• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Farmakognosi Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

N/A
N/A
annisa salma nur fauziyah

Academic year: 2025

Membagikan "Analisis Farmakognosi Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Farmakognosi Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Annisa Salma NF, N. Ghina Nur Alinda, Eri Riandini F, Irwan Firmansyah, Mustopa Hagi K, Syumillah Saepudin

Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Al Ghifari, Bandung

ABSTRAK

Indonesia kaya akan sumber bahan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia secara turun temurun. Salah satu contoh tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu tanaman jambu biji (Psidium guajava L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan simplisia, profil farmakognosi, dan skrining fitokimia dari simplisia daun jambu biji. Metode yang dilakukan adalah dengan menguji karekteristik simplisia secara makroskopik dan mikroskopik, pemeriksaan kadar air (11,79%), pemeriksaan susut pengeringan (10,60%), pemeriksaan kadar sari larut air (72,50%) dan ethanol (52,50%), skrinning fitokimia senyawa fenol, tannin, flavonoid, alkaloid, saponin dan terpenoid. Ekstrak daun jambu biji terdeteksi kuat mengandung senyawa fenol, tannin, flavonoid, saponin dan terpenoid.

Kata kunci: Psidium guajava L, Farmakognosi, fitokimia, kadar air, kadar sari

Pharmacognosy Analysis of Guava Leaves (Psidium guajava L.) ABSTRACT

Indonesia is rich in sources of traditional medicinal ingredients that have been used by most of the Indonesian people for generations. One example of a medicinal plant that can be utilized is the guava plant (Psidium guajava L.). This study aims to determine the manufacture of simplicia, pharmacognosy profile, and phytochemical screening of guava leaf simplicia. The method used is to test the characteristics of simplicia macroscopically and microscopically, examination of water content (11.79%), examination of drying shrinkage (10.60%), examination of water-soluble extract levels (72.50%) and ethanol (52.50%), phytochemical screening of phenol, tannin, flavonoid, alkaloid, saponin and terpenoid compounds. Guava leaf extract was detected to strongly contain phenol, tannin, flavonoid, saponin and terpenoid compounds.

Keywords: Psidium guajava L, Pharmacognosy, phytochemistry, water content, extract content

PENDAHULUAN

Indonesia kaya akan sumber bahan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia secara turun temurun. Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah antara lain karena bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya murah. Delapan puluh persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, di antaranya sukar dijangkau oleh obat modern dan tenaga medis karena masalah distribusi, komunikasi dan transportasi; disamping itu daya beli

(2)

yang relatif rendah menyebabkan masyarakat pedesaan kurang mampu mengeluarkan biaya untuk pengobatan modern, sehingga masyarakat cenderung memilih pengobatan secara tradisional. Sebagai salah satu contoh tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu tanaman jambu biji (Psidium guajava L.). Jambu biji atau jambu klutuk mengandung pektin tinggi sehingga dapat menurunkan kolesterol serta mengandung tanin yang berfungsi untuk memperlancar system pencernaan (Yuliani dkk. 2003)

Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari tangkai (Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun jambu biji (P. Guajava L.) berada ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong karena perbandingan panjang : lebarnya adalah 1,5 - 2 : 1 (13 - 15 : 5,6 - 6 Cm).

Daun jambu biji (P. Guajava L.) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun ini memiliki 1 ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke samping,keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita pada susunan sirip ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumnya warna daun bagian atas tampak lebih hijau 4 Septia Anggraini. Op., Cit. jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan simplisia, profil farmakognosi, dan skrining fitokimia dari simplisia daun jambu biji.

METODE PENELITIAN A. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, maserator, kertas saring, rotary evaporator, pipet volume, pipet tetes, tabung reaksi, penangas air, labu bersumbat, cawan penguap, oven, moisture meter, thermometer, pipet volume, pipa kapiler, mikroskop cahaya, kaca arloji, plat tetes, batang pengaduk, gelas ukur, corong, erlenmeyer, kaca preparat, cover glass.

B. Bahan

1 kg daun jambu biji , etanol 96%, aquadest, amoniak 10%, reagen Dragendorff, reagen Wagner, reagen Liebermann-Burchard, asam pikrat 2%, KOH 10%, HCl 2N, serbuk Mg, amil alkohol, H2SO4, iodin 5%, Pb asetat 10%, K2Cr2O7 1%, gelatin 1%, NaCl 10%, FeCl 10%, NaOH 10%, Na bikarbonat 5%, kloroform, vanilin, CuSO4 10%.

C. Pengumpulan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini daun jambu biji yang masih muda, tanaman dalam bentuk yang telah melalui pengeringan yang diperoleh dari daerah cikutra kota bandung Daun jambu biji (Psidium folium.) dibersihkan dari kotoran dengan air mengalir, kemudian dirajang kecil dan tipis. Simplisia kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dengan penutup kain hitam hingga kering. Setelah itu dilakukan sortasi kering dan hasil rajangan yang sudah kering diblender halus (Rahman et al., 2016).

(3)

D. Karakterisasi Simplisia

Sistematika dan klasifikasi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:

Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis

: : : : : : :

Spermatophyta Angiospermae Dicotyledonae Myrtales Myrtaceae Psidium

Psidium gujava L.

Pengamatan Makroskopik

Uji makroskopis dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat. Cara ini dilakukan untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji. Setiap ciri morfologi diamati dan disesuikan dengan persyaratan dalam monografi Materia Medika Indonesia. Untuk melihat simplisia rajangan secara makroskopis, cukup dengan cara organoleptik, yaitu mengamati bentuk dan fisik rajangan

Pengamatan Mikroskopik

Uji mikroskopis dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal spesifik bagi masing-masing simplisia.

Penetapan Susut Pengeringan

Cawan kosong ditimbang terlebih dahulu, kemudian sebanyak 1-2 gram simplisia ditimbang. Cawan yang telah berisi simplisia dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Setelah 2 jam, cawan porselen dikeluarkan dari oven dan didinginkan terlebih dahulu. Setelah dingin, cawan ditimbang kembali lalu persentase susut pengeringan dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : (Kemenkes, 2017).

(4)

Penetapan Kadar Air

Alat moisture balance dinyalakan terlebih dahulu kemudian pastikan jarum berada pada posisi nol dan menunjukkan posisi netral. Setelah itu, masing-masing simplisia sebanyak 2 gram diletakkan di atas perkamen dan anak timbangan sambil diratakan sampai jarum jam berada di tengah-tengah. Lampu dinyalakan dan suhu diatur pada 100 °C sampai jarum jam merah bergerak ke arah kanan dan pengukuran dihentikan setelah jarum jam merah berhenti bergerak, kemudian lampu dipadamkan.

Tombol pengukur akan diputar ke sebelah kiri sampai kembali ke posisi semula, hasil kadar air dibaca (Hadisoebroto, G., et al, 2023).

Penetapan Kadar Sari Larut Air

Serbuk simplisia sejumlah 5 gram dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air jenuh kloroform menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Setelah 24 jam, ambil sebanyak 20 ml filtrat kemudian disaring dan ditempatkan pada cawan penguap yang telah ditimbang sebelumnya. Cawan berisi filtrat dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap (Kemenkes RI, 2017).

Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Serbuk simplisia sejumlah 5 gram dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol (96%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Setelah 24 jam, ambil sebanyak 20 ml filtrat kemudian disaring dan ditempatkan pada cawan penguap yang telah ditimbang sebelumnya. Cawan berisi filtrat dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap (Kemenkes RI, 2017).

E. Penapisan Fitokimia Identifikasi Alkaloid

Sampel dibasakan dengan 2 ml amoniak 10%, kemudian ditambahkan kloroform 4 ml dan dikocok kuat. Lapisan kloroform dipipet, kemudian ke dalamnya ditambahkan 8 ml HCl 2N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat dua lapisan.

Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi empat bagian, satu diantaranya sebagai blangko.

(5)

a. Uji Dragendorff

Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes pereaksi Dragendorff. Bila terjadi endapan berwarna coklat kemerahan, berarti dalam sampel kemungkinan terkandung alkaloid (Oshadie, et al., 2017).

b. Uji Wagner

Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes pereaksi Wagner. Bila terjadi endapan berwarna coklat atau kemerahan, berarti dalam sampel kemungkinan terkandung alkaloid (Singh & Kumar, 2017).

c. Uji Asam Pikrat / Uji Hager

Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes pereaksi asam pikrat 2%. Bila terdapat perubahan warna menjadi orange (Deshpande, et al., 2014) atau terdapat endapan kuning (Tyagi, 2017) berarti dalam sampel kemungkinan terkandung alkaloid.

Identifikasi Flavonoid

a. Uji Alkali

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan KOH 10%. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning pekat setelah ditambah KOH dan menjadi tidak berwarna jika ditambahkan HCl (Singh & Kumar, 2017).

b. Uji Shinoda

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat. Adanya flavonoid ditandai dengan larutan yang berwarna kuning, biru, jingga maupun merah menunjukkan hasil positif (Octaviani, et al., 2019). Sampel ditambahkan juga dengan 2 ml amil alkohol hingga akan terdapat lapisan amil alkohol di bagian atas.

c. Uji H2SO4

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan beberapa tetes H2SO4. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna orange pada larutan (Tyagi, 2017).

Identifikasi Fenol

a. Uji Iodin

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes larutan iodin 5%. Sampel dinyatakan positif fenol jika terdapat perubahan warna merah sementara (Singh & Kumar, 2017).

(6)

b. Uji Pb Asetat

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 1 ml larutan Pb asetat 1%. Sampel dinyatakan positif fenol jika terbentuk endapan putih (Rivai, et al., 2019).

c. Uji Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes larutan kalium dikromat 1%. Sampel dinyatakan positif fenol jika terdapat perubahan warna menjadi berwarna gelap (Kumar, et al., 2018).

Identifikasi Tanin

a. Uji Gelatin

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 1 ml larutan gelatin 1% dan 1. Sampel yang positif tanin akan menghasilkan endapan berwarna putih (Pandey & Tripathi, 2014).

b. Uji Braymer

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes FeCl3 10%. Sampel yang positif tanin akan menghasilkan perubahan warna biru sampai hijau artinya sampel menunjukkan positif tanin (Singh & Kumar, 2017).

c. Uji NaOH

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 4 ml larutan NaOH 10%. Sampel yang positif tanin akan mengalami pembentukan emulsi (Singh & Kumar, 2017).

Identifikasi Saponin

a. Uji Busa

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 2-5 ml aquadest kemudian kocok kuat selama 10 detik. Sampel yang positif saponin akan menghasilkan busa yang tidak hilang selama 10 menit (Kumar & Singh, 2017).

b. Uji NaHCO3

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 2 ml Na bikarbonat dan 2 ml aquadest kemudian kocok kuat selama 10 detik..

Sampel yang positif saponin akan terbentuk sarang lebah yang stabil seperti buih pada sampel (Gul et al., 2017).

(7)

Identifikasi Steroid-Terpenoid

a. Uji Liebermann-Burchard

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 1 ml pereaksi Liebermann-Burchard. aquadest kemudian kocok kuat selama 10 detik. Hijau kebiruan menunjukkan positif sterol sedangkan cincin kecoklatan/violet menunjukkan positif triterpenoid (Susanty et al., 2014).

b. Uji Salkowski

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan sedikit vanillin dan 2-3 tetes H2SO4. Lapisan kuning

keemasan di bagian dasar tabung menunjukkan positif steroid (Singh & Kumar, 2017).

c. Uji Tembaga Asetat 10%

Sebanyak 1-2 ml sampel ditempatkan pada tabung reaksi. Sampel ditambahkan dengan 2-3 tetes larutan tembaga asetat. Warna hijau menunjukkan positif steroid (Pandey & Tripathi, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Makroskopik dan Mikroskopik Simplisia Daun Jambu Biji

Deskripsi Hasil Pengamatan Literatur

Makroskopik

Berupa helaian daun tunggal, bertangkai pendek, helai daun berbentuk bulat memanjang, pangkal daun bulat sampai rata, tepi rata, agak menggulung ke atas, ujung runcing sampai meruncing, permukaan atas agak licin, pertulangan daun menyirip, ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah;

permukaan atas berwarna hijau kecokelatan, permukaan bawah berwarna hijau; bau khas; mula-mula tidak berasa lama-lama kelat dan pahit

Sumber :

FHI ed. II tahun 2017

(8)

Mikroskopik

Fragmen pengenal adalah epidermis bawah dengan rambut sisik dan kristal kalsium

oksalat bentuk roset, rambut penutup, epidermis bawah dengan stomata, berkas pengangkut dengan penebalan tipe tangga, dan mesofil dengan idioblas berupa sel minyak.

Sumber :

FHI ed. II tahun 2017 Tabel 1. Hasil Makroskopik dan Mikroskopik Simplisia Daun Jambu Biji

Hasil Penetapan Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter standardisasi simplisia yang tercantum pada Farmakope Herbal Indonesia. Penentuan kadar air dilakukan untuk menentukan apakah suatu simplisia masih memiliki kadar air yang berada pada batasnya atau tidak. Jika kadar air melebihi batas maka simplisia tersebut rentan terhadap pertumbuhan mikroba. Hasil penetapan kadar air pada Simplisia daun jambu biji adalah sebesar 11,79%. Kadar air simplisia dinyatakan tidak memenuhi syarat karena >10%.

Kadar air pada simplisia daun jambu biji yang melebihi 10% bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain Proses Pengeringan yang Tidak Optimal, Pengeringan yang tidak cukup lama atau suhu yang digunakan terlalu rendah bisa menyebabkan kadar air dalam simplisia masih tinggi, Penggunaan alat pengering yang kurang efisien atau tidak sesuai dengan standar juga dapat mempengaruhi hasil pengeringan.

Faktor yang kedua ialah Penyimpanan yang Tidak Tepat, Penyimpanan simplisia di tempat yang lembab atau tidak memiliki sirkulasi udara yang baik bisa menyebabkan simplisia menyerap kelembaban dari lingkungan. Wadah penyimpanan yang tidak kedap udara atau terkena air bisa meningkatkan kadar air dalam simplisia. Faktor selanjutnya ialah Kondisi Lingkungan: Lingkungan dengan kelembaban tinggi bisa mempengaruhi kadar air dalam simplisia, terutama jika simplisia dibiarkan terbuka atau tidak segera dikemas dengan baik setelah pengeringan. Lalu, kondisi awal bahan baku juga dapat mempengaruhi besarnya kadar air diketahui bahwa Daun jambu biji yang dipanen dalam kondisi basah atau setelah hujan memiliki kadar air yang lebih tinggi dan Kualitas daun yang digunakan, seperti daun yang lebih tebal atau lebih tua, mungkin mempengaruhi laju penguapan air selama proses pengeringan.

Adapun faktor kesalahan yang lainnya yaitu pada teknik pengujian Kesalahan dalam teknik pengujian kadar air, seperti penggunaan alat yang tidak terkalibrasi dengan baik atau kesalahan dalam prosedur pengujian, bisa menghasilkan data yang tidak akurat. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, penting memastikan bahwa proses pengeringan, penyimpanan, dan pengujian dilakukan dengan benar dan sesuai standar yang telah ditetapkan.

(9)

Hasil Penetapan Susut Pengeringan

Susut pengeringan merupakan nilai pengurangan kadar air dan senyawa lain yang dapat menguap selama proses pemanasan. Pengukuran zat sisa setelah pengeringan pada suhu 105°C selama 30 menit atau sampai bobot konstan (%b/b). Batas maksimum susut pengeringan menurut Farmakope Herbal tidak lebih dari 11%. Dengan mengetahui susut pengeringan dapat memberikan batasan maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Kadar susut pengeringan pada simplisia daun jambu biji ialah 10,6% maka kadar susut pengeringan dinyatakn memenuhi syarat.

Hasil Penetapan Kadar Sari Laut Air

Penentuan kadar sari larut air adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang mampu tertarik oleh pelarut. Pengujian kadar sari larut air penting untuk menilai potensi dan kandungan bahan aktif yang dapat larut dalam air, yang biasanya berkaitan dengan efektivitas simplisia dalam pengobatan. Kadar sari larut air pada simplisia daun jambu biji dinyatakan memenuhi syarat jika tidak <18,2% (FHI Ed II 2017) dari hasil praktikum yang telah kita lakukan pengujian kadar sari larut air pada simplisia daun jambu biji telah memenuhi syarat karena hasil yang didapat sebesar 72,5%.

Hasil Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Penetapan kadar sari larut etanol pada simplisia memiliki beberapa tujuan penting dalam konteks kualitas, kemurnian, dan potensi pengobatan dari bahan herbal tersebut. Secara keseluruhan, penetapan kadar sari larut etanol pada simplisia membantu memastikan bahwa produk herbal yang dihasilkan aman, efektif, dan konsisten dalam kualitasnya. dalam Farmakope Herbal Ed II tahun 2017 menyatakan bahwa kadar sari larut etanol pada simplisia daun jambu biji dinyatakan memenuhi syarat jika tidak <15,0%. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan hasil sebesar 52,5% dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kadar sari larut etanol pada daun jambu biji memenuhi persyaratan.

Skrinning Fitokimia

Uji skrining fitokimia adalah serangkaian tes yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi berbagai kelompok senyawa kimia yang ada dalam suatu simplisia atau bahan herbal. Skrining ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal mengenai komposisi fitokimia simplisia dan potensi senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Adapun hasil skrinning fitokimia pada simplisia daun jambu biji terdapat pada tabel dibawah ini.

Metabolit

Sekunder Pereaksi Hasil Pengujian

Sitasi Simplisia Daun Jambu Biji

Fenol

Iodine (+)

Abu Kehitaman

Hijau Kehitaman (Tulus, 2019)

Pb Asetat (+)(+)(+)

Endapan Putih

Endapan Putih (Syumillah, 2024) K2Cr2O7 1% (+)(+)(+)

Hijau Kehitaman

Warna Gelap (Syumillah, 2024) Tannin

Gelatin 1%

+ Nacl 10%

(+)(+)(+) Endapan kuning

Ada Endapan (Syumillah, 2024)

(10)

Fecl3 1% (+)(+)(+) Biru Kehitaman

Hijau/Biru Kehitaman (Syumillah, 2024)

NaOH (+)(+)(+)

Terbentuk Emulsi

Terbentuk Emulsi (Syumillah, 2024)

Flavonoid

KOH + HCl (+)(+)(+)

Kuning Tua

Kuning (Syumillah, 2024) Serbuk Mg +

HCL + Amil alkohol

(+)(+) Merah Muda

Merah (Syumillah, 2024) H2SO4

(+)(+)(+) Jingga

Jingga (Syumillah, 2024)

Alkaloid

Dragendroff (+)

Endapan Jingga

Endapan Merah bata (Syumillah, 2024)

Mayer (-)

Tidak terjadi reaksi

Coklat kemerahan (Syumillah, 2024)

Hager (-)

Tidak terjadi reaksi

Jingga (Syumillah, 2024)

Saponin

Uji busa

(+)(+)(+) Busa terbentuk bertahan

selama 10 menit

Terbentuk Busa yang bertahan (Syumillah, 2024)

Na. Bikarbonat (+)

Terbentuk busa Sedikit

Terbentuk Busa (Syumillah, 2024)

Terpenoid

Vanilin + H2SO4

(+)(+)(+) Ungu

Kuning/Hijau/Biru/Ungu (Syumillah, 2024) CuSO4

(+)(+)(+) Hijau

Hijau (Syumillah, 2024) KETERANGAN

(+)(+)(+) : Terdeteksi kuat mengandung Metabolit Sekunder (+)(+) : Terdeteksi sedang mengandung Metabolit Sekunder (+) : Terdeteksi lemah mengandung Metabolit Sekunder (-) : Tidak Terdeteksi mengandung Metabolit Sekunder

Skrinning Fitokimia Senyawa Fenol

Secara keseluruhan, skrining fitokimia senyawa fenol pada simplisia merupakan langkah awal yang penting dalam penilaian dan pemanfaatan bahan herbal untuk tujuan pengobatan dan penelitian farmasi. Senyawa fenol sering kali memiliki aktivitas biologis yang signifikan seperti antioksidan, antimikroba, antiinflamasi, dan antikanker. Skrining fitokimia membantu mengidentifikasi senyawa-senyawa ini dalam simplisia.

Skrining fitokimia membantu memastikan bahwa simplisia mengandung senyawa fenol yang diinginkan, yang merupakan indikator kualitas dan kemurnian bahan tersebut. Tujuan skrining fitokimia senyawa fenol pada simplisia adalah untuk mengidentifikasi, mengkarakterisasi, dan mengevaluasi keberadaan serta konsentrasi senyawa fenol dalam bahan

(11)

herbal. Secara keseluruhan, skrining fitokimia senyawa fenol pada simplisia merupakan langkah awal yang penting dalam penilaian dan pemanfaatan bahan herbal untuk tujuan pengobatan dan penelitian farmasi. Pada Praktikum kali ini dilakukan 3 Uji untuk pemeriksaan skrinning fitokimia pada senyawa fenol yaitu Uji Iodine, Uji Pb Asetat, dan Uji Kalium Dikromat.

Uji Iodine pada ekstrak simplisia daun jambu biji dilakukan dalam rangka penatapan skrinning fitokimia senyawa fenol menurut literatur hasil yang didapatkan yaitu warna hijau kehitaman ini dapat terjadi karena menunjukkan adanya campuran komponen lain dalam sampel atau interferensi dari senyawa lain. Misalnya, jika ada senyawa fenolik atau klorofil yang terlibat, ini dapat mempengaruhi warna hasil reaksi dengan iodine. Namun, hasil yang didapat yaitu berwarna abu kehitaman. Gugus fenol ini dapat berikatan dengan iodin melalui ikatan hidrogen, dan perlu diketahui jika semakin banyak iodine yang ditambahkan maka semakin gelap warna yang dihasilkan. Interpretasi Hasil dari yang telah dilakukan warna yang dihasilkan tidak sepenuhnya sesuai dengan literatur ini ini bisa menunjukkan adanya interferensi dari komponen lain atau kesalahan dalam prosedur.

Uji Pb Asetat Pb asetat (timah asetat) adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan berbagai senyawa organik dan anorganik dalam ekstrak tanaman. Pb asetat larut dalam air dan bereaksi dengan senyawa tertentu dalam tanaman untuk membentuk endapan. Menurut literatur hasil positif yang didapatkan suatu simplisia menghasilkan hasil akhir berupa endapan putih. Dari hasil literatur dan praktikum mempunyai hasil yang sama yaitu terbentuknya endapan putih. Endapan putih yang terbentuk bisa disebabkan oleh beberapa reaksi kimia, tetapi yang umum terjadi adalah pembentukan senyawa timbal (Pb) dengan garam asam organik atau anion yang ada dalam daun jambu biji. Dalam banyak kasus, endapan putih ini adalah Pb karbonat (PbCO₃) atau Pb sulfat (PbSO₄), yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara Pb asetat dan asam organik atau anion dalam ekstrak tanaman. Hasil Endapan Putih ini Menunjukkan adanya reaksi antara Pb asetat dengan senyawa dalam ekstrak yang menghasilkan garam timbal yang tidak larut, biasanya Pb karbonat atau Pb sulfat. Secara keseluruhan, pembentukan endapan putih saat mereaksikan Pb asetat dengan ekstrak daun jambu biji adalah indikasi bahwa terdapat senyawa anion dalam ekstrak yang bereaksi dengan Pb asetat, menghasilkan endapan yang tampak putih.

Uji Kalium Dikromat pada uji ini ditunjukan hasil positif dengan terbentuknya warna gelap. Adapan hasil yang diperoleh pada sampel didapatkan hasil akhir berupa warna gelap setelah dilakukan uji kalium dikromat. Reaksi antara kalium dikromat (K₂Cr₂O₇) dan ekstrak daun jambu biji yang menghasilkan warna gelap umumnya melibatkan senyawa fenolik atau senyawa organik lain dalam ekstrak yang bereaksi dengan kalium dikromat. Kalium dikromat adalah reagen oksidasi kuat yang dapat bereaksi dengan berbagai senyawa dalam ekstrak tanaman. Senyawa fenolik dalam ekstrak daun jambu biji dapat mengalami oksidasi ketika bereaksi dengan kalium dikromat. Selama oksidasi, senyawa fenolik dapat diubah menjadi asam fenolik atau senyawa keton dan menghasilkan warna yang lebih gelap. Kalium dikromat dalam larutan asam berwarna oranye. Ketika dikurangi selama reaksi, ia berubah menjadi ion kromium (III) yang berwarna hijau. Namun, jika senyawa fenolik teroksidasi, produk hasil oksidasi bisa menyebabkan warna gelap pada ekstrak. Dengan adanya senyawa fenolik, produk oksidasi dapat membentuk kompleks warna gelap dengan ion kromium (III) atau dapat

(12)

menyebabkan perubahan warna pada ekstrak. Jika warna gelap muncul setelah reaksi, ini menunjukkan bahwa adanya senyawa fenolik dalam ekstrak.

Skrinning Fitokimia Senyawa Tanin

Skrining fitokimia senyawa tanin pada simplisia adalah proses untuk mengidentifikasi dan mengukur keberadaan tanin dalam bahan baku tanaman yang digunakan dalam obat herbal atau produk berbasis tanaman. Tanin adalah senyawa polifenol yang sering ditemukan dalam tanaman dan dikenal memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antimikroba, antioksidan, dan antikanker. Proses skrining ini penting untuk memastikan kualitas dan efektivitas simplisia.

Dalam pengujian kali ini dilakukan 3 Uji pada simplisia daun jambu biji yaitu Uji Gelatin, Braymer dan Uji NaOH.

Uji gelatin ini dilakukan dengan penambahan gelatin dan NaOH hasil positif berdasarkan literatur didapatkan terbentuknya sebuah endapan. Hasil tersebut sesuai dengan hasil yang kami dapat pada uji gelatin kali ini. Pada simplisia ekstrak daun jambu biji yang telah diuji dalam pengujian gelatin menghasilkan Cairan Kuning yang mempunyai endapan.

Prinsip dasar dalam pengujian ini didasarkan pada Tanin yang merupakan senyawa polifenol yang dapat membentuk kompleks dengan protein, termasuk gelatin. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari kolagen, dan ketika ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung tanin, tanin akan berikatan dengan gelatin dan membentuk endapan. Endapan ini muncul sebagai hasil dari interaksi antara tanin dan protein gelatin, yang menyebabkan pembentukan kompleks tidak larut dalam pelarut yang digunakan. Endapan yang terbentuk adalah hasil dari penurunan kelarutan kompleks tanin-gelatin dalam pelarut. Karena tanin membentuk jembatan antara molekul-molekul gelatin, kompleks ini tidak dapat tetap larut dan mengendap ke dasar tabung reaksi. Adanya endapan menunjukkan bahwa tanin dalam ekstrak daun jambu biji telah bereaksi dengan gelatin, mengkonfirmasi keberadaan senyawa tanin dalam sampel.

Uji Braymer adalah salah satu metode untuk mendeteksi keberadaan senyawa tanin dalam ekstrak tanaman. Pada uji ini berdasarkan kajian literatur, senyawa tanin dalam ekstrak bereaksi dengan reagen khusus yang menghasilkan warna biru kehitaman. Warna biru kehitaman yang dihasilkan dari uji Braymer disebabkan oleh pembentukan kompleks kompleks antara tanin dan ion besi. Warna ini adalah indikator yang sangat spesifik untuk keberadaan tanin dalam ekstrak tanaman. Warna biru kehitaman yang terbentuk pada pengujian yang telah dilakukan menunjukkan adanya senyawa tanin dalam sampel, memberikan bukti kualitatif bahwa tanin ada dalam simplisia daun jambu biji.

Uji NaOH sampel yang kami uji menunjukan hasil akhir berupa terbentuknya emulsi.

Sesuai dengan kajian literatur pada hasil positif pada uji NaOH yaitu dengan terbentuknya emulsi. Emulsi yang terbentuk adalah hasil dari kemampuan suatu metabolit sekunder dalam mengurangi tegangan permukaan dan membentuk sistem di mana satu fasa (biasanya air) terdispersi dalam fasa lainnya (biasanya dalam bentuk gas atau pelarut lain). Ini mengarah pada pembentukan busa atau emulsi yang terlihat jelas.

Skrinning Fitokimia Senyawa Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang umumnya ditemukan dalam tanaman.

Mereka memiliki struktur dasar yang terdiri dari tiga cincin aromatik yang saling terhubung.

Dalam skrining fitokimia, flavonoid dapat diidentifikasi melalui berbagai uji yang melibatkan perubahan warna atau pembentukan kompleks dengan reagen tertentu. Skrining fitokimia senyawa flavonoid pada simplisia (bahan baku tanaman) bertujuan untuk mengidentifikasi dan

(13)

menilai keberadaan flavonoid, yang merupakan kelompok senyawa polifenol dengan berbagai manfaat biologis. Flavonoid dikenal karena sifat antioksidan, antiinflamasi, dan antikanker.

Dalam pengujian kali ini dilakukan 3 pengujian yaitu Uji Alkali, Uji Shinoda, dan Uji H2SO4.

Uji Alkali pada uji ini dilakukan penambahan KOH dan HCl dari hasil kajian literatur hasil positif didapatkan jika sampel berwarna kuning. Pada uji kali ini sampel mendapatkan hasil akhir yang sama dengan literatur yaitu berwarna kuning. engujian alkali pada ekstrak simplisia daun jambu biji yang menghasilkan warna kuning umumnya dilakukan untuk mendeteksi adanya senyawa flavonoid, khususnya flavonoid dengan struktur yang dapat berinteraksi dengan larutan basa seperti pottasium hidroksida (KOH). Flavonoid tertentu akan membentuk warna kuning ketika bereaksi dengan KOH. Warna ini adalah hasil dari perubahan struktur kimia flavonoid dalam kondisi basa, yang sering melibatkan ionisasi atau tautomerisasi yang menghasilkan warna kuning. Pengujian alkali pada ekstrak daun jambu biji yang menghasilkan warna kuning menunjukkan adanya flavonoid dalam ekstrak daun jambu biji.

Reaksi ini memanfaatkan perubahan warna sebagai indikator untuk mengidentifikasi keberadaan flavonoid dalam simplisia.

Uji Shinoda ini dilakukan dengan menggunakan serbuk Mg, HCl dan amil alkohol.

Hasil positif yang merujuk pada literatur yaitu terbentuknya warna Merah. Pada ekstrak daun jambu biji yang telah diuji didapatkan hasil yang sama dengan literatur yaitu Warna merah yang terbentuk pada ekstrak yang diuji. Uji Shinoda adalah salah satu metode kualitatif untuk mendeteksi senyawa flavonoid dalam ekstrak tanaman. Pada uji ini, flavonoid dalam ekstrak bereaksi dengan magnesium (Mg) dan asam klorida (HCl) untuk menghasilkan warna merah.

Pada uji Shinoda ini terdapat reaksi dengan flavonoid yaitu reaksi redoks yang dimana Magnesium (Mg) dalam larutan dapat menyebabkan reaksi redoks dengan flavonoid.

Asam klorida (HCl) berfungsi untuk menurunkan pH dan membantu proses reaksi.

Pembentukan Kompleks Warna: Flavonoid memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna dengan magnesium dalam kondisi asam. Magnesium bertindak sebagai agen reduktor yang mengubah flavonoid menjadi bentuk yang dapat membentuk kompleks warna.

Flavonoid memiliki struktur kimia yang memungkinkan pembentukan kompleks dengan ion logam seperti magnesium. Dalam kondisi asam, flavonoid mengalami perubahan struktur yang menyebabkan pembentukan kompleks berwarna. Reaksi redoks yang terjadi antara flavonoid, magnesium, dan HCl dapat menghasilkan senyawa berwarna merah. Warna ini disebabkan oleh perubahan dalam struktur kimia flavonoid yang mempengaruhi spektrum penyerapannya, menghasilkan warna merah. Magnesium dan asam klorida membantu dalam pembentukan kompleks flavonoid yang larut dan menghasilkan warna merah. Proses ini melibatkan perubahan dalam ikatan kimia flavonoid yang menyebabkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu. Pada uji Shinoda, ekstrak daun jambu biji yang mengandung flavonoid akan menunjukkan perubahan warna merah ketika bereaksi dengan magnesium dan asam klorida. Warna merah ini merupakan indikator adanya flavonoid dalam ekstrak dan hasil dari reaksi redoks yang membentuk kompleks flavonoid-magnesium yang berwarna merah.

(14)

Uji H2SO4 (asam sulfat) pada ekstrak daun jambu biji dalam skrining fitokimia flavonoid bertujuan untuk mendeteksi keberadaan flavonoid berdasarkan perubahan warna yang dihasilkan. Uji ini dikenal sebagai uji warna atau uji asam sulfat, dan warna jingga yang dihasilkan merupakan indikasi adanya flavonoid dalam ekstrak. Uji H₂SO₄ memanfaatkan reaksi flavonoid dengan asam sulfat pekat. Flavonoid dapat membentuk kompleks berwarna atau mengalami perubahan struktur kimia ketika berinteraksi dengan H₂SO₄.Dari hasil pengkajian literatur Perubahan ini dapat menyebabkan pembentukan warna jingga yang terlihat jelas. Warna jingga yang dihasilkan adalah hasil dari pembentukan kompleks flavonoid-asam sulfat atau dari reaksi oksidasi dan perubahan struktur flavonoid.

Asam sulfat dapat menyebabkan flavonoid mengalami perubahan struktur yang mengakibatkan perubahan warna menjadi jingga. Asam sulfat pekat adalah agen dehidrasi kuat yang dapat mempengaruhi flavonoid, menyebabkan perubahan dalam struktur kimia flavonoid.

Perubahan ini sering kali menghasilkan kompleks berwarna atau produk oksidasi yang tampak jingga. Dari hasil yang kita dapat dapat disimpulkan bahwa ekstrak simplisia daun jambu biji mengandung senyawa flavonoid. Uji H₂SO₄ pada ekstrak daun jambu biji yang menghasilkan warna jingga menunjukkan adanya flavonoid. Warna jingga tersebut adalah hasil dari reaksi flavonoid dengan asam sulfat, yang menyebabkan perubahan dalam struktur flavonoid dan pembentukan kompleks berwarna.

Skrinning Fitokimia Senyawa Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa organik yang umumnya ditemukan dalam tanaman, dan dikenal karena efek fisiologisnya pada manusia dan hewan. Mereka sering memiliki nitrogen dalam struktur kimianya dan biasanya bersifat basa. Alkaloid dapat memiliki efek yang sangat bervariasi, mulai dari stimulan hingga obat penenang, dan banyak dari mereka digunakan dalam pengobatan atau memiliki potensi sebagai obat. Contoh terkenal dari alkaloid termasuk kafein (yang ditemukan dalam kopi dan teh), nikotin (dalam tembakau), morfin (dari opium), dan kokain (dari tanaman coca). Alkaloid juga dikenal karena sering memiliki efek yang kuat dan kadang-kadang bisa berbahaya jika tidak digunakan dengan hati-hati. Pada praktikum kali ini dilakukan 3 uji untuk menetapkan senyawa alkaloid pada ekstrak simplisia daun jambi biji yaitu uji dragendroff, wagner dan hager.

Pada uji dragendroff, hasil positif setelah penambahan amoniak, kloroform dan HCl ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata/oranye. Reaksi ini terbentuk karena alkaloid dalam sampel bereaksi dengan reagen dragendroff. Penambahan amoniak mengubah alkaloid menjadi bentuk basa bebas yang lebih larut dalam kloroform. Ekstraksi dengan kloroform membuat alkaloid dalam bentuk basa bebas dipisahkan dari komponen non- alkaloid dengan melarutkan ke dalam kloroform. Penambahan HCl mengubah alkaloid kembali kebentuk garam yang memungkinkan untuk bereaksi dengan alkaloid membentuk kompleks yang tidak larut dan menghasilkan endapan yang terlihat. Hasil yang didapat terdapat hasil (+) sesuai dengan literatur. Adapun factor yang mempengaruhi yaitu konsentrasi alkaloid, kualitas reagen dan prosedur yang tepat.

Pada uji wagner, hasil positif ditunjukan dengan adanya perubahan warna coklat kemrahan. Hal ini disebabkan oleh reaksi antara alkaloid dalam sampel dengan reagen wagner yang terdiri dari larutan iodida. Biasanya larutan kalium iadoda membentuk kompleks alkaloid- iodida yang tidak larut. Kompleks ini mengendap dan memberikan warna coklat kemerahan yang khas. Dari hasil yang didapat, didapatkan hasil (-) karena ekstrak tidak menghasilkan warna ketika ditambahkan dengan pereaksi wagner. Hal ini menunjukan bahwa mungkin tidak

(15)

terdapat alkaloid yang cukup/senyawa lain yang dapat bereaksi dengan reagen tersebut.

Adapun beberapa penyebab kemungkinan hasil (-) yaitu kandungan alkaloid yang rendah/tidak ada, ekstraksi yang tidak efektif, reagen yang tidak sesuai/tidak aktif, interaksi senyawa lain dan kondisi reaksi yang tidak ideal.

Pada Uji Hager, didapatkan hasil positif berupa warna jingga, hal ini dikarenakan pembentukan kompleks alkaloid-merkuri yang tidak larut yang menghasilkan endapan berwarna jingga. Warna ini adalah indikator keberadaan alkaloid dalam sampel uji. Namun didapatkan hasil (-) pada uji kali ini tidak terjadinya perubahan warna ketika ekstrak daun jambu biji dengan metode hager bisa disebabkan oleh ketiadaan/konsentrasi alkaloid yang sangat rendah, metode ekstraksi yang tidak efektif, reagen yang terkontaminasi dari senyawa lain dalam ekstrak.

Skrinning Fitokimia Senyawa Saponin

Saponin adalah kelompok senyawa kimia alami yang ditemukan dalam berbagai tanaman. Mereka memiliki struktur kimia yang khas, terdiri dari dua bagian utama: aglikon (atau sapogenin), yang biasanya berupa steroid atau triterpenoid, dan satu atau lebih rantai gula yang terikat padanya. Pada praktikum kali ini dilakukan 2 metode dalam skrinning fitokimia pada senyawa saponin yaitu uji busa dan uji natrium bikarbonat.

Uji busa, Sifat utama saponin adalah kemampuannya untuk mengurangi tegangan permukaan air yang membentuk dan menstabilkan busa. Dalam larutan, saponin dapat membentuk micelle (struktur seperti bola) yang mengurangi tegangan permukaan dan memfasilitasi stabilitas busa. Dalam literatur hasil positif dinyatakan apabila terbentuk busa yang bertahan. Dari hasil pengujian busa dari ekstrak daun jambu biji dapat bertahan selama 10 menit. Busa yang bertahan selama 10 menit dalam uji busa pada ekstrak daun jambu biji umumnya disebabkan oleh keberadaan saponin dalam ekstrak tersebut. Saponin memiliki sifat untuk membentuk busa yang stabil den tahan lama dengan mengurangi tegangan permukaan air dan membentuk struktur micelle. Konsentrasi saponin, kualitas busa, kondisi pengujian, teknik pengadukan dan interaksi dengan senyawa lain semuanya mempengaruhi kestabilan dan daya tahan busa.

Uji natrium bikarbonat, reaksi ini memanfaatkan sifat kimia saponin yang dapat membentuk busa / gelembung ketika berinteraksi dengan natrium bikarbonat (NaHCO3). Pada uji natrium bikarbonat reaksi yang terjadi melibatkan interaksi antara saponin dan ekstrak daun jambu biji. Saponin yang bersifat amfipatik akan membentuk busa / gelembung ketika bereaksi dengan natrium bikarbonat yang dapat menghasilkan gas (O2) busa / gelembung yang terbentuk menunjukan keberadaan saponin dalam ekstrak sebagai indikator positif salam skrinning fitokimia. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan sampel mengalami / mengeluarkan sedikit busa. Ini bisa terjadinya karena konsentrasi saponin yang rendah, jenis saponin yang kurang efektif / sifat ekstrak yang tidak mendukung pembentukan busa.

Skrinning Fitokimia Senyawa Terpenoid

Terpenoid, juga dikenal sebagai isoprenoid, adalah kelompok besar senyawa organik yang berasal dari unit-unit isoprena. Mereka adalah komponen penting dari banyak proses biologis di berbagai organisme dan memiliki berbagai aplikasi dalam industri dan pengobatan.

Terpenoid terdiri dari unit dasar yang disebut isoprena, yang memiliki struktur kimia C5H8. Ketika unit-unit ini digabungkan dalam berbagai pola, mereka membentuk struktur yang lebih

(16)

kompleks. Pada praktikum kali ini dilakukan skrinning fitokimia pada senyawa terpenoid dengan menggunakan 2 metode yaitu metode uji Salkowski dan uji CuSO4.

Uji Salkowski merupakan uji untuk mendeteksi keberadaan senyawa terpenoid terutama sterol dan triterpenoid dalam ekstrak tanaman. Uji ini melibatkan penambahan reagen Salkowski ke dalam ekstrak tanaman. Reagen Salkowski ini terdiri dari campuran asam sulfat pekat dan asam klorida. Reagen ini digunakan untuk mengekstraksi senyawa terpenoid dan menyebabkan reaksi warna yang khas. Dari literatur hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya warna kuning/hijau/biru/ungu. Dari hasil praktikum kali ini didapatkan hasil wara ungu yang menunjukan hasil positif. Pembentukan warna ungu ini terjadi karena adanya reaksi redoks yang melibatkan senyawa terpenoid dan asam sulfat. Asam sulfat dapat mengoksidasi senyawa terpenoid. Warna ungu ini adalah indikator positif yang menunjukan bahwa senyawa terpenoid terdapat dalam ekstrak.

Uji CuSO4, merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa terpenoid terutama triterpenoid dan sterol dalam ekstrak tanaman. Uji ini melibatkan perubahan larutan tembaga (II) sulfat ke dalam ekstrak tanaman uji. Ketika CuSO4 ditambahkan ke dalam ekstrak yang mengandung senyawa terpenoid, ion tembaga (II) dapat membentuk kompleks dengan gugus fungsi yang ada dalam senyawa terpenoid tersebut. Reaksi ini menghasilkan kompleks yang memberikan warna hijau. Warna hijau ini disebabkan oleh pembentukan kompleks tembaga (II) dengan senyawa terpenoid. Warna hijau ini adalah indikator positif yang menunjukan bahwa senyawa terpenoid seperti sterol dan triterpenoid ada dalam ekstrak. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa hasil uji terpenoid pada ekstrak daun jambu biji dinyatakan positif.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tanaman daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang kami uji mempunyai kadar air sebesar 11,79, susut pengeringan sebesar 10,6%, kadar sari larut air sebesar 72,5%, dan kadar sari larut etanaol sebesar 52,5%..

Pada uji Skrinning fitokimia pada tanaman daun jambu biji (Psidium guajava L.) didapatkan kesimpulan yaitu pada tanaman jambu biji memiliki kandungan senyawa Metabolit Sekunder yang beragam diantaranya alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Sehubungan dengan telah selesainya karya tulis ini maka perkenankan penulis dengan penuh kerendahan hati menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dosen Pengampu Ibu Syumillah Saepudin, S.Si.,M.Farm selaku dosen pengampu Mata Kuliah Praktikum Farmakognosi yang telah memberikan arahan dan membimbing kami selama matakuliah ini berlangsung. Tak lupa untuk rekan kelompok kami yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan jurnal ilmiah iini.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, W. (2017). Skrining Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Beberapa Fraksi Dari Kulit Batang Jarak. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia, 1(2):118.

Agustina, 2016, Skrining Fitokimia Tanaman Obat Di Kabupaten Bima. Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA STKIP Bima, Cakra Kimia (Indonesian E- Journal of Applied Chemistry) Volume 4, Nomor 1.

Depkes RI. Materia Medika Indonesia Jilid I-VII. Jakarta: Departemen Kesahatan RI.

Hal. 1995;319325

Ekawati, E R, Husnul, S N, Herawati, D. 2018. Identifikasi Kuman Pada Pus Dari Luka Infeksi Kulit. Jurnal SainHealth Vol. 2 No. 1 Edisi Maret 2018. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Maarif Hasyim LatifSidoarjop-ISSN : 2548-8333-ISSN : 2549-2586.

Ganjewala, D., Gupta, A.K, 2013. Study On Composition, Antibacterial and Antioxidant Properties of Different Parts of Alstonia Scholaris Linn. Journal Advanced Pharmaceutical Bulletin. India. 3(2), 379-384.

Hanani, E. (2017). Analisis Fitokimia . Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Hapsari, A.M., Masfria., dan Dalimunthe, A. 2018. Pengujian Kandungan Total Fenol Ekstrak Etanol Tempuyung (Sonchus arvensis L.,). Jurnal TM Conference Series. 1(1): 284-290 Kemenkes RI. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2017.

Manongko, P.S., Sangi, M.S., dan Momuat. 2020. Uji Senyawa Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.). Jurnal Mipa. 2(9): 64-69 Nahdliyah, V. A. (2019). Skrining Fitokimia Senyawa metabolit sekunder ekstrak etanol bunga

pepaya jantan (carica papaya L) dari daerah Kecamatan Warungpring kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Ilmiah Farmasi, Pekalongan program gelar Ahli Madya.

Syumillah Saepudin, S.Si., M.Farm. (2024). Modul Praktikum Farmakognosi.

Universitas Al-Ghifari Bandung.

Widodo, W. A. (2015). Keberhasilan Okulasi Tiga Kultivar Kelengkeng pada Ruas Batang yang Berlainan. Seminar Nasional Universitas PGRI, Yogyakarta: 1-6.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan

Antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava)” yang menyatakan bahwa penelitian daun jambu biji menggunakan metode tiosianat, aktivitas. yang mendekati

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan kombucha daun jambu biji, tingkat keasaman (pH), dan daya terima masyarakat pada kombucha daun

Hasil determinasi daun jambu biji Australia ( Psidium guajava L.)... Spektrum Ultraviolet-Visible Beberapa

Data hasil pengujian ekstrak etanol 70% daun jambu biji terhadap sel T47D kanker payudara pada inkubasi 24 jam dengan metode perhitungan langsung diperoleh

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan

Apakah formulasi daun jambu biji “Psidium Guajava L.” yang berbeda pada pembuatan telur pindang mempengaruhi kualitas telur ditinjau dari karakteristik fisikokimia

Dalam penelitian ini dilihat perbedaan kemampuan sari daun jambu biji yang dipanaskan dan tanpa pemanasan dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli.. Diharapkan hasil penelitian ini