• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Transesterifikasi Minyak Nabati Untuk Menghasilkan Biodiesel

N/A
N/A
262@Harditia Muhammad Taufik

Academic year: 2024

Membagikan "Proses Transesterifikasi Minyak Nabati Untuk Menghasilkan Biodiesel"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Modul Proses Transesterifikasi Secara Partaian dan Kontinu

BE3201 Praktikum Laboratorium:

Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati

Institut Teknologi Bandung

2023

(2)

Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

1. Latar belakang

Minyak dan lemak nabati atau hewani terdiri dari trigliserida (TAG), asam lemak rantai panjang yang secara kimia terikat pada tulang punggung gliserol (1,2,3- propanatriol). Biodiesel dan gliserol dapat diperoleh dari minyak dan lemak melalui reaksi transesterifikasi, yang melibatkan reaksi dengan rantai alkohol rantai pendek, biasanya dengan adanya katalis pada suhu tinggi (60-70°C) seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (Abduh et al., 2015). Reaksi ini sangat toleran terhadap bahan baku trigliserida dan alkohol yang digunakan untuk memproduksi biodiesel. Sumber trigliserida yang paling umum digunakan adalah minyak bunga matahari dan sawit, sedangkan metanol adalah alkohol yang paling sering digunakan karena harganya yang murah dan dapat diperoleh dengan mudah.

O O

H2C

HC

H2C

O C R1

O O C R2

O O C R3

+

3R’OH

R’

Katalis R’

R’

O C R1

O O C R2

O O C R3

H2C OH

+

HC OH

H2C OH

Trigliserida Alkohol Biodiesel Gliserol

Gambar 1. Reaksi transesterfikasi trigliserida dengan alkohol untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol (Abduh et al., 2015)

Biasanya biodiesel diproduksi pada skala besar (>100 kton/tahun) (Duncan, 2014).

Secara umum, diagram alir proses produksi biodiesel ditunjukkan pada Gambar 2.

Minyak bereaksi dengan alkohol dan katalis untuk jangka waktu tertentu. Setelah reaksi, dua lapisan cair terbentuk, lapisan atas terdiri dari biodiesel mentah dan alkohol sedangkan lapisan bawah terdiri dari gliserol dan residu alkohol. Setelah pemisahan, biodiesel mentah dicuci dengan air untuk menghilangkan alkohol dan residu katalis yang tidak bereaksi. Biodiesel yang dicuci dikeringkan untuk memenuhi spesifikasi, dan alkohol yang tersisa dipisahkan dengan distilasi dan didaur ulang ( Gerpen et al., 2004).

Sebagian besar pabrik biodiesel komersil dioperasikan secara partaian (batch) menggunakan reaktor tangki berpengaduk atau secara kontinu menggunakan reaktor tangki berpengaduk kontinu (CSTR) (Mann, 2009). Proses produksi secara partaian adalah metode komersial yang paling sederhana untuk memproduksi biodiesel.

Biasanya rasio metanol terhadap trigliserida yang umum digunakan adalah 6:1 (basis mol) dan suhu operasi sekitar 65°C, tepat di bawah titik didih metanol dengan rasio katalis kimia berkisar dari 0,3% hingga sekitar 1,5% (basis berat). Waktu reaksi berada

(3)

Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

Gambar 2. Diagram alir proses produksi biodiesel (Abduh et al., 2015) Biodiesel juga dapat diproduksi secara kontinu menggunakan CSTR yang disambung secara seri. Konfigurasi yang umum digunakan terdiri dari dua seri CSTR di mana CSTR pertama memiliki volume yang lebih besar daripada yang kedua.

Setelah keluar dari CSTR pertama, lapisan gliserol dipisahkan dari fase produk dan larutan biodiesel mentah yang sudah dipisahkan akan diumpankan ke CSTR kedua yang memiliki volume lebih kecil bersama dengan metanol segar untuk mencapai konversi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 98%. Untuk mencapai laju perpindahan massa yang tinggi, diperlukan laju pengadukan yang tinggi untuk mendukung pembentukan dispersi halus namun dapat berdampak kepada lamanya waktu pemisahan antara biodiesel dan gliserol mentah (Van Gerpen et al., 2014).

Pemisah kontaktor sentrifuga kontinu (CCCS) adalah perangkat yang mengintegrasikan pencampuran, reaksi, dan pemisahan sistem cair-cair hasil dari intensifikasi proses dan dapat digunakan untuk produksi biodiesel (Kraai et al., 2009;

Abduh et al., 2015). CCCS model CIN V-02 terdiri dari sentrifuga berongga yang berputar dalam rumah statis. Campuran akan masuk ke dalam sentrifuga berongga melalui lubang di bagian bawah sentrifuga di mana produk yang terbentuk (biodiesel dan gliserol) akan dipisahkan oleh gaya sentrifuga (hingga 900 g) yang memungkinkan pemisahan cairan dengan sangat baik. Dalam prosesnya, fluida dihomogenisasi di zona pencampuran annular dan bergerak menuju arah bagian celah di bawah rotor inlet.

Dua jenis fase fluida yang dicampur bisa dibedakan menurut massa jenis dengan sebutan fase ringan (light phase) dan fase berat (heavy phase), atau menurut jenis senyawa dengan sebutan fase organik (Vorg) dan fase aqueous (Vaq). Liquid hold-up total (VL,tot. = Vorg + Vaq) pada alat CINC, beserta liquid hold-up masing-masing cairan di dalam sentrifuga (Vorg,CENTR dan Vaq,CENTR) dan zona annular (VANN) dapat ditentukan dengan mengukur volume yang ada di dalam masing-masing zona sentrifuga dan annular.

(4)

Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

Kecepatan RPM rotor dan diameter bendungan fase berat (heavy phase) dapat diatur untuk mengoptimasi pemisahan dua cairan yang tidak homogen dengan cepat dan efisien. Selain itu, parameter yang berpengaruh dalam performa sentrifuga adalah rasio, laju alir, perbedaan massa jenis, dan viskositas dari fluida yang diproses.

Gambar 3. Skema rangkaian CCCS (kiri) dan diagram skematik produksi biodiesel menggunakan CCCS (kanan) (Kraai et al., 2009)

Perfoma pemisahan menggunakan CINC dapat diukur melalui kualitas efluen dari satu atau dua fase fluida yang keluar dari outlet. Terdapat beberapa parameter yang harus dipertimbangkan dalam mengoptimasi performa dari unit CINC untuk suatu proses yang spesifik. Parameter ini mencakup viskositas dan densitas dari kedua fase cairan (pada suhu ruang), rasio input, total laju alir, dan kecepatan rotor (RPM).

Efisiensi pemisahan kedua fluida dalam suatu sentrifuga dalam dijabarkan menggunakan Hukum Stokes:

Vc = d2H−ρL) 18ηavg 2

di mana

Vc : kecepatan pengendapan sentrifugal d : diameter droplet

ρH : densitas fluida fase berat ρL : densitas fluida fase ringan

r : jarak radial fluida ke sumbu rotor ω : kecepatan angular

ηavg : viskositas rata-rata fluida

(5)

Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

Kecepatan pengendapan (settling velocity, Vc), merupakan parameter yang penting dalam pemisahan suatu fase, karena ia menunjukkan seberapa cepat dua fase tak bercampur akan terpisah. Dari persamaan ini dapat dievaluasi parameter yang akan menghasilkan pemisahan fase yang paling efisien (Vc paling tinggi). Parameter yang dapat meningkatkan Vc melingkupi ukuran droplet lebih besar, perbedaan massa jenis antara dua fase yang besar, RPM yang tinggi, dan viskositas fluida yang rendah.

Sebaliknya, pemisahan fase yang tidak efisien didapatkan dari sistem dengan ukuran droplet yang kecil, perbedaan massa jenis antara dua fase yang kecil, RPM yang rendah, dan viskositas fluida yang tinggi. Salah satu parameter yang dapat dikontrol langsung oleh operator dalam mengoptimasi CINC adalah RPM. Parameter lain seperti waktu tinggal (residence time) saat di rotor dapat dikontrol dengan mengontrol laju alir umpan. Menurunkan laju alir umpan dapat meningkatkan kualitas dari kedua fase cairan yang terpisah dengan memberikan waktu yang lebih lama untuk mencapai pemisahan yang efisien.

Karena mesin separator CINC awalnya didesain untuk beroperasi sebagai kontaktor, fluida akan terlebih dahulu dicampur di zona annular antara selimut tabung sentrifuga dan rotor. Walaupun kecepatan RPM (ω) tinggi dapat menghasilkan gaya sentrifuga lebih besar dalam rotor, hal tersebut juga menyebabkan aktivitas pencampuran semakin tinggi di bagian annular dan menyebabkan ukuran droplet dalam fluida (d) semakin kecil. Ukuran droplet yang semakin kecil dapat menurunkan kecepatan pengendapan (Vc). Karena hal ini, peningkatan RPM tidak selalu meningkatkan efisiensi pemisahan. Maka dari itu, parameter yang sesuai harus ditentukan untuk menemukan nilai yang optimum pada setiap proses.

2. Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik proses transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis secara partaian menggunakan reaktor tangki berpengaduk dan secara kontinu menggunakan reaktor pemisah kontaktor sentrifuga kontinu

3. Capaian

• Mahasiswa mampu membedakan karakteristik minyak nabati, biodiesel dan gliserol

• Mahasiswa mampu mengoperasikan reaktor tangki berpengaduk dan reaktor pemisah kontaktor sentrifuga kontinu untuk mengonversi minyak nabati menjadi biodiesel dan gliserol dengan reaksi transesterfikasi

(6)

BE3201 Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

Mahasiswa mampu menghitung waktu tinggal fluida di dalam reaktor tangki berpengaduk dan reaktor pemisah kontaktor sentrifuga kontinu

• Mahasiswa mampu menghitung perolehan biodiesel dan gliserol yang dihasilkan pada reaktor tangki berpengaduk partaian maupun reaktor pemisah kontaktor sentrifugal kontinu

• Mahasiswa mampu menghitung produktivitas perolehan biodiesel pada reaktor pemisah kontaktor sentrifugal kontinu

4. Alat dan Bahan Alat:

• CCCS

• STR

Overhead stirrer

• Gelas kimia

• Gelas ukur

• Timbangan analitik

• Penangas air

• Piknometer

• Spatula

• Bola pejal

• Corong pemisah

Stopwatch

Thermometer glass

Waterbath

• Penggaris

• Sirkulator

Bahan:

• Minyak nabati

• KOH

• Metanol

• Alumunium foil

• Selotip

• AquaDM

(7)

BE3201 Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

M i n y a k n a b a t i

M e t a n o l + K O H

Skema rangkaian alat percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema rangkaian pemisah kontaktor sentrifuga kontinu untuk produksi biodiesel

Zona anular Sentrifuga

Gliserol

Biodiesel

Overhead stirrer STR

Waterbath

Gambar 5. Skema rangkaian sistem produksi biodiesel secara partaian

(8)

BE3201 Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

5. Prosedur kerja Kalibrasi Pompa

1. Siapkan rangkaian pompa yang ingin dikalibrasi.

2. Siapkan gelas kimia yang memuat larutan yang ingin dikalibrasi laju alirnya.

3. Siapkan gelas ukur.

4. Siapkan stopwatch.

5. Nyalakan mesin pompa lalu tekan tombol ‘ON’ pada bagian belakang pompa.

6. Tekan tombol ‘MODE’ lalu pilih mode ‘CAL’.

7. Tekan ‘ENTER’ dan atur power di angka 100% lalu tekan ‘ENTER’.

8. Tekan tombol ‘START’ dan mulai perhitungan stopwatch. Biarkan fluida mengalir ke dalam gelas ukur selama 1 menit.

9. Tekan tombol ‘STOP’ untuk mematikan aliran fluida.

10. Ukur volume fluida di dalam gelas ukur.

11. Masukkan nilai volume fluida yang sudah diukur pada menu pompa yang dikalibrasi.

12. Tekan tombol ‘ENTER’ hingga menampilkan penginputan laju alir yang diinginkan.

13. Tekan tombol ‘ENTER’ kemudian tekan ‘START’ untuk mengalirkan fluida sesuai laju alir yang diinginkan.

14. Tekan ‘STOP’ untuk menghentikan aliran dan tekan ‘START’ untuk menjalankan aliran kembali.

Produksi Biodiesel Secara Partaian

1. Siapkan rangkaian reaktor tangki berpengaduk.

2. Campurkan 500 mL minyak nabati dengan metanol dan KOH (dengan rasio 6:1 untuk perbandingan mol metanol terhadap minyak nabati dan 1% KOH dari berat minyak nabati) pada reaktor tangki berpengaduk atau Stirred Tank Reactor.

3. Panaskan campuran minyak nabati dan metanol+KOH hingga mencapai temperatur 65°C dengan memanaskan aquaDM pada waterbath.

4. Atur kecepatan rotor sesuai Tabel 1. Lakukan percobaan untuk sampel 1, 2, dan 3.

5. Nyalakan mesin rotor dan biarkan selama 1 jam.

6. Matikan mesin dan masukkan campuran biodiesel dan gliserol ke dalam corong pisah.

7. Biarkan selama beberapa waktu sampai terjadi pemisahan fase dan dipisahkan.

8. Ukur massa dan volume massa fase ringan dan fase berat yang dihasilkan.

9. Ukur densitas minyak nabati, biodiesel, dan gliserol menggunakan piknometer.

10. Ukur viskositas minyak nabati, biodiesel, dan gliserol menggunakan pendekatan bola pejal di dalam fluida.

11. Buat grafik perolehan biodiesel terhadap kecepatan rotor.

12. Hitung persentase konversi minyak nabati serta perolehan biodiesel dan gliserol dan jelaskan kaitannya dengan kecepatan rotor.

(9)

BE3201 Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

Tabel 1. Kecepatan Rotor Produksi Biodiesel Secara Partaian Sampel Kecepatan rotor (RPM)

1 500

2 1000

3 1500

Produksi Biodiesel Secara Kontinu

1. Siapkan rangkaian alat CCCS (menggunakan ukuran weir 0.925”) dengan keadaan selang terpasang pada setiap bagian inlet dan outlet dan rangkaian sirkulator untuk menjaga suhu reaksi pada reaktor CCCS.

2. Siapkan gelas kimia pada kedua bagian outlet.

3. Panaskan minyak nabati dan metanol+KOH (1% KOH dari berat minyak nabati) hingga mencapai temperatur 65°C.

4. Panaskan aquaDM pada sirkulator hingga suhu reaktor CCCS mencapai suhu 65°C.

5. Atur laju alir minyak nabati sebesar 20 mL/min pada pompa. Laju alir metanol/KOH disesuaikan supaya mencapai rasio 6:1 untuk perbandingan mol metanol terhadap minyak nabati.

6. Nyalakan mesin CCCS.

7. Atur kecepatan rotor (RPM) sesuai Tabel 2. Lakukan percobaan untuk sampel 1, 2, dan 3.

8. Nyalakan pompa minyak nabati dan metanol/KOH untuk mengalirkan feed melalui inlet CCCS.

9. Hitung waktu yang diperlukan untuk mengalirkan feed hingga biodiesel/gliserol keluar melalui outlet CCCS dan catat sebagai waktu tinggal reaktor.

10. Tunggu sehingga biodiesel keluar dari outlet fase ringan dan gliserol keluar dari outlet fase berat.

11. Tampung biodiesel dan gliserol menggunakan gelas kimia bersih.

12. Lanjutkan proses reaksi dan pemisahan menggunakan CCCS hingga mencapai kondisi tunak.

13. Catat volume dan massa akhir dari biodiesel dan gliserol yang dihasilkan.

14. Matikan pompa minyak nabati dan metanol+KOH dengan kondisi rotor CCCS tetap menyala.

15. Siapkan gelas kimia pada bagian bawah CCCS.

16. Buka kerangan di bagian bawah CCCS dan tampung cairan yang keluar.

17. Ukur liquid hold up fase ringan dan fase berat pada bagian annular.

18. Tutup kerangan di bagian bawah CCCS dan siapkan gelas ukur yang baru.

19. Tutup mesin rotor CCCS.

20. Buka kerangan di bagian bawah CCCS dan tampung cairan yang keluar.

21. Ukur liquid hold up fase ringan dan fase berat pada bagian sentrifuga.

22. Hitung total liquid hold up fase ringan dan fase berat.

23. Ukur densitas minyak nabati, biodiesel, dan gliserol menggunakan piknometer.

24. Ukur viskositas minyak nabati, biodiesel, dan gliserol menggunakan pendekatan bola pejal di dalam fluida.

(10)

BE3201 Praktikum Laboratorium Rekayasa Hayati-II

Program Studi Rekayasa Hayati - Institut Teknologi Bandung

25. Buat grafik perolehan biodiesel terhadap kecepatan rotor.

26. Hitung persentase konversi minyak nabati serta perolehan biodiesel dan gliserol dan jelaskan kaitannya dengan kecepatan rotor dan waktu tinggal fluida di dalam CCCS.

Tabel 2. Kecepatan Rotor Produksi Biodiesel Secara Kontinu Sampel Kecepatan rotor (RPM)

1 500

2 1000

3 1500

6. Referensi

Abduh, M. Y. (2015). Biobased product from rubber, jatropha and sunflower oil.

University of Groningen.

Abduh, M. Y., van Ulden, W., Kalpoe, V., van de Bovenkamp, H. H., Manurung, R., &

Heeres, H. J. (2013). Biodiesel Synthesis from Jatropha Curcas L. Oil and Ethanol In A Continuous Centrifugal Contactor Separator. European Journal of Lipid Science and Technology, 115(1), 121-131.

Duncan, J. (2003). COSTS OF BIODIESEL

PRODUCTION. Retrieved from

http://www.globalbioenergy.org/uploads/media/0305_Duncan_-_Cost- of- biodiesel- production.pdf

Kraai, G. N., Schuur, B., van Zwol, F., van de Bovenkamp, H. H., & Heeres, H. J. (2009).

Novel highly integrated biodiesel production technology in a centrifugal contactor separator device. Chemical Engineering Journal, 154(1-3), 384–389.

Gerpen, V., Shanks, B., Pruszko, R., Clements, D., & Konthe, G. (2004). Biodiesel Production Technology. NREL/SR-510-36244.

Mann, U. (2009). Plug‐Flow Reactor. In n: Principles of Chemical Reactor Analysis and Design: New Tools for Industrial Chemical Reactor. (pp. 239-316). John Wiley &

Sons.

Schuur, B., Kraai, G. N., Winkelman, J. G., & Heeres, H. J. (2012). Hydrodynamic Feature of Centrifugal Contactors: Experimental Studies on Liquid Hold Up, Residence Time Distribution, Phase behavior and Drop Size Distributions. Chem. Engin.

Process, 55, 8-19.

Referensi

Dokumen terkait

Minyak kelapa diolah menjadi biodiesel melalui prose transesterifikasi sebagai tahap konversi dari minyak nabati menjadi metal ester, melalui reaksi dengan alcohol, dan

Pada penelitian ini, disajikan hasil penelitian sintesis biodiesel dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dengan reaksi transesterifikasi (penggunaan etanol

Selain berfungsi sebagai biodiesel, senyawa metil ester asam lemak yang merupakan hasil proses derivatisasi trigliserida atau asam lemak minyak nabati (sawit) ternyata

Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar

Minyak biji karet dapat di gunakan sebagai pengganti bahan bakar alternatif yaitu biodiesel dengan reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, yaitu reaksi asam lemak bebas

Biodiesel adalah bahan baku bakar diesel alternatif potensial yang berasal dari minyak nabati, minyak hewani atau minyak bekas dengan cara transesterifikasi minyak

Berdasarkan penelitian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan pembuatan biodiesel dari biji alpukat melalui proses transesterifikasi langsung dimana isolasi

Biodiesel merupakan monoalkil ester (misal: fatty acid methyl ester atau FAME) yang diproses dengan metode transesterifikasi antara trigliserida yang berasal dari minyak nabati