• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Riskihendriani@ E1

Academic year: 2024

Membagikan "ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Analisis Kesediaan Membayar dan Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Hutan Kota Srengseng, Jakarta Barat, adalah karya saya di bawah pengawasan Panitia Pengawas dan belum pernah diserahkan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Keberadaan hutan kota semakin penting untuk dijaga, namun DKI Jakarta hanya memiliki 0,3% hutan kota. Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan wujud nyata Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai kawasan lindung baik flora maupun fauna, tempat rekreasi, tempat penelitian plasma nutfah, dan tempat pelatihan.

Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan wujud nyata Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai kawasan lindung flora dan fauna, tempat rekreasi, wahana penelitian plasma nutfah dan tempat pelatihan. 9 Tabel 11 Karakteristik tingkat pendidikan responden 32 10 Tabel 12 Karakteristik status perkawinan responden 33 11 Tabel 13 Karakteristik jumlah tanggungan anggota keluarga responden 33 12 Tabel 14 Karakteristik jenis pekerjaan responden 34 13 Tabel 15 Karakteristik tingkat penerimaan keluarga responden 35 14 Tabel 16 Penilaian pengunjung terhadap keberadaan Hutan Kota. 15 Tabel 17 Persepsi pengunjung terhadap keadaan hutan kota 38 16 Tabel 18 Persepsi pengunjung terhadap dampak keberadaan hutan kota.

19 Tabel 21 Persepsi pengunjung terhadap keberadaan hutan kota dapat meningkatkan kesadaran pengunjung terhadap lingkungan 41 20 Tabel 22 Persepsi pengunjung terhadap keadaan hutan kota. 23 Tabel 25 Persepsi Responden Terhadap Keberadaan Hutan Kota Srengseng 43 24 Tabel 26 Kesediaan membayar pengunjung terkait penerapan retribusi.

DAFTAR LAMPIRAN

I PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
  • Perumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Manfaat Penelitian
  • Ruang Lingkup Penelitian

Wujud nyata Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah Hutan Kota Srengseng yang terletak di Jalan Haji Kelik, Srengseng, Jakarta Barat. Hutan Kota Srengseng merupakan hutan kota pertama yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1995. Pembangunan Hutan Kota Srengseng merupakan upaya menata lingkungan perkotaan khususnya di kawasan Jakarta Barat.

Hutan Kota Srengseng ditetapkan sebagai hutan kota melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 202 Tahun 1995. Berapa perkiraan nilai kemauan membayar (WTP) pengunjung terhadap penerapan tarif pajak hutan kota Srengseng. Memperkirakan nilai kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap penerapan tarif pajak hutan Kota Srengseng.

Bagi masyarakat sekitar Srengseng Byskoven : dapat menambah pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya keberadaan Srengseng Byskoven. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah Hutan Kota Sarengseng yang terletak di Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.

II TINJAUAN PUSTAKA

  • Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH)
  • Pengertian Hutan Kota
  • Analisis Stakeholder
  • Pengertian Contingent Valuation Method (CVM)
  • Pengertian Willingness to Pay (WTP)
  • Penelitian Terdahulu

Hutan kota merupakan tumbuhan atau tumbuh-tumbuhan berkayu di kawasan perkotaan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Keberadaan hutan kota dinilai mampu meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar responden setelah dilakukan analisis adalah penawaran, tingkat pendapatan, status kependudukan dan jumlah tanggungan di dalam hutan kota. keluarga . Penyediaan hutan kota dan taman kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik sesuai preferensi masyarakat di kawasan pusat kota Tangerang.

Hasil analisis persepsi pengunjung terhadap kondisi fisik dan non fisik hutan kota menunjukkan persentase sebesar 73% dan 85%. Estimasi kesediaan membayar pengunjung dan alternatif strategi pengelolaan hutan kota di Jakarta Timur (Studi kasus: Bumi Perkemahan Hutan Kota dan Graha Wisata Cibubur). Nilai ekonomi hutan kota diperoleh dari total nilai WTP nilai ekonomi hutan kota di Jakarta.

Persepsi pengunjung dan masyarakat sekitar Hutan Kota dinilai positif dan keberadaan Hutan Kota dinilai penting. Penulis menggunakan hasil penelitian sebelumnya sebagai literatur mengenai nilai kesediaan membayar pengunjung, hubungan dengan pemangku kepentingan, dan strategi pengelolaan hutan kota.

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN

  • Lokasi dan Waktu Penelitian
  • Jenis dan Sumber Data
  • Metode Pengumpulan Data
  • Metode Penegelolaan dan Analisis Data
    • Persepsi Pengunjung terhadap Keberadaan Hutan Kota Srengseng Responden diberikan beberapa pertanyaan terkait dengan keberadaan Hutan Kota
    • Estimasi WTP Pengunjung terhadap Penerapan Tarif Retribusi Hutan Kota Srengseng
    • Menganalisis Keterkaitan Stakeholder terhadap Pengelolaan Hutan Kota Srengseng
    • Analisis Deskriptif

Penanggung jawab Srengseng Byskov dijadikan responden sebagai orang kunci dalam pengelolaan Srengseng Byskov. Pengukuran persepsi pengunjung terhadap keberadaan Srengseng Byskoven menggunakan skala Likert yang diberi bobot 1 sampai 4 untuk setiap jawaban. Berdasarkan fungsinya, keberadaannya menjadikan Hutan Kota Srengseng sangat penting untuk dijaga karena dapat meningkatkan kualitas lingkungan sekitar.

Oleh karena itu, peran serta pengunjung dalam upaya melestarikan Srengseng Byskov sangat diperlukan guna menjaga kelestariannya. Identifikasi pemangku kepentingan dilakukan dengan identifikasi dari daftar orang dan kelompok dalam pengelolaan Srengseng Byskov. Stakeholder yang diharapkan dapat diidentifikasi terkait dengan kegiatan Pengelolaan Hutan Kota Srengseng antara lain Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, Masyarakat Lingkungan Hidup dan Konservasi, Kelompok Tani Srengseng Lestari dan ORMAS Betawi.

Identifikasi aktor dilakukan dengan cara mengidentifikasi berdasarkan daftar individu dan kelompok dalam pengelolaan Hutan Kota Srengseng dengan menggunakan pendekatan. Stakeholder yang diharapkan dapat diidentifikasi terkait dengan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan di Hutan Kota Srengseng antara lain Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, Masyarakat Pelestarian Lingkungan Hidup, Kelompok Tani Srengseng Lestari dan ORMAS Betawi. Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Masyarakat Lingkungan Hidup dan Konservasi Kelompok Tani Srengseng Lestari ORMAS Betawi.

Stakeholder yang diharapkan dapat diidentifikasi terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan Kota Srengseng antara lain Dinas Pertamanan dan Kehutanan Kota, Komunitas Lingkungan Hidup dan Konservasi, Kelompok Tani Srengseng Lestari dan ORMAS Betawi. Tinggi rendahnya indikator tersebut dilihat dari pentingnya masing-masing aktor terhadap pengelolaan hutan Kota Srengseng. Indikator tinggi rendahnya pengaruh masing-masing pemangku kepentingan dapat dilihat dari tingkat kewenangan/kekuasaan respon para pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan Kota Srengseng.

Analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah menganalisis strategi pengelolaan berkelanjutan Hutan Kota Srengseng. Indikator yang terdapat pada analisis strategi pengelolaan Hutan Kota Srengseng dapat dilihat pada tabel 8. Subjek Kuadran I. Pengelolaan Hutan Kota Srengseng dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan penetapan peraturan yang tepat.

V GAMBARAN UMUM

  • Lokasi dan Kondisi Geografis
  • Fasilitas
  • Aksesibilitas
  • Karakteristik Responden
    • Jenis Kelamin
    • Usia
    • Tingkat Pendidikan
    • Status Pernikahan
    • Jumlah Tanggungan Keluarga
    • Jenis Pekerjaan
    • Tingkat Penerimaan

Hasil wawancara diperoleh secara langsung dengan menggunakan kuesioner terhadap 60 responden pengunjung Srengseng Byskov pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar pengunjung mengetahui tentang Hutan Kota Srengseng melalui teman atau keluarga dengan jumlah kunjungan lebih dari empat kali. Kegiatan yang dilakukan ketika berkunjung ke Srengseng Byskov adalah rekreasi, olah raga, memancing, penelitian dan lain-lain.

Responden terbanyak didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 36 orang dengan persentase 60% dan laki-laki sebanyak 24 orang dengan persentase 40%. Responden terbanyak dengan rentang usia 17-30 tahun sebanyak 43 orang dengan persentase 72%, sedangkan dengan rentang usia 30-45 tahun sebanyak 13 orang dengan persentase 22% dan responden dengan rentang usia 17-30 tahun. di atas 45 tahun. tahun merupakan responden yang paling sedikit ditemui yaitu 4 orang dengan persentase 6%. Berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas responden merupakan lulusan SMA/SMK dengan persentase sebesar 67% yaitu sebanyak 40 orang.

Jumlah responden yang berlatar belakang diploma sebanyak 5 orang dengan persentase 8%, dan jumlah responden yang berlatar belakang sarjana sebanyak 6 orang dengan persentase 10%. Berdasarkan Tabel 11, tingkat pendidikan pengunjung didominasi oleh pendidikan menengah/vokasi dengan usia minimal 17 tahun, sehingga responden dapat berkomunikasi dengan baik tentang keberadaan dan permasalahan yang dihadapi di Hutan Kota Srengseng. Berdasarkan Tabel 12, status perkawinan pengunjung didominasi oleh responden yang belum menikah. Hal ini mempengaruhi tingkat kesediaan membayar atas nilai yang diberikan kepada responden untuk keperluan tarif retribusi Hutan Kota Srengseng.

Hal ini dikarenakan responden didominasi oleh pengunjung Hutan Kota Srengseng yang berusia muda dan belum menikah. Responden yang mempunyai 1 tanggungan berjumlah 13 orang dengan persentase 22% dan responden yang mempunyai 2 tanggungan berjumlah 7 orang dengan persentase 12%. Sedangkan jumlah tanggungan responden sebanyak 3 orang, sebanyak 6 orang dengan persentase 10% dan jumlah tanggungan responden sebanyak 4 orang, sebanyak 5 orang dengan persentase 8% dan jumlah tanggungan yang lebih sedikit. yang ditemukan adalah tanggungan keluarga lebih dari 4 orang yaitu 1 orang dengan persentase 2%.

Berdasarkan Tabel 13, jumlah anggota keluarga tanggungan per pengunjung didominasi oleh responden yang tidak memiliki anggota keluarga tanggungan, hal ini juga dapat mempengaruhi tingkat kesediaan membayar atas nilai yang ditawarkan kepada responden untuk menggunakan tarif retribusi Hutan Kota Srengseng. Jenis pekerjaan responden didominasi oleh 30 orang pelajar dengan porsi 50%, 9 orang swasta dan wiraswasta dengan porsi 15%, 4 orang ibu rumah tangga dengan porsi 7%, PNS dan lain-lain bersama-sama sebanyak 3 orang dengan porsi 5%. , dan 2 pekerja dengan bagian 3%. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat kesediaan responden untuk membayar nilai yang ditawarkan untuk menentukan besaran retribusi Hutan Kota Srengseng.

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi Pengunjung terhadap Keberadaan Hutan Kota Srengseng Persepsi merupakan proses ketika suatu individu memiliki hubungan dengan

  • Dampak Keberadaan Hutan Kota bagi Masyarakat
  • Hutan Kota Srengseng dapat Membantu Kelestarian Lingkungan Sebanyak 1 orang atau sebesar 2% menyatakan “Tidak Setuju”, sebanyak 35
  • Keberadaan Hutan Kota Srengseng perlu Dipertahankan
  • Keberadaan Hutan Kota Srengseng dapat Menambah Kesadaran Pengunjung terhadap Lingkungan
  • Kondisi Hutan Kota Srengseng dalam Keadaan Bersih
  • Kondisi Hutan Kota Srengseng dalam Keadaan Sejuk
  • Fasilitas Pendukung pada Hutan Kota Srengseng Sudah Memadai Sebanyak 1 orang atau sebesar 2% menyatakan “Sangat Tidak Setuju”,

Estimasi WTP Pengunjung terhadap Penerapan Tarif Retribusi Hutan Kota Srengseng

Menganalisis keterkaitan stakeholder terhadap pengelolaan Hutan Kota Srengseng

Strategi Pengelolaan Hutan Kota Srengseng yang Berkelanjutan Hutan Kota Srengseng merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau publik

  • Rekomendasi Kebijakan untuk Pengelola dalam Melakukan Pengembangan

VII SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA

Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin

Penilaian Pengunjung terhadap Hutan Kota Srengseng

Apakah fasilitas pendukung di Hutan Kota Srengseng sudah memadai? fasilitas penunjang seperti toilet, musala, tempat duduk, tempat sampah, tempat parkir, papan informasi, dan lain-lain).

Kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap pelestarian Hutan Kota Srengseng

Keberadaan Hutan Kota Srengseng mempunyai berbagai fungsi baik dari segi jasa lingkungan maupun nilai estetika, antara lain sebagai kawasan resapan air, penghasil oksigen, pengendali iklim setempat, meningkatkan ketenangan dan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, serta menunjang kelestarian lingkungan. keanekaragaman hayati, pengurangan polusi debu dan suara. , hambatan angin, sarana rekreasi keluarga, sarana olah raga, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara pemangku kepentingan dengan tujuan untuk mengetahui peran dan tingkat kepentingan pemangku kepentingan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan Hutan Kota Srengseng. 1 = sangat rendah: tidak berminat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan 2 = rendah: sedikit minat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan 3 = sedang/sedang: cukup penting dalam menjalankan strategi pengelolaan dan pemanfaatan 4 = tinggi: penting dalam melaksanakan pengelolaan dan strategi pemanfaatan.

A1 = Dinas Pertamanan dan Hutan Kota A2 = Masyarakat Lingkungan Hidup dan Konservasi A3 = Kelompok Tani Srengseng Lestari A4 = ORMAS Betawi.

RIWAYAT HIDUP

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria lokasi pengembangan hutan kota dalam penelitian ini berupa RTH yang memiliki luas minimal 0.25 hektar dan mengacu pada Peraturan Perundangan Nomor 63 Tahun 2002

dipertahankan (Sulistiyaningsih, 2010). Beberapa hal yang mempengaruhi perolehan Premium Price sertifikasi hutan diantaranya adalah : 1) Luas hutan yang akan disertifikasi, 2)

Pada umumnya masyarakat di sekitar kawasan Hutan Kota Srengseng bersedia untuk berpartisipasi dalam pengembangan Hutan Kota Srengseng tetapi bentuk partisipasi yang dapat

Namun demikian, terdapat berbagai persoalan dalam pengembangan hutan kota DKI Jakarta, antara lain yaitu: (1) aspek teknis, seperti konsep dasar pemilihan jenis pohon hutan kota

Tabel 1 Kategori Pemberitaan Lingkungan 15 Tabel 2 Distribusi Artikel Berita Eksploitasi Hutan 41 Tabel 3 Area Hutan Tropis Indonesia 46 Tabel 4 Berita Eksploitasi Hutan April-Mei

DAFTAR TABEL 1 Jumlah proyek dan total nilai proyek per tahun 2 2 Kajian penelitian terdahulu 9 3 Matriks IFE dan EFE 12 4 Matriks SWOT 13 5 Skala dalam Analytical Hierarchy

Keterangan: 1 = Keadaan Udara sekitar Kawasan Hutan 2 = Keadaan Air Sekitar Kawasan Hutan 3 = Keanekaraman Hayati dan Keragaman Satwa di Kawasan Hutan 4 = Kondisi tegakan hutan di

xiv DAFTAR TABEL 1 Luas Lahan dan Produksi Kopi Jawa Barat 3 2 Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Kopi di Jawa Barat 3 3 Penelitian terdahulu tentang faktor produksi 6 4