Analisis ketengikan
Praktikum ini berjudul Determination Of The Reaction Order In The Rate Of Oil Rancidity Using The Iodometric Titration Method yang dilakukan pada hari Senin, 19 Februari 2024 pada jam 09.30. Practicum ini bertujuan untuk determine the amount of peroxide number in palm oil, Knowing the determination of palm oil rancidity, Knowing the order of reaction in the rancidity process of palm oil. Pada praktikum ini menggunakan titrasi iodometri yang merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi. Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilun. Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Prinsip titrasi iodometri yaitu reaksi reduksi dan oksidasi (Haryadi, 1990)
Pada praktikum Determination Of The Reaction Order In The Rate Of Oil Rancidity menggunakan minyak kelapa sawit yangmana Minyak kelapa mempunyai titik leleh yang tajam pada suhu 24.4-25.5 °C, karena kandungan asam lemak berberat molekul rendah yang tinggi dibandingkan panjang rantainya. Minyak kelapa berwujud padat keras pada suhu 70°F (21.1°C), tetapi akan meleleh secara cepat dan sempurna sedikit di bawah suhu tubuh. Wujud padat dan cair dari minyak kelapa ini ditentukan oleh akumulasi sifat berat molekul dan titik cair dari masing-masing asam lemak penyusunnya. (Lawson, 1995). Proses ketengikan adalah Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi indikasi ketengikan minyak atau lemak (Ketaren, 2008). Tipe penyebab ketengikan dalam lemak menurut (Ketaren, 2008) dibagi atas tiga golongan yaitu ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim, dan ketengikan oleh proses hidrolisa.
a) Ketengikan oleh oksidasi
Ketengikan ini terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen. udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam minyak.
b) Ketengikan oleh enzim
Bahan pangan berminyak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut
mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo elustic dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. (Ketaren, 2008)
c) Ketengikan oleh proses hidrolisa
Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi dan enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa minyak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau tidak enak misalnya asam butirat, asam valerat, asam kaproat, dan ester alifatis yaitu metil nonil keton. (Ketaren, 2008).
Bilangan peroksida adalah banyaknya mol ekivalen peroksida pada setiap 1000 g minyak, lemak dan senyawa-senyawa lain. Asam lemak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkap nya sehingga membentuk peroksida, Bilangan peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. (Wilkinson, 1980). Pada praktikum ini terdapat 3 tahapan : tahap perlakuan sampel, tahap penentuan bilangan peroksida dan tahap titrasi penentuan blangko.
Tahap perlakuan sampel
Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan waktu yang berbeda beda. Yang pertama yaitu mengambil sampel sebesar ± 25 ml. sampel ini yaitu minyak kelapa sawit kemudian sampel yang telah diukur tersebut diletakkan ke gelas beaker. Kemudian sebelum sampel dipanaskan kita harus menyiapkan roda tiga, kawat kasa, dan Bunsen burner sebagai alat untuk memanaskan sampel, setelah alatnya siap sampel di gelas beaker tersebut dipanaskan dalam waktu 15, 30, 45, 60, dan 100 menit. Pemanasan dilakukan ditempat terbuka bertujuan untuk mengetahui seberapa berpengaruhnya udara dalam proses ketengikan. Bau tengik minyak ini sebenarnya diakibatkan oleh proses oksidasi. Proses oksidasi akan berlangsung bila terjadi interaksi antara sejumlah oksigen dengan minyak dan lemak. Oksidasi ini dapat terjadi ketika terdapat kontak antara oksigen dan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan terbentuknya peroksida dan hidroperoksida. Sehingga semakin lama kontak antara minyak dan oksigen maka peluang timbulnya bau tengik akan semakin tajam. Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak teroksidasi dan minyak yang terdapat
dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut. Hal ini yang menyebabkan semakin lama pemanasan warna sampel minyak semakin kuning dan timbul bau tengik yang berarti lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap kualitas minyak. Artinya terjadi minyak mengalami kerusakan jika digunakan (dipanaskan) secara terus- menerus. Berikut reaksi yang terjadi pada proses ketengikan minyak:
- Initiation
R R'
+ OH- K R
H
+ H2O - Propagation
K K'
H
+ O2- K K'
OO
- Termination
K + R
K H
R
R' OH
(Winarsi, 2007) Pada saat pemanasan terjadi reaksi pembentukan radikal bebas. Secara umum, minyak goreng sangat rentan terhadap kerusakan oksidasi akibat proses penggorengan berulang yang digunakan di industri pangan. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan dan membuat minyak goreng maupun produk gorengan mengalami penurunan mutu. Reaksi oksidasi pada minyak goreng dimulai dengan adanya pembentukan radikal-radikal bebas yang dipercepat oleh cahaya, panas, logam (besi dan tembaga), dan senyawa oksidator pada bahan pangan yang digoreng (seperti klorofil, hemoglobin, dan pewarna sintetik tertentu). Faktor lain yang mempengaruhi laju oksidasi adalah jumlah oksigen, derajat ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak, dan adanya antioksidan (Rorong et al., 2008)
Tahap penentuan bilangan peroksida
Tahap penentuan bilangan peroksida yaitu bertujuan untuk mengetahui bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit. Tahap awal yaitu membilas buret dengan aquades kemudian buret dibilas dengan Na2S2O3 lalu diisi sampai batas nol.
Hal ini dilakukan agar tidak ada zat pengotor yang berkemungkinan dapat mempengaruhi reaksi sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori yang ada. Langkah berikutnya yaitu mengambil 2 ml sampel minyak dari setiap pemanasan kemudian dimasukkan ke Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 3,6 ml asam asetat glacial dan 2,4 ml kloroform. Fungsi ditambahakan asam asetat glasial yaitu untuk menambahkan kondisi asam, untuk mengoksidasi KI sehingga KI bereaksi kuat dengan Na2S2O3. Sedangkan fungsi ditambahkan kloroform yaitu sebagai pelarut non polar. Setelah itu ditambahkan 3 tetes larutan KI jenuh, setelah ditambahkan KI jenuh menjadi berwarna kuning muda.
Fungsi ditambahkan larutan KI jenuh yaitu untuk membuktikan adanya peroksida yang terbentuk pada minyak karena besarnya I- yang mengoksidasi bilangan peroksida sebanding dengan volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi Hal ini terjadi karena berlangsung reaksi redoks terbentuk dimana I- dari larutan KI jenuh sebagai reduktor bereaksi dengan peroksida pada minyak sebagai oksidator menghasilkan I2. Selanjutnya yaitu larutan didiamkan selama 1 menit sambil sesekali digoyang, Hal ini bertujuan agar larutan larut sempurna.
Kemudian ditambahkan aquadest terbentuk larutan kuning muda yang fungsinya untuk mengencerkan larutan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes amilum 1% , kemudian larutan menjadi berwarna ungu kehitaman. Fungsi ditambahkan amilum 1 % yaitu sebagai indicator untuk menentukan titik akhir titrasi, amilum yang ditambahkan akan mengadsorbsi I2 dalam larutan, sehingga menghasilkan warna ungu tua yang menandakan telah terbentuknya kompleks jod-amilum.
Reaksi kompleks amilum yang terbentuk adalah:
(Ketaren, 1986)
Setelah itu larutan dititrasi dengan Na2S2O3. Titik akhir dicapai saat larutan iod-amilum habis bereaksi dengan Na2S2O3 yang ditandai dengan perubahan larutan menjadi larutan tidak berwarna dan terdapat minyak. Na2S2O3 dapat mereduksi I2 yang terbentuk menjadi I-. reaksi yang terbentuk adalah :
The reaction of titration with Na2S2O3
I2(aq) + 2S2O32- (aq) 2I- (aq) + S2O62- (aq)
(Day & Underwood, 1999)
The reaction of peroxide number:
Oxidation: 2S2O32- S4O62- + 2e- E0 = -0,16 V Reduction: I2 + 2e- I 2 E 0= +0,6197 V Redox: I2 + 2SO32- S4O62- + 2I- E0= -0,779 V
(Cotton & Wilkinson, 1989)
Reaction of Na2S2O3 and iod starch complex
(Ketaren, 1986) Langkah pada tahapan ini diulang untuk pemanasan pada menit ke 30,45,60, dan 100 menit. Pemanasan sampel minyak pada menit yang telah ditentukan mengakibatkan minyak yang tidak berwarna berubah semakin kuning. Hal ini dikarenakan setelah pemanasan menit ke-15 reaksi oksidasi mulai berlangsung
atau dapat dikatakan merupakan proses permulaan reaksi atau inisiasi yaitu pembentukan radikal bebas. Sehingga secara teori hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana rata-rata bilangan peroksida semakin meningkat. Volume Na2S2O3 yang digunakan setiap pemanasannya yaitu :
t(s) V. Na2S2O3(mL)
900 0,12
1800 0,15
2700 0,17
3600 0,18
6000 0,19
Dengan perhitungan terlampir diperoleh bilangan peroksida pada setiap pemanasan sebagai berikut :
t(s) Bilangan Peroksida mg oksigen/kg minyak
900 13,187
1800 16,483
2700 18,681
3600 19,78
6000 20,879
Pada percobaan ini, peningkatan bilangan peroksida digunakan sebagai indikator bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik. Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa semakin lama pemanasan maka bilangan peroksida semakin tinggi. Setelah diketahui bilangan peroksidanya, langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu menentukan orde reaksi pada laju ketengikan minyak. Orde reaksi dapat ditentukan dengan menggunakan metode integral karena variabel manipulasi adalah waktu pemanasan sehingga akan diketahui konsentrasi tiap saat. Dalam penentuan orde reaksi ketengikan minyak kelapa ini digunakan metode penentuan orde reaksi hukum integral secara grafik maupun non-grafik.
Pada metode non grafik hasilnya sesuai teori yaitu dalam reaksi orde 2, sedangkan pada metode grafik diperoleh hasil :
2.050 2.05 2.05 2.05 2.05 2.05 1000
2000 3000 4000 5000 6000 7000
900 1800
2700 3600
6000
f(x) = − 2408653.85 x + 4940499.52 R² = 0.79
Reaction order 1
ln(a-x)
t(s)
Grafik 1. Orde reaksi 1 pada laju ketengikan minyak kelapa sawit
0.130 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
f(x) = 19089747.84 x − 2454602.68 R² = 0.81
Reaction order 2
1/(a-x)
t(s)
Grafik 2. Orde reaksi 2 pada laju ketengikan minyak kelapa sawit
0.020 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 1000
2000 3000 4000 5000 6000 7000
f(x) = 64404137.74 x − 1064292.49 R² = 0.77
Reaction order 3
1/(a-x)^2
t(s)
Grafik 3. Orde reaksi 3 pada laju ketengikan minyak kelapa sawit
Berdasarkan data grafik diatas, pada orde reaksi 1 nilai R2 sebesar 0,7887, pada orde reaksi 2 nilai R2 sebesar 0,8055 dan pada orde reaksi 3 nilai R2 sebesar 0,7653. Jadi, nilai R2 yang mendekati nilai satu yaitu pada orde reaksi 2. Hal ini sesuai dengan teori.
Tahap titrasi blangko
Pada tahap ini tidak menggunakan sampel, Titrasi larutan blanko dilakukan sebagai larutan pembanding. Pembanding yang dimaksudkan yaitu sebagai acuan dari volume larutan Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi minyak kelapa sawit dengan pemanasan yang berbeda pada percobaan kedua. Yang pertama dilakukan yaitu membilas buret dengan aquades kemudian buret dibilas dengan Na2S2O3 lalu diisi sampai batas nol. Hal ini dilakukan agar tidak ada zat pengotor yang berkemungkinan dapat mempengaruhi reaksi sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori yang ada. Langkah berikutnya yaitu menambahkan 3,6 ml asam asetat glacial dan 2,4 ml kloroform. Fungsi ditambahakan asam asetat glasial yaitu untuk menambahkan kondisi asam, untuk mengoksidasi KI sehingga KI bereaksi kuat dengan Na2S2O3. Sedangkan fungsi ditambahkan kloroform yaitu sebagai pelarut non polar. Setelah itu ditambahkan 3 tetes larutan KI jenuh, setelah ditambahkan KI jenuh menjadi
berwarna kuning muda. Fungsi ditambahkan larutan KI jenuh yaitu untuk membuktikan adanya peroksida yang terbentuk pada minyak karena besarnya I- yang mengoksidasi bilangan peroksida sebanding dengan volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi Hal ini terjadi karena berlangsung reaksi redoks terbentuk dimana I-dari larutan KI jenuh sebagai reduktor bereaksi dengan peroksida pada minyak sebagai oksidator menghasilkan I2. Selanjutnya yaitu larutan didiamkan selama 1 menit sambil sesekali digoyang, Hal ini bertujuan agar larutan larut sempurna. Kemudian ditambahkan aquadest terbentuk larutan kuning muda yang fungsinya untuk mengencerkan larutan.
Setelah itu ditambahkan 5 tetes amilum 1% , kemudian larutan menjadi berwarna ungu . Fungsi ditambahkan amilum 1 % yaitu sebagai indicator untuk menentukan titik akhir titrasi, amilum yang ditambahkan akan mengadsorbsi I2 dalam larutan, sehingga menghasilkan warna ungu tua yang menandakan telah terbentuknya kompleks jod-amilum. Reaksi kompleks amilum yang terbentuk adalah:
(Ketaren, 1986)
Setelah itu larutan dititrasi dengan Na2S2O3. Titik akhir dicapai saat larutan iod-amilum habis bereaksi dengan Na2S2O3 yang ditandai dengan perubahan larutan menjadi larutan tidak berwarna. Na2S2O3 dapat mereduksi I2 yang terbentuk menjadi I-. reaksi yang terbentuk adalah :
The reaction of titration with Na2S2O3
I2(aq) + 2S2O32- (aq) 2I- (aq) + S2O62- (aq)
(Day & Underwood, 1999)
The reaction of peroxide number:
Oxidation: 2S2O32- S4O62- + 2e- E0 = -0,16 V
Reduction: I2 + 2e- I 2 E 0= +0,6197 V Redox: I2 + 2SO32- S4O62- + 2I- E0= -0,779 V
(Cotton & Wilkinson, 1989)
Reaction of Na2S2O3 and iod starch complex
(Ketaren, 1986)
Pada tahap titrasi blangko volume Na2S2O3 yang dibutuhkan saat titrasi yaitu 0,07 ml dan larutan tidak berwarna.
Kesimpulan :
In the practicum entitled Determination Of The Reaction Order In The Rate Of Oil Rancidity Using The Iodometric Titration Method it can be concluded that : 1. Dari data yang diperoleh, bahwa semakin lama pemanasan maka semakin
tinggi bilangan peroksida.
2. Orde reaksi pada laju ketengikan minyak kelapa sawit dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi iodometri dengan Na2S2O3 sebagai larutan standar.
3. Hasil yang diperoleh yaitu dari perhitungan metode non grafik dan metode grafik orde reaksi pada laju ketengikan minyak kelapa sawit yaitu orde 2.