• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisis Dana Perlindungan Pemodal (Securities Investor Protection Fund) Sebagai Sarana Perlindungan Hukum Investor Di Pasar Modal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Analisis Dana Perlindungan Pemodal (Securities Investor Protection Fund) Sebagai Sarana Perlindungan Hukum Investor Di Pasar Modal"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

50

Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/gakkum

Analisis Dana Perlindungan Pemodal (Securities Investor Protection Fund) Sebagai Sarana Perlindungan Hukum

Investor Di Pasar Modal

Analysis of Investor Protection Funds (Securities Investor Protection Fund) as a Means of Investor Legal Protection in

the Capital Market

Ryan Ozora Hendrawan 1), Lastuti Abubakar 2) & Nun Harrieti 3)

Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia Diterima: Desember 2022; Disetujui: Juni 2023; Dipublish: Juni 2023

*Coresponding Email: ryan20006@mail.unpad.ac.id Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk melihat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pembentukan Dana Perlindungan Pemodal (DPP) untuk memberikan perlindungan kepada investor di pasar modal.

Penelitian ini membahas mengenai ruang lingkup dari perlindungan DPP serta efektivitas penyelenggaraan DPP di pasar modal. Masalah difokuskan kepada DPP memiliki ruang lingkup perlindungan yang cukup sempit, yaitu perlindungan hanya untuk hilangnya aset investor yang disebabkan oleh pihak kustodian, serta hanya untuk anggota SIPF saja. Efektivitas penyelenggaraan DPP dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai dana ganti rugi dan sebagai dana investasi. Guna mendekati masalah dipergunakan acuan dari Hukum Perjanjian. Data – data dikumpulkan melalui kepustakaan dan studi lapangan, dan alat pengumpul data studi dokumen dan wawancara dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa Penyelenggaraan DPP dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni DPP dengan fungsinya sebagai dana ganti rugi serta DPP dengan fungsinya sebagai dana investasi, sisi penyelenggaraan DPP sebagai dana investasi berlangsung efektif, dapat dilihat dari perkembangannya yang pesat.

Kata Kunci: Perlindungan Pemodal, Hukum Investor, Pasar Modal.

Abstract

This research aims to look at the Financial Services Authority (OJK) establishing an Investor Protection Fund (DPP) to protect investors in the capital market. This study discusses the scope of DPP protection and the effectiveness of DPP implementation in the capital market. The problem is focused on the DPP having a fairly narrow scope of protection, namely protection only for the loss of investor assets caused by the custodian, and only for SIPF members. The effectiveness of DPP implementation can be seen from two sides, namely as a compensation fund and as an investment fund. To approach the problem, references from the Law of the Agreement are used. The data were collected through literature and field studies, document study data collection tools, and interviews and were analyzed descriptively and qualitatively.This study concludes that the implementation of DPP can be divided into two types, namely DPP with its function as a compensation fund and DPP with its function as an investment fund, the implementation of DPP as an investment fund has been effective, as can be seen from its rapid development.

Keywords: Investor Protection, Investor Law, Capital Market.

How to Cite: Hendrawan, R.O., Abubakar, L. & Harrieti, N. (2023). Analisis Dana Perlindungan Pemodal (Securities Investor Protection Fund) Sebagai Sarana Perlindungan Hukum Investor Di Pasar Modal, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 10 (1) 2023 : 50-59

(2)

51 PENDAHULUAN

Pasar modal merupakan tempat bagi investor baik investor asing ataupun investor domestik untuk menanamkan modalnya dalam bentuk efek yang ditawarkan di dalam pasar modal. Seiring dengan berjalannya waktu, pasar modal Indonesia terus berkembang secara pesat di mana dicatat per 29 Desember 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencatat penghimpunan dana hasil Penawaran Umum sebesar Rp 358,43 trilliun. Jumlah efek yang menjadi bagian dari pasar modal terus meningkat dan berkemungkinan besar akan terus meningkat sehingga membuka kesempatan yang sangat luas bagi investor untuk memilih dan menentukan di mana ia akan berinvestasi (Hidayat, W. (2019).

Selain itu, diketahui bahwa saat ini pasar modal mengalami pertumbuhan investor yang sangat besar. Per 29 Desember 2021, jumlah investor diketahui berjumlah 7,48 juta di mana jumlah ini meningkat 92,70%

dari akhir tahun 2020 dengan jumlah 3,88 juta. Menurut Data Statistik Pasar Modal Indonesia, pada tahun 2019 jumlah investor adalah 2,48 juta kemudian pada tahun 2018 jumlahnya adalah 1,61 juta.

Hal ini menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir jumlah investor semakin banyak dan terus bertambah (Nasir, M.

(2019).

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat seberapa besar dana dari pemodal atau investor yang masuk ke dalam pasar modal, namun demikian posisi investor di dalam pasar modal cukup lemah dibandingkan dengan posisi perusahaan emiten itu sendiri. Hal ini dapat dilihat ketika perusahaan emiten sudah melakukan Initial Public Offering (IPO) sebenarnya dana sudah didapatkan oleh perusahaan dari penjualan sahamnya dan perdagangan saham lebih lanjut pada pasar sekunder tidak berkaitan dengan pendanaan perusahaan emiten lagi (Fudji, 2010). Oleh karena itu ketika dalam

perdagangan saham terjadi penurunan dari harga saham maka kerugian yang akan dirasakan pertama kali adalah oleh investor, meskipun mungkin perusahaan emiten pun terkena dampak karena biasanya tidak semua saham dijual oleh emiten dan emiten masih memiliki sebagian porsi saham (Haidar, F. (2015).

Alasan utama banyak investor masuk ke pasar modal adalah agar mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.

Khususnya dalam perdagangan saham maka terdapat keuntungan yang bisa didapatkan investor dari dividen dan capital gain. Dividen ialah pembagian hasil keuntungan dari perusahaan emiten sedangkan capital gain yang dimaksud adalah kenaikan harga saham dari harga belinya (Putri, T. (2020). Tujuan investor untuk memperoleh keuntungan nyatanya tidak selalu terwujud karena dalam investasi terdapat resiko kerugian yang dialami investor, di mana kerugian ini dapat terjadi alami atau akibat pelanggaran. Kerugian secara alami dapat terjadi jika memang pembentukan harga saham dari supply dan demand mengalami penurunan, sedangkan kerugian akibat pelanggaran hukum terjadi akibat adanya peristiwa/tindakan melanggar hukum yang menyebabkan modal investor hilang.

Dapat dikatakan terdapat beberapa jenis pelanggaran hukum yang dapat terjadi, diantaranya ialah kejahatan pasar modal, pelanggaran hukum dari pihak emiten, serta pelanggaran hukum dari pihak sekuritas itu sendiri. Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal) terdapat kejahatan pasar modal diantaranya ialah penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam (insider trading). Kejahatan pasar modal pada umumnya dilakukan oleh sekelompok orang atau oknum tertentu yang memiliki tujuan untuk meraup dana besar yang mengalir dalam pasar modal untuk keuntungan pihaknya (Rahadiyan :

(3)

52 2017). Pelanggaran hukum juga dapat dilakukan oleh pihak perusahaan emiten dan perusahaan sekuritas, yaitu ketika pihak-pihak tersebut tidak berjalan sesuai peraturan perundang-undangan di pasar modal (Elliyana, E.(2020).

Contoh kasus pelanggaran hukum pihak emiten ialah perusahaan emiten Garuda Indonesia (GIAA), di mana perusahaan ini mengalami kerugian yang sangat besar yang diakibatkan oleh pihak manajemen dan direksi tersangkut kasus korupsi (Eamonn, B. (2019). Akibatnya, terhitung tanggal 17 Juni 2021 Garuda Indonesia terkena suspend dan bahkan hingga saat ini masih belum dibuka kembali untuk perdagangan saham.

Contoh kasus pelanggaran hukum pihak sekuritas ialah kasus robot trading Fahrenheit di mana sekuritas menjanjikan pemodal akan mendapatkan untung jika menggunakan aplikasi mereka yang dapat melakukan trading atau perdagangan efek secara otomatis. Kenyataannya aplikasi hanya memanipulasi tampilan saja dan ternyata investasi Fahrenheit ini hanya investasi bodong. Contoh kasus kejahatan pasar modal adalah kejahatan Benny Tjokrosaputro atau Bentjok dalam kasus Bank Pikko (BNPK) sebagai oknum yang melakukan manipulasi pasar dengan menggunakan banyak rekening investor yang berbeda-beda.

Dari setiap jenis pelanggaran ini, baik itu kejahatan pasar modal, pelanggaran hukum pihak emiten ataupun pelanggaran hukum pihak sekuritas menyebabkan investor mengalami kerugian yang tidak disebabkan oleh tindakan investor itu sendiri. Masalah utamanya ialah setelah kasus terjadi dan diselesaikan, penyelesaiannya tidak memberikan keuntungan apapun kepada investor di mana tidak ada ganti rugi apapun yang diberikan terhadap investor. Hal ini menjadi keprihatinan karena tidak adanya kepastian hukum yang melindungi modal investor serta tidak ada keadilan bagi

investor karena sebenarnya investor tidak ada sangkut paut dengan kasus yang terjadi. Sanksi administratif seperti membayarkan denda kerugian kepada negara ataupun sanksi pidana bagi pelaku tidak memberikan keuntungan apapun kepada investor yang modalnya sudah hilang.

Hal ini berkaitan dengan salah satu poin utama dari objektif utama International Organization of Securities Commisions atau IOSCO sebagai organisasi regulator internasional untuk sektor sekuritas. Objektif utama dari IOSCO ialah (1) The protection of investors, (2) Ensuring that markets are fair, efficient and transparent, dan (3) The reduction of systemic risk. Standar IOSCO ini berlaku untuk seluruh pasar modal dan sektor sekuritas di dunia, tentu termasuk pasar modal Indonesia karena terbuka untuk perdagangan internasional. Khususnya pada ketentuan poin pertama dalam objektif IOSCO terdapat standar bagi sektor sekuritas untuk mengadakan investor protection funds atau disebut dengan dana perlindungan pemodal.

Berkaitan dengan hal ini, maka pada tahun 2010 kementrian keuangan mendorong OJK untuk segera mendirikan Dana Perlindungan Pemodal (DPP) dengan menyediakan dasar hukum bagi pembentukan dan kegiatan operasionalnya (IOSCO, 2017).

Pembentukan DPP ini dimaksudkan sebagai dana untuk mengganti rugi modal investor yang menanamkan modalnya di pasar modal.

Pada Desember 2012 didirikan PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (PPPIEI) sebagai perusahaan yang menyelenggarakan program DPP sebagai sebuah lembaga yang disebut dengan Indonesia Securities Investor Protection Fund (SIPF). SIPF merupakan lembaga perlindungan yang diawasi penuh oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan perlindungan

(4)

53 atas aset investor melalui DPP, sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi para investor dalam berinvestasi di pasar modal. Pada pasar modal sendiri terdapat 3 Self-Regulatory Organization (SRO), yakni BEI, KSEI, dan KPEI sebagai lembaga-lembaga yang menjalankan penyelenggaraan kegiatan pasar modal.

Terbentuknya SIPF menyebabkan adanya lembaga baru di dalam pasar modal di luar dari ketiga SRO tersebut. SIPF juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang untuk mengelola DPP sebagai penyelenggara DPP sesuai dengan ketentuan POJK Nomor 50/POJK.04/2016 tentang Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal. Kehadiran SIPF memberikan sarana dalam melakukan perlindungan terhadap modal investor yang dapat hilang oleh sebab-sebab di luar dari tindakan yang dilakukan investor sendiri.

Kehadiran DPP dan SIPF membuat adanya bentuk perlindungan lain bagi investor pasar modal, serta diharapkan dapat memenuhi objektif the protection of investor yang dinyatakan oleh IOSCO bagi penyelenggaraan pasar modal. Praktek ganti rugi yang dilakukan SIPF memiliki mekanisme yang sama dengan praktek penjaminan oleh perusahaan penjaminan sebagaimana dijelaskan dalam Undang- Undang No.1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, oleh karena itu dapat kita lihat kedudukan SIPF sebagai lembaga penjamin khususnya untuk bentuk corporate guarantee. Oleh karena itu penelitian ini akan berfokus pada dua poin utama dalam analisis terhadap DPP, yaitu bagaimana ruang lingkup dari perlindungan yang diberikan oleh DPP bagi investor pasar modal serta bagaimana efektivitas dari penyelenggaraan DPP di pasar modal oleh SIPF sebagai penyelenggara DPP.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau yuridis

normatif, berasal dari bahasa Inggris yaitu normative legal research, dalam bahasa Belanda disebut normative juridsch onderzoek, dan dalam bahasa Jerman disebut normative juristische recherche (Bachtiar, 2018). Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang sumbernya menggunakan data sekunder dan mengaitkan das sollen (law in books) menuju das sein (law in actions). Dengan berfokus pada data kepustakaan yaitu hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis (law in books) berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier untuk menganalisis hukum positif atau hukum yang berlaku di masyarakat.

Penelitian ini di lakukan di Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur No. 35 Bandung. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara normatif kualitatif. Normatif didasarkan pada asas- asas hukum serta norma-norma hukum yang bertitik tolak dari peraturan- peraturan yang ada sebagai hukum positif.

Norma yang dianalisis adalah norma tentang perjanjian yang terdapat di dalam peraturan-peraturan yang berlaku. Data kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ruang Lingkup Perlindungan Dana Perlindungan Pemodal (DPP) Bagi Investor Pasar Modal

Pengelolaan DPP sepenuhnya dilakukan oleh lembaga SIPF sebagai lembaga yang ditunjuk OJK untuk menjadi penyelenggara DPP sesuai dengan POJK Nomor 50 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (DPP). Adapun bentuk dan mekanisme penyelenggaraan ganti rugi

(5)

54 yang dilakukan oleh SIPF sendiri berupa penjaminan, di mana secara khusus bentuk penjaminan berupa corporate guarantee.

Hal ini juga berkaitan dengan isi Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4, yakni ruang lingkup usaha penjaminan salah satunya merupakan kegiatan usaha yang disetujui oleh OJK.

Sebagaimana dinyatakan dalam pasal tersebut, maka SIPF merupakan lembaga penjamin yang dibentuk langsung (Rahadiyan, I. (2017). oleh OJK di pasar modal untuk melakukan perlindungan bagi investor dalam bentuk penjaminan. SIPF melakukan penjaminan terhadap aset pemodal/investor baik itu berbentuk efek atau dana yang terdapat dalam rekening dana nasabah (RDN) pemodal dengan menggunakan DPP yang sudah dibentuk.

Sebagaimana disebutkan dalam POJK Nomor 49 Tahun 2016 tentang Dana Perlindungan Pemodal (DPP), yang dimaksud DPP ialah kumpulan dana yang dibentuk untuk melindungi pemodal dari hilangnya aset pemodal. Pada Pasal 1 POJK tersebut juga disebutkan bahwa yang dimaksud aset pemodal ialah efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek, dan/atau dana milik pemodal yang dititipkan pada kustodian. Artinya, terdapat dua jenis aset yang dapat dimiliki pemodal, yaitu berupa efek serta berupa dana/modal. Hilangnya aset pemodal dapat terjadi akibat beberapa hal, tetapi jika aset pemodal hilang akibat dari tindakan atau keputusan pemodal itu sendiri maka tidak akan mendapat perlindungan DPP. Contohnya jika pemodal melakukan transaksi saham atas keputusannya namun kemudian nilai saham jatuh memang secara alami, yaitu pembentukan harga dari supply dan

demand, maka terdapat

penurunan/hilangnya nilai aset pemodal, akan tetapi DPP tidak melindungi hal tersebut karena seluruh kejadian terjadi atas keputusan pemodal. Oleh karena itu,

segala peristiwa hilangnya aset pemodal yang disebabkan oleh tindakan atau keputusan yang diambil oleh pemodal itu sendiri maka tidak akan mendapat perlindungan dari DPP (Prasetyawati &

Hanoraga, T. (2015).

Selain akibat dari

tindakan/keputusannya sendiri, pemodal juga tidak akan mendapat perlindungan DPP terhadap beberapa kasus sesuai dengan POJK No.49 Tahun 2016 tentang DPP, pada Pasal 23 disebutkan bahwa ganti rugi diberikan kepada hilangnya aset pemodal kecuali jika (a) pemodal yang terlibat atau menjadi penyebab hilangnya aset, (b) pemodal merupakan pemegang saham pengendali, anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau pejabat satu tingkat di bawah anggota direksi kustodian, dan/atau (c) pemodal merupakan afiliasi dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b. Adapun selain dari akibat dari tindakan/keputusannya sendiri, aset pemodal dapat hilang akibat dari adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak lain. Contohnya ialah ketika terjadi kejahatan pasar modal seperti manipulasi pasar, maka pada umumnya harga dari suatu saham akan berakhir pada penurunan yang sangat besar. Tentu hal ini membuat aset pemodal yang memiliki saham tersebut mengalami penurunan nilai yang besar juga sehingga pemodal mengalami kerugian akibat dari tindakan oknum yang melakukan kejahatan pasar modal.

Dapat dikategorikan bahwa terdapat tiga pihak utama yang dapat melakukan pelanggaran hukum di dalam pasar modal, yaitu pihak sekuritas/perantara pedagang efek, pihak perusahaan emiten, dan juga pihak yang melakukan kejahatan pasar modal. Pelanggaran hukum yang terjadi dapat menyebabkan kerugian bagi investor karena dapat menurunkan nilai aset pemodal ataupun menghilangkan aset pemodal (Safira, E. (2017). DPP

(6)

55 merupakan dana yang dibentuk untuk memberikan perlindungan atas hilangnya aset pemodal, yang dimaksudkan ialah ketika aset tersebut tidak dapat diakses/digunakan oleh pemodal walaupun masih menjadi milik pemodal dalam rekening dana pemodal. Oleh karena itu DPP tidak digunakan untuk memberikan ganti rugi terhadap penurunan dalam nilai aset yang dimiliki pemodal, karena penurunan nilai tidak sama dengan hilangnya aset pemodal.

Pelanggaran hukum seperti kejahatan pasar modal berupa insider trading dapat menyebabkan nilai/harga aset turun namun jumlah aset yang dimiliki sebenarnya tetap sama (Abubakar &

Handayani, 2019) . Sebagai contoh perbandingan, jika terdapat investor yang memiliki saham A sebanyak 50 lot, namun kemudian terjadi kasus kejahatan pasar modal yang menyebabkan nilai/harga saham A turun sangat dalam, maka dalam rekening dana milik investor akan tetap ada 50 lot saham A namun dengan nilai/harga yang sudah berkurang, tetapi dapat dikatakan tidak terjadi hilangnya aset pemodal. Di lain sisi, jika ada investor menggunakan sekuritas A untuk bertransaksi saham, lalu kemudian suatu ketika sekuritas bermasalah dan ternyata saham dalam rekening dana investor di sekuritas A tersebut tidak dapat dilihat kembali, maka terjadi hilangnya aset pemodal.

Pelanggaran hukum seperti kejahatan pasar modal serta kelalaian perusahaan emiten pada umumnya memang menyebabkan kerugian bagi pemodal karena dapat menyebabkan turunnya nilai aset pemodal, akan tetapi tidak menyebabkan hilangnya aset pemodal (Rahardjo, S. (2014). Di lain sisi pelanggaran hukum oleh pihak kustodian, khususnya perantara pedagang efek, dapat menyebabkan aset pemodal hilang.

Perlindungan terhadap kerugian yang diakibatkan oleh pelanggaran hukum di

pasar modal, seperti kejahatan pasar modal, diberikan dalam bentuk Dana Kompensasi Kerugian Investor atau dikenal juga sebagai disgorgement fund, sebagaimana diatur di dalam POJK Nomor 65 Tahun 2020 tentang Pengembalian Keuntungan Tidak Sah dan Dana Kompensasi Kerugian Investor di Bidang Pasar Modal. Pada POJK ini disebutkan bahwa ketika terjadi pelanggaran hukum oleh suatu pihak di pasar modal, maka OJK dapat meminta pihak pelanggar untuk mengembalikan keuntungan yang didapat dari dimulainya pelanggaran untuk kemudian dijadikan disgorgement fund. Disgorgement fund ini akan didistribusikan kepada investor yang dirugikan dan memenuhi syarat untuk mengajukan klaim. Berbeda dengan disgorgement fund, DPP tidak dibentuk dari pelanggaran hukum, namun dibentuk oleh SIPF (penyelenggara DPP) untuk mengganti rugi hanya ketika ada aset investor yang hilang. Dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap pelanggaran hukum seperti kejahatan pasar modal dan pelanggaran hukum perusahaan emiten yang menyebabkan penurunan nilai aset pemodal ialah disgorgement fund, sedangkan DPP hanya memberikan perlindungan atas pelanggaran hukum pihak kustodian, khususnya perantara pedagang efek, ketika terjadi hilangnya aset pemodal dari kustodian tersebut (Sri, F. (2010).

Ruang lingkup perlindungan DPP ialah perlindungan atas hilangnya aset pemodal baik itu akibat dari pelanggaran pihak kustodian ataupun hal lainnya dalam sistem perdagangan efek, khususnya perantara pedagang efek (Toguan, Z.

(2020). Berkaitan dengan hal ini, terdapat lingkup yang lebih kecil lagi terhadap perlindungan yang diberikan, yaitu perlindungan hanya untuk kustodian yang terdaftar sebagai anggota pada SIPF.

Adapun terdapat persyaratan agar

(7)

56 pemodal mendapat perlindungan DPP, yakni:

1. Menitipkan asetnya dan memiliki rekening efek pada kustodian

2. Dibukakan sub rekening efek pada lembaga penyimpanan dan penyelesaian oleh kustodian

3. Memiliki nomor tunggal identitas pemodal dari lembaga penyimpanan dan penyelesaian

Selain itu, pemodal yang sudah mendaftar dan mendapatkan rekening efek/rekening dana nasabah dari kustodian, harus mendaftarkan diri juga sebagai anggota SIPF. Dalam hal ini akan terdapat iuran yang perlu dibayarkan oleh anggota, yaitu kustodian, kepada SIPF sebagai salah satu persyaratan keanggotaan untuk mendapat perlindungan. Dengan demikian ruang lingkup perlindungan yang diberikan oleh DPP terhadap aset pemodal di pasar modal dapat disimpulkan sebagai perlindungan ganti rugi aset pemodal ketika terjadi peristiwa hilangnya aset pemodal oleh kustodian (perantara pedagang efek) yang terdaftar sebagai anggota SIPF. Aset pemodal pada rekening efek/rekening dana nasabah yang disediakan kustodian hilang, sehingga ketika sudah terdaftar pada SIPF pemodal dapat melakukan klaim untuk mendapatkan ganti rugi dari SIPF dengan menggunakan DPP.

Adapun jumlah maksimum ganti rugi yang diberikan dari DPP diatur oleh OJK, yaitu pada Keputusan OJK Nomor 69 Tahun 2020 tentang Penetapan Batasan Paling Tinggi Pembayaran Ganti Rugi Untuk Setiap Pemodal dan Setiap Kustodian Dengan Menggunakan Dana Perlindungan Pemodal. Disebutkan bahwa batasan paling tinggi pembayaran ganti rugi untuk setiap pemodal pada satu kustodian ialah sebesar Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Kemudian batasan paling tinggi ganti rugi untuk setiap kustodian ialah

sebesar Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Dapat dilihat bahwa setiap ganti rugi atas hilangnya aset pemodal hanya akan diberikan sampai sebatas jumlah batasan maksimum tersebut yang sudah ditetapkan oleh OJK. Jika pada peristiwa diketahui bahwa nilai aset pemodal yang hilang melebihi batasan paling tinggi maka pemodal dapat mengajukan klaim dan mendapat ganti rugi sebesar batasan maksimum, namun untuk sisa nilai aset yang hilang tetap dapat pemodal lakukan pengajuan ganti rugi terhadap pihak yang menyebabkan kerugian tersebut sebagaimana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada Pasal 111.

Efektivitas Penyelenggaraan DPP di Pasar Modal Oleh SIPF Sebagai Penyelenggara DPP

Pembentukan DPP ditujukan agar adanya perlindungan bagi aset pemodal terhadap pihak kustodian, khususnya perantara pedagang efek. Selain itu sebenarnya terdapat fungsi lain dalam pembentukan DPP, yaitu untuk tujuan investasi sebagaimana disebutkan dalam POJK No.49 Tahun 2016 tentang DPP pada Pasal 8 dan 9 ialah DPP dapat diinvestasikan untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu dalam penyelenggaraannya, maka DPP memiliki dua fungsi utama, yakni sebagai alat untuk mengganti rugi aset pemodal yang hilang serta sebagai alat untuk investasi.

Pembentukan DPP sendiri dilakukan dengan menggunakan modal awal dari ketiga Self Regulatory Organization (SRO) yang ada di pasar modal, yakni BEI, KSEI, dan KPEI. Hingga saat ini modal tersebut dikelola oleh SIPF dan sudah berkembang jauh lebih besar, adapun pemegang saham dalam SIPF sendiri bukan lain adalah ketiga SRO juga (Wrajahai, S. & Kusuma, S.

(2014).

Berfokus dari sisi fungsinya sebagai dana ganti rugi aset pemodal yang hilang,

(8)

57 mekanisme penggantirugian yang dilakukan oleh SIPF sendiri sebenarnya berbentuk penjaminan. Sebagaimana disebutkan di dalam UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan, dalam melakukan penjaminan terdapat tiga pihak yang terlibat di dalamnya. Pihak pertama ialah penjamin, yaitu pihak yang melakukan penjaminan untuk terjamin terhadap penerima jaminan. Pihak kedua ialah penerima jaminan, yaitu pihak yang akan menerima pembayaran/jaminan dari penjamin. Pihak ketiga ialah terjamin, yaitu pihak yang kewajiban finansialnya dipenuhi/dijamin oleh penjamin. Dalam hal ganti rugi dengan DPP, maka SIPF berperan sebagai penjamin, pemodal merupakan pihak penerima jaminan, dan kustodian ialah pihak terjamin.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembayaran ganti rugi adalah sebagai berikut:

a. Terjadi peristiwa hilangnya aset pemodal dan diadukan terhadap OJK, sehingga OJK melakukan pemeriksaan terkait:

1) Terdapat kehilangan aset pemodal 2) Kustodian tidak memiliki

kemampuan untuk mengembalikan aset pemodal yang hilang

3) Bagi kustodian berupa perantara

pedagang efek yang

mengadministrasikan efek dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya dan dipertimbangkan izin usahanya dicabut oleh OJK

4) Bagi bank kustodian dinyatakan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya sebagai bank kustodian dan dipertimbangkan bank umum sebagai kustodian dicabut oleh OJK b. Hasil pemeriksaan OJK memenuhi

kriteria, maka OJK mengeluarkan pernyataan tertulis

c. SIPF menerima pernyataan tertulis dari OJK dan melakukan beberapa kegiatan berikutnya:

1) Mengumumkan ke masyarakat melalui surat kabar/media lainnya

jika terjadi peristiwa dimaksud di atas dan mengundang pemodal terkait agar menyamaikan klaim kepada Penyelenggara DPP dalam waktu tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengumuman dilakukan

2) Mengusulkan pembentukan komite klaim kepada OJK

3) Membentuk tim verifikasi klaim d. Pemodal yang menerima informasi

kemudian melakukan klaim atas asetnya yang hilang kepada SIPF

e. SIPF menerima klaim dan melakukan verifikasi, jika sudah terverifikasi secara benar maka pemodal menerima ganti rugi yang dibayarkan oleh SIPF kepada pemodal

f. Terjadi subrogasi di mana SIPF menggantikan kedudukan pemodal terhadap kustodian sebagai kreditur g. Kustodian kemudian membayarkan

kembali kepada SIPF sejumlah dana ganti rugi yang sudah dibayarkan SIPF kepada pemodal

Sebagaimana dapat dilihat pada langkah-langkah ganti rugi yang dilakukan, pihak lain yang terlibat dalam proses ganti rugi hanyalah OJK. Oleh karena itu proses penggantirugian dapat berlangsung secara cepat setelah adanya keputusan dari OJK karena setelah itu seluruh proses selanjutnya dilakukan oleh pemodal dan SIPF. Jika menilai dari sisi prosedur maka nampak seluruh proses sudah efektif dan efisien karena tidak melibatkan pihak-pihak lain dalam proses ganti rugi terkecuali OJK karena berperan sebagai lembaga finansial negara. Terjadi subrogasi dalam proses ini, yaitu penggantian kedudukan kreditur lama dengan kreditur baru, di mana SIPF menggantikan kedudukan pemodal sebagai kreditur baru terhadap kustodian.

Artinya, jika sebelumnya kustodian harus membayar sejumlah aset yang hilang kepada pemodal, namun karena sudah dibayarkan oleh SIPF kepada pemodal maka kustodian harus membayarkan

(9)

58 ganti rugi kepada SIPF yang sudah melunasi hutang kustodian terhadap pemodal. Dengan mekanisme seperti ini maka proses ganti rugi sudah memudahkan pemodal untuk mendapatkan kembali asetnya yang hilang secara efektif karena pemodal tidak perlu berurusan lagi dengan kustodian.

Untuk dapat menilai apakah fungsi ganti rugi DPP sudah berjalan secara efektif atau belum dapat dilihat berdasarkan banyaknya jumlah klaim dan ganti rugi yang dilakukan oleh SIPF.

Informasi tersebut dapat dilihat pada buku laporan tahunan yang dipublikasikan oleh SIPF itu sendiri. Jika melihat pada 5 tahun terakhir, dimulai dari tahun 2017, tidak ada penanganan klaim yang dilakukan, pada 2018 terjadi 2 klaim dari pemodal namun tidak ada ganti rugi dilakukan karena tidak sesuai kriteria, pada 2019 terjadi 2 klaim dari pemodal namun tidak ada ganti rugi dilakukan karena tidak sesuai kriteria, pada 2020 dan 2021 pun tidak ada ganti rugi dilakukan oleh SIPF karena tidak ada klaim yang sesuai dengan kriteria. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari 5 tahun terakhir tidak ada penanganan ganti rugi tidak ada penanganan ganti rugi dilakukan oleh SIPF.

Melihat dari data tersebut maka terdapat suatu permasalahan yang bisa didapatkan, yakni ruang lingkup perlindungan DPP terlalu sempit. Artinya, karena ruang lingkup yang sempit menyebabkan perlindungan yang diberikan terbatas pada kriteria yang sangat spesifik sehingga tidak memberikan ruang bagi klaim yang diajukan oleh pemodal. Seperti yang diketahui, DPP hanya menyediakan perlindungan bagi hilangnya aset pemodal yang berada di rekening efeknya yang dikelola oleh kustodian, akan tetapi pada dasarnya kustodian baik itu perantara pedagang efek atau bank kustodian sudah memiliki pengelolaan yang terstruktur dan

permodalan yang baik, sehingga salah satu hal yang memungkinkan aset pemodal menjadi hilang ialah jika sewaktu-waktu kustodian mengalami peristiwa yang menyebabkan bangkrut/pailit sehingga ada aset pemodal yang dapat hilang, meskipun probabilitasnya pun kecil. Oleh karena itu hal utama yang seharusnya menjadi pemikiran berikutnya ialah bagaimana agar DPP ini dapat dikembangkan lebih lagi dalam hal ruang lingkupnya sehingga dapat mengakomodasi perlindungan yang lebih luas bagi pemodal. Dapat dikatakan fungsi DPP sebagai dana ganti rugi bagi hilangnya aset pemodal saat ini masih tidak efektif.

Jika sebelumnya DPP ditinjau dari fungsinya sebagai dana ganti rugi, maka bagian ini meninjau DPP dari fungsinya sebagai dana investasi sebagaimana dinyatakan dalam POJK No.49 Tahun 2016 tentang DPP. Berikut ini merupakan grafik perkembangan dari investasi DPP yang dilakukan oleh SIPF selama beberapa tahun terakhir. dari tahun ke tahun dimulai dari tahun 2018 hingga 2021 selalu mengalami kenaikan. Artinya, fungsi DPP sebagai dana investasi yang dikelola oleh SIPF berjalan sangat baik, tentu hal ini menjadi kabar baik karena semakin lama DPP akan semakin bertumbuh dan jumlah investor yang dapat dilindungi oleh DPP akan semakin besar. Jika melihat dari kapitalisasi bursa saham Indonesia saat ini yang kurang lebih 8.000 (delapan ribu) triliun rupiah, maka DPP yang seharusnya diakomodir pun seharusnya lebih besar lagi. Dengan adanya pengelolaan DPP untuk investasi maka hal ini sedikit demi sedikit dapat ditangani. Dapat disimpulkan jika dari sisi DPP dengan fungsinya sebagai dana investasi maka sudah terlaksana secara efektif karena setiap tahun pun mengalami peningkatan.

SIMPULAN

Ruang lingkup perlindungan hukum yang diberikan oleh DPP terhadap

(10)

59 investor di pasar modal ialah perlindungan berupa ganti rugi yang dilakukan jika terdapat aset pemodal yang hilang, sehingga tidak melingkupi permasalahan seperti kejahatan pasar modal dan pelanggaran hukum emiten, namun hanya melindungi terhadap permasalahan pihak kustodian yang dapat menyebabkan aset pemodal hilang.

Perlindungan juga hanya berlaku bagi pemodal yang menggunakan kustodian yang terdaftar sebagai anggota SIPF.

Penyelenggaraan DPP dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni DPP dengan fungsinya sebagai dana ganti rugi serta DPP dengan fungsinya sebagai dana investasi. Adapun penyelenggaraan DPP sebagai dana ganti rugi masih tidak efektif, dapat dilihat dari tidak adanya penanganan ganti rugi yang dilakukan selama 5 tahun terakhir, hal ini disebabkan karena ruang lingkup perlindungan DPP masih sempit sehingga tidak ada klaim yang memenuhi kriteria. Di lain sisi penyelenggaraan DPP sebagai dana investasi berlangsung efektif, dapat dilihat dari perkembangannya yang pesat.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, L. & Handayani, T. (2019). Investor Protection Through Exchange Transaction Settlement Guarantee and Investor Protection Fund, Jurnal Trunojoyo Law Review, Vol: 1, No.1.

Bachtiar. (2018). Metode Penelitian Hukum. Banten : Unpam Press.

Buku Laporan Tahunan SIPF Tahun 2017-2021, indonesiasipf.co.id

Eamonn, B. (2019). Kapitalisme Modal, Kepemilikan dan Pasar yang Menciptakan Kesejahteraan Dunia. Jakarta : Suara Kebebasan.

Elliyana, E.(2020). Lembaga Keuangan dan Pasar Modal. Malang : Ahlimedia Press.

IOSCO, Objectives and Principles of Securities Regulation, 2017.

Haidar, F. (2015). Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Kejahatan Insider Trading Pada Pasar Modal di Indonesia, Jurnal Citra Hukum, Vol: 3, No.1.

Hidayat, W. (2019). Konsep Dasar Investasi dan Pasar Modal. Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.

Nasir, M. (2019). Buku 3 Pasar Modal Seri Literasi Keuangan Perguruan Tinggi, Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 49/POJK.04/2016 Tentang Dana Perlindungan Pemodal

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 50/POJK.04/2016 Tentang Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal

Putri, T. (2020). Disgorgement as Remedital Action in Indonesian Capital Market Regime, Jurnal Hukum Novelty,Vol: 11, No.1.

Prasetyawati & Hanoraga, T. (2015). Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang, Jurnal Sosial Humaniora, Vol: 8, No.1.

Rahadiyan, I. (2017). Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal di Indonesia, Yogyakarta : UII Press.

Rahardjo, S. (2014). Ilmu Hukum. Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti.

Safira, E. (2017). Hukum Perdata. Ponorogo : CV.

Nata Karya.

Siaran Pers OJK SP87/DHMS/OJK/XII/2021 Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2021

Sri, F. (2010). Mengenal Pasar Modal (Instrumen Pokok dan Proses Go Public), Jurnal Among Makarti : Vol.3., No.1.

Toguan, Z. (2020). Hukum Pasar Modal. Pekanbaru : Taman Karya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penjaminan

Wrajahai, S. & Kusuma, S.(2014). Dinamika Personal dan Corporate Guarantee di Dunia Perbankan di Indonesia, Jurnal Repertorium, Vol1., No.2.

Referensi

Dokumen terkait

Investor yang berinvestasi melalui Reksa Dana harus selalu cermat memperhatikan setiap perubahan peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), karena hal

Bab III akan membahas tentang perlindungan hukum terhadap investor atau pihak ketiga dalam laporan keuangan menyesatkan di pasar modal, penegakan hukum terhadap investor atau

Pasar Modal sebagai suatu kegiatan dalam penawaran umum dan perdagangan efek (saham) dari perusahaan publik adalah salah satu lembaga pembiayaan atau wadah untuk mencari dana

Dan sebagai suatu instrumen yang diperdagangkan di Pasar Modal, maka obligasi dipayungi oleh Undang – Undang Pasar Modal yang mengatur mengenai efek, obligasi

Pasar Modal merupakan suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik utang mapun modal sendiri diperdagangkan.Dana-dana jangka panjang yang merupakan utang biasanya

Pasar modal merupakan pasar dalam pengertian abstrak yang mempertemukan calon pemodal (investor) dengan emiten (perusahaan yang menerbitkan surat berharga di pasar modal)

Dan sebagai suatu instrumen yang diperdagangkan di Pasar Modal, maka obligasi dipayungi oleh Undang ± Undang Pasar Modal yang mengatur mengenai efek, obligasi

Oleh karena itu, tujuan dari penilitian ini adalah untuk menganalisis mengenai perlindungan hukum terhadap investor yang melakukan investasi reksadana berdasarkan perspektif pasar modal