• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. BAB II Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Nabila Cahya

Academic year: 2023

Membagikan "2. BAB II Tinjauan Pustaka"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Bahan Baku Tebu

Tebu (sugar cane) dan umbi bit (beta vulgaris) adalah salah satu sumber tumbuhan yang dapat menghasilkan gula. Di Indonesia sebagian besar pabrik gula menggunakan bahan baku tebu (cane). Tebu hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan termasuk jenis rumput-rumputan. Umur sejak ditanam sampai waktu panen mencapai kurang lebih 1 tahun. Berbeda dengan bit yang tumbuh di daerah yang beriklim dingin seperti di Eropa dan Amerika (Harjono dkk, 1985).

Oleh karena itu industri gula di Indonesia menggunakan tanaman tebu sebagai bahan baku utama pembuatan gula dan sekitar 60% konsumsi gula di dunia terpenuhi dari gula tebu. Setiap hektar lahan tanaman tersebut dapat menghasilkan kurang lebih 60-120 ton tebu (Iptek Net, 2005).

Warna tebu tergantung pada zat-zat yang terkandung di dalamnya. Tanaman tebu sendiri berwarna abu-abu hingga hijau tua. Tebu mengandung sukrosa, selulosa atau serat-serat kayu, gula reduksi (glukosa dan fruktosa), dan sejumlah bahan lain yang dapat larut dalam air.

Zat-zat organik dalam tanaman tebu meliputi oksida-oksida dari besi, kalsium, kalium, sulfur, dan fosfat. Serat tanaman tebu terdiri dari selulosa, hemiselulosa, peptin, dan lignin.

(2)

Gambar 2.1. Tanaman Tebu Milik PT Pemukasakti Manisindah

Tabel 2.1. Komposisi Tanaman Tebu

Komposisi % Berat

Air 73 – 76

Zat padat 24 – 27

Purity 70 – 88

Gula Reduksi 1,4 – 1,5

Serat 15

Glukosa 2 – 4

Fruktosa 2 – 4

Pol 9 – 10

(sumber : Laboratory PT PSMI, 2022)

2.2 Proses Pembentukan Sukrosa

Proses pembentukan sukrosa melalui tiga tahapan reaksi antara lain : 1. Reaksi Fotosintesis

Pada proses ini terjadi interaksi antara karbon dioksida dengan air didalam sel yang mengandung klorofil. Proses ini dibantu dengan bantuan sinar matahari, dengan reaksi sebagai berikut,

6CO

2

+ 6H

2

O → C

6

H

12

O

6

+ 6O

2 (2.1)

(3)

2. Reaksi Kondensasi Sukrosa

Pada reaksi ini terjadi pembentukan sukrosa dari glukosa dan fruktosa.

Penggabungan dari 2 unit karbon monosakarida menjadi C12H22O11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa. Bila tebu ditebang, kehidupan sel tebu makin lama makin lemah dan akhirnya fotosintesis berhenti. Reaksi ini berlangsung tanpa bantuan matahari dengan reaksi sebagai berikut,

C

6

H

12

O

6

+ C

6

H

12

O

6

→ C

12

H

22

O

11

+ H

2

O

(2.2)

Glukosa Fruktosa Sukrosa Air 2.3 Sifat-Sifat Sukrosa

Kadar sukrosa yang ada dalam batang tebu bervariasi antara 70 – 88 %. Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11. Sukrosa terbentuk melalui proses fotosintesis yang ada pada tumbuh-tumbuhan. Bentuk sederhana dari persamaan tersebut adalah :

6CO

2

+ 6H

2

O —–> C

6

H

12

O

6

+ 6O

2

Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Penggabungan dari unit-unit karbon monosakarida menjadi C12H22O11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa atau saccharose (Kuswurj, 2010).

Pertumbuhan tebu terbagi dua yaitu masa vegetatif dan masa pemasakan. Masa vegetatif merupakan masa pertumbuhan tebu. Masa pemasakan adalah masa untuk memperbanyak kandungan sukrosa, sukrosa yang dihasilkan disimpan dalam sel- sel penyusun batang. Dengan demikian sel-sel penyusun batang yang dibuat terlebih dahulu akan mengandung sukrosa yang lebih banyak dibandingkan sel-sel penyusun batang yang dibuat sesudahnya. Pada pertumbuhannya tebu tidak dapat bertambah panjang lagi sampai tinggi tertentu, sehingga kandungan sukrosa akan merata diseluruh batang. Hal ini menunjukkan bahwa tebu sudah tua dan siap ditebang. Umur tebu yang siap tebang berkisar antara 9 bulan sampai 14 bulan

(4)

bergantung pada varietasnya. Tebu yang sudah tua harus ditebang agar kandungan sukrosanya tidak menurun.

Tebu yang setelah ditebang sebaiknya langsung digiling untuk mendapatkan ekstrak niranya, sebab jika tidak langsung digiling kandungan sukrosa yang ada didalam tebu akan menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi terurainya kandungan sukrosa pada saat tebang sampai penggilingan antara lain (Harjono, dkk 1985) :

1. Jenis Tebu 2. Umur Tebu 3. Pemeliharaan 4. Iklim atau Musim

2.3.1 Sifat-Sifat Fisik Sukrosa

Sifat-sifat fisik sukrosa dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Sifat Fisik Sukrosa

SIFAT FISIK KETERANGAN

Berat molekul 342,298

Spesific Gravity 1,588 (15oC)

Titik Lebur 170oC

Entalpi Pembentukan (1 atm,25oC) -2228,3 kj/mol

Bentuk Kristal Monoklin

Densitas 1,606

Kalori 3,96 kcal/gram

(Sumber : Sugiarto, Yan, 1986)

2.3.2 Sifat-Sifat Kimia Sukrosa

Sifat-sifat kimia sukrosa dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain : 1. Hidrolisis

Dalam larutan yang mengandung asam, sukrosa mengalami hidrolisis menghasilkan D-Glukosa dan D-Fruktosa. Sukrosa murni memutar bidang polarisasi ke kanan (+), sedangkan hasil hidrolisis berupa campuran senyawa yang memutar bidang polarisasi ke kiri (-), sehingga proses ini disebut inversi. Kehilangan gula akibat hidrolisis harus diperhatikan

(5)

terutama pada pH rendah dan suhu yang tinggi. Kehilangan gula dapat menimbulkan kerugian bagi pabrik (Kuswurj, 2010).

C

12

H

22

O

11

+ H

2

O → C

6

H

12

O

6

+ C

6

H

12

O

6 (2.3) Sukrosa Air D-Glukosa D-Fruktosa

Sukrosa stabil pada suasana basa tetapi pada suhu tinggi dan suasana basa terjadi pembentukan senyawa berwarna coklat yang rasanya lebih manis dari sukrosa (proses karamelisasi).

2. Pengaruh pH

Pada suasana asam, sukrosa mudah pecah menjadi glukosa dan fruktosa.

Hasil perpecahannya disebut dengan gula inversi dan akan terjadi semakin cepat dengan naiknya temperature. Sukrosa setabil pada suasana basa, namun pada suhu tinggi dan suasana basa terjadi pembentukan senyawa berwarna coklat yang rasany lebih manis dari sukrosa (proses karamelisasi).

3. Pengaruh Larutan Alkali dan Alkali Tanah

Larutan alkali dan alkali tanah yang bersifat pekat dapat menguraikan sukrosa menjadi asam laktat, asam formiat, dan asam asetat. Asam-asam tersebut bereaksi dengan ion-ion logam alkali dan alkali tanah membentuk garam. Kosentrasi alkali yang sedang (tidak pekat dan tidak encer) pada suhu rendah mampu bergabung dengan sukrosa membentuk ikatan bersifat basa yang disebut dengan sakarat (Othmer, 2004).

4. Dekomposisi Termal

Pengaruh panas berlebih pada kristal sukrosa kering yang dipanaskan pada suhu 1600C akan menyebabkan kristal sukrosa meleleh menjadi pekat transparan. Jika pemanasan dilakukan pada waktu yang lama maka sukrosa teruai menjadi glukosa dan levolusana. Reaksi penguraian sebagai berikut :

C

12

H

22

O

11

→ C

6

H

12

O

6

+ C

6

H

12

O

5 (2.4) Sukrosa D-Glukosa Levolusana

(6)

Pemanasan pada suhu yang lebih tinggi antara 1900C - 2200C akan membuat penguraian lebih sempurna dan terbentuknya karamel (proses karamelisasi). Pada pemanasan lebih lanjut akan mengakibatkan gula terurai menjadi CO dan CO2 (Kuswurj, 2010; Othmer, 2004). Pemanasan larutan sukrosa yang cukup lama pada titik didihnya dan adanya tekanan udara luar juga akan menyebabkan larutan sukrosa mengalami hidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa.

5. Pengaruh Mikroorganisme

Sukrosa bisa terurai oleh enzim invertase yang dihasilkan mikroorganisme menjadi glukosa dan fruktosa. Mikroba invertase yang sering ditemui pabrik gula yaitu leuconostoc sp.

2.4 Sifat Produk

Gambar 2.2 Kristal Gula Sukrosa (sumber : Mullin, 1972)

Kristal gula sukrosa berbentuk monoklin bersumbu tiga dengan panjang tidak sama, keras, tak berwarna, tembus cahaya, dan anhydrous. Kristal sukrosa larut dalam air dan alkohol encer, tetapi tidak larut dalam kloroform, alkohol absolut, eter, dan gliserin. Kelarutan kristal sukrosa meningkat dengan kenaikan temperatur.

2.5 Brix dan Pol Gula

(7)

Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol dan brix. Istilah-istilah ini muncul dalam analisa gula, baik dari nira (mixed juice) sampai menjadi gula kristal. Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat yaitu zat padat terlarut dan air. Zat padat yang terlarut ini terdiri dari dua zat lagi yaitu gula dan bukan gula.

2.5.1 Brix

Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan.

Jadi misalnya brix nira = 10,5 artinya dari 100 gram nira, 10,5 gram merupakan zat padat terlarut dan 89,5 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan pada PT PSMI adalah refraktometer. Refraktometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan nilai brix, berikut gambar dari refaktrometer.

Gambar 2.3 Refaktrometer (lab PT. PSMI, 2022)

Cara kerjanya adalah ambil sampel yang ingin diketahui nilai brixnya, kemudian saring sampel menggunakan penyaring sehingga kotoran (bagasses) tersaring.

Kemudian ukur nilai brix dengan meneteskan sampel ke alat, dan nilai brix akan keluar otomatis.

2.5.2 Pol

(8)

Derajat pol atau pol adalah jumlah gula (dalam gram) yang ada dalam setiap 100 gram larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan polarimeter secara langsung. Jadi menurut pengertian ini jika pol nira = 16, berarti dalam 100 gram larutan nira terdapat gula 16 gram. Selebihnya 84 gram adalah air dan zat terlarut bukan gula. Alat yang digunakan untuk mengetahui nilai pol adalah polarimeter, berikut gambar dari polarimeter.

Gambar 2.4 Polarimeter (lab PT. PSMI, 2022)

Cara kerja polarimeter adalah ambil sampel yang ingin diketahui nilai polnya, kemudian saring sampel, lalu masukkan sampel ke dalam gelas erlenmeyer dan dicampur dengan bahan kimia yaitu pal 1 dan pal 2. Fungsi penambahan pal 1 dan 2 adalah mengikat kotoran yang terdapat pada sampel. Setelah itu campuran diaduk menggunakan stirrer agar homogen, kemudian disaring menggunakan paper filter sehingga didapatkan cairan yang bening. Kemudian cairan dimasukkan ke dalam polarimeter sehingga didapat angka pol bacanya.

2.6 Karbonatasi

Karbonatasi merupakan salah satu proses yang terjadi pada pembuatan gula tepatnya pada unit clarification. Fungsi adanya proses karbonatasi adalah untuk mengurangi warna pada gula. Reaksi karbonatasi adalah reaksi antara susu kapur (milk of lime) dan gas CO2 dari boiler dimana hasil reaksi tersebut terbentuk endapan calcium carbonate (CaCO3) dimana calcium carbonate itu akan menangkap impurities yang terdapat didalam raw liquor. Berikut reaksinya:

(9)

Reaksi karbonatasi

Ca(OH)

2

+ CO

2

→ CaCO

3

+ H

2

O

(2.5)

Tempat terjadinya proses karbonatasi adalah karbonator. Di dalam karbonator terjadi kontak antara liquor dengan gas CO2 , dimana tangki sudah berisi liquor yang terdapat kandungan susu kapur (milk of lime) kemudian gas masuk dari bawah dan membentuk gelembung gelembung udara secara perlahan naik ke permukaan liquor, sehingga terjadi reaksi karbonatasi. Reduce colour pada carbonator >50 %.

2.7 Sulfitasi

Sulfitasi adalah salah satu proses yang terjadi pada pembuatan gula tepatnya pada unit clarification. Fungsinya sebagai decolourisasi agent untuk mengurangi warna pada gula. Selain mengurangi warna pada gula proses sulfitasi juga berfungsi menetralkan pH liquor menjadi 7. Sisa kapur reaksi karbonatasi direaksikan dengan SO2 sehingga membentuk CaSO3. Berikut reaksi sulfitasi:

Ca(OH)

2

+ SO

2

→ CaSO3 + H

2

O

(2.6) Alat yang digunakan untuk proses sulfitasi adalah sulfitator. Di dalam sulfitator terdapat beberapa plat dimana setiap plat terdapat lubang lubang kecil berukuran 6 mm untuk tempat kontak antara liquor dan gas SO2. Cara kerjanya adalah liquor disemprotkan (spray) dari atas sufitator dan akan turun ke bawah, kemudian gas SO2 dialirkan dari bawah ke atas. Maka akan terjadi pertemuan antara liquor dan gas SO2 pada lubang atau pori, sehingga terjadi rekasi sulfitasi. Reduce colour pada sulfitator sekitar 30 %.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Harborne (1987), senyawa alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam cincin

Metode utama yang sering digunakan untuk melakukan sintesis senyawa calkon adalah melalui reaksi kondensasi aldol yang dikatalis oleh larutan basa (Patil dkk, 2009).. Basa yang

Dalam suasana basa, amoniak dalam contoh air laut bereaksi dengan fenol dan hipoklorit membentuk senyawa indofenol berwarna biru.. Untuk mempercepat reaksi pembentukan

Hal ini karena glukosa dan fruktosa yang telah terbentuk selama hidrolisis pada suasana asam dan suhu tinggi dapat terurai menjadi senyawa lain yang tidak diinginkan yaitu

Gambar 2.1 Pembentukan AGEs.. Glukosa dapat juga menjalankan glikasi secara langsung, molekul glukosa secara kovalen berikatan dengan protein membentuk basa

Pada pembuatan nata, gula awal yang digunakan adalah sukrosa, maka proses awal yang terjadi adalah pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang dapat

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana

Bawang merah dilaporkan dapat menurunkan glukosa darah kelinci, baik yang diberi diet sukrosa dalam jumlah besar maupun yang dibuat diabetes dengan pemberian aloksan.. Bawang