• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Kurikulum Pendidikan Seni Anak Tunanetra

N/A
N/A
Eka Sri Putri

Academic year: 2024

Membagikan "Prinsip Kurikulum Pendidikan Seni Anak Tunanetra"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Prinsip Kurikulum Pendidikan Seni Anak Tunanetra

Pada dasarnya kurikulum yang di gunakan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan seni ABK.

Tujuan muatan kurikulum dalam pengembangan diri seni musik yaitu:

1) Sebagai wahana peserta didik untuk melatih dan mengembangkan bakat bermain musik,

2) Melatih peserta didik untuk terampil berolah vokal,

3) Melatih peserta didik untuk terampil menggunakan alat musik sederhana, dan 4) Melatih sikap kerjasama dalam sebuah kelompok musikal.

Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain prinsip: individual, kekonkritan atau pengalaman penginderaan, totalitas, dan aktivitas mandiri (selfactivity). Pembelajaran bagi anak tunanetra perlu memperhatikan sejumlah prinsip berikut ini (Nurjana, 2009):

1) Prinsip Individual

Prinsip individual ini merupakan prinsip umum dalam pelaksanaan pembelajaran baik dalam konteks pendidikan khusus maupun pendidikan umum. Guru dituntut untuk memperhatikan perbedaan individu siswa atau peserta didik.

Dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak tunanetra dimensi perbedaan individu ini menjadi lebih luas dan kompleks. Selain perbedaan individu yang umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kognitif, kesehatan, sosial dan budaya, anak tunanetra juga menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya. Perbedaan khusus ini meliputi antara lain: tingkat atau derajat ketunanetraannya, masa terjadinya ketunanetraan, penyebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat adanya ketunanetraan, dan sebagainya.

Di dalam pendidikan bagi anak tunanetra sendiri, perlu adanya perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individual ini menuntut kemampuan guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan, hambatan dan kebutuhan belajar anak. Prinsip ini mendasari adanya Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi siswa berkebutuhan khusus.

2) Prinsip Kekonkritan (Pengalaman Penginderaan)

Strategi pembelajaran yang digunakan guru harus memungkinkan anak tunanetra untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Hal ini disebut juga dengan, pengalaman penginderaan langsung‟ (Bower, 1986 dalam Nurjana, 2009).

Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, seperti misalnya: bunga yang sedang mekar, pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan penyediaan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran.

Untuk memenuhi yang mendukung dan relevan.

3) Prinsip Totalitas

(2)

Strategi pembelajaran yang dilakukan guru yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Menurut Bower (1986, dalam Nurjana, 2009) gagasan ini disebut sebagai multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara menyeluruh untuk mengenal suatu objek.

Misalnya, untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak tunanetra harus melibatkan perabaan untuk mengetahui ukuran bentuk, sifat permukaan, kehangatan.

Dia juga harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung dan bahkan mungkin juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman anak mengenai burung akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak yang hanya menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut.

Hilangnya penglihatan pada anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan gambaran yang utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara serentak (misalnya suatu situasi atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan beberapa tekhnik penggunaannya menjadi sangatlah penting.

4) Prinsip Aktivitas Mandiri

Pembelajaran bagi anak tunanetra harus memungkinkan atau mendorong anak untuk belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas metode pembelajaran PAI bagi anak tunanetra yang diterapkan di SMP SLB-A-YKAB Jebres Surakarta, dan mengetahui faktor

Berdasarkan penegasan istilah diatas maka judul dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunanetra (SLB-A) adalah proses

Hal ini dibuktikkan dengan kegiatan-kegiatan anak tunanetra yang terdapat di sekolah tersebut yang diantaranya anak masih belum dapat menyelesaikan tugas yang

Prinsip pendidikan PAUD Langgeng Garjita adalah: berdasarkan tahapan perkembangan anak, keunikan anak; anak belajar sambil bermain, pembelajaran dilakukan secara

Kemampuan baca tulis huruf Braille orang tua anak tunanetra sebelum dilaksanakan pelatihan (pretest) adalah 35 dan sesudah dilakukan pelatihan

Berdasarkan hasil analisis data, pada saat dilaksanaakan pretest, menunjukkan hasil belajar IPA anak tunanetra kelas I masih belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal, hal

Adapun tujuan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Untuk menganalisis pemahaman konsep bagian tumbuhan beserta fungsinya untuk

• Kita setuju bahwa kelainan tingkah laku disebabkan oleh anak itu sendiri tetapi mungkin disebabkan oleh guru itu sendiri atau hasil interaksi antara guru dan anak.. •