• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pembinaan Moral Anak

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

2) Tinjauan Pembinaan Moral Anak

Pembinaan dalam pandangan Yurudik Yahya adalah suatu bimbingan dan arahan yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa atau yang lebih berpengalaman terhadap anak yang perlu bimbingan dan dibina agar dapat menjadi lebih mandiri, serta memiliki keperibadian yang lebih baik dari sebelumnya. Pembinaan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk merubah tingkah laku serta membentuk keperibadiannya agar apa yang diharapkan dapat tercapai.24

Moral berasal dari bahsa Latin mos dan mores yang berarti adat istiadat, tabiat, kebiasaan, cara hidup, tingkah laku, watak dan akhlak.25 Moral lebih diartikan sebagai tingkah laku atau perbuatan dalam sepak terjang manusia yang berkaitan dengan segala kebiasaan hidup manusia.26 Moral memiliki arti yang sangat berkaitan dengan ajaran baik buruk, dan lebih berhubungan dengan tindakan atau perilaku seseorang.27

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembinaan moral merupakan suatu proses bimbingan untuk mendidik, mengarahkan serta membangun watak dalam bertingkah laku yang dipandang baik oleh seseorang

24 http://www.definisi-pengertian.com/2015/06/definisi-pembinaan.html?m=1, diakses pada 15 maret 2020, pukul 14.57.

25 Sjarkawi, Pembentukan Kepoeribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, Dan Social Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), H. 27.

26 Muammar Qadafi, “Alwalady “ Kolaborasi Guru Dan Orang Tua Dalam Mengembangkan Aspek Moral Agama Anak Usia Dini”, Vol. 5, No. 1, Maret 2019, H. 4.

27 Amos Neolaka Dan Grace Amelia, Landasan Pendidikan Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup, (Depok: Kencana, 2017), H. 455

maupun sekelompok orang. Untuk itu, hendaklah orang tua maupun guru menjadi teladan yang baik bagi anak, agar senantiasa anak-anak mendapatkan contoh konkrit yang baik bagi perkembangan moralnya.

b. Pengertian Anak Usia Dini

Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 pasal 28, ayat 1 menyebutkan yang termasuk anak usia dini adalah anak yang dalam rentang usia 0 sampai 6 tahun.28 NAEYC (national assosiation education for young children) mengungkapkan anak usia dini merupakan sekelompok

individu yang berada pada usia 0-8 tahun. Pada anak usia dini adalah sekelompok yang berada pada masa usia emas (golden age).29

Pada masa usia keemasan ini, orang tua maupun pendidik harus selalu memperhatikan perkembangan anak setiap hari, sangat dirugikan jika orang tua membiarkan masa-masa emas ini terabaikan begitu saja. Pemahaman anak pada masa keemasan ini akan sangat berperan penting dalam kehidupanya di masa mendatang, untuk itu hendaklah orang tua dan pendidik memberikan stimulus- stimulus yang tepat sesuai dengan aspek-aspek perkembangan anak usia dini.

Masa keemasan ini bagaikan kain kosong tanpa ada sedikit noda, jika dicoret- coret dengan tinta yang tak sesuai maka akan menghasilkan karya yang tidak bagus pula. Artinya anak butuh bimbingan ilmu yang bermanfaat bagi

28 Nurhafizah, Studi Deskriptif Tentang Pengembangan Sikap Perilaku Anak Di TK Planet Kids Lubuk Minturun Padang, Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan Padang, 2012. H. 7.

29Aris Priyanto, “Jurnal Ilmiah Guru “COPE” “Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas Bermain”, Vol. 18, No. 02, November 2014, H. 42.

kehidupannya di masa mendatang, agar potensi maupun bakat seorang anak akan terarah kepada hal yang baik pula.

c. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini yang tengah mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan memiliki karakteristik tersendiri. Adapun karakteristik anak usia dini yang tengah tumbuh dan berkembang adalah sebagai berikut:

1. Anak bersifat egosentris

Anak cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Contohnya, suka berebut mainan, menangis bila keinginannya tidak terpenuhi dan memaksakan keinginannya terhadap orang lain. Berikut cara menangani anak yang bersifat egosentris yakni dengan mengajarkan anak untuk mendengarkan, memahami atau berempati pada orang lain.

2. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar

Menurut pemikiran anak, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan, hal ini menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi pada anak. Cara menangani anak dengan karakteristik tersebut yakni orang tua tidak bosan menjawab hal apapun yang anak tanyakan, beri jawaban yang logis, singkat, jelas, dan benar.

3. Anak adalah makhluk sosial

Karakter ini terlihat ketika anak bermain, semakin usia anak bertambah maka semakin cakap kemampuan sosial yang dimilikinya. Anak

senang bekerjasama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaannya. Anak akan membangun konsep dirinya melalui interaksi sosial di tempat bermain maupun sekolah.

4. Anak bersifat unik

Anak memiliki bawaan, minat, kapabilitas dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama yang lain, tidak ada dua anak yang sama persis meskipun mereka kembar identik. Anak memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, latar belakang keluarga dan lain-lain. Cara menyikapinya yakni dengan memberikan stimulus yang menantang yang dapat menggali rasa ingin tahu anak semakin meningkat dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangannya.

5. Anak kaya dengan fantasy

Anak senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, anak dapat bercita-cita melebihi pengalaman aktualnya, hal ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Contohnya ketika anak melihat robot, maka anak akan berimajinasi bagaimana robot itu berjalan, bertempur dan sebagainya. Cara penanganannya yakni dengan memberikan kesempatan pada anak dengan seluas-luasnya untuk mengembangkan imajinasinya melalui berbagai kegiatan yang berkaitan dengan seni, seperti bercerita, bermain peran, melukisa dll.

6. Anak memiliki daya konsentrasi yang pendek

Anak sulit berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama, ia cepat mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Cara menanganinya yakni dengan buatkanlah anak kegiatan yang bervariasi dan menyenangkan sehingga anak tidak mudah bosan.

7. Anak merupakan masa belajar yang paling potensial

Anak usia dini merupakan kelompok usia yang berada dalam proses perkembangan yang unik, karena proses perkembangannya terjadi secara bersamaan dengan golden age yakni kecepatan tumbuh otak anak bisa mencapai 50% dari keseluruhan perkembangan otak selama hidupnya. Anak memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan yang ada pada dirinya. Cara penanganannya yaitu memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk perkembangan anak dan memfasilitasinya dengan menyediakan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. 30

d. Tahap Perkembangan Moral Anak Usia Dini

Lawrence Kohlberg, adalah Ahli psikolog perkembangan moral mangungkapkan bahwa perkembangan moral memiliki hubungan yang sangat erat dengan cara berfikir anak. Seorang anak memiliki kemampuan untuk melihat, mengamati, memperkirakan, berfikir, menduga, mempertimbangkan dan menilai, akan berpengaruh terhadap perkembangan moral dalam diri

30 Ibid., H. 43.

seorang anak. 31 Kohlberg mengemukakan ada 3 tingkatan yang terdiri dari 6 stadium, dimana dalam setiap stadium dialami oleh anak, walau mungkin bukan diwaktu usia yang sama.

1. Tingkatan 1: Proses moral yang pra-conventional.

Tahap ini adalah tingkat tekecil dari proses moral, tahap ini lebih mengacu pada baik dan buruk perbuatan yang digambarkan melalui reawerd dan punishment.

a. Stadium 1:Moralitas Heteronom.

Pada tahap ini anak berfikir bahwa mereka harus patuh karena takut hukuman, yang artinya bila anak melakukan perbuatan yang tidak baik maka dia akan mendapat hukuman atas perbuatannya itu.

b. Stadium 2:Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran.

Pada tahap ini penalaran individu yang memikirkan kepentingan diri sendiri adalah hal yang benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain.

Karena itu menurut anak apa yang benar adalah sesuatu yang memiliki pertukaran yang setara. Mereka berfikir jika mereka baik kepada orang lain maka orang lain juga akan bersikap baik kepada mereka. Dengan kata lain, ada unsur timbal balik dalam setiap perbuatan.32

31 Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral…, H. 3-4.

32 Cristiana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak…, H. 235.

2. Tingkatan 2: Penalaran moral yang conventional.

Ada beberapa standar tertentu yang diberlakukan dalam bertindak seperti anak menyesuaikan diri dengan orang tua, keluarga dan lingkungan sosialnya, baik tata tertib ataupun norma-norma lainnya karena ingin diterima dalam lingkungan sosialnya.33

a. Stadium 3: Ekspektasi interpersonal mutual dan konformitas interpersonal.

Dalam tahap ini anak mulai memandang kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar dari penilaian moral. Anak mengikuti peraturan moral orang tua agar dinilai oleh orang tuanya sebagai anak yang baik.34

b. Stadium 4: Moralitas peraturan social.

Pemahaman moral disadari oleh adanya peraturan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sebagai contoh, anak bermain bunyi-bunyian yang dapat menganggu tetangga sekitar maka akan dimarahi oleh tetangga yang merasa terganggu tersebut.

3. Tingkatan 3: Proses moral yang post conventional.

Individu mulai menyadari adanya jalur moral alternatif, mengeksplorasi pilihan lain, lalu memutuskan berdasarkan kode moral personal.

33 Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral…, H. 9.

34 Cristiana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak…, H. 236-237.

a. Stadium 5: Kesepakatan sosial dan hak individu.

Dalam tahap ini individu menukar bahwa nilai, hak, prinsip lebih utama atau lebih luas dari pada hukum. Individu mengevaluasi validitas hukum yang ada, dan melindungi hak asasi dan nilai dasar manusia. Dengan kata lain, untuk kehidupan bersama yang teratur.

b. Stadium 6: Prinsip etis universal.

Individu mengembangkan standar moral berdasarkan hak asasi manusia universal. Ketika dihadapkan pada pertentangan antara hukum dan hati nurani, individu menular bahwa yang harus diikuti adalah hati nurani, meskipun keputusan ini dapat memberikan risiko.35

Selanjutnya adapula seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang delapan tahap perkembangan pada manusia yang diketahui bernama Erik Erikson. Pembagian tahap perkembagan ini berdasarkan periode tertentu dalam kehidupan manusia. Adapun delapan tahap perkembanganya dibagi dalam tingkat usia: 0-1 tahun (bayi), 2-3 tahun (balita), 3-6 tahun (usia pra sekolah), 7-12 tahun (usia sekolah), 12-18 tahun remaja, 20-an pemuda, akhir 20-an sampai 50 tahun separuh baya, manuka untuk usia 50-an dan seterusnya.36 Erik Erikson menyatakan bahwa dasar perilaku moral pada anak terbagi dalam beberapa tahapan usia, diantaranya:

35 Ibid.

36 Https://Id.M.Wikipwedia.Org/Wiki/Erik_Erikson diakses tanggal 27 Ferbruari 2020, Pukul 15.15

1. Usia 0-2 tahun.

Dalam tahap ini, seorang anak sepenuhnya bergantung pada figur seorang ibu. Ketika ibu memenuhi segala kebutuhan anak, baik itu fisik maupun mental, maka dari sanalah akan tumbuh kepercayaan anak untuk sosok figur ibunya. Apabila pada tahap ini tidak tumbuh rasa kepercayaan pada diri anak, makan akan mempengaruhi tahap berikutnya yakni kepercayaan anak terhadap lingkungan.

2. Usia 2-4 tahun.

Dalam tahap ini, anak sudah mulai meyakini adanya hubungan erat dengan ibu atau figure pengganti ibu. Anak akan mulai ingin mengembangkan dirinya sendiri, seperti belajar untuk mandiri dalam batas tertentu. Namun kadang akan timbul konflik dalam diri anak antara ingin mengembangkan dirinya sendiri dan kebergantungan pada orang tua. Pada tahap ini wajar jika anak merasa ragu dan malu jika menjadi perhatian.

Apalagi jika ada yang menilai perbuatanya (tingkah laku atau perkataanya salah atau buruk), maka anak akan memiliki pemahaman yang keliru tentang moral.37

3. Uisa 4-6 tahun.

Dalam tahap ini, anak sudah mulai mempunyai sekaligus menunjukkan rasa kepercayaan dirinya. Anak akan mulai menunjukkan

37 Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), H. 5.

inisiatif dalam mengatasi konflik, hal ini didukung pula dengan perkembagan fisiknya. Pada fase ini, anak akan menjadi peniru yang handal.

Peran orangtua, guru dan lingkungan masyarakat dapat menjadi stimulus anak dalam melakukan berbagai tindakan yang dapat mempengaruhi perkembangan moralnya. Dalam rentang usia ini, perkembangan anak cendrung terbentuk dari pergaulan sosial disekitarnya. Timbulnya inisiatif dalam diri anak berarti anak sudah memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya atas apa yang ia lakukan. Sementara inisiatif untuk melakukan sesuatu atau menyelesaikan masalah, memungkinkan berkembangnya konsep benar dan salah tentang apa yang akan anak lakukan.38

Berdasarkan beberapa tahap yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap usia yang dilalui anak akan mengalami fase yang berbeda-beda dalam masa perkembangan moralnya. Orang tua berperan sebagai madrasah pertama untuk anak-anaknya dirumah hendaklah memberi stimulus dan penanganan yang tepat berdasarkan setiap fase yang dilalui anak guna menunjang setiap perkembangan moral anak kedepannya.

e. Dasar dan Tujuan Pembinaan Moral Pada Anak Usia Dini

Tujuan dari pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal ini tercantum dalam

38 Ibid., H. 6.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 yang yang menyatakan bahwa pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga demokratis serta bertanggung jawab.39

Melihat tujuan dari alur pendidikan Nasional, maka tujuan membina moral yakni untuk mewujudkan manusia ideal dalam artian anak yang bertaqwa pada Allah SWT, menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan sesuai ajaran agama dan taat beribadah, serta sangup hidup bermasyarakat dengan baik dimasa depannya. Dalam dunia pendidikan membina moral lebih mengarahkan dalam pembentukan mental anak, agar tidak mengalami penyimpangan.

Bentuk-bentuk nilai yang dapat ditanamkan dalam membina moral ini meliputi nilai religius, jujur, toleran, disiplin, kreatif, cinta damai dan bertanggung jawab.

Dokumen terkait