushaf itu para sahabat telah bersungguh-sungguh dalam membuat rasm (cara penulisan mushaf) sesuai dengan bermacam-macam dialek qirâ`ât yang mereka ketahui.

Misalnya mereka akan menuliskan

طارصلا

dalam ayat

َمْيِقَتْسُملا َطا َر صلا اَنِدْهِإ

(al-Fatihah [1]: 6), dengan sâd sebagai ganti huruf sîn yang merupakan asal ini agar lafaz tersebut dapat pula dibaca dengan sîn yakni طارسلا.Meskipun dalam satu segi berbeda dengan rasm, namun qirâ`ât dengan sîn pun telah memenuhi atau sesuai dengan bahasa asli lafaz tersebut yang dikenal, sehingga kedua bacaan itu dianggap sebanding. Dan bacaan isymâm untuk itu pun dimungkinkan pula.32

30 Mustopa, “Polemik Lahirnya Konsep Qirâ‘ah Sab`ah Dalam Disiplin Ilmu Qirâ‘ah”, Dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No.1, Juni 2014, h. 71

31 Muhammad Hidayat Noor, “Ilmu Qirâ`at Al-Qur'an: Sebuah Pengantar”, Dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an dan Hadis, Vol. 3, No. 1, Juli 2002 h. 13-14

32 Manna Khalil al-Qatttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, cet. 14 h. 254

3. Qirâ`ât itu harus shahih isnadnya, sebab qirâ`ât merupakan sunnah yang diikuti yang didasarkan pada keselamatan penukilan dan keshahihan riwayat. Seringkali ahli bahasa Arab mengingkari sesuatu qirâ`ât hanya karena qirâ`ât itu tidak sejalan dengan aturan atau lemah menurut kaidah Bahasa, namun demikian para imam qirâ`ât tidak menanggung beban apa pun atas keinginan mereka itu.33

Itulah syarat-syarat yang ditentukan dalam dhabit bagi qirâ`ât yang shahih. Apabila ketiga syarat ini telah terpenuhi, yaitu 1) sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, 2) sesuai dengan Rasm Utsmani dan 3) shahih sanadnya, maka qirâ`ât tersebut adalah qirâ`ât yang shahih. Dan apabila salah satu syarat atau lebih tidak terpenuhi maka qirâ`ât itu dinamakan qirâ`ât yang lemah, syâz atau batil.

Macam-macam qirâ`ât itu sebenarnya banyak, sejak Abu Ubaid al- Kasim Ibnu Salam sebagai orang yang pertama mengarang buku masalah qirâ`ât setalah itu bermunculan ahli-ahli qirâ`ât yang menyebabkan para ulama berbeda-beda dalam system qirâ`ât. Masalah itu mulai pada permulaan abad ke 2 H, yaitu setelah banyak orang di negeri Islam menerima qirâ`ât dari beberapa imam dan berakhir pada akhir abad ke 3 H.

Di mana pada abad itu qirâ`ât dibukukan, maka lahirlah ragam qirâ`ât yang masyhur sebagai berikut:34

33 Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur`an Pengenalan Dasar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988) cet. 1 h. 139

34 Jalaluddin as-Suyuti, al-Itqan fi Ulum Al-Qur`an (Beirut: Dar al-Fikr, 2008), h. 109-118

a. Qirâ`ât dari Segi Kualitas

Klasifikasi qirâ`ât berdasarkan kualitas sanad atau nilai sanad menurut as-Suyuti yang didukung oleh Ibnu al-Jazari membagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu:

1) Mutawatir, yaitu qirâ`ât yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah Saw dan inilah yang umum dalam hal qirâ`ât. Para ulama maupun para ahli hukum Islam sepakat bahwa qirâ`ât yang berkedudukan mutawatir adalah qirâ`ât yang sah dan resmi sebagai qirâ`ât Al-Qur`an. Ia sah dibaca di dalam maupun di luar shalat. Jumhur ulama juga berpendapat bahwa qirâ`ât yang tujuh itu mutawatir. 35

Contoh qirâ`ât sab`ah, QS. Al-Baqarah ayat 9.

ُي َخ ِد ا ْو ُع َهللا َن َو َّلا ِذ ْي َن َم َا ْو ُن ا نوعدخي امو ِا

َّلَ

ْن ِف َا َس ْم ُه َو َم َي ا ُع ْش ْو ُر َن

Terdapat dua bacaan dalam lafadz yang bergaris bawah, yaitu

 Didhommah huruf ya’, difathah huruf kho’, tanpa menambah alif (panjang) setelah huruf kho’, sehingga menjadi

َن ْوُعِداَخُي اَم َو

yang

membaca seperti ini adalah Imam Nafi’ Ibnu Katsir dan Abu ‘Amr.

 Di-fathah huruf ya’, disukun huruf kho’, tanpa menambahkan alif setelah huruf kho’, sehingga menjadi

َن ْوُعَدْخَي اَم َو

yang membaca seperti ini adalah Imam Ibn ‘Amir, ‘Asim, Hamzah dan al-Kisa’i.

2) Masyhur, yaitu qirâ`ât yang shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah Bahasa Arab dan rasm Utsmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qirâ`ât, sehingga karenanya tidak dikategorikan sebagai qirâ`ât yang salah atau syâz. Para ulama

35 Manna Khalil al-Qatttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, cet. 14 h. 250

menyebutkan bahwa qirâ`ât macam ini termasuk qirâ`ât yang dapat digunakan.

Contoh dari qirâ`ât ini banyak dijumpai dalam bab farsy al-huruf baik dalam kitab al-Syatibi, Ibn al-Jazari, maupun al-Dhani. Sama halnya dengan qirâ`ât yang diriwayatkan oleh imam tujuh yang mutawatir tersebut atau imam sepuluh, ataupun dari imam-imam yang lain, yang dapat diterima sanadnya. Qirâ`ât ini boleh dibaca dan wajib diyakini keberadaannya.

3) Ahad yaitu qirâ`ât yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm utsmani dan kaidah bahasa Arab, namun tidak terkenal seperti halnya qirâ`ât masyhur. Qirâ`ât seperti ini tidak dapat dibaca dalam sholat dan tidak wajib untuk diyakini.

Contoh qirâ`ât ini adalah qirâ`ât yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari jalur ‘Asim aj-Jahdari, dari Abu Bakrah. Sesungguhnya Nabi Saw membaca

ٍنا َس ِح ٍ ي ِر َقا َب ِع َو ٍر ْض ُخ َف ِرا َف َر ي َل َع َن ْي ِئ ِك َّت ُم

lafadz yang bergaris bawah tersebut tidak sesuai dengan rasm ‘Utsmani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.

4) Syaz yaitu qirâ`ât yang kualitas sanadnya tidak shahih atau qirâ`ât yang tidak memenuhi tiga syarat sah untuk dapat diterimanya suatu qirâ`ât.

Contohnya

ِن ْي ِ دلا َم ْو َي َك َم َل

lafadz maliki pada ayat tersebut dibaca dengan sighat fi’il madhi dan lafadz yaum dibaca dengan i’rab nashab.36

5) Maudhu yaitu qirâ`ât yang tidak ada asalnya atau qirâ`ât yang diriwayatkan oleh perawi tanpa memiliki asal usul yang jelas (qirâ`ât buatan). Contoh dalam hal ini Muhammad ibn Ja’far al-Khuza’I telah menghimpun beberapa qirâ`ât yang dikategorikan sebagai qirâ`ât maudhu.

36 Manna Khalil al-Qatttan, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, cet. 14 h. 257

6) Mudraj yaitu qirâ`ât yang menambahkan kalimat penafsiran dalam ayat-ayat Al-Qur`an. Contoh pada qirâ`ât Ibn ‘Abbas yakni,

َل ْي َس َع َل ْي ْم ُك ُج ٌحا َن َا ْن َت ْب َت ْو ُغ َف ا ْض ِم ًلا َّر ْن ِ ب ْم ُك َم ى ِف َو ِم ِسا َحلا ِ ج

)ىرخبلا هجرخا(

Seharusnya lafadz yang ada di dalam Al-Qur`an hanya

ْم ُك َل ْي َع َس َل ْي ُج

ٌحا َن َا ْن َت ْب َت ْو ُغ َف ا ْض ِم ًلا َّر ْن ِ ب ْم ُك

b. Qirâ`ât dari segi Kuantitas.

1) Qirâ`ât Sab`ah

Kitab as-Sab`ah yang disusun Ibn Mujahid (w. 334 H) memiliki andil yang besar dalam membentuk persepsi sebagian orang tentang qirâ‘ah, atau bahkan sab`ah aḥruf. Kitab ini memuat bacaan imam-imam tujuh yang kemudian menjadi rujukan sebagian besar umat Islam dalam membaca Al-Qur`an. Pemilihan tujuh imam ini, selain didasari kriteria qirâ`ât yang disepakati ulama, juga didasarkan atas ketokohan mereka dalam ilmu qirâ`ât dan kesesuaian bacaan mereka dengan mushaf Uṡmâni yang ada pada negeri mereka dan bacaan mereka benar-benar masyhur di kalangan ulama di negerinya masing-masing.37 Keputusan Ibn Mujahid (w.

334 H) hanya memilih tujuh varian bacaan, menurut Moqsiṭ Ghazali, agaknya diinspirasi oleh hadis Nabi yang banyak beredar ketika itu, yakni Al-Qur`an diturunkan dalam tujuh huruf. Secara implisit, Ibnu Mujahid ingin menegaskan bahwa yang dimaksud

37 Abd Moqsith Ghazali, dkk, Metodologi Studi Al-Qur’an¸ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 18. Dalam Mustopa, “Polemik Lahirnya Konsep Qirâ‘ah Sab`ah Dalam Disiplin Ilmu Qirâ‘ah”, Dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No.1, 2014, h. 72

“tujuh huruf” dalam hadis tersebut adalah “tujuh varian bacaan”

yang dipilihnya.38

Qirâ`ât sab`ah adalah qirâ`ât yang diriwayatkan oleh tujuh imam qirâ`ât dengan masing-masing imam mempunyai dua orang perawi. Tujuh qirâ`ât ini dihimpun dan dipopulerkan oleh Abu Bakr ibn Mujahid (245-334 H).39 Ketujuh imam dan perawinya yaitu:

1) Imam Nafi’. Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi ibn

‘Abdurrahman ibn Abi Nu’aim al-Laitsi, lahir di Asfahan tahun 70 H dan wafat juga di Madinah pada tahun 169 H.40 mata rantai sanad Imam ini, ia mempunyai guru banyak di antaranya Abdurrahman ibn Hurmuz, Abdurrahman dari Abdullah ibn Abbas dan Abu Hurairah, Abu Hurairah dari Ubay ibn Ka’ab dan Ubay dari Rasulullah saw. Perawi imam Nafi’ adalah:

a) Qalun. Nama lengkapnya adalah Abu Musa Isa ibn Mina, lahir tahun 120 H dan wafat 220 H di Madinah.

b) Warsy. Nama lengkapnya adalah Utsman ibn Sa’id al-Misri, lahir tahun 110 H dan wafat 197 H di Mesir.41

2) Imam Ibn Katsir. Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Katsir al-Makki, lahir tahun 45 H dan wafat di Makkah tahun 120 H. Mata rantai sanad bacaannya dari Abdullah ibn Sa’id al-Makhzumi, Abdullah membaca dari Ubay ibn Ka’ab dan

38 Mustopa, “Polemik Lahirnya Konsep Qirâ‘ah Sab`ah Dalam Disiplin Ilmu Qirâ‘ah”, Dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No.1, 2014, h. 72

39 Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur`an Pengenalan Dasar, cet. 1 h. 137

40 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis 100 Maqra Qiraat Mujawwad Riwayat Qalun- Warsy- Khalaf dan Qiraat Sab`ah (Jakarta: Fakultas Tarbiyah IIQ Jakarta, 2011), h, 7.

41 Ahmad Fathoni, Kaidah Qira`at 1&2, (Jakarta: Yayasan Bengkel Metode Maisura, 2016) h. 6.

Umar ibn Khattab, keduannya membaca dari Rasulullah saw.42Perawi Imam Ibn Katsir adalah:

a) Al-Bazzi. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Abi Bazzah al-Makki, lahir tahun 170 h dan wafat di Makkah 250 H.

b) Qunbul. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abdurrahman ibn Muhammad ibn Khalid ibn Sa’id al- Makki al-Makhzumi, lahir tahun 195 H dan wafat di Makkah tahun 291 H. 43

3) Imam Abu ‘Amr. Nama lengkapnya adalah Zayyan ibn al-‘Ala ibn Ammar al-Mazini al-Bashri. Lahir tahun 68 H dan wafat di Kufah tahun 154 H. Mata rantai sanad bacaan ini adalah bahwa ia membaca dari bebarapa guru, di antaranya Abu Yazid ibn Qa’qa’ dan Hasan al-Bashri. Hasan dari Hattan dan Abu Aliyah. Abu dari Umar ibn Khattab dan Ubay ibn Ka’ab.

Keduanya dari Rasululllah Saw.44 Perawi Imam Abu ‘Amr adalah:

a) Al-Duri. Nama lengkapnya adalah Abu Umar Hafs ibn ‘Abd al-Aziz al-Duri al-Nakhrawi, wafat tahun 246 H.

b) Al-Susi. Nama lengkapnya adalah Abu Syu’aib Salih ibn Ziyad ibn Abdullah al-Susi, wafat tahun 261 H.

4) Imam Ibn ‘Amir. Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn ‘Amir al-Syami al-Yahshabi. Seorang qadi dari Damaskus pada pemerintahan al-Walid ibn ‘Abd al-Malik. Lahir tahun 21 H dan wafat di Damaskus tahun 118 H. Mata rantai sanad ini hanya

42 Muhammad Hidayat Noor, “Ilmu Qirâ`at Al-Qur'an: Sebuah Pengantar”, Dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an dan Hadis, Vol. 3, No. 1, Juli 2002 h. 10

43 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis 100 Maqra Qiraat Mujawwad Riwayat Qalun- Warsy- Khalaf dan Qiraat Sab`ah, h, 7.

44 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis 100 Maqra Qiraat Mujawwad Riwayat Qalun- Warsy- Khalaf dan Qiraat Sab`ah, h, 7.

berselang seorang sahabat, yaitu ‘Utsman ibn Affan dan Utsman dari Rasulullah Saw45. Perawi Imam Ibn ‘Amir adalah:

a) Hisyam. Nama lengkapnya adalah Hisyam ibn ‘Ammar al- Dimasyqi, lahir tahun 153 H dan wafat di Damaskus tahun 245 H. 46

b) Ibn Dzakwan. Nama lengkapnya adalah Abu Amir Abdullah ibn Ahmad ibn Basyir ibn Dzakwan al-Dimasyqi. Lahir tahun 173 H dan wafat di Damaskus 242 H.47

5) Imam ‘Asim. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr ibn Abu al- Najud kunyahnya adalah Abu Bakr, berasal dari golongan tabi’in, wafat di Kufah 128 H. Mata rantai sanad bacaan Imam ini adalah dari Abdurrahman ibn Hubaib al-Sulaimi dari

‘Abdullah ibn Mas’ud, Utsman bin Affan, Ali ibn Abu Thalib, Ubay ibn Ka’ab dan Zaid ibn Tsabit. Dan para sahabat ini bacaannya dari Rasulullah Saw. Perawi imam ‘Asim adalah:

a) Syu’bah. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Syu’bah ibn

‘Ayyasy ibn Salim, lahir tahun 95 H dan wafat di Kuffah 193 H.

b) Hafs. Nama lengkapnya adalah Abu ‘Amr Hafs ibn Sulaiman ibn al-Mughirah al-Bazzah, lahir tahun 90 H dan wafat tahun 180 H.

6) Imam Hamzah. Nama lengkapnya adalah Hamzah ibn Hubaib ibn

‘Ammarah al-Zayyat, lahir tahun 80 H48 dan wafat di Halwan

45 Muhammad Hidayat Noor, “Ilmu Qirâ`at Al-Qur'an: Sebuah Pengantar”, Dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an dan Hadis, Vol. 3, No. 1, Juli 2002 h. 11

46Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis 100 Maqra Qiraat Mujawwad Riwayat Qalun- Warsy- Khalaf dan Qiraat Sab`ah, h, 8

47 Ahmad Fathoni, Kaidah Qira`at 1&2, h. 8

48 Muhammad Hidayat Noor, “Ilmu Qirâ`at Al-Qur'an: Sebuah Pengantar”, Dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an dan Hadis, Vol. 3, No. 1, Juli 2002 h. 11

tahun 156 H. mata rantai sanad bacaannya dari Abu Muhammad ibn Sulaiman ibn Mihran al-A’masyi, al-A’masyi dari Abu Muhammad Yahya, Yahya dari ‘Alqamah dari Abdullah ibn Ma’ud dan Ibn Mas’ud dari Rasulullah Saw. Perawi Imam Hamzah adalah:

a) Khalaf. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf ibn Hisyam al-Bazzar, lahir tahun 150 H dan wafat di Baghdad tahun 229 H. 49

b) Khalad. Nama lengkapnya adalah Abu Isa Salim ibn Isa al- Hanafi al-Kuffi wafat di Kufah tahun 220 H.50

7) Imam Kisa’I. nama lengkapnya adalah ‘Ali ibn Hamzah al- Nahwi, kunyahnya adalah Abu al-Hasan wafat tahun 189 H. mata rantai sanad bacaannya adalah Imam Hamzah dan juga dari Muhammad ibn Abu Laili serta Isa ibn Umar sedangkan Isa dari

‘Asim. Perawi Imam Kisa’I adalah:

a) Abu al-Harits. Nama lengkapnya adalah al-Laits ibn Khalid al-Baghdadi, wafat tahun 240 H.

b) Al-Duri. Nama lengkapnya adalah Abu Umar Hafs ibn ‘Abd al-Aziz al-Duri al-Nakhwi, wafat tahun 246 H.51

2) Qirâ`ât ‘Asyarah

Dengan dibakukannya tujuh orang imam di atas, maka bacaan-bacaan iman yang lain menjadi tidak terakomodir dan terancam punah. Padahal, di luar tujuh orang imam yang dibakukan Ibn Mujahid (w. 334 H) ini terdapat bacaan imam lain yang memiliki kualitas kesahihan yang setara, sebab qirâ`ât yang

49 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis 100 Maqra Qiraat Mujawwad Riwayat Qalun- Warsy- Khalaf dan Qiraat Sab`ah, h, 9.

50 Ahmad Fathoni, Kaidah Qira`at 1&2, h. 9.

51 Ahmad Fathoni, Kaidah Qira`at 1&2, h. 9.

berkembang saat itu terbilang banyak, bahkan hingga mencapai puluhan. Jumlah tersebut akan semakin banyak jika ditambah dengan perawi-perawi dari masing-masing imam yang ada. Karena, dari masing-masing imam, seperti tujuh imam di atas memiliki banyak periwayat. Sebagai contoh, Abu Amr, dalam tulisan Taufiq Adnan Amal dijelaskan memiliki riwayat yang tak terhitung jumlahnya.52 Demikian halnya dengan Hamzah. Dua orang yang diambil menjadi periwayat masing-masing imam dipilih dari yang paling dekat dan populer, karena itu standar kualifikasinya tidak terlalu objektif.

Untuk menjembatani hal tersebut maka dimunculkanlah qirâ`ât asyarah yang mencetuskan qirâ‘ah ‘asyrah adalah Ibn al- Jazârî dengan mengacu pada kriteria yang dibuatnya, dan disepakati para ulama.53 Qirâ`ât asyarah adalah qirâ`ât yang diriwayatkan oleh sepuluh imam qirâ`ât. Jumlah sepuluh tersebut terdiri atas tujuh qirâ`ât sab`ah ditambah tiga qirâ`ât lainnya54 yaitu:

8) Yazîd ibn al-Qa‘qa‘, dikenal dengan nama Abû Ja‘far al- Makhzûmî (w. 130), di Madinah. Perawinya adalah Abu al- Hârîṡ ’Îsâ ibn Wardân (w. 160), dan Sulaimân ibn Muslim ibn Jammâz Abû al-Rabi‘al-Zuhri, atau terkenal sebagai Ibn Jammâz (w. 170).

52 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011) h. 356, Dalam Mustopa, “Polemik Lahirnya Konsep Qirâ‘ah Sab`ah Dalam Disiplin Ilmu Qirâ‘ah”, Dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No.1, 2014, h. 74

53 Mustopa, “Polemik Lahirnya Konsep Qirâ‘ah Sab`ah Dalam Disiplin Ilmu Qirâ‘ah”, Dalam Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No.1, 2014, h. 75

54 Faizah Ali Syibromalisi, “Pengaruh Qira’at terhadap Penafsiran”, h. 13

9) Ya‘qûb ibn Ishâq ibn Zayd ibn ’Abdullâh Abû Muḥammad al- Haḍramî, dikenal dengan Ya‘qûb al-Haḍramî (w. 205), di Basrah. Dua perawi yang meriwayatkannya adalah Muhammad ibn Mutawakkil Abû ’Abdullâh al-Lu’lu’i al-Baṣrî, atau dikenal sebagai Ruwais (w. 238), dan Abû al-Ḥasan ibn Abd al- Mu’min al-Hużâli, dikenal sebagai Ruh.

10) Khalaf ibn Hisyam al-Bazzâr, atau Khalaf (salah seorang perawi bacaan imam Hamzah dalam qirâ`ât sab`ah), di Kufah.

Perawinya adalah Ishaq ibn Ibrâhîm ibn Uṡmân Abû ’Abdullâh ibn Ya‘qûb, atau dikenal dengan Ishâq (w. 286), dan Idris ibn

’Abd al-Kârim al-Haddâd Abû al-Ḥasan al-Bagdâdi, atau dikenal dengan Idrîs (w. 292).55

3) Qirâ`ât Arba’a ‘Asyarah

Adalah qirâ`ât yang diriwayatkan oleh empat belas imam qirâ`ât. Jumlah empat belas tersebut terdiri atas qirâ`ât asyarah ditambah empat imam qirâ`ât lagi yaitu Ibn Muhaisin, Yahya al- Yazidi, Hasan al-Bashri dan terakhir al-A’masyi.56

Dokumen terkait