• Tidak ada hasil yang ditemukan

9A Makalah Correctional Setting

N/A
N/A
Hilmi Uly Ul Hidayah

Academic year: 2023

Membagikan "9A Makalah Correctional Setting"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CORRECTIONAL SETTING

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kelompok Khusus) Dosen pengampu: Ibu Delli Yuliana Rahmat, M. Kep. dan Ibu Dewi Dolifah, M.Kep.

Disusun oleh:

Kelompok 9A

Aisyah Mulyanti 2004200 Hilmi Uly Ul Hidayah 2003834 Nanda Hanastasyia 2003385

Nurul Assyfa 2001524

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KAMPUS DI SUMEDANG

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2023

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Correctional Setting” ini dengan baik.

Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Delli Yuliana Rahmat, M. Kep. dan Ibu Dewi Dolifah, M.Kep. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Kelompok Khusus yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga kami dapat menambah ilmu serta wawasan baru.

Dalam penyusunan laporan makalah, kami menyadari bahwa hasil laporan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, mahasiswa keperawatan dan masyarakat Indonesia umumnya

Sumedang, 17 Oktober 2023

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Studi Literatur ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II KAJIAN TEORI ... 4

2.1 Definisi Correctional setting ... 4

2.2 Area Correctional setting ... 4

2.3 Masalah Kesehatan dalam Correctional setting ... 5

2.4 Standar Praktik Keperawatan ... 6

2.5 Peran Perawat ... 7

2.6 Asuhan Keperawatan pada Correctional setting ... 8

BAB III PENUTUP ... 13

3.1 Kesimpulan ... 13

3.2 Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tingkat kejahatan di Indonesia cukup tinggi. Menurut data statistik kriminal, kejadian kejahatan di Indonesia mengalami fluktuasi pada tahun 2013-2015. Pada tahun 2013, jumlah kejahatan yang terjadi sejumlah 341 ribu kasus, 2014 sejumlah 325 ribu kasus, dan pada tahun 2015 sejumlah 353 ribu kasus. 1 Tindak kejahatan di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh laki-laki saja, tapi juga oleh wanita. Meski jumlah tindak kejahatan berfluktuasi, tapi jumlah warga binaan wanita di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan hingga kapasitas penjara melebihi batas. Hal ini terbukti bahwa warga binaan wanita pada tahun 2013 sebanyak 5.315 orang, tahun 2014 sebanyak 5.629 orang, tahun 2015 sebanyak 6.292 orang, dan yang terakhir pada tahun 2016 sebanyak 7.587 orang (Maghnina, 2020)

Sistem peradilan pidana memainkan peran penting dalam menjaga ketertiban sosial, menegakkan hukum, dan merespons pelanggaran hukum. Peningkatan angka populasi narapidana, tantangan kesehatan mental di dalam penjara, masalah perundungan, dan upaya untuk mengurangi tingkat kriminalitas melalui program rehabilitasi semuanya telah mendorong perhatian yang lebih besar terhadap topik ini.

Sistem koreksi mencakup berbagai jenis fasilitas dan program, mulai dari penjara hingga program probasi dan parol. Tujuan dari berbagai aspek sistem ini dapat beragam, mencakup hukuman, rehabilitasi, perlindungan masyarakat, dan integrasi kembali narapidana ke dalam masyarakat. Kemajuan dalam penelitian sosial, hukum, dan ilmu kriminologi telah membantu mengidentifikasi kebijakan dan praktik terbaik dalam sistem koreksi, sementara juga menyoroti masalah-masalah yang perlu diatasi. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas berbagai aspek dari correctional setting, mencakup tujuan dan pembagian area, masalah kesehatan, standar praktik serta peran perawat dalam correctional setting dan juga asuhan keperawatan correctional setting.

Dalam konteks global, ada perbedaan signifikan dalam pendekatan yang diambil oleh berbagai negara terhadap fasilitas dan program koreksi. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai pendekatan ini, kita dapat mempertimbangkan bagaimana aspek- aspek tertentu dari sistem koreksi dapat ditingkatkan dan dikembangkan di berbagai lingkungan hukum dan budaya.

(5)

2 Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang correctional setting, kita dapat berkontribusi pada diskusi dan kebijakan yang lebih efektif dalam rangka membangun sistem koreksi yang lebih adil, efisien, dan manusiawi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya yaitu antara lain:

1. Apa itu correctional setting?

2. Apa tujuan correctional setting?

3. Bagaimana pembagian area correctional setting?

4. Bagaimana masalah kesehatan dalam correctional setting?

5. Bagaimana standar praktik keperawatan?

6. Bagaimana peran perawat dalam correctional setting?

7. Bagaimana asuhan keperawatan dalam correctional setting?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas dapat diambil beberapa tujuan, di antaranya:

1. Untuk mengetahui apa itu correctional setting?

2. Untuk mengetahui apa tujuan correctional setting?

3. Untuk mengetahui bagaimana pembagian area correctional setting?

4. Untuk mengetahui bagaimana masalah kesehatan dalam correctional setting?

5. Untuk mengetahui bagaimana standar praktik keperawatan?

6. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam correctional setting?

7. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dalam correctional setting?

1.4 Studi Literatur

Studi literatur pada penyusunan makalah ini dilakukan dengan penelusuran di mesin pencarian google dan google scholar.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari 5 bab, antara lain:

1. Bab I Pendahuluan

Menjelaskan mengenai latar belakang masalah, tujuan, manfaat, studi literature dan sistematika penulisan.

(6)

3 2. Bab II Kajian Teori

Menjelaskan mengenai definisi correctional setting, area correctional setting, masalah kesehatan dalam correctional setting, standar praktik keperawatan, peran perawat serta asuhan keperawatan dalam correctional setting.

3. Bab III Penutup

Menjelaskan mengenai kesimpulan akhir dan saran.

(7)

4 BAB II

KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Correctional setting

Correctional setting merupakan suatu tempat yang memiliki tujuan untuk memberikan keamanan kepada masyarakat dengan memenjarakan seseorang yang telah melakukan tindakan kejahatan dan dapat membahayakan komunitas (Hidayati, 2009).

Salah satu correctional setting di Indonesia adalah LAPAS.

Tujuan LAPAS adalah melakukan pembinaan yang berdasarkan Pancasila.

Pembinaan dilakukan untuk membentuk warga binaan agar menjadi manusia seutuhnya meningkatkan kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,dapat aktif berperan dalam pembangunan, serta dapat hidup secara wajar sebagai wargayang baik dan bertanggung jawab (Malinda, 2016).

Correctional health setting merupakan suatu cabang profesi keperawatan yang memberikan pelayanan keperawatan kepada klien di fasilitascorrectional (Moritz, 1982;

ANA, 1995 dalam Hitchcock, Schubert, & Thomas, 2003).

2.2 Area Correctional setting

Correctional setting dibagi dalam 3 type fasilitas:

4. Prisons, yaitu fasilitas federal atau negara bagian yang memberikan hukuman lebih dari 1 tahun bagi para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan biasanya dengan kasus kriminal.

5. Jails, yaitu fasilitas untuk wilayah lokal untuk menahan para detaines dan imates.

Detaines atau tahanan yaitu orang yang belum diputuskan bersalah dan belum ada jaminan atau karena belum ada jaminan bagi mereka.

6. Juvenille detention facillities, yaitu tempat untuk anak-anak dan remaja yang dihukum karena masalah criminal dan menjalani masa percobaan tetapi tidak dapat dibebaskan tanpa ada tanggungjawab dari orang dewasa.

Pelayanan kesehatan correctional setting perlu sekali dilakukan karena beberapa alasan:

1. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara adil dan optimal dan melarang kekejaman serta hukuman yang tidak wajar bagi para tahanan untuk mencega hterjadinya cedera atau penyakit. Para penghuni hidup dalam kemiskinan atau kekurangan, berpendidikan rendah dangaya hidup yang tidak sehat seperti penyalahgunaan obat. Karena banyak penghuni yang tidak mampu membayar pelayanan kesehatan diluar maka biaya akan ditanggung oleh lembaga tersebut.

(8)

5 2. Untuk mencegah penularan penyakit dari lembaga pemasyarakatan ke komunitas, atau

para antar penghuni.

2.3 Masalah Kesehatan dalam Correctional setting 1. Kesehatan Mental

Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan di lembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personallity disorder. Karena banyak yang mengalami gangguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan mental.

2. Kesehatan fisik

Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis (TB dan kusta) dan penyakit menular seperti HIV, Hepatitis, Tuberculosis, dan Scabies.

a. HIV

Angka kejadian HIV diantara para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) diperkirakan 6 kali lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini berkaitan dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan obat- obatan, seksual intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan untuk menekan angka kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan mengenai HIV dan AIDS.

b. Hepatitis

Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi daripada populasi umum walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi.

National Commision On Correction Health Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan skrinning pada semua tahanan dan jika di indikasikan pendidikan bagis emua staff dan tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan,dan kemajuan penyakit.

c. Tuberculosis

Angka kejadian TB tiga kali lebih besar di lapas dibandingkan dengan populasi umum. Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 1996, lembaga yang menangani tuberkulosis yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga masyarakat yaitu :

a. Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan

(9)

6 b. Diadakan pencegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang

sesuai.

c. Monitoring dan evaluasi skrining d. Scabies

Penyakit kulit scabies sendiri adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptesscabei yaitu tungau berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita.

Penyakit scabies ini umum terjadi di lembaga pemasyarakatan dengan keadaan over kapasitas, dikarenakan penularan yang terjadi dari seorang penderita pada orang lain adalah melalui kontak langsung yang erat.

Populasi yang rentan memiliki masalah kesehatan pada lembaga pemasyarakatan yaitu :

1. Wanita

Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih kompleks misalnya tahanan wanita yang dalam keadaan hamil, meningggalkan anak dalam pengasuhan orang lain (terpisah dari anak), korban penganiayaan dan kekerasan sosial, penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi, pelayanan kesehatan yang diberikan belum cukup maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual. NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan pelayanan kesehatan :

a. Lapas memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaan ginekologi secara komprehensif.

b. Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi, korban dari penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai orangtua dan pemakaian obat-obatan dan alkohol.

2. Remaja

Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan menghalangi penemuan kebutuhan untuk berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan pengalaman mereka perlu waspada bahwa pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan 2.4 Standar Praktik Keperawatan

1. Standar Pelayanan

(10)

7 Standar pelayanan meliputi standar proses keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi yang dijabarkan dalam kriteria pengukuran dan rasional standar tiap tahap.

Pada tingkat dasar, standar praktik diterapkan terhadap klien pada tingkat individu dan keluarga. Sedangkan pada tingkat lanjut (advance), standar diterapkan terhadap klien pada tingkat individu, keluarga, dan kelompok, serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan kesehatan dan sosial.

2. Standar Penampilan Profesional

a. Kualitas perawatan, perawat mengevaluasi secara sistematis kualitas dan keefektifan praktik keperawatan;

b. Penilaian Kinerja, perawat mengevaluasi praktik keperawatannya sendiri dalam hubungannya dengan standar praktik profesional dan peraturan yang berlaku;

c. Pendidikan, perawat memperoleh dan memelihara pengetahuan terkini dalam praktik keperawatan);

d. Kolega, perawat berkontribusi pada perkembangan profesi kelompok, kolega, dan lainnya;

e. Etika, keputusan dan tindakan perawat yang mewakili klien ditentukan dalam aturan etika;

f. Kerjasama, perawat bekerjasama dengan klien, pihak lain yang signifikan, personil sistem keadilan kejahatan, dan tenaga kesehatan, dalam melayani perawatan pasien;

g. Penelitian, perawat menggunakan penemuan penelitian dalam praktiknya; dan h. Pemanfaatan Sumber-sumber, perawat menggangap faktor yang berhubungan

dengan keselamatan, keefektifan, dan biaya dalam perencanaan dan pengantaran perawatan klien (ANA, 1995).

2.5 Peran Perawat 1. Praktisi

Sebagai praktisi, Perawat komunitas memastikan pelayanan kesehatan diberikan kepada napi. Misalnya pencegahan bunuh diri, rehabilitasi penggunaan NAPZA, terapi somatik, Konseling psikososial, perawatan gawat darurat, dan kesehatan lingkungan.

(Hitchcock, Schubert, & Thomas, 2003).

2. Edukator

Sebagai pendidik, perawat meningkatkan pengetahuan napi mengenai kesehatan dan program penanganannya serta turut serta dalam pemberantasan buta huruf bagi napi yang mengalami buta huruf.

(11)

8 3. Advokat

Sebagai advokat, perawat membantu napi yang cenderung lemah dan mengalami kekerasan dari napi lain atau petugas Lapas.

4. Manajer, Kolaborator, Pemimpin

Sebagai manajer, kolaborator dan pemimpin, perawat Lapas memainkan peran penting dalam Bridge Program saat akan napi dibebaskan ke masyarakat. Salah satu contoh Bridge Program adalah Community-Based Program yang dikembangkan oleh Roberta Richman yang memberi kesempatan kepada napi wanita untuk mengembangkan hubungan dengan pemberi pelayanan di komunitas sebagai proses transisi ke masyarakat (Richman, 1999 dalam Covington, 2002).

5. Peneliti

Sebagai peneliti, perawat melakukan penyelidikan, pencarian, serta analisis data secara sistematis untuk penyelesaian masalah dan meningkatkan praktik keperawatan di lapas (Allender & Spardley, 2005).

2.6 Asuhan Keperawatan pada Correctional setting 1. Pengkajian

a. Pengkajian Sosial 1) Umur

Saat ini semakin banya orang yang tinggal dalam panti rehabilitasi baik anak muda maupun dewasa. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan kekerasan dan penyalahgunaan obat. Semakin banyak anak muda yang masuk penjara dan diperlakukan seperti orang dewasa. Hal ini berarti bahwa pemberian pelayanan kesehatan harus memenuhi kebutuhan perkembangan usia ini seperti memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis.

Dalam institusi correctional juga terjadi peningkatan jumlah orang dewasa secara signifikan. Proses penuaan pada penghuni penjara berarti bahwa perawat harus mengatasi masalah utama yang terjadi pada orang dewasa.

2) Fisik

Saat ini semakin banyak orang tinggal dalam panti rehabilitas baik anak muda maupun dewasa. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan kekerasan dan penyalahgunaan obat. Semakin banyak anak muda yang masuk penjara dan diperlakukan seperti orang dewasa. Hal ini berarti bahwa pemberian pelayanan kesehatan harus

(12)

9 memenuhi kebutuhan perkembangan usia ini seperti memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis

Dalam institusi correctional juga terjadi peningkatan jumlah orang dewasa secara signifikan. Proses penuaan pada penghun penjara berarti bahwa perawat harus mengatasi masalah utama yang terjadi pada orang dewasa.

3) Genetik

Ada 2 faktor genetik yang mempengaruhi kesehatan dalam correctional setting, yaitu jenis kelamin dan etnisitas.

a) Jenis kelamin

Secara umum fasilitas dalam institusi correctional terpisah antara pria dan wanita. Sehingga perawat yang bekerja dengan tahanan pria tidak bekerja seperti tahanan wanita. Namun apapun gender, perawat munkin menemukan masalah yang unik dalam kelompok baik pria maupun wanita. Tahanan wanita mengalami maalah kesehatam yang berbeda karena jumlah mereka kecil.

b) Etnisitas

Merupakan aspek lain yang dipertimbangkan dalam populasi penjara. Anggota kelompok minoritas mempunyai status kesehatan yang rendah dan memiliki resiko terkena penyakit menular selama di penjara. Perawat mengkaji kelompok minoritas ini untuk mengetahui masalah utama yang terjadi pada kelompok ini.

b. Pengkajian Epidemiologi

Perawat dalam Correctional setting perlu mengkaji klien secara individu untyk mengetahui masalah kesehatan fisik. Perawat perlu untuk mengidentifikasi masalah yang memiliki kejadian yang tinggi di institusi. Area yang perlu diperhatikan meliputi penyakit menular, penyakit kronik, cedera dan kehamilan.

1) Penyakit menular meliputi TBC, HIV, AIDS, hepatitis B, dan penyakit seksual lainnya.

a) TBC

Perawat sebaiknya menanyakan gejala dan riwayat penyakit agar pasien yang terinfeksi dapat di isolasi.

b) HIV AIDS

(13)

10 Perawat mengkaji riwayat HIV, perilaku beresiko tinggi dan riwayat atau gejala infeksi oportunistik yang mungkin terjadi pada semua tahanan.

c) Hepatitis B dan penyakit seksual lainnya.

Perawat mengkaji riwayat penyakit menular seksual dan hepatitis B serta waspada adanya tanda fisik dan gejala penyakit ini.

2) Penyakit kronis yang biasa terjadi antara lain: diabetes, hipertensi, penyakit jantung, paru serta kejang.

Perawat harus mengkaji dengan tepat riwayat kesehatan dari klien, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan di komunitas. Perawat harus mengkaji adanya penyakit/kondisi kronik pada klien dan mengidentifikasi masalah dengan tingkat kejadian yang tinggi di institusi/populasi dimana ia bekerja.

3) Cedera

Merupakan area lain dari fungsi fisiologis yang harus dikaji oleh perawat. Cedera mungkin diakibatkan karena aktivitas sebelum penahanan, tindakan petugas atau kecelakaan yang terjadi selama di tahanan. Perawat harua memperhatikan potensial terjadinya cedera internal dan mengkaji tanda-tanda trauma.

4) Kehamilan

c. Pengkajian Perilaku dan Lingkungan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan di correctional setting meliputi dict, penyalahgunaan obat, merokok, kesempatan berolahraga/rekreasi, serta penggunaan kondom di lingkungan correctional setting. Pengkajian psikologis pada correctional setting juga penting karena:

1) Banyak tahanan yang mengalami penyakit mental yang terjadi selama berada di tahanan.

2) Berada di tahanan merupakan hal yang menimbulkan stress dan menimbulkan efek psikis seperti depresi dan bunuh diri. Perawat di correctional setting harus mewaspadai tanda-tanda depresi dan masalah mental (correctional setting) lain pada tahanan dan mengkaji potensi terjadinya bunuh diri. Semua correctional setting harus mempunyai program pencegahan bunuh diri dan penanganan bunuh diri. Perawat harus melakukan pengawasan yang ketat pada tahanan yang berada dalam isolasi.

(14)

11 3) Lingkungan dalam correctional setting juga dapat menimbulkan kekerasan seksual yang menimbulkan konsekuensi psikis. Dalam mengkaji hal ini, perawat harus mewaspadai tanda-tanda kekerasan dan menanyakan pada klien mengenai masalah ini. Jika kekerasan seksual telah terjadi, perawat perlu untuk melindungi klien dari cedera yang lebih lanjut.

4) Layanan kesehatan mental mungkin kurang di beberapa correctional setting.

5) Tahanan yang dihukum mati, memerlukan dukungan emosi dan psikologis.

Perawat harus mengkaji masalah psikis yang timbul dan membantu mereka melalui konseling dengan tepat.

d. Pengkajian Administratif dan Policy

Perawat di cirrectional setting juga mengkaji keadekuatan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan tahanan. Fasilitas di correctional setting bisa menggunakan salah satu pendekatan di bawah ini untuk menyediakan perawatan kesehatan untuk tahanan.

1) Layanan kesehatan diberikan oleh staf yang bekerja di institusi.

2) Membuat kontrak dengan agensi untuk menyediakan pelayanan kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Defisiensi Kesehatan Komunitas

b. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain 3. Intervensi

Dx. NOC NIC

1 Kesehatan komunitas, defisiensi 1. Status imun komunitas 2. Kontrol risiko komunitas :

penyakit kronik

3. Kontrol risiko komunitas : penyakit menular

4. Kontrol risiko komunitas : penyakit timbal

Manajemen Lingkungan : Komunitas

1. Inisiasi skrinning risiko kesehatan yang berasal dari lingkungan 2. Berpatisipasi dalam program

dikomunitas untuk mengatasi risiko yang sudah diketahui

3. Dorong lingkungan untuk

berpatisipasi aktif dalam keselamatan komunitas

2 Kesehatan komunitas, defisiensi Manajemen Lingkungan : Penecagahan kekerasan

(15)

12 1. Kontrol risiko komunitas :

kekerasan

2. Tingkat kekerasan komunitas

Risiko perilaku kekerasan eksternal

1. Kontrol risiko 2. Deteksi risiko 3. Tingkat stres

1. Singkirkan senjata potensial dari lingkungan

2. Periksa lingkungan secara rutin untuk memastikan bebas dari bahan berbahaya

3. Tempatkan klien yang berpotensial melukai orang lain di kamar terpisah

4. Lakukan pengawasan terus-

menerus terhadap semua area yang bisa diakses klien untuk menjaga keamanan klien

(16)

13 BAB III

PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Correctional setting adalah tempat penahanan untuk pelaku kejahatan, seperti LAPAS di Indonesia, dengan tujuan memastikan keamanan masyarakat dan membina warga binaan agar memperbaiki diri. Correctional health setting adalah profesi keperawatan yang memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas koreksi. Correctional setting terdiri dari tiga jenis fasilitas: penjara (prisons) untuk hukuman di atas 1 tahun, penjara lokal (jails) untuk detainee yang belum bersalah, dan fasilitas pemasyarakatan anak-anak (juvenile detention) untuk remaja.

Pelayanan kesehatan penting di correctional setting karena melindungi hak tahanan, mencegah penularan penyakit, dan mengatasi masalah kesehatan akibat lingkungan dan perilaku di dalam lembaga. Dalam setting pemasyarakatan, terdapat sejumlah masalah kesehatan yang signifikan. Ini termasuk gangguan kesehatan mental, seperti skizofrenia dan gangguan kepribadian, yang dialami oleh banyak tahanan. Masalah kesehatan fisik juga menjadi fokus, dengan penyakit kronis seperti TB dan kusta, serta penyakit menular seperti HIV dan Hepatitis, yang menyebabkan perhatian utama. Selain itu, ada populasi khusus seperti wanita hamil yang menghadapi tantangan kesehatan yang lebih kompleks dan remaja yang sering mengalami kekerasan seksual, serangan oleh sesama tahanan, dan risiko kesehatan lainnya. Pelayanan kesehatan di setting pemasyarakatan sangat penting untuk melindungi hak tahanan, mencegah penularan penyakit, dan memastikan pemenuhan kebutuhan kesehatan khusus dalam populasi ini.

Standar pelayanan keperawatan mencakup langkah-langkah proses keperawatan dan diterapkan pada tingkat individu dan keluarga. Pada tingkat lanjut, standar ini juga melibatkan kelompok dan kebijakan kesehatan. Standar penampilan profesional perawat mencakup kualitas perawatan, penilaian kinerja, pendidikan, kerjasama, etika, penelitian, dan pengelolaan sumber daya untuk memastikan perawatan yang efektif dan sesuai dengan etika profesi. Peran perawat dalam setting pemasyarakatan melibatkan praktisi dalam memberikan layanan kesehatan kepada narapidana, edukator untuk meningkatkan pengetahuan mereka, advokat untuk membantu yang rentan terhadap kekerasan, manajer yang terlibat dalam program transisi narapidana, dan peneliti yang melakukan penyelidikan dan analisis data untuk perbaikan praktik perawatan di dalam penjara.

(17)

14 3.2 Saran

Bagi para pembaca makalah ini, disarankan untuk menyelami lebih dalam isu-isu yang terkait dengan kesehatan dan hukum di correctional setting. Dalam upaya tersebut, penting untuk mengkaji dampaknya pada masyarakat secara lebih luas dan bagaimana pemahaman yang lebih mendalam tentang topik ini dapat memperkaya pemahaman kita tentang sistem peradilan pidana dan pelayanan kesehatan. Peran perawat dalam menjaga kesejahteraan narapidana dan meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pemasyarakatan juga perlu diperhatikan. Tidak kalah penting, pertimbangkan pendekatan kemanusiaan dalam perlakuan terhadap narapidana, sebagai bagian dari usaha lebih besar untuk memperbaiki sistem peradilan pidana. Dengan mendalami, mendukung, dan menggali isu-isu tersebut, kita dapat bersama-sama berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam dan pencarian solusi yang lebih efektif dalam konteks correctional setting di Indonesia dan di seluruh dunia.

(18)

15 DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A. & Spardley, B. W. (2005). Community health nursing: promoting and Protecting the public’s health. 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins American Nurses Association. (1995). The scope and standards of nursing practice in

Correctional facilities. Washington, D. C.: American Nurses Association

Covington, Stephanie. (2002). A woman’s journey home: challenges for female offender and their children. U. S. Department of Health and Human Services.

(http://www.urban.org/UploadedPDF/410630.FemaleOffender.pdf diperoleh Tanggal 17 Oktober 2023)

Hidayati N. (2009). Pengaruh Emotional Freedom Technique (EFT) Terhadap Peningkatan HargaDiri Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Perempuan di Lembaga PemasyarakatanKelas IIA Bogor.

Hitchcock. (2003). Community Heath Nursing Caring in Action Second. New York: Delmar Learning.

Maghnina, Z. Z., & Andriany, M. (2020). Gambaran Penyesuaian Diri Warga Binaan Pemasyarakatan pada Sebuah Lapas Wanita di Indonesia. Holistic Nursing and Health Science, 3(2), 70-80.

Malinda A. (2016). Perempuan dan Sistem Peradilan Pidana. Yogyakarta: Garundhawaca.

Referensi

Dokumen terkait