• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PRIORITAS PENGEMBANGAN HUTAN KOTA DI JAKARTA

SELATAN

AYU PRADHIPTA DIZA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AYU PRADHIPTA DIZA. Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO.

Jakarta Selatan merupakan salah satu kotamadya padat penduduk di DKI Jakarta. Peningkatan urbanisasi menyebabkan lahan RTH terdegradasi sehingga akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan seperti polusi udara dan peningkatan suhu. Hutan kota merupakan RTH yang mampu mengembalikan keseimbangan dan kenyamanan lingkungan perkotaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi RTH yang dapat dijadikan hutan kota dan lokasi prioritas RTH sebagai hutan kota di Jakarta Selatan. Kriteria dalam pemilihan kawasan prioritas menggunakan variabel suhu permukaan dan polutan udara dan hasil digolongkan ke dalam 3 kelas prioritas. Lokasi prioritas hutan kota merupakan ketersediaan RTH yang masuk ke dalam kelas prioritas tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan kawasan prioritas pada kelas pertama sebesar 1269.86 Ha (8.72%), kelas kedua sebesar 7076.55 Ha (48.61%) dan kelas ketiga sebesar 6210.03 Ha (42.66%). Ketersediaan RTH yang berada di kelas pertama sebesar 77.96 Ha, kelas prioritas kedua sebesar 327.57 Ha dan kelas prioritas ketiga sebesar 983.61 Ha. Total RTH yang ditemukan belum dapat mencapai 10% dari luas Jakarta Selatan dikarenakan keterbatasan lahan dan alih fungsi lahan sebagai kawasan terbangun.

Kata kunci: hutan kota, lokasi prioritas, polutan udara, ruang terbuka hijau, suhu permukaan.

ABSTRACT

AYU PRADHIPTA DIZA. Priority Urban Forest Development in South Jakarta. Supervised by RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO.

South Jakarta is one of the densely populated municipality in DKI Jakarta. Increased urbanization causes degraded lands green space that will lead to environmental degradation such as air pollution and rising temperatures. Urban forest is one of green space that is capable of restoring the balance and healthy urban environment. Criteria in the selection of priority areas using the variable surface temperature and air pollutants and classified by three classes of priority. Urban forest priority location is the availability of green space that goes into the priority class . The results of this study indicate priority areas in the first class of 1269.86 ha ( 8.72 % ) , the second class of 7076.55 ha ( 48.61 % ) and the third class of 6210.03 ha ( 42.66 % ) . The availability of green space that was in the first priority class of 77.96 Ha , the second class of 327.57 Ha and class of 983.61 Ha . Total green space can not be found to reach 10 % of the South Jakarta areas because land limitation and convertion land use.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PRIORITAS PENGEMBANGAN HUTAN KOTA DI JAKARTA

SELATAN

AYU PRADHIPTA DIZA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan Nama : Ayu Pradhipta Diza

NIM : E34090095

Disetujui oleh

Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc Pembimbing I

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah Pengembangan Hutan Kota, dengan judul Penentuan Prioritas Pengembangan Lokasi Hutan Kota di Jakarta Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman dari laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial yang telah banyak membantu dalam penelitian ini dan teman-teman angkatan 46 atas support dan doanya. Ayah, mama, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 11

Suhu Permukaan 13

Konsentrasi Polutan di Udara 15

Identifikasi Tutupan Lahan 21

Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota 24

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(9)

DAFTAR TABEL

Konstanta K1 dan K2 untuk Band 10 Landsat 8 OLI TIRS 4

Kelas Suhu Permukaan di Jakarta Selatan 4

Kelas Konsentrasi Polutan Udara 7

Kelas Prioritas Konsentrasi Polutan Udara 7

Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Ikonos 8 Kecamatan, Luas dan Jumlah Penduduk di Jakarta Selatan 11 Luas Suhu Permukaan pada Setiap Kecamatan di Jakarta Selatan 13 Luas Sebaran Konsentrasi NO2 di Jakarta Selatan 15 Luas Sebaran Konsentrasi SO2 di Jakarta Selatan 17 Luas Sebaran Konsentrasi TSP di Jakarta Selatan 18

Indeks Kualitas Udara TSP 18

Luas Sebaran Konsentrasi Polutan Pb di Jakarta Selatan 20

Luas Tutupan Lahan di Jakarta Selatan 21

Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan 24 Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan 25 Areal Potensi Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan 26 Areal Potensi Hutan Kota menurut Dinas Pertanian Provinsi DKI

Jakarta 27

DAFTAR GAMBAR

Peta Lokasi Penelitian dengan Citra Google Earth 3 Peta Lokasi Pemantauan Udara di Provinsi DKI Jakarta 5

Bagan Proses Pengolahan Peta Polutan Udara 6

Diagram Alir Pemodelan Spasial Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan

Kota 10

(a) Hutan Kota Universitas Indonesia; (b) Blok P Walikota Jakarta

Selatan 12

Diagram Luas Suhu Permukaan setiap Kecamatan di Jakarta Selatan 14 Peta Sebaran Suhu Permukaan di Jakarta Selatan 14 Peta Penyebaran Polutan NO2 di Jakarta Selatan 16 Peta Penyebaran Polutan SO2 di Jakarta Selatan 17

Peta Sebaran Polutan TSP di Jakarta Selatan 19

Peta Sebaran Polutan Pb di Jakarta Selatan 21

Peta Penutupan Lahan Kotamadya Jakarta Selatan 23 Peta Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan 25 (kiri) Hasil pengamatan di Lapangan (kanan) Hasil dari Citra Google Earth; Beberapa Lokasi Potensi Hutan Kota (12a dan 12b) Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo; (12c dan 12d) Taman Kota Honda

Tebet; (12e dan 12f) Taman Ayodya 28

DAFTAR LAMPIRAN

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jakarta Selatan merupakan salah satu kotamadya terpadat di Jakarta dengan persentase 21.47% penduduk DKI Jakarta menempati wilayah Jakarta Selatan (BPS 2013). Pada tahun 2006 jumlah penduduk Jakarta Selatan berjumlah 2.053.684 jiwa dan pada tahun 2012 mencapai 2.148.261 jiwa. Dampak positif dari peningkatan jumlah penduduk bagi pembangunan DKI Jakarta adalah meningkatnya pendapatan daerah, munculnya sentra ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pendidikan. Dampak negatif yang dihasilkan adalah maraknya pembangunan fasilitas dan infrastruktur penunjang aktivitas penduduk kota yang menyebabkan ruang terbuka publik semakin berkurang akibat pesatnya perkembangan kawasan pemukiman dan kawasan industri. Dampak negatif lainnya adalah peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2008 dengan jumlah 1.033.729 unit dan meningkat pada tahun 2011 dengan jumlah 1.237.219 unit (BPS 2013). Hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan akibat polusi udara yang dihasilkan setiap hari oleh kendaraan bermotor (Dahlan 2007).

Pesatnya pemanfataan ruang di kawasan Jakarta Selatan mengakibatkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin menurun. Implikasi dari berkurangnya jumlah RTH terhadap kualitas lingkungan seperti polusi udara dan air serta peningkatan suhu perkotaan membutuhkan perhatian dan kajian serius (Fracillia 2007). Hutan kota memiliki kelebihan diantara jenis RTH lain, baik dalam pengukuhan lokasi maupun upaya dalam mengurangi polutan di lingkungan (Dahlan 2007). Menurut PP Nomor 63 Tahun 2002, luas hutan kota minimal 10% di suatu wilayah atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Hutan kota dibangun dengan elemen lanskap utama berupa tegakan pohon. Kemampuan pohon untuk menyerap polusi, menghasilkan oksigen (O2) dari proses fotosintesis, meningkatkan kenyamanan termal, meredam kebisingan, memberi naungan dan meningkatkan nilai estetika (Dahlan 1992). Hal tesebut memperkuat fakta bahwa hutan kota mampu mengembalikan keseimbangan dan kenyamanan lingkungan perkotaan. Fungsi hutan kota semakin optimal apabila hutan kota dibangun pada lokasi yang tepat, sehingga perlu adanya klasifikasi dan penilaian lahan sebelum menentukan lokasi untuk pembangunan hutan kota (Kridalaksana 2011). Berkembangnya teknik Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh dalam teknologi informasi merupakan pendukung bagi penelitian mengenai analisis potensi hutan kota di kotamadya Jakarta Selatan. Teknologi ini sangat berguna dan dibutuhkan untuk pemetaan, inventarisasi, pemantauan pengelolaan suatu wilayah secara cepat, akurat dan efektif serta mengantisipasi kecepatan perubahan yang terjadi akibat penurunan kualitas lingkungan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan bahan pertimbangan pada pihak pengelola dalam menentukan lokasi Ruang Terbuka Hijau yang sesuai menjadi Hutan Kota dan memprioritaskan lokasi Ruang Terbuka Hijau sebagai Hutan Kota agar dapat menciptakan suatu tatanan perkotaan yang baik, nyaman dan ramah terhadap lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Jakarta Selatan dengan menggunakan variabel suhu dan polutan udara (NO2, SO2, TSP dan Pb). Ruang Terbuka Hijau yang berpotensi hutan kota akan menjadi acuan dalam memperbaiki kualitas lingkungan terhadap kesehatan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Juli - September 2013 di kotamadya Jakarta Selatan dengan luas 145.57 km2. Letak lokasi pada 106º45'4'' Bujur Barat (BB) - 106º52'5'' Bujur Timur (BT) dan 6º11'31'' Lintang Utara (LU) - 6º14'34'' Lintang Selatan (LS). Data dianalisis di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah citra Google Earth Jakarta Selatan tahun 2010 (Gambar 1), citra satelit Landsat 8 Path/Row 122/64 bulan Agustus tahun 2013, Peta Administrasi Jakarta Selatan, data potensi Ruang Terbuka Hijau tahun 2012 dan data konsentrasi NO2, SO2, TSP dan Pb atau ambien udara di Jakarta Selatan bulan September tahun 2013.

Alat

Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), seperangkat komputer yang dilengkapi dengan fasilitas ERDAS 9.1, ARCGIS 10.1, Terra Incognita, Google Earth, Basecamp Garmin dan MS. Office 2013.

Prosedur Analisis Data

(13)

3 lokasi prioritas, sedangkan tutupan lahan akan menjadi acuan dalam penentuan areal prioritas hutan kota.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian dengan Citra Google Earth Penentuan Lokasi Prioritas Hutan Kota

1. Pengolahan Band 10 untuk Estimasi Suhu Permukaan

(14)

4

menggunakan Model Maker ERDAS imagine 9.1 untuk mengkonversi nilai-nilai pixel pada Landsat 8 band 10. Digital Number merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan konversi menjadi nilai radiansi. Konversi nilai DN menjadi nilai radiansi dengan rumus sebagai berikut:

� = ����+ �

Keterangan :

L� = Radiance spectral TOA (watts/m2 Srad�m) ML = (Radiance_mult_band x), x = nomor band AL = (Radiance_add_band x), x = nomor band

Qcal = Quatized and calibrated standard product pixel values (Digital Number)

Suhu permukaan didapatkan setelah dilakukan proses konversi Radian Spektral menjadi temperatur. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut: Tabel 1 Konstanta K1 dan K2 untuk Band 10 Landsat 8 OLI TIRS

Kelas Band Konstanta Nilai

Band 10 K1 774.89

K2 1321.08

C= T-273 Keterangan:

C = suhu dalam derajat Celcius T = suhu dalam derajat Kelvin

Hasil peta suhu permukaan yang berupa raster akan dikelaskan menjadi 7 kelas suhu dengan mengambil jarak interval 1°C. Kelas suhu disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kelas Suhu Permukaan di Jakarta Selatan

(15)

5

2. Pengolahan Peta Polutan Udara

Pembuatan peta polutan udara memerlukan data di titik pemantauan udara setiap bulan yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Data yang digunakan berasal dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta dengan 8 lokasi pemantauan udara yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta (Gambar 2). Data ambien udara yang dipakai adalah NO2, SO2, TSP dan Pb dan metode pengambilan sampel udara menggunakan metode manual atau sesaat. Metode ini menggunakaan alat-alat manual dalam menyaring setiap ambien udara pada lokasi yang telah ditentukan. Setiap konsentrasi polutan udara yang didapat dihitung berdasarkan data rata-rata selama 24 jam.

Gambar 2 Peta Lokasi Pemantauan Udara di Provinsi DKI Jakarta

Nilai konsentrasi pada setiap parameter polutan udara akan diinterpolasi antar titik sehingga diperoleh zona/daerah yang mempunyai range atau nilai kisaran tertentu untuk masing-masing polutan udara. Interpolasi titik akan menghasilkan peta penyebaran polutan udara. Jenis interpolasi yang dipakai adalah Inverse Distance Weighting (IDW).Model ini mengasumsikan bahwa nilai titik diduga akan dipengaruhi oleh titik lain yang berdekatan secara spasial. IDW juga mengasumsikan bahwa nilai titik input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak dan metode ini memberi bobot lebih tinggi pada pixel yang paling dekat dengan titik data dibandingkan pixel yang lebih jauh (Childs 2004). Gambar 3 merupakan bagan proses dalam pengolahan peta polutan udara.

(16)

6

Ambien Udara (MS.Excel.CSV)

Join Titik Koordinat

Ambien Udara (.kml)

Titik Ambien Udara (.shp)

Transform Koordindinat (UTM) Interpolasi

Reclassify

Peta Penyebaran

Polutan Udara Clip

Peta Batas Administrasi

Peta Penyebaran Polutan di Jakarta

Selatan

(17)

7 Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta. Namun polutan yang melebihi ambang batas baku mutu hanya polutan TSP, sehingga jenis polutan lainnya dikelaskan sesuai dengan hasil interpolasi dengan pembagian rata (equal interval). Pembagian kelas konsentrasi polutan udara disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kelas Konsentrasi Polutan Udara

Kelas NO2 SO2 TSP Pb

Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota

Peta suhu permukaan dan peta sebaran polutan udara akan digolongkan ke dalam tiga kelas yaitu, prioritas pertama, prioritas kedua dan prioritas ketiga. Kelas prioritas ini berlaku khusus untuk kawasan Jakarta Selatan. Rumus kelas prioritas dapat dilihat sebagai berikut:

�� � � =� �� − � �

Keterangan: Nmax : nilai maksimum suhu permukaan dan polutan udara Nmin : nilai minimum suhu permukaan dan polutan udara K : banyaknya kelas prioritas

Kelas prioritas suhu permukaan dan sebaran polutan udara disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kelas Prioritas Konsentrasi Polutan Udara

Kelas Keterangan

Prioritas 1 Nilai Maksimun Suhu Permukaan dan Polutan Udara Prioritas 2 Nilai Medium Suhu Permukaan dan Polutan Udara Prioritas 3 Nilai Minimum Suhu Permukaan dan Polutan Udara

Penetuan Areal Pengembangan Hutan Kota 1. Identifikasi Tutupan Lahan

1) Digitasi

(18)

8

ke dalam satu kesatuan. Deskripsi beberapa kelas penutupan lahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Ikonos

No. Kelas

Penutupan Deskripsi

1 Pohon Tumbuhan berkayu dengan diameter ≥ 20 cm 2 Semak Belukar Lahan yang ditumbuhi oleh semak belukar 3 Rumput Lahan yang ditumbuhi oleh rerumputan

4 Ladang Lahan pekebunan (pisang, mangga, dan lain-lain) 5 Lahan Terbuka Lahan yang ditumbuhi sedikit tanaman dan tidak

digunakan untuk penggunaan lainnya

6 Badan Air Lahan (permukaan) yang selalu dialiri/digenangi air, termasuk sungai

7 Lahan Terbangun

Kawasan Pemukiman, Kawasan Industri, Jalan, Bangunan dan fasilitas publik lainnya

2) Editing

Editing dilakukan untuk mengkoreksi kesalahan-kesalahan pada saat digitasi seperti undershoot, overshoot dan silvers

3) Labelling/Atributing

Labelling merupakan proses pemberian identitas label setiap polygon yang terbentuk dalam tutupan lahan, sedangkan attributing adalah proses memberi atribut atau informasi pada suatu tutupan lahan. Informasi yang diberikan dapat dilihat dalam bentuk atribut tabel. Tabel dapat berfungsi untuk mengolah data atribut dari suatu tutupan lahan untuk keperluan analisis, baik analisis digital maupun tabular diperlukan adanya informasi pada basis data.

Identifikasi Potensi Hutan Kota

Kriteria lokasi pengembangan hutan kota dalam penelitian ini berupa RTH yang memiliki luas minimal 0.25 hektar dan mengacu pada Peraturan Perundangan Nomor 63 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa hutan kota berupa hamparan yang kompak dan bervegetasi pepohonan sehingga pemilihan lokasi potensi hutan kota akan dibagi dua menurut tutupan lahannya, yaitu pohon dan non pohon. Tahap dilakukan dengan software ArcGIS yang berada di toolsbox. selanjutnya adalah sebagai berikut:

1) Select

(19)

9 2) Merge

Kriteria ketersediaan lahan potensi hutan kota dibagi menjadi dua, yaitu pohon dan non pohon. feature yang terpisah menjadi tiga (semak, rumput dan ladang) akan digabung menjadi satu kesatuan feature non pohon. Setelah mendapat kedua variabel tersebut, tabel atribut ditambah field baru untuk dihitung luas dari setiap polygon yang telah dipilih menjadi pohon dan non pohon.

3) Spatial Join

(20)

10

Batas Administrasi Clip

Spatial Join

Lokasi RTH Prioritas Pengembangan Hutan Kota Identifikasi Tutupan

Lahan

Identifikasi Suhu Permukaan

Identifikasi Polutan Udara

Pohon

Select

NO2 SO2 TSP Pb

Overlay Non

Pohon

(21)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Letak dan Luas

Luas wilayah kotamadya Jakarta Selatan menurut SK Gubernur Nomor 171 Tahun 2007 adalah 145.73 km2. Kotamadya ini merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 26.2 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah administrasi Jakarta Selatan sebagai berikut:

1) Utara : Banjir Kanal, Jalan Sudirman, Kecamatan Tanah Abang (Kotamadya Jakarta Pusat), Jalan Kebayoran Lama dan Kebon Jeruk (Kotamadya Jakarta Barat)

2) Timur : Kali Ciliwung (Kotamadya Jakarta Timur)

3) Barat : Kecamatan Ciputat dan Ciledug, Kota Tangerang dan Koa Tangerang Selatan, Provinsi Banten

4) Selatan : Kota Depok, Provinsi Jawa Barat

Wilayah Administrasi Jakarta Selatan terbagi ke dalam 10 kecamatan dengan luas dan kepadatan penduduk sebagai berikut (Tabel 6):

Tabel 6 Kecamatan, Luas dan Jumlah Penduduk di Jakarta Selatan

Kecamatan Luas

Jakarta Selatan mempunyai iklim tropis dengan suhu udara rata-rata sekitar 27.7°C dan kelembapan udara sebesar 79% (Badan Pusat Statistik 2012). Curah hujan rata-rata pada kotamadya ini adalah 14.66 mm per hari dan 2201,5 mm per tahun yang terjadi selama 166 hari dalam setahun. Curah Hujan tertinggi berada pada bulan Januari dengan ketinggian 430.7 mm dan curah hujan terendah berada pada bulan Juli sebesar 7.3 mm. Penyinaran matahari rata-rata Arah angin dipengaruhi oleh angina Muson Barat terutama pada bulan Mei - Oktober.

2. Topografi

(22)

12

daerah yang datar dan landai. Ketinggian tanah rata-rata mencapai 5-50 meter di atas permukaan laut. Pada wilayah bagian selatan, banjir kanal relatif merupakan daerah perbukitan jika dibandingkan dengan wilayah bagian utara.

3. Formasi Geologi dan Tanah

Seluruh dataran wilayah DKI Jakarta termasuk kotamadya Jakarta Selatan terdiri dari endapan alluvial pada zaman Pleistocent setebal ±50 m. Bagian Selatan terdiri dari lapisan alluvial yang memanjang dari Timur ke Barat pada jarak 10 km sebelah Selatan pantai. Kekuatan tanah di wilayah bagian utara pada kedalaman 10m -25 m, semakin ke Selatan permukaan keras semakin dangkal yaitu antara 8 m -15 m.

Kondisi Hutan Kota di Jakarta Selatan 1. Hutan Kota Universitas Indonesia

Hutan Kota di kampus Unversitas Indonesia ditetapkan berdasarkan SK Rektor UI No. 84/SK/12/1988, tanggal 31 Oktober 1988. Kawasan ini berada di wilayah kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Luas Hutan Kota Kampus Universitas Indonesia sebesar 55.4 Ha dan dinamakan Mahkota hijau. Fungsi Hutan Kota di Universitas Indonesia adalah sebagai wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana penelitian dan rekreasi alam (Gambar 5a).

2. Hutan Kota Blok P Walikota Jakarta Selatan

Hutan Kota Blok P Walikota Jakarta Selatan terletak di jalan Prapanca, Kebayoran Baru. Luas Hutan Kota di wilayah ini adalah 1.64 Ha. Penetapan Hutan Kota Blok P Walikota Jakarta Selatan dilakukan oleh Gubernur melalui SK Gubernur Nomo 89 tahun 2004 dan berfungsi sebagai daerah keseimbangan kelestarian tanah dan air serta pengendali polutan. Kawasan Hutan Kota ini sebelumnya merupakan daerah pemakaman (Gambar 5b).

(5a) (5b)

(23)

13

Suhu Permukaan

Perubahan tata guna lahan pada wilayah perkotaan semakin meningkat setiap waktu dikarenakan oleh pesatnya pertambahan penduduk akibat urbanisasi. Kebutuhan lahan yang semakin besar tidak didukung oleh kapasitas lahan yang berada di wilayah Jakarta Selatan sehingga Ruang Terbuka Hijau yang ada tergantikan fungsinya oleh kepentingan manusia.

Pengalihan fungsi lahan menjadi lahan terbangun mengakibatkan suhu permukaan menjadi semakin tinggi. Berdasarkan hasil citra landsat 8 bulan Agustus tahun 2013, sebanyak 53.58% luas suhu permukaan di kawasan Jakarta Selatan di atas 35°C. Hal ini menunjukkan suhu di daerah Jakarta Selatan terbilang tinggi di suatu perkotaan.

Luas suhu permukaan dibagi dalam 10 kecamatan yang memiliki luasan berbeda-beda dan akan dihitung persentasenya sehingga akan terlihat kecamatan dengan luas suhu permukaan yang paling tinggi dan paling rendah.

Tabel 7 Luas Suhu Permukaan pada Setiap Kecamatan di Jakarta Selatan

(24)

14

Kecamatan Jagakarsa tersebar merata dikarenakan masih banyak Ruang Terbuka Hijau dan situ atau danau.

Gambar 6 Diagram Luas Suhu Permukaan setiap Kecamatan di Jakarta Selatan Menurut Rushayati (2010), intersepsi radiasi surya yang dilakukan oleh vegetasi untuk fotosintesis dan penguapan dapat menurunkan suhu serta meningkatkan kelembaban udara. Lakitan (1994) menyatakan bahwa pohon dapat menurunkan suhu sebesar 3.5°C di siang hari yang terik. Sebaran suhu permukaan di Jakarta Selatan ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta Sebaran Suhu Permukaan di Jakarta Selatan

0%

(25)

15

Konsentrasi Polutan di Udara

Nitrogen dioksida (NO2)

Udara terdiri dari 80% nitrogen dan 20% oksigen (Fardiaz 1992). Oksigen dan Nitrogen cenderung sulit berinteraksi satu sama lain dalam suhu kamar namun pada suhu yang lebih tinggi keduanya dapat bereaksi membentuk NO dalam jumlah banyak sehingga dapat menyebabkan pencemaran udara (Departemen Kesehatan 2011). Kadar NO2 di wilayah perkotaan sebagian besar berasal dari hasil kegiatan manusia seperti pembakaran mesin kendaraan bermotor, produksi energi dan pembakaran sampah (Staptelton 2003). Jumlah NO2 yang terdapat di udara dipengaruhi oleh suhu pembakaran, lamanya gas hasil pembakaran dan jumlah oksigen berlebih semakin tersedia. Semakin tinggi suhu pembakaran, semakin tinggi pula konsentrasi NO2 di udara (Fardiaz 1992).

Tabel 8 Luas Sebaran Konsentrasi NO2 di Jakarta Selatan Kecamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NO2 tertinggi berada di kelas lebih dari 48 µg/Nm3. Baku mutu NO2 yang diambil dalam waktu 24 jam adalah 92.5 µg/Nm3, sehingga kadar NO2 di seluruh kawasan Jakarta Selatan belum melebihi batas baku mutu. Luas wilayah dengan konsentrasi NO2 tertinggi berada di Kecamatan Kebayoran Baru sebesar 1273.72 Ha (100%). Sebaran NO2 di kecamatan Kebayoran Baru berbanding terbalik dengan polutan SO2 (Tabel 8) dan luas Ruang Terbuka Hijau yang berada di kecamatan Kebayoran Baru cukup tinggi (Tabel 12). Jumlah konsentrasi NO2 di kecamatan Kebayoran Baru dapat terjadi oleh faktor dalam pengambilan data yang tidak bersamaan atau human error.

(26)

16

5737.40 Ha atau 39.41% dari seluruh wilayah Jakarta Selatan. Peta sebaran NO2 ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta Penyebaran Polutan NO2 di Jakarta Selatan

Salah satu solusi dalam mengurangi polutan NO2 adalah dengan jalur hijau. Sulistijorini (2009) menyatakan bahwa pengurangan konsentrasi NO2 pada tempat bervegetasi pada jarak 15 – 25 meter dari bahu jalan akan lebih efektif daripada lahan terbuka.

SO2 (Sulfur Dioksida)

Sulfur Dioksida (SO2) merupakan gas yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara (Staptelton 2003). Masalah yang ditimbulkan SO2 adalah yang dihasilkan oleh manusia karena menyebabkan distribusi SO2 yang tidak merata sehingga terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Hasil pengolahan data sampling SO2 di Jakarta Selatan menunjukkan konsentrasi SO2 tertinggi adalah 62.7 µg/Nm3. Nilai tersebut belum melebihi batas baku mutu sebesar 92.5 µg/Nm3. Konsentrasi sebaran SO2 tertinggi berada di kecamatan Tebet dengan luas wilayah sebesar 883.03 Ha (93.27%). Hal ini dapat terjadi karena kecamatan Tebet merupakan salah satu pusat bisnis yang ada di Jakarta Selatan sehingga tingginya jumlah transportasi yang melaju pada kecamatan tersebut dan penutupan lahan yang didominasi oleh bangunan. Kurangnya RTH pada daerah tersebut menyebabkan SO2 tidak ada yang menyerapnya. Luas sebaran konsentrasi SO2 disajikan pada Tabel 9.

(27)

17

Kecamatan Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru, sedangkan menurut Fardiaz (1992) menyatakan bahwa peningkatan NOx dan SOx dipengaruhi oleh kenaikan suhu dalam pembakaran, sehingga laju NOx dan SOx adalah berbanding lurus. Peta sebaran polutan SO2 disajikan pada Gambar 9.

Tabel 9 Luas Sebaran Konsentrasi SO2 di Jakarta Selatan Kecamatan

Selang (Ha) < 41

µg/Nm3

41 - 46

µg/Nm3

46 – 52

µg/Nm3

52 - 57

µg/Nm3

≥ 57

µg/Nm3

Jagakarsa 0.00 0.00 2189.55 0.00 0.00

Cilandak 294.58 1500.24 13.33 0.00 0.00

Kebayoran Baru 1015.69 207.77 49.59 0.00 0.00

Kebayoran Lama 1269.62 670.71 0.00 0.00 0.00

Mampang

Prapatan 85.48 351.64 209.61 141.36 2.52

Pancoran 0.00 0.00 170.90 452.73 238.19

Pasar Minggu 0.00 475.10 1916.93 141.73 0.00

Pesanggrahan 291.75 1043.76 0.00 0.00 0.00

Setiabudi 0.00 0.00 214.37 502.99 159.84

Tebet 0.00 0.00 0.00 63.67 883.03

Total (Ha) 2957.12 4249.22 4764.29 1302.49 1283.57

(28)

18

Total Suspended Particulate (TSP)

TSP atau total partikulat melayang dan atau juga disebut Suspended Particulate Matter (SPM) adalah campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa yang ada di udara. Menurut Enviromental Protection Agency (1999) , TSP merupakan sekumpulan partikel aerodinamis yang berukuran antara 0.1-100 µm atau lebih besar.

Hasil pengolahan data TSP di Jakarta Selatan menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi TSP di Jakarta Selatan adalah 248 µg/Nm3 dengan batas baku mutu adalah 230 µg/Nm3. Hal ini menyatakan bahwa kadar TSP di Jakarta Selatan telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur Nomor 51 Tahun 2001. Luas sebaran TSP di Jakarta Selatan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Luas Sebaran Konsentrasi TSP di Jakarta Selatan Kecamatan

Kecamatan dengan konsentrasi TSP tertinggi berada di Setiabudi dengan luas sebaran TSP adalah 211.98 Ha (24.17%). Luas wilayah dengan konsentrasi TSP terendah berada di Cilandak yaitu sebesar 1808.07 (100%). Luas wilayah sebaran polutan TSP di Jakarta Selatan paling banyak berada di kelas konsentrasi dari 173 µg/Nm3 dengan luas sebesar 8891.34 Ha (61.08%).

The Philippines Clean Air Act (1999) mempunyai indeks kualitas TSP yang membagi ke dalam 6 kelas. Tabel 11 memaparkan Indeks Kualitas Udara untuk polutan TSP.

Tabel 11 Indeks Kualitas Udara TSP

Indeks Kualitas Udara Konsentrasi Polutan TSP

Sehat 0 – 80 µg/Nm3

Cukup Sehat 81 – 229 µg/Nm3

Tidak Sehat untuk Beberapa Kelompok 230 – 349 µg/Nm3

Sangat Tidak Sehat 350 – 599 µg/Nm3

Mendekati Bahaya 600 – 899 µg/Nm3

(29)

19

Berdasarkan kelas pada Tabel 10, konsentrasi TSP di Jakarta Selatan berada di kategori cukup sehat (81 – 230 µg/Nm3) dengan kelas kurang dari 173 230 µg/Nm3 dan kategori tidak sehat untuk Beberapa Kelompok (230 – 349 µg/Nm3) dengan selang diatas 230 µg/Nm3. Kelas beberapa kelompok didefinisikan sebagai kelompok balita, lansia dan sekelompok orang yang memiliki penyakit pernafasan seperti asthma dan bronchitis. Menurut Tugaswati et al. (1996), konsentrasi polutan TSP yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pernafasan bagian atas dan bagian bawah, serta dapat mengganggu jarak pandang mata dan reaksi di atmosfer yang tidak diharapkan. Efek sinergistik juga dapat terjadi jika partikulat berukuran 0.1 – 10 µm cenderung lebih lama melayang di udara bereaksi dengan SO2 dan masuk ke dalam alveoli paru dapat menyebabkan kerusakan faal paru-paru (Fardiaz 1992).

Menurut Irwan (1994) pengurangan konsentrasi TSP di udara menggunakan model hutan kota berstrata banyak berfungsi paling efektif. Oleh karena itu, hutan kota yang komunitasnya hanya terdiri dari pepohonan dan tajuk kurang rindang, serta jarak tanam kurang rapat dapat ditingkatkan kembali baik dalam jumlah, jenis maupun jarak tanamnya perlu dirapatkan. Peta penyebaran polutan TSP disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta Sebaran Polutan TSP di Jakarta Selatan

Timah Hitam (Pb)

(30)

20

kecamatan dengan konsentrasi terendah berada di Kebayoran Baru sebesar 616 Ha (48.39%). Sebaran konsentrasi Pb terbanyak berada pada selang 0.08 µg/Nm3 – 0.10 µg/Nm3 dengan luas 7855.85 Ha atau 53.97% dari luas Jakarta Selatan. Luas sebaran konsentrasi Pb disajikan pada Tabel 12.

(31)

21

Gambar 11 Peta Sebaran Polutan Pb di Jakarta Selatan

Suyanti et al. (2008) menyatakan bahwa jalur hijau mempunyai solusi dalam mengurangi polutan Pb dengan dua proses, yaitu absorpsi (penyerapan) dan adsorpsi (penjerapan). Absorpsi digunakan apabila tanaman mempunyai diameter stomata lebih besar dari ukuran partikel, sedangkan adsorpsi lebih kepada barrier atau penahan fisik dengan penempelan pada bagian pohon terutama tajuk. Oleh karena kedua proses tersebut, perlu adanya pemilihan jenis vegetasi pada hutan kota yang diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.

Identifikasi Tutupan Lahan

Hasil analisis Citra Ikonos yang ditemukan pada tahun 2010 dan dikoreksi dengan hasil pengecekan lapang menunjukkan bahwa luas total Ruang Terbuka Hijau saat ini adalah 1862.79 Ha atau sebesar 12.77% dari luas Jakarta Selatan. Pembagian Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan dibagi ke dalam 10 kecamatan.

Tabel 13 menjelaskan luas 7 kelas penutupan lahan. Kelas Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari hasil gabungan ladang, pohon, rumput dan semak belukar. Keempat kelas tersebut digabungkan menjadi kelas Ruang Terbuka Hijau. Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau paling tinggi terdapat di kecamatan Jagakarsa dengan luas ladang sebesar 90.38 Ha, pohon sebesar 251.57 Ha, rumput sebesar 86.80 Ha dan semak belukar sebesar 72.32 Ha atau jika ditotalkan menjadi 501.07 Ha (22.80%).

Ruang Terbuka Hijau di kecamatan Jagakarsa masih tinggi dikarenakan jauh dari pusat kota, pembangunan berorientasi kepada pemukiman dan lahan yang digunakan lebih banyak dimanfaatkan untuk bercocok tanam.

Tabel 13 Luas Tutupan Lahan di Jakarta Selatan Kecamatan

Terbuka Pohon Rumput

Semak

(32)

22

(33)

23

(34)

24

Lokasi Prioritas Pengembangan Hutan Kota

Pengembangan hutan kota merupakan salah satu bentuk solusi dalam mengurangi emisi polutan dan peningkatan suhu udara. PP Nomor 63 Tahun 2002 menyebutkan bahwa presentase minimal luas hutan kota 10% atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Berdasarkan hal tersebut, luas hutan kota yang diperlukan oleh Jakarta Selatan adalah 14556.43 Ha sedangkan hutan kota di Jakarta Selatan yang resmi hanya ada 2 lokasi yaitu Hutan Kota Walikota Jakarta Selatan dan Hutan Kota Srengseng Sawah atau lebih dikenal dengan Hutan Kota Universitas Indonesia dengan luas total sebesar 57.04 Ha atau 0.39% dari total luas Jakarta Selatan (Dinas Pertanian DKI Jakarta 2012). Total Hutan Kota yang telah dikukuhan hanya 0.39% dari total luas Jakarta Selatan, sehingga perlu adanya peningkatan hutan kota di Jakarta Selatan.

Dari hasil penelitian, kawasan prioritas Hutan Kota di Jakarta Selatan dibagi ke dalam tiga kelas, sehingga dapat dilihat kecamatan-kecamatan yang perlu diperhatikan akibat tingginya suhu dan konsentrasi polutan yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan

Kelas Suhu Rentang Konsentrasi Polutan (µg/Nm

3

)

NO2 SO2 TSP Pb

Prioritas 1 ≥ 36.1°C ≥ 47 ≥ 52.5 ≥ 216.9 ≥ 0.104

Prioritas 2 32.5–36.1°C 42.8–47 42.4–52.5 185.7–216.9 0.077–0.104

Prioritas 3 < 32.5°C < 42.8 < 42.4 < 160 < 0.077

Kelas Prioritas Pertama adalah kelas yang mempunyai kriteria suhu paling tinggi dengan konsentrasi polutan paling tinggi. Kelas tersebut disarankan menjadi prioritas utama dalam mengurangi tingkat suhu permukaan dan konsentrasi polutan di udara dengan memilih vegetasi yang sesuai. Kelas prioritas kedua adalah kelas yang mempunyai kriteria sedang. Kelas prioritas ini sebaiknya dikembangkan atau ditingkatkan kualitas potensi hutan kota yang ada di daerah tersebut. Kelas prioritas tiga adalah kelas yang mempunyai kriteria konsentrasi suhu dan polutan yang cukup rendah. Kelas prioritas ketiga ini disarankan dibangun hutan kota walaupun suhu dan polutan yang masih rendah, tetapi akan berdampak positif bagi sekitarnya. Tabel 15 menjelaskan kelas prioritas yang ada di overlay dengan batas kecamatan di Jakarta Selatan.

(35)

25

Tabel 15 Kelas Prioritas Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan

Kecamatan Kelas Total (Ha)

1 2 3

Jagakarsa 0.00 1853.33 336.85 2190.17

Cilandak 0.00 500.91 1307.14 1808.05

Kebayoran Baru 0.03 174.20 1098.37 1272.60

Kebayoran Lama 0.00 127.91 1812.34 1940.26

Mampang Prapatan 68.74 457.48 264.39 790.61

Pancoran 113.17 747.71 0.92 861.79

Pasar Minggu 0.00 2249.70 283.86 2533.57

Pesanggrahan 0.00 229.29 1106.16 1335.44

Setiabudi 698.99 178.20 0.00 877.19

Tebet 388.93 557.83 0.00 946.75

Total (Ha) 1269.86 7076.55 6210.03 14556.43

(36)

26

Jagakarsa, akan tetapi lokasi ini juga perlu dibangun atau dikembangkan hutan kota agar kualitas udara semakin baik dan nyaman

Tabel 16 Areal Potensi Pengembangan Hutan Kota di Jakarta Selatan Kecamatan

Luas kelas prioritas kedua sebesar 327.57 Ha dengan sebaran terluas tetap berada di Jagakarsa. Selain Jagakarsa, kecamatan Pasar Minggu mempunyai potensi hutan kota dengan vegetasi non pohon sebesar 52.73 Ha dan kecamatan Pancoran dengan vegetasi pohon sebesar 20.16 Ha. Kelas prioritas kedua dapat dijadikan pertimbangan yang lebih dibanding kelas prioritas ketiga. Dengan adanya hutan kota, Ruang Terbuka Hijau tersebut terhindar dari alih fungsi lahan karena hutan kota dibangun berdasarkan PP Nomor 63 Tahun 2002.

Kelas prioritas pertama berada di empat kecamatan, antara lain Pancoran, Setiabudi, Mampang Prapatan dan Tebet dengan vegetasi non pohon sebesar 77.96 Ha. Keempat kecamatan ini merupakan lokasi yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat perdagangan sehingga didominasi oleh lahan terbangun. Luas Ruang Terbuka Hijau pada keempat kecamatan ini masih belum cukup mengingat suhu dan polutan di lokasi tersebut tergolong paling tinggi. Salah satu solusi dalam meningkatkan kualitas lingkungan adalah dengan membuat jalur Ruang Terbuka Hijau di badan kereta api dan badan sumber air serta memberikan kompensasi terhadap perusahaan untuk lahan mereka yang akan dijadikan sebagai hutan kota sesuai dengan nilai pajak yang berlaku dan luas minimum yang wajib disediakan oleh perusahaan untuk penanaman pohon yaitu sebesar 0.25 hektar.

(37)

27

penelitian ini sehingga lokasi yang potensial untuk dikembangkan menjadi hutan kota dapat ditemukan. Gambar 14 menunjukkan beberapa lokasi yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan menjadi hutan kota.

Tabel 17 Areal Potensi Hutan Kota menurut Dinas Pertanian Provinsi DKI Jakarta

Kecamatan Kelas Total (Ha)

1 2 3

Jagakarsa 0.00 38.07 20.35 58.42

Cilandak 0.00 2.02 10.00 12.02

Kebayoran Baru 0.00 0.00 0.00 0.00

Kebayoran Lama 0.00 0.00 42.65 42.65

Mampang Prapatan 0.00 0.00 0.00 0.00

Pancoran 0.00 5.60 0.00 5.60

Pasar Minggu 0.00 33.43 140.00 173.43

Pesanggrahan 0.00 0.60 9.82 10.42

Setiabudi 0.00 0.00 0.00 0.00

Tebet 0.00 0.00 0.00 0.00

Total (Ha) 0.00 79.71 222.82 302.53

14a 14b

(38)

28

14e 14f

Gambar 14 (kiri) Hasil pengamatan di Lapangan (kanan) Hasil dari Citra Google Earth; Beberapa Lokasi Potensi Hutan Kota (14a dan 14b) Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo; (14c dan 14d) Taman Kota Honda Tebet; (14e dan 14f) Taman Ayodya

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Potensi Ruang Terbuka Hijau yang dapat dikembangkan menjadi hutan kota di Jakarta Selatan adalah 1389.14 Ha (9.54%) yang tersebar di seluruh kecamatan, sedangkan potensi Ruang Terbuka Hijau yang dapat dikembangkan menjadi hutan kota menurut Dinas Pertanian Provinsi DKI Jakarta Selatan adalah 302.53 Ha. Lokasi tersebut tersebar di kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Kebayoran Lama, Pancoran, Pasar Minggu dan Pesanggrahan. Pengembangan hutan kota berdasarkan kriteria suhu dan polutan kemudian digolongkan menjadi tiga kelas prioritas.

Kelas prioritas pertama berada di kecamatan Tebet, Setiabudi, Pancoran dan Mampang Prapatan. Ketersediaan lahan pada empat kecamatan tersebut adalah 77.96 Ha dengan vegetasi non pohon. Kelas prioritas kedua berada di semua kecamatan dengan ketersediaan lahan bervegetasi pohon sebesar 137.48 Ha dan non pohon sebesar 190.09 Ha. Kelas prioritas ketiga berada di seluruh kecamatan dengan ketersediaan lahan bervegetasi pohon sebesar 446.32 Ha dan non pohon sebesar 537.29 Ha. Total RTH yang ditemukan belum dapat mencapai 10% dari luas Jakarta Selatan dikarenakan keterbatasan lahan yang tersedia dan alih fungsi lahan sebagai kawasan terbangun.

Saran

1. Perlu dilakukan pengecekan kembali lokasi pengembangan hutan kota yang ada di Jakarta Selatan dikarenakan lahan RTH semakin sempit, maka perlu dimaksimalkan lahan-lahan RTH yang tersisa.

(39)

29

3. Kolaborasi / kerjasama dengan pemilik lahan yang memiliki potensi untuk dijadikan lahannya sebagai hutan kota (sesuai dengan PP 63 Tahun 2002 jangka waktu minimal 15 tahun) dengan melakukan pembebasan lahan atau membeli lahan milik sesuai jumlah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA

Aurelia W. 2010. Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional

Childs C. 2004. Interpolating Surface in ArcGIS Spatial Analyst. ArcUSER hlm: 32-35

Dahlan, EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. Kerja Sama Asoisasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dengan IPB. Bogor

Dahlan, EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hk Sebagai Sink Gas CO2, Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas Di Kota Bogor Dengan Pendekatan Sistem Dinamik [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Departemen Kesehatan. 2011. Pencemaran Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan [e-book]. http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF. (7 Januari 2014)

Dinas Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2012. Ruang Terbuka Hijau Lingkup Bidang Kehutanan

Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius Press.

Fracillia L. 2007. Analisis Korelasi Ruang Terbuka Hijau dan Temperatur Permukaan dengan Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: DKI Jakarta) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Irwan ZD. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota: Studi Kasus Lokasi Pemukiman Kota Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Gonzales AB. 2012. Suspended Particulates and Air Pollution in Bicol’s Cities,

Philippines. WITT Transaction on Ecology an The Environment. 157: 165 – 176

Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 51 tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Propinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): Sekretariat Provinsi DKI Jakarta

Kridalaksana A. 2011. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menentukan Lokasi Hutan Kota dan Contoh Pra Desain Hutan Kota di Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

(40)

30

Listyarini S. 2008. Model Kebijakan untuk Pengendalian Pencemaran Deposisi Asam di Provinsi DKI Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Perundangan Republik Indonesia nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota. Jakarta (ID): Sekretariat Negara

Rushayati SB, Dahlan EN, Hermawan R. 2010. Ameliorasi Iklim Melalui Zonasi Hutan Kota Berdasarkan Peta Sebaran Polutan Udara. Forum Geografi. 25(1): 73-84

Rushayati SB, Alikodra HS, Dahlan EN. 2011. Pengembangan Rth Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Di Kab Bandung. Forum Geografi. 25(1):17-26 Siregar EBM. 2005. Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya terhadap Manusia. [e-book]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/1095 [7 Januari 2014] Staptelton RM. 2004. Pollution A – Z Volume 1. New York (US): Macmillan

Reference USA

Sulistijorini. 2009. Keefektifan dan Toleransi Jenis Tanaman Jalur Hijau Jalan dalam Mereduksi Pencemar NO2 akibat aktivitas transportasi. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Suyanti L, Rushayati SB, Hermawan R. 2008. Penurunan Polusi Timbal oleh Jalur Hijau Tanjung (Mimusops elengi Linn) di Taman Monas Jakarta Pusat. Media Konservasi 1(13): 16-20

Pemerintah Republik Pilipina. The Philippines Clean Air Act of 1999 (Republic Act number 8749). Manila (PH): Sekretariat Negara

(41)

31

Lampiran 1 Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta pada bulan September tahun 2013

Parameter Baku

Lokasi Pengambilan sampel September 2013

Kuningan Tebet JIEP KBN Kramat

Pela Ciracas Istiqlal Ancol

Kali

Sumber : BPLHD Propinsi DKI Jakarta

Keterangan :

(42)

32

Lampiran 2 Luas dan Presentase Suhu Permukaan di Jakarta Selatan

Kecamatan Selang (Ha)

< 30°C 30-31°C 31-32°C 32-33°C 33-34°C 34-35°C ≥ 35°C

Jagakarsa 36.44 1.66% 38.90 1.78% 138.95 6.34% 278.67 12.72% 465.90 21.27% 594.37 27.13% 637.38 29.10%

Cilandak 0.00 0.00% 22.37 1.24% 56.23 3.11% 166.32 9.20% 462.14 25.57% 656.76 36.33% 443.83 24.55%

Kebayoran Baru 0.00 0.00% 0.26 0.02% 2.58 0.20% 12.00 0.94% 80.32 6.31% 335.02 26.32% 842.72 66.20%

Kebayoran Lama 0.00 0.00% 1.65 0.08% 37.48 1.93% 107.37 5.54% 212.96 10.98% 398.85 20.56% 1181.49 60.91%

Mampang Prapatan 0.00 0.00% 1.18 0.15% 4.68 0.59% 12.13 1.53% 54.22 6.86% 182.61 23.10% 535.79 67.77%

Pancoran 0.00 0.00% 0.00 0.00% 1.55 0.18% 8.26 0.96% 33.07 3.84% 95.09 11.04% 723.72 83.99%

Pasar Minggu 6.75 0.27% 59.36 2.34% 66.05 2.61% 131.07 5.17% 300.70 11.87% 642.29 25.36% 1326.90 52.38%

Pesanggrahan 0.00 0.00% 0.06 0.00% 11.42 0.85% 56.35 4.22% 207.73 15.55% 379.34 28.40% 680.87 50.97%

Setiabudi 0.00 0.00% 0.00 0.00% 5.00 0.57% 35.19 4.01% 94.09 10.73% 192.66 21.98% 549.55 62.70%

Tebet 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 1.50 0.16% 19.38 2.04% 49.44 5.22% 877.75 92.58%

(43)

33

Lampiran 3 Luas dan Presentase Konsentrasi Polutan NO2 di Jakarta Selatan

Kecamatan Selang (Ha)

< 42 µg/Nm3 42 - 44 µg/Nm3 44 - 46 µg/Nm3 46 - 48 µg/Nm3 ≥ 48 µg/Nm3

Jagakarsa 1311.95 60.47% 839.83 38.71% 17.68 0.82% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Cilandak 0.00 0.00% 0.00 0.00% 441.98 24.56% 785.96 43.67% 571.66 31.77%

Kebayoran Baru 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 1273.77 100.00%

Kebayoran Lama 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 186.58 9.61% 1754.09 90.39% Mampang Prapatan 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 79.82 10.10% 710.79 89.90%

Pancoran 0.00 0.00% 1.49 0.17% 0.00 0.00% 408.39 46.20% 474.00 53.63%

Pasar Minggu 496.67 19.71% 620.68 24.63% 865.76 34.36% 500.87 19.88% 35.69 1.42%

Pesanggrahan 0.00 0.00% 0.00 0.00% 64.32 4.76% 652.51 48.28% 634.68 46.96%

Setiabudi 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 592.18 67.68% 282.73 32.32%

Tebet 0.00 0.00% 0.00 0.00% 488.01 51.22% 464.69 48.78% 0.00 0.00%

(44)

34

Lampiran 4 Luas dan Presentasi Konsentrasi Polutan SO2 di Jakarta Selatan

Kecamatan Selang (Ha)

< 41 µg/Nm3 41 - 46 µg/Nm3 46 - 52µg/Nm3 52 - 57 µg/Nm3 ≥ 57 µg/Nm3

Jagakarsa 0.00 0.00% 0.00 0.00% 2189.55 100.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Cilandak 294.58 16.29% 1500.24 82.97% 13.33 0.74% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Kebayoran Baru 1015.69 79.78% 207.77 16.32% 49.59 3.90% 0.00 0.00% 0.00 0.00% Kebayoran Lama 1269.62 65.43% 670.71 34.57% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% Mampang

Prapatan 85.48 10.81% 351.64 44.48% 209.61 26.51% 141.36 17.88% 2.52 0.32%

Pancoran 0.00 0.00% 0.00 0.00% 170.90 19.83% 452.73 52.53% 238.19 27.64%

Pasar Minggu 0.00 0.00% 475.10 18.75% 1916.93 75.66% 141.73 5.59% 0.00 0.00% Pesanggrahan 291.75 21.85% 1043.76 78.15% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% Setiabudi 0.00 0.00% 0.00 0.00% 214.37 24.44% 502.99 57.34% 159.84 18.22%

Tebet 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 63.67 6.73% 883.03 93.27%

(45)

35

Lampiran 5 Luas dan Presentase Konsentrasi Polutan TSP di Jakarta Selatan

Kecamatan Selang (Ha)

< 173 µg/Nm3 173 - 192 µg/Nm3 192 - 210 µg/Nm3 210 - 230 µg/Nm3 ≥ 230 µg/Nm3

Jagakarsa 2090.08 95.46% 99.32 4.54% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Cilandak 1808.07 100.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Kebayoran Baru 971.15 76.28% 201.53 15.83% 100.39 7.89% 0.00 0.00% 0.00 0.00% Kebayoran Lama 1893.78 97.60% 46.50 2.40% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% Mampang Prapatan 167.96 21.24% 405.46 51.29% 214.22 27.10% 2.97 0.38% 0.00 0.00%

Pancoran 0.00 0.00% 842.72 97.78% 19.16 2.22% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Pasar Minggu 624.65 24.65% 1909.08 75.35% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Pesanggrahan 1335.66 100.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Setiabudi 0.00 0.00% 0.97 0.11% 200.03 22.80% 464.15 52.92% 211.98 24.17%

Tebet 0.00 0.00% 669.38 70.71% 214.78 22.69% 38.19 4.03% 24.34 2.57%

(46)

36

Lampiran 6 Luas dan Presentase Konsentrasi Polutan Pb di Jakarta Selatan

Kecamatan Selang (Ha)

< 0.06µg/Nm3 0.06 - 0.08 µg/Nm3 0.08 - 0.10 µg/Nm3 0.10 - 0.11 µg/Nm3 ≥ 0.11 µg/Nm3

Jagakarsa 0.00 0.00% 0.00 0.00% 2189.55 100.00% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Cilandak 7.29 0.40% 1057.62 58.49% 743.25 41.11% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Kebayoran Baru 615.99 48.39% 431.04 33.86% 200.79 15.77% 25.26 1.98% 0.00 0.00% Kebayoran Lama 160.39 8.27% 1611.06 83.06% 168.28 8.68% 0.00 0.00% 0.00 0.00% Mampang Prapatan 0.00 0.00% 263.79 33.37% 407.18 51.50% 119.63 15.13% 0.00 0.00%

Pancoran 0.00 0.00% 0.00 0.00% 851.44 98.81% 10.24 1.19% 0.00 0.00%

Pasar Minggu 0.00 0.00% 73.57 2.90% 2460.16 97.10% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Pesanggrahan 0.00 0.00% 1086.19 81.33% 249.41 18.67% 0.00 0.00% 0.00 0.00%

Setiabudi 0.00 0.00% 0.00 0.00% 0.62 0.07% 255.16 29.08% 621.58 70.85%

Tebet 0.00 0.00% 0.00 0.00% 585.17 61.81% 298.91 31.57% 62.65 6.62%

(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 26 April 1991 dari ayah bernama Ir Ipong Moraza dan ibu Ir Dian Taviska Bagyasari. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Ikal Jakarta Barat, dilanjutkan ke SD Islam Al-Azhar 05 Jakarta Selatan. Penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikan ke SMP Islam Al-Azhar 04 Jakarta Selatan lalu ke SMA Negeri 78 Jakarta Barat. Melalui Seleksi masuk Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI), penulis berhasil masuk ke IPB Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan.

Penulis selama bersekolah aktif berorganisasi antara lain menjadi Sekretaris Sepakbola SMAN 78 tahun 2007-2008 dan menjadi Kapten Futsal Putri SMAN 78 tahun 2008-2009. Selama menempuh pendidikan di DKSHE, penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) dan anggota Biro Kewirausahaan. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Gunung Papandanyan dan Sancang Timur pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2012 serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bali Barat, Bali pada tahun 2013.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penentuan Prioritas

Gambar

Gambar 1  Peta Lokasi Penelitian dengan Citra Google Earth
Gambar 2  Peta Lokasi Pemantauan Udara di Provinsi DKI Jakarta
Gambar 3 Bagan Proses Pengolahan Peta Polutan Udara
Tabel 3  Kelas Konsentrasi Polutan Udara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan lokasi hutan kota didasarkan pada empat kriteria (suhu permukaan bumi, kemiringan lahan, jarak dari pemukiman dan jenis tanah) dengan kriteria tambahan berupa tutupan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) mengidentifikasi dan memetakan RTH eksisting Kota Kandangan, (2) Menganalisis kebutuhan RTH berdasarkan luas

yang ada di KPHP Model Kerinci dapat diketahui dengan mengalikan rata-rata potensi kayu per hektar dengan luas penutupan hutan (hutan primer dan hutan

Penelitian ini bertujuan (1) menghitung nilai ekonomi total hutan kota (nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung, nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai

Kawasan hutan kota Ketapang seluas 91 hektar dengan luas 87,91 hektar yang bervegetasi, memiliki potensi kandungan karbon bagian atas permukaan tanah khusus bagian batang, cabang,

Hingga tahun 2013 telah dilakukan pelepasan kawasan hutan menjadi non kehutanan seluas 1.784.713 hektar dari luas total 9.036.835 hektar, namun tidak ada satupun pelepasan

Kawasan hutan kota Ketapang seluas 91 hektar dengan luas 87,91 hektar yang bervegetasi, memiliki potensi kandungan karbon bagian atas permukaan tanah khusus bagian batang, cabang,

Lokasi pendugaan kandungan biomassa dan serapan karbon di Taman Hutan Kampus IPB berada pada koordinat 6032’44” LS dan 106043’5” BT dengan luas areal yang tertanam adalah 0,09 ha..