• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidrolisis Etil Asetat di Atmosfer Asam Lemah dan Kuat

N/A
N/A
19@ Amelia Aura Trisiawati

Academic year: 2024

Membagikan "Hidrolisis Etil Asetat di Atmosfer Asam Lemah dan Kuat"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis hidrolisis

Praktikum ini berjudul Hydrolysis of Ethyl Acetate in Strong and Weak Acid Atmosphere yang dilakukan pada hari Senin, 26 Februari 2024 pada jam 09.30.

Practicum ini bertujuan untuk Determine the reaction order and hydrolysis of ethyl acetate in a strong acid and weak acid atmosphere. Prinsip dari praktikum ini yaitu hidrolisis dan titrasi penetralan dimana basa menentralkan asam, dalam hidrolisis asam lemah NaOH menentralkan CH3COOH katalis dan CH3COOH produk, sedangkan dalam hidrolisis asam kuat NaOH menetralkan HCl katalis dan HCl produk. Pada percobaan ini dilakukan dalam dua kondisi asam yakni asam lemah menggunakan larutan asam asetat (CH3COOH) dan asam kuat menggunakan asam klorida (HCl).

1. Hidrolisis etil asetat dalam suasana asam lemah

Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan. yang akan dibutuhkan. Persiapan ini dilakukan untuk mempermudah dan mempersingkat waktu percobaan. Alat yang disiapkan antara lain pipet tetes, statif dan klem, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia dan stopwatch. Alat-alat ini dipastikan berfungsi semuanya, agar tidak mengganggu jalannya percobaan.

Selain itu dipastikan bahwa alat-alat yang akan digunakan telah bersih semua.

Jika belum, cuci dengan sabun, dan bilas alat dengan aquades. Hal ini dilakukan agar tidak ada bahan pengotor yang ikut dalam percobaan, yang dapat mempengaruhi hasil akhir. Setelah dicuci, alat-alat di keringkan dan dipastikan benar-benar kering dan siap untuk digunakan.

Pada tahap pertama, percobaan ini diawali dengan memasukkan 50 ml. asam asetat (CH3COOH) 0.5 M yang berupa larutan tak berwarna kedalam erlenmeyer yang diberi tanda "A". Pengambilan ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, pipet tetes dan gelas kimia. Memilih gelas ukur yang digunakan untuk mengukur larutan. Sedangkan gelas kimia digunakan utuk menuang larutan dari botol penyimpanan sebelum diukur. Hal ini dilakukan agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk meniscus. Cara membaca meniscus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata praktikan. Setelah itu, menambahkan 45 ml. aquades (tidak berwarna) kedalam

(2)

erlenmeyer A, yang diambil dengan proses yang sama ketika pengambilan asam asetat. Berikutnya, Erlenmeyer "A" diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan pada Erlenmeyer A sudah siap untuk digunakan. Pada perlakuan ini, dihasilkan suatu larutan campuran yang tak berwarna dalam erlenmeyer A. Hal ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini:

CH3COOH (aq) + H2O (l)  CH3COOH (aq)

(Fessenden & Fessenden, 1986) Pada percobaan ini, fungsi penambahan CH3COOH sebagai katalis yang mempercepat laju reaksi untuk reaksi hidrolisis etil asetat, dengan cara memilih tahap reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga kompleks teraktivasi lebih mudah terbentuk dan reaksi menjadi lebih cepat.

Proton H+ dari asam asetat disumbangkan dalam reaksi hidrolisis tersebut sehingga membantu H+ dari H2O untuk menghidrolisis etil asetat. Asam asetat juga akan memberikan suasana asam lemah dalam hidrolisis etil asetat sedangkan etil asetat jika direaksikan dengan air akan terjadi proses hidrolisis, kemudian garam akan terurai oleh air menghasilkan larutan yang bersifat asam atau basa. Asam asetat memiliki harga Ka sebesar 1,8 x 10. Penambahan aquades disini berfungsi sebagai pengencer dari larutan asam asetat yang akan menurunkan harga konsentrasi atau menghidrolisis etil asetat. Berikutnya, Erlenmeyer "A" diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengkonstankan suhu larutan asam asetat. Langkah ini dianggap perlu dilakukan karena suhu merupakan salah satu faktor yang bisa berpengaruh terhadap laju suatu reaksi. Sehingga suhunya dijaga konstan agar suhu tidak mempengaruhi laju reaksi,

Kemudian, 15 ml larutan etil asetat yang tak berwarna dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diberi tanda "B". Pengambilan etil asetat ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, pipet tetes dan gelas kimia. Gelas ukur digunakan untuk mengukur larutan. Pipet tetes digunakan untuk mengurangi menambah jumlah zat dalam jumlah kecil. Sedangkan gelas kimia digunakan utuk menuang larutan- larutan dari botol penyimpanan sebelum diukur. Hal ini

(3)

dilakukan agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar.

Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk meniscus. Cara membaca meniscus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata praktikan. Berikutnya, Erlenmeyer "B" diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan B (di dalam erlenmeyer B) sudah siap untuk digunakan. Pada perlakuan ini, dihasilkan suatu larutan campuran yang tak berwarna dalam erlenmeyer B. Fungsi penggunaan bahan dan penggunaan alat yang digunakan dalam tahap kedua yakni etil asetat berfungsi sebagai reaktan dalam reaksi ini. Reaktan adalah. zat yang akan bereaksi dan membentuk suatu produk. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatile (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung asam atau basa. Etil asetat juga dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Berikutnya, Erlenmeyer "B" diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengkonstankan suhu larutan asam asetat. Langkah ini dianggap perlu dilakukan karena suhu merupakan salah satu faktor yang bisa berpengaruh terhadap laju suatu reaksi. Sehingga suhunya dijaga konstan agar suhu tidak mempengaruhi laju reaksi,

Langkah selanjutnya adalah mengambil 5 ml larutan pada Erlenmeyer B.

Pengambilan etil asetat ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, pipet tetes dan gelas kimia. Setelah itu di tuangkan ke dalam Erlenmeyer A.

Selanjutnya campuran (tidak berwarna) diaduk agar homogen sambil dijalankan stopwatch tepat saat larutan B dituang ke dalam Erlenmeyer "A".

pada tahap ini terjadi reaksi sebagai berikut :

CH3COOC2H5 (aq) + H2O (l) C2H5OH (l) + CH3COOH (aq)

(Fessenden & Fessenden, 1986) Fungsi penggunaan alat dari tahap tiga ini yakni gelas ukur digunakan. karena gelas ukur dipilih karena memiliki tingkat ketelitian 99% dibandingkan jika

CH3COOH

(4)

diukur dengan menggunakan gelas kimia dengan tingkat ketelitian 95%. Pipet tetes digunakan untuk mengurangi atau menambah jumlah zat dalam jumlah kecil. Sedangkan gelas kimia digunakan utuk menuang larutan-larutan dari botol penyimpanan sebelum diukur. Hal ini dilakukan agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk meniscus. Cara membaca meniscus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata praktikan. Sedangkan Stopwatch ini berfungsi sebgai alat untuk mengetahui waktu. Campuran ini akan diambil pada waktu telah mencapai 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100 menit.

Penentuan. rentang waktu ini tidak boleh terlalu dekat agar hasilnya tidak saling mendekati (terlalu dekat sehingga sulit dibedakan).

Setelah campuran larutan A + B yang ada di Erlenmeyer A (tidak berwarna) telah melalui selang 5 menit, campuran segera diambil 10 ml dengan menggunakan pipet dan diukur dalam gelas kimia. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C, yang telah berisi 50 mL aquades dingin (tidak berwarna) dan kemudian ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 2 tetes. Dari pencampuran ini, dihasilkan suatu larutan campuran yang tak berwarna Dengan demikian larutan siap untuk dititrasi. Akan tetapi sebelum titrasi, alat untuk titrasi telah dirangkai dan siap untuk digunakan. Buret dipasang ke klem yang telah terpasang ke statif, Posisikan skala buret menghadap ke pengamat. Kemudian diturunkan dari meja praktikum untuk mengisi buret dengan larutan standar NaOH 0,2 M yang digunakan untuk membilas buret dengan. dengan menggunakan corong. Kemudian larutan di keluarkan dengan membuka kran dan dimasukkan ke gelas kimia. Setelah itu larutan NaOH dimasukkan ke buret dengan menggunakan corong sampai diatas skala 0, dengan posisi kran bawah tertutup. Usahakan tidak sampai ada gelembung udara dan diturunkan larutan dalam buret sampai skala 0. Setelah tepat pada skala nol, larutan standar NaOH dan serangkaian alat titrasi, percobaan dapat langsung dilanjutkan

Kemudian, larutan pada erlenmeyer C dititrasi dengan dengan menggunakan arutan NaOH 0,2 M yang tak berwarna. Proeses titrasi yang dilakukan cara

(5)

neletakkan Erlenmeyer di bawah kran. Kemudian kran dibuka perlahan-lahan sehingga larutan NaOH akan keluar tetes demi tetes. Saat ada tetesan NaOH yang jatuh ke erlenmeyer, erlenmeyer digoyang.

Titrasi akan dihentikan sampai mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen tercapai saat mol titran dan mol analit sama serta tepat bereaksi, namun titik ekivalen tidak dapat diukur dalam percobaan ini sehingga yang dapat diukur hanyalah titik akhir titrasi yaitu dimana terjadi perubahan warna larutan menjadi pink.

Setelah itu, dibaca angka pada buret saat akhir titrasi dan dicatat volume NaOH yang diperlukan. Pembacaan skala yang berada tepat dibawah meniskus larutan yang ada dala buret. Ketika mebaca skala, maka posisi mata harus tegak lurus terhadap skala pada buret tersebut. Setelah proses titrasi dilakukan, larutan yang dihasilkan berupa larutan yang berwarna pink soft. Perubahan warna dari tidak berwarna menjadi pink soft menujukkan bahwa kelebihan asam (H+) yang berada pada larutan campuran tersebut telah dinetralkan oleh ion OH- dari NaOH. Hal ini menandakan bahwa indikator yang digunakan telah bereaksi dan menunjukkan bahwa reaksi tersebut telah mencapai titik akhir.

Pada titrasi tersebut, titik ekivalen sangat sulit untuk dilihat disebabkan keterbatasan yang dimiliki oleh pengamat. Oleh karena itu, titik akhir titrasi dapat disebut sebagai Persamaan reaksi pada tahap ini yaitu sebagai berikut ini:

CH3COOH (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + H2O (l)

(Fessenden & Fessenden, 1986) Dari reaksi diatas dalam percobaan ini diharapkan terjadi ke arah kanan atau pembentukan produk (proses hidrolisis). Oleh karena tujuan ini maka ditambahkan katalis berupa asam asetat. Tanpa katalis reaksi ini akan sangat sulit untuk terjadi. Fungsi penambahan dari bahan dan perlakuan yang digunakan, diantaranya adalah 50 ml air aquades dingin ini berfungsi untuk memperlambat reaksi hidrolisis antara campuran larutan etil asetat, asam klorida dan NaOH agar reaksi hidrolisis tidak terjadi reversible dan produknya menjadi asam. Larutan NaOH dipilih karena memiliki sifat basa kuat yang mampu untuk menetralkan sifat asam yang dimiliki oleh asam asetat.

Goyangan Erlenmeyer pada saat titrasi ini berfungsi untuk membuat larutan

(6)

homogen dan untuk mengetahui apakah titik akhir telah tercapai. Pada penambahan indikator PP ini berfungsi sebagai indikator penentu tercapainya titik akhir dari proses titrasi dimana indikator ini akan bereaksi dengan excess (kelebihan) dari NaOH yang ditandai dengan berubahnya warna latutan yang mulanya tak berwarna menjadi berwarna pink soft. PP mampu mendeteksi tercapainya titik akhir dari larutan tersebut. PP memiliki rentang pH antara 8,3- 10. Dari hal ini, dapat dikatakan jika pada rentang pH 8,3-10, larutan telah mencapai titik akhir, maka titik ekivaen larutan telah tercapai sebelum rentang pH tersebut. Pada tahap ini dilakukan secara berulang pada intervals of 10, 20, 30, 50, and 100 minutes tujuannya yaitu untuk mengetahui waktu dari lamanya reaksi terhadap banyaknya produk. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan volume NaOH sebagai berikut :

t(s) Volume NaOH

(ml)

300 12,7

600 13,5

1200 13,8

1800 14,3

3000 14,7

6000 15

Tabel 1. Volume NaOH yang dibutuhkan setiap waktunya

Cara menentukan orde reaksi terdapat 2 cara yaitu metode non grafik dan metode grafik, pada metode non grafik didapatkan nilai k setiap ordenya sebagai berikut:

Orde reaksi 1

t(s) k

300 1,35 x 10-4

600 3,7 x 10-4

1200 2,5 x 10-4

1800 2,4 x 10-4

3000 1,9 x 10-4

6000 1,1 x 10-4

Tabel 2. Nilai k yang dihasilkan pada orde 1 setiap waktunya Orde reaksi 2

t(s) k

300 1,3 x 10-4

(7)

600 4,1 x 10-4

1200 2,9 x 10-4

1800 3,1 x 10-4

3000 2,6 x 10-4

6000 1,6 x 10-4

Tabel 3. Nilai k yang dihasilkan pada orde 2 setiap waktunya

Orde reaksi 3

t(s) k

300 1,4 x 10-4

600 4,6 x 10-4

1200 3,4 x 10-4

1800 3,9 x 10-4

3000 3,6 x 10-4

6000 2,4 x 10-4

Tabel 4. Nilai k yang dihasilkan pada orde 3 setiap waktunya

Berdasarkan nilai k diatas yang memiliki nilai k yang tidak jauh berbeda pada orde reaksi 3 yang mana hal ini tidak sesuai teori ……….

Metode yang kedua yaitu secara grafik, berikut grafik setiap orde reaksi dalam suasana asam lemah :

Orde reaksi 1

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

-0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0

f(x) = − 0 x − 0.16 R² = 0.82

Reaction order 1 in a weak acid atmosphere

t

ln (a-x)

Grafik 1. Reaction order 1 in a weak acid atmosphere

(8)

Orde reaksi 2

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0 0.5 1 1.5 2 2.5

f(x) = 0 x + 1.16 R² = 0.88

Reaction order 2 in a weak acid atmosphere

t

1/(a-x)

Grafik 2. Reaction order 2 in a weak acid atmosphere

Orde reaksi 3

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0 0.5 1 1.5 2 2.5

f(x) = 0 x + 0.64 R² = 0.93

Reaction order 3 in a weak acid atmosphere

t

1/(2(a-x)^2

Grafik 3. Reaction order 3 in a weak acid atmosphere

Berdasarkan grafik diatas yang memiliki nilai R2 yang mendekati nilai 1 yaitu pada orde ketiga sebesar 0,9255. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada percobaan ini memiliki orde tiga, namun hal ini tidak sesuai dengan teori menurut (Persada, 2012) yang mengatakan bahwa pada percobaan ini merupakan orde reaksi 1.

(9)

2. Hidrolisis etil asetat dalam suasana asam kuat

Sebelum percobaan dilakukan, terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan. yang akan dibutuhkan. Persiapan ini dilakukan untuk mempermudah dan mempersingkat waktu percobaan. Alat yang disiapkan antara lain pipet tetes, statif dan klem, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia dan stopwatch. Alat-alat ini dipastikan berfungsi semuanya, agar tidak mengganggu jalannya percobaan.

Selain itu dipastikan bahwa alat-alat yang akan digunakan telah bersih semua.

Jika belum, cuci dengan sabun, dan bilas alat dengan aquades. Hal ini dilakukan agar tidak ada bahan pengotor yang ikut dalam percobaan, yang dapat mempengaruhi hasil akhir. Setelah dicuci, alat-alat di keringkan dan dipastikan benar-benar kering dan siap untuk digunakan.

Pada tahap pertama, percobaan ini diawali dengan memasukkan 50 ml. asam asetat HCl 0.5 M yang berupa larutan tak berwarna kedalam erlenmeyer yang diberi tanda "A". Pengambilan ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, pipet tetes dan gelas kimia. Memilih gelas ukur yang digunakan untuk mengukur larutan. Sedangkan gelas kimia digunakan utuk menuang larutan dari botol penyimpanan sebelum diukur. Hal ini dilakukan agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk meniscus. Cara membaca meniscus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata praktikan. Setelah itu, menambahkan 45 ml. aquades (tidak berwarna) kedalam erlenmeyer A, yang diambil dengan proses yang sama ketika pengambilan asam asetat. Berikutnya, Erlenmeyer "A"

diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan pada Erlenmeyer A sudah siap untuk digunakan. Pada perlakuan ini, dihasilkan suatu larutan campuran yang tak berwarna dalam erlenmeyer A. Hal ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini:

HCl (aq) + H2O (l)  HCl (aq)

(Fessenden & Fessenden, 1986) Fungsi penambahan bahan dan penggunaan alat yang diguanakan dalarn tahap pertama yakni asam klorida berfungsi sebagai katalis. Hal ini merupakan proses yang melibatkan salah satu katalis, yakni suasana asamnya. Tanpa katalis ini

(10)

reaksi akan sulit untuk berjalan. Katalis bekerja dengan mencari mekanisme lain yang memiliki energi aktivasi lebih rendah. Penambahan aquades disini berfungsi sebagai pengencer dari larutan asam asetat yang akan menurunkan harga konsentrasi atau menghidrolisis etil asetat. Berikutnya, Erlenmeyer "A"

diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengkonstankan suhu larutan asam klorida. Langkah ini dianggap perlu dilakukan karena suhu merupakan salah satu faktor yang bisa berpengaruh terhadap laju suatu reaksi. Sehingga suhunya dijaga konstan agar suhu tidak mempengaruhi laju reaksi,

Kemudian, 15 ml larutan etil asetat yang tak berwarna dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diberi tanda "B". Pengambilan etil asetat ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, pipet tetes dan gelas kimia. Gelas ukur digunakan untuk mengukur larutan. Pipet tetes digunakan untuk mengurangi menambah jumlah zat dalam jumlah kecil. Sedangkan gelas kimia digunakan utuk menuang larutan- larutan dari botol penyimpanan sebelum diukur. Hal ini dilakukan agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar.

Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk meniscus. Cara membaca meniscus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata praktikan. Berikutnya, Erlenmeyer "B" diletakkan pada suhu ruang selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan B (di dalam erlenmeyer B) sudah siap untuk digunakan. Pada perlakuan ini, dihasilkan suatu larutan campuran yang tak berwarna dalam erlenmeyer B. Fungsi penggunaan bahan dan penggunaan alat yang digunakan dalam tahap kedua yakni etil asetat berfungsi sebagai reaktan dalam reaksi ini. Reaktan adalah. zat yang akan bereaksi dan membentuk suatu produk. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatile (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar.

Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung asam atau basa. Etil asetat juga dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Berikutnya, Erlenmeyer "B" diletakkan pada suhu ruang

(11)

selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mengkonstankan suhu larutan asam asetat. Langkah ini dianggap perlu dilakukan karena suhu merupakan salah satu faktor yang bisa berpengaruh terhadap laju suatu reaksi. Sehingga suhunya dijaga konstan agar suhu tidak mempengaruhi laju reaksi,

Langkah selanjutnya adalah mengambil 5 ml larutan pada Erlenmeyer B.

Pengambilan etil asetat ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, pipet tetes dan gelas kimia. Setelah itu di tuangkan ke dalam Erlenmeyer A.

Selanjutnya campuran (tidak berwarna) diaduk agar homogen sambil dijalankan stopwatch tepat saat larutan B dituang ke dalam Erlenmeyer "A". pada tahap ini terjadi reaksi sebagai berikut :

CH3COOC2H5 (aq) + H2O (l) C2H5OH (l) + CH3COOH (aq)

(Fessenden & Fessenden, 1986) Fungsi penggunaan alat dari tahap tiga ini yakni gelas ukur digunakan. karena gelas ukur dipilih karena memiliki tingkat ketelitian 99% dibandingkan jika diukur dengan menggunakan gelas kimia dengan tingkat ketelitian 95%. Pipet tetes digunakan untuk mengurangi atau menambah jumlah zat dalam jumlah kecil. Sedangkan gelas kimia digunakan utuk menuang larutan-larutan dari botol penyimpanan sebelum diukur. Hal ini dilakukan agar tidak semua bahan yang ada dalam botol ikut tercemar. Pengukuran ini harus tepat pada ukuran yang diinginkan atau tepat membentuk meniscus. Cara membaca meniscus harus tepat, dengan arah tegak lurus dengan mata praktikan. Sedangkan Stopwatch ini berfungsi sebgai alat untuk mengetahui waktu. Campuran ini akan diambil pada waktu telah mencapai 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100 menit. Penentuan. rentang waktu ini tidak boleh terlalu dekat agar hasilnya tidak saling mendekati (terlalu dekat sehingga sulit dibedakan).

Setelah campuran larutan A + B yang ada di Erlenmeyer A (tidak berwarna) telah melalui selang 5 menit, campuran segera diambil 10 ml dengan menggunakan pipet dan diukur dalam gelas kimia. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam Erlenmeyer C, yang telah berisi 50 mL aquades dingin (tidak berwarna) dan kemudian ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 2

HCl

(12)

tetes. Dari pencampuran ini, dihasilkan suatu larutan campuran yang tak berwarna Dengan demikian larutan siap untuk dititrasi. Akan tetapi sebelum titrasi, alat untuk titrasi telah dirangkai dan siap untuk digunakan. Buret dipasang ke klem yang telah terpasang ke statif, Posisikan skala buret menghadap ke pengamat. Kemudian diturunkan dari meja praktikum untuk mengisi buret dengan larutan standar NaOH 0,2 M yang digunakan untuk membilas buret dengan. dengan menggunakan corong. Kemudian larutan di keluarkan dengan membuka kran dan dimasukkan ke gelas kimia. Setelah itu larutan NaOH dimasukkan ke buret dengan menggunakan corong sampai diatas skala 0, dengan posisi kran bawah tertutup. Usahakan tidak sampai ada gelembung udara dan diturunkan larutan dalam buret sampai skala 0. Setelah tepat pada skala nol, larutan standar NaOH dan serangkaian alat titrasi, percobaan dapat langsung dilanjutkan

Kemudian, larutan pada erlenmeyer C dititrasi dengan dengan menggunakan arutan NaOH 0,2 M yang tak berwarna. Proeses titrasi yang dilakukan cara neletakkan Erlenmeyer di bawah kran. Kemudian kran dibuka perlahan-lahan sehingga larutan NaOH akan keluar tetes demi tetes. Saat ada tetesan NaOH yang jatuh ke erlenmeyer, erlenmeyer digoyang. Titrasi akan dihentikan sampai mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen tercapai saat mol titran dan mol analit sama serta tepat bereaksi, namun titik ekivalen tidak dapat diukur dalam percobaan ini sehingga yang dapat diukur hanyalah titik akhir titrasi yaitu dimana terjadi perubahan warna larutan menjadi pink. Setelah itu, dibaca angka pada buret saat akhir titrasi dan dicatat volume NaOH yang diperlukan.

Pembacaan skala yang berada tepat dibawah meniskus larutan yang ada dala buret. Ketika mebaca skala, maka posisi mata harus tegak lurus terhadap skala pada buret tersebut. Setelah proses titrasi dilakukan, larutan yang dihasilkan berupa larutan yang berwarna pink soft. Perubahan warna dari tidak berwarna menjadi pink soft menujukkan bahwa kelebihan asam (H+) yang berada pada larutan campuran tersebut telah dinetralkan oleh ion OH- dari NaOH. Hal ini menandakan bahwa indikator yang digunakan telah bereaksi dan menunjukkan bahwa reaksi tersebut telah mencapai titik akhir. Pada titrasi tersebut, titik ekivalen sangat sulit untuk dilihat disebabkan keterbatasan yang dimiliki oleh

(13)

pengamat. Oleh karena itu, titik akhir titrasi dapat disebut sebagai Persamaan reaksi pada tahap ini yaitu sebagai berikut ini:

HCl (aq) + NaOH (aq) NaCl (aq) + H2O (aq)

(Fessenden & Fessenden, 1986) Dari reaksi diatas dalam percobaan ini diharapkan terjadi ke arah kanan atau pembentukan produk (proses hidrolisis). Oleh karena tujuan ini maka ditambahkan katalis berupa asam asetat. Tanpa katalis reaksi ini akan sangat sulit untuk terjadi. Fungsi penambahan dari bahan dan perlakuan yang digunakan, diantaranya adalah 50 ml air aquades dingin ini berfungsi untuk memperlambat reaksi hidrolisis antara campuran larutan etil asetat, asam klorida dan NaOH agar reaksi hidrolisis tidak terjadi reversible dan produknya menjadi asam. Larutan NaOH dipilih karena memiliki sifat basa kuat yang mampu untuk menetralkan sifat asam yang dimiliki oleh asam asetat. Goyangan Erlenmeyer pada saat titrasi ini berfungsi untuk membuat larutan homogen dan untuk mengetahui apakah titik akhir telah tercapai. Pada penambahan indikator PP ini berfungsi sebagai indikator penentu tercapainya titik akhir dari proses titrasi dimana indikator ini akan bereaksi dengan excess (kelebihan) dari NaOH yang ditandai dengan berubahnya warna latutan yang mulanya tak berwarna menjadi berwarna pink soft. PP mampu mendeteksi tercapainya titik akhir dari larutan tersebut. PP memiliki rentang pH antara 8,3-10. Dari hal ini, dapat dikatakan jika pada rentang pH 8,3-10, larutan telah mencapai titik akhir, maka titik ekivaen larutan telah tercapai sebelum rentang pH tersebut. Pada tahap ini dilakukan secara berulang pada intervals of 10, 20, 30, 50, and 100 minutes tujuannya yaitu untuk mengetahui waktu dari lamanya reaksi terhadap banyaknya produk. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan volume NaOH sebagai berikut :

t(s) Volume NaOH

(ml)

300 14,3

600 14,5

1200 14,7

1800 14,8

3000 15

6000 15,2

(14)

Tabel 5. Volume NaOH yang dibutuhkan setiap waktunya

Cara menentukan orde reaksi terdapat 2 cara yaitu metode non grafik dan metode grafik, pada metode non grafik didapatkan nilai k setiap ordenya sebagai berikut:

Orde reaksi 1

t(s) k

300 1,48 x 10-4

600 8,4 x 10-4

1200 4,8 x 10-4

1800 3,3 x 10-4

3000 2,3 x 10-4

6000 1,3 x 10-4

Tabel 6. Nilai k yang dihasilkan pada orde 1 setiap waktunya

Orde reaksi 2

t(s) k

300 1,87 x 10-4

600 1,10 x 10-4

1200 6,5 x 10-4

1800 4,6 x 10-4

3000 3,3 x 10-4

6000 1,9 x 10-4

Tabel 7. Nilai k yang dihasilkan pada orde 1 setiap waktunya

Orde reaksi 3

t(s) k

300 2,3 x 10-4

600 1,4 x 10-4

1200 9,1 x 10-4

1800 6,6 x 10-4

3000 4,9 x 10-4

6000 3,1 x 10-4

Tabel 8. Nilai k yang dihasilkan pada orde 1 setiap waktunya

(15)

Berdasarkan nilai k diatas yang memiliki nilai k yang tidak jauh berbeda pada orde reaksi 3 yang mana hal ini tidak sesuai teori menurut (Persada, 2012) yang mengatakan bahwa pada percobaan ini merupakan orde reaksi 1

Metode yang kedua yaitu secara grafik, berikut grafik setiap orde reaksi dalam suasana asam kuat :

Orde reaksi 1

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

-0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0

f(x) = − 0 x − 0.49 R² = 0.89

Reaction order 1 in a strong acid atmosphere

t

ln (a-x)

Grafik 4. Reaction order 1 in a strong acid atmosphere

Orde reaksi 2

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0 0.5 1 1.5 2 2.5

f(x) = 0 x + 1.62 R² = 0.91

Reaction order 2 in a strong acid atmosphere

t

1/(a-x)

Grafik 5. Reaction order 2 in a strong acid atmosphere

(16)

Orde reaksi 3

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0 0.5 1 1.5 2 2.5

f(x) = 0 x + 1.3 R² = 0.94

Reaction order 3 in a strong acid atmosphere

t

1/2 (a-x)^2

Grafik 6. Reaction order 3 in a strong acid atmosphere

Berdasarkan grafik diatas yang memiliki nilai R2 yang mendekati nilai 1 yaitu pada orde ketiga sebesar 0,9405 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada percobaan ini memiliki orde tiga, namun hal ini tidak sesuai dengan teori…………

Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa volume NaOH pada hidrolisis etil asetat dalam suasana asam lemah yang berkisar antara 12,7- 15 ml lebih sedikit daripada volume NaOH pada hidrolisis etil asetat dalam suasana asam kuat yang berkisar antara 14,3 – 15,2 ml. hal ini dikarenakan pada asam lemah ion H+

lebih sedikit sehingga ion OH- pada basa yang dibutuhkan lebih sedikit untuk menetralkan ion H+ pada asam.

Diskusi

Pada percobaan hidrolisis etil asetat dalam suasana asam kuat dan asam lemah data yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori pada saat penentuan orde reaksi Dimana pada percobaan ini orde reaksinya 3 sedangkan pada teori menurut (Persada, 2012) yang mengatakan bahwa pada percobaan ini merupakan orde reaksi 1. Hal ini dikarenakan pada saat perhitungan kita tidak mencamtukan data waktu yang kelebihan, yangmana kita mencantumkan waktu yang pas. Padahal saat stopwatch terdapat waktu yang kelebihan detiknya. Sehingga hal ini dapat

(17)

mempengaruhi pada nilai k dan nilai R2 yang digunakan untuk menentukan orde reaksi.

Kesimpulan

In the practicum entitled Hydrolysis of Ethyl Acetate in Strong and Weak Acid Atmosphere it can be concluded that :

1. Reaksi hidrolisis etil asetat dalam suasana asam lemah memiliki orde reaksi 3 dibuktikan pada nilai k yang tidak jauh berbeda dengan nilai sebesar 0,9255 yang lebih besar dari orde reaksi1 dan orde reaksi 2.

2. Reaksi hidrolisis etil asetat dalam suasana asam lemah memiliki orde reaksi 3 dibuktikan pada nilai k yang tidak jauh berbeda dengan nilai sebesar 0,9405 yang lebih besar dari orde reaksi1 dan orde reaksi 2.

Jawaban pertanyaan

Percobaan 5A dan 5B adalah dua percobaan yang berbeda dalam hal katalis asam yang digunakan untuk hidrolisis etil asetat. Dalampercobaan 5A, hidrolisis etil asetat dilakukan dalam suasana asam lemah, sedangkan pada percobaan 5B, hidrolisis etil asetat dilakukan dalam lingkungan asam kuat. Perbedaan utama dalam percobaan ini adalah kekuatan asam yang digunakan. Hal ini dikarenakan dalam suasana asam lemah, ion H+ yang terdapat didalamnya sedikit sehingga ion OH- yang dibutuhkan juga sedikit untuk memetralkan ion H+ tersebut. Berbeda dengan yang suasana asam kuat, ion H+ yang terdapat didalamnya banyak sehingga ion OH- yang dibutuhkan banyak untuk memetralkan ion H+ tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hidrolisis asam basa isopulegil asetat (IPA) pada konversi sitronelal menjadi isopulegol.. Metode penelitian dilakukan dalam

Dian Ratna Sari, Marliana Ika Setyawati, 2013, Prarancangan Pabrik Etil Asetat dari Etanol dan Asam Asetat dengan Reactive Distillation Kapasitas 20.000 Ton/Tahun, Jurusan

Kemurnian etil asetat ini merupakan perolehan terbaik yang dicapai, meskipun air pada side product dan asam asetat pada bottom dapat mencapai kemurnian yang lebih

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pembuatan Etil Asetat Dari Hasil Hidrolisis, Fermentasi Dan Esterifikasi Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L.)”,

 - Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah akan mengalami hidrolisis total.  - Garam yang terbentuk dari asam

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “ Pembuatan Etil Asetat Dari Hasil Hidrolisis, Fermentasi Dan Esterifikasi Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L.) ” ,

Dian Ratna Sari, Marliana Ika Setyawati, 2013, Prarancangan Pabrik Etil Asetat dari Etanol dan Asam Asetat dengan Reactive Distillation Kapasitas 20.000 Ton/Tahun, Jurusan

Hidrolisis Garam dari Asam kuat dan Basa Lemah Hidrolisis garam dari asam kuat dan basa lemah disebut hidrolisis parsial karena yang terhidrolisis dalam air hanya kation dari basa