• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Kualitas Air: Studi Kasus dan Implikasinya

N/A
N/A
ABIYYU AHMAD GHIFARY IZZULHAQ 1

Academic year: 2025

Membagikan "Aspek Kualitas Air: Studi Kasus dan Implikasinya"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ACARA I

ASPEK KUALITAS AIR

Disusun oleh:

Nama : Abiyyu Ahmad Ghifary Izzulhaq

NIM : L1C022027

Kelompok : 4

Asisten Aisya Arumi

L1A020038

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO 2024

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya air adalah sumber daya alam abiotik (non hayati) yang dapat diperbaharui karena tersedia terus menerus di alam selama penggunaannya tidak berlebihan. Air merupakan komponen yang sangat berarti dalam kehidupan manusia. Di Indonesia, air melimpah namun ketersediaan air bersih makin tahun ke tahun menjadi langka dan darurat. Diungkapkan oleh Cosgrove et al., (2015) bahwa air memainkan peran dalam penciptaan segala sesuatu yang kita hasilkan, serta tidak dapat digantikan meskipun dapat diperbaharui namun terbatas.

Manfaat pentingnya air dan peranannya pada tubuh manusia diantaranya untuk tumbuh dan menyokong pemeliharaan tubuh dalam proses fisiologis.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan akibat dari berbagai kepentingan di wilayah tersebut (Hamuna, 2018).

Lingkungan memberikan pengaruh pada air oleh faktor-faktor yang ada.

Kualitas air yang buruk akan berdampak negatif pada kesehatan manusia (Said et.

al., 2022). Menurut Faisal (2019), penurunan kualitas air akan menurunkan efisiensi penggunaan lahan, hasil, produktivitas, daya dukung, serta kemampuan alami dari

(3)

sumber daya air yang akhirnya akan mengurangi kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion). Setiap kegiatan memiliki persyaratan kualitas air yang berbeda-beda, oleh karena itu, pengujian diperlukan untuk menilai kesesuaian kualitas air dengan kebutuhannya (Asrori, 2021).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada acara ini adalah bagaimana kualitas fisika dan kimia perairan di Kawasan Wisata Hutan Mangrove Tritih, Cilacap.

1.3. Tujuan

Tujuan pada acara ini adalah untuk mengetahui kualitas fisika dan kimia perairan di Kawasan Wisata Hutan Mangrove Tritih, Cilacap.

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Air

Air menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup pada umumnya. Ketersediaan air di bumi selalu konstan, artinya tidak mengalami penambahan maupun pengurangan karena air mengalami siklus hidrologi. Meskipun jumlah air di bumi selalu tetap, namun kualitas air mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan jumlah populasi manusia dan aktivitas yang mengiringinya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi telah mengakibatkan tidak semua komponen masyarakat dapat menikmati air bersih (Alihar, 2018).

Kualitas air yang baik meliputi uji kualitas secara fisika, kimia dan biologi, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping untuk kesehatan (Renngiwur, 2016). Penurunan kualitas air ditandai dengan perubahan warna air dan bau padahal sebahagian masyarakat di pinggiran sungai masih memanfaatkan air Sungai Kupang untuk kebutuhan sehari-hari. Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Pohan, 2016).

2.2. Parameter Fisika

Salah satu parameter yang harus diukur untuk menentukan kualitas air adalah parameter fisika. Beberapa parameter fisika yang digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, kekeruhan, warna, rasa, dan bau (Effendi,

(5)

2003 dalam Mukarromah, 2016). Penurunan kualitas air dapat diindikasikan dengan adanya peningkatan kadar parameter fisika terukur. Misalnya pada peningkatan kadar parameter warna, berubahnya warna air menjadi kecoklatan hingga hitam dapat mengindikasikan adanya kandungan bahan kimia seperti logam besi, mangan dan sianida yang berasal dari pembuangan limbah pabrik. Air yang memiliki bau yang tidak enak, mengindikasikan salah satunya adanya pencemaran oleh bakteri coli tinja (E.coli) yang dapat menyebabkan penyakit tipus (Mukarromah, 2016).

2.3. Parameter Kimia

Parameter kimia merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat kualitas air. Kualitas air dapat diketahui dengan menggunakan parameter yang dapat mengukur kandungan dalam air tersebut. Beberapa parameter yang biasa digunakan adalah derajat keasaman (pH), salinitas dan oksigen terlarut (DO). pH air dapat menggambarkan derajat korositivitas, yaitu semakin rendah nilai pH air maka sifat korosi air semakin tinggi (Amani, 2016).

Salinitas merupakan kadar kandungan garam, terutama klorida dan natrium, yang dimiliki oleh air. Nilai salinitas umumnya mempengaruhi nilai pH, suhu dan kadar oksigen air (Tameno et al., 2020).

(6)

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi 3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat Praktikum

No Alat

1 Botol BOD

2 Hand Refraktometer 3 Secchi Disk

4 Lembar Pengamatan 5 Alat Tulis

6 Alat Dokumentasi 7 Tissue

8 Spuit

9 Labu Erlenmeyer 3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan Praktikum

No Bahan

1 Aquadest 2 MnSO4 3 NaOHKI 4 H2SO4 Pekat 5 Na2S2O3

6 Indikator Amilum 3.2. Metode

3.2.1. Pengambilan Data

Pengujian yang dapat dilakukan dengan secara insitu meliputi parameter fisika berupa (pengukuran pH, suhu, warna, bau, kekeruhan, dan salinitas.

Parameter kimia berupa (dissolved oxygen dan pH). Hasil pengukuran dicatat pada tabel pengamatan.

3.2.2. Analisis Data

(7)

Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan beberapa alat. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengukuran warna bisa dengan menggunakan indera penglihatan secara langsung. Penentuan bau air ditentukan dengan menggunakan indera penciuman. Pengukuran kekeruhan dengan menggunakan secchi disk dimasukkan ke dalam air dan tandai tali sampai secchi disk tidak terlihat di air kemudian ukur kedalaman tali yang terendam tersebut, Tarik secchi disk ke permukaan hingga pertama sekali terlihat, kemudian ukur kedalaman tali yang terendam, kemudian hitung kecerahannya dengan rumus

(D1+D2)/2 Keterangan :

D1 adalah kedalaman saat secchi disk tidak terlihat D2 adalah kedalaman saat secchi disk kembali terlihat.

Pengukuran salinitas dengan menggunakan hand refraktometer. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan menggunakan aquadest agar menghasilkan nilai 0.

Pengukuran DO dengan menggunakan metode titrasi Winkler. Ambil sampel air sebanyak 250 mL ke dalam botol winkler dan pastikan tidak ada gelembung. Lalu ditambah dengan larutan MnSO4 1 mL dan NaOH-KI 1 mL lalu homogenkan.

Diiamkan hingga terdapat endapan berwarna coklat lalu tambahkan 1 mL H2SO4 pekat dan homogenkan sampai terdapat endapan berwarna coklat kekuningan.

Ambil 100 mL larutan tadi lalu pindah ke labu erlenmeyer. Lalu titrasi dengan Na2S2O3 0,025 N dan homogenkan sampai berwarna kuning muda. Tambahkan indikator amilum 1 tetes sampai berwarna gelap dan titrasi kembali sampai

(8)

berwarna bening. Lalu tuang air sampel dengan menggunakan pipet tetes dan catat. Catat Na2S2O3 yang digunakan dan hitung dengan rumus DO, sebagai berikut (Sutisna, 2018):

OT (MgO2/L) = x p x N x 8

Keterangan:

OT = Oksigen terlarut

N = Normalitas larutan natrium tiosulfat (0,025 N) p = Volume titran natrium tiosulfat

V = Volume yang akan dititrasi

8 = jumlah MgO2/L setara dengan natrium tiosulfat (0,025 N) 3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum lapang ini dilakukan pada Sabtu, 26 Oktober 2024 di Kawasan Tritih, Cilacap, Jawa Tengah.

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 3. Kualitas Air

Stasiun

Parameter

Fisika Kimia

Suhu

(℃) Salinitas

(ppt) Warna Bau Kecerahan

(m) pH DO

1 29,8 30 Coklat

Kehijauan Lumpur 0,4 7 7

2 32 30 Coklat

Kehijauan Lumpur 0,4 8 8,4

3 32 30 Keruh Amis 0,4 8 7

4.2. Pembahasan

Kualitas perairan merupakan salah satu variable penting yang mempengaruhi kondisi pada ekosistem mangrove. Pengamatan telah dilakukan terhadap 3 stasiun pada ekosistem mangrove dan didapatkan nilai suhu, salinitas, warna, bau, kecerahan, pH dan DO yang berfluktuasi. Perbedaan hasil yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan waktu pengukuran dan sebagainya.

Hal ini juga di perkuat oleh Purwiyanto et al., (2018) dimana kondisi cuaca saat pengambilan sampel juga mempengaruhi nilai suhu yang diperoleh. Nilai kecerahan suatu perairan akan dapat mengetahui batas kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air.

Berdasarkan Tabel 3. didapatkan bahwa kisaran nilai suhu yang didapatkan yaitu sebesar 29.8 - 32 Celcius. Kisaran suhu tersebut termasuk kisaran suhu yang dapat dijadikan tempat biota untuk hidup dan berkembang (Pratiwi, 2016).

Nilai salinitas yang didapat pada ketiga stasiun menunjukkan nilai yang sama yakni 30 ppt. Kesamaan nilai salinitas ini dapat disebabkan oleh lokasi stasiun

(10)

pengamatan yang berdekatan. Salinitas perairan yang di temukan pada 3 stasiun pengamatan mangrove di Kawasan Tritih masih pada kisaran yang baik bagi kelangsungan hidup tumbuhan mangrove. Aksornkoae (1993) dalam Yusuf (2020) menjelaskan salinitas perairan yang di pengaruhi pasan surut berkisar antara 5-34, jika salinitas kurang dari 28 ppt maka pertumbuhan mangrove mengalami kemunduran.

Air pada stasiun 1 dan 2 menunjukkan warna hijau kecoklatan dan berbau lumpur sedangkan stasiun 3 airnya keruh dan berbau amis. Warna hijau kecoklatan tersebut timbul biasanya dikarenakan adanya eutrofikasi. Eutrofikasi adalah peningkatan kadar nutrien, terutama nitrogen dan fosfor, dalam air yang dapat menyebabkan pertumbuhan organisme tertentu seperti alga dan keruh disebabkan sedimen lumpur yang naik ke permukaan (Tuhumury, 2023).

Hasil pengukuran yang didapatkan pada 3 stasiun di lokasi penelitian tingkat kecerahan air yaitu 0,4 m. Pada saat pengukuran, air pada lokasi penelitian cukup jernih sehingga ketika secchi disk diturunkan warna dari alat tersebut terlihat.

Artinya tingkat kecerahan air pada kawasan konservasi mangrove tersebut cukup baik. Berkurangnya kecerahan di perairan dapat mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan air maupun kegiatan fisiologi biota air, sehingga partikel - partikel dalam sebuah perairan dapat mempengaruhi kehidupan berbagai macam biota perairan (Haruna et al., 2022).

Kisaran pH yang didapatkan 7 - 8, dimana nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan 3 (8) dan pH terendah pada stasiun 1 (7) (Tabel 3). Effendie (2000) dalam Pratiwi (2016) menyatakan bahwa sebagian besar biota aquatik menyukai

(11)

pH sekitar 7 - 8.5. Hal ini berarti bahwa perairan sekitar mangrove di Tritih masih dalam kondisi pH yang stabil dan baik untuk biota aquatik.

Nilai DO yang didapatkan berkisar antara 7 – 8,4 mg/l (Tabel 3). Nilai DO tertinggi yaitu pada stasiun 2 (8.4 mg/l), sedangkan nilai DO terendah yaitu pada stasiun 1 dan 3 (7 mg/l). Tingginya nilai DO pada stasiun 2 mungkin disebabkan karena suhu pada stasiun 2 cukup rendah. Daya larut oksigen dapat berkurang akibat naikknya suhu air dan meningkatnya salinitas (Pratiwi, 2016).

(12)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil Kesimpulan bahwa nilai suhu urut dari stasiun 1 – 3 adalah 29.8, 32, 32; nilai salinitas sama di 30 ppt; warna hijau kecoklatan dan keruh; berbau lumpur dan amis; dengan nilai kecerahan yang cukup di 0.4 m; nilai pH 7, 8, 8; dan nilai DO yakni 7, 8.4, 7. Secara keseluruhan kualitas air di Kawasan Tritih cukup baik dan aman bagi mangrove dan biota di dalamnya.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yakni peralatan lebih dilengkapi sehingga perolehan data akan lebih akurat dan mudah.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Alihar, F. 2018. Penduduk dan Akses Air Bersih di Kota Semarang. Jurnal Kependudukan Indonesia. 13(1): 67-76.

Amani, F., dan Prawiroredjo, K. 2016. Alat Ukur Kualitas Air Minum dengan Parameter pH, Suhu, Tingkat Kekeruhan dan Jumlah Padatan Terlarut.

JETri, 14(1): 49–62.

Asrori, M.K. 2021. Pemetaan Kualitas Air Sungai di Surabaya. Envirotek: Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 3(2): 41-47.

Cosgrove, W. J., dan Loucks, D. P. 2015. Water Management: Current and Future Challenges and Research Directions. Water Resources Research. 51(6): 4823- 4839.

Faisal, M. dan D.M. Atmaja. 2019. Kualitas Air Pada Sumber Mata Air di Pura Taman Desa Sanggalangit Sebagai Sumber Air Minum Berbasis Metode Storet. Jurnal Pendidikan Geografi Indonesia. 7(2): 74-84.

Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito., Maury, H. K., dan Alianto. 2018. Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika- Kimia Di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan. 16(1):

35 – 43.

Haruna, M. F., Karim, W. A., Rajulani, R., dan Lige, F. N. 2022. Struktur Komunitas Kepiting Bakau di Kawasan Konservasi Mangrove Desa Polo Kecamatan Bunta Kabupaten Banggai. BIO-Lectura: Jurnal Pendidikan Biologi. 9(2): 150 – 159.

Mukarromah, R., Yulianti, I., dan Sunarno. 2016. Analisis Sifat Fisis Kualitas Air di Mata Air Sumber Asem Dusun Kalijeruk, Desa Siwuran, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo. Unnes Physics Journal. 5(1): 40 – 45.

(14)

Pohan, D. A. S., Budiyono., dan Syafrudin. 2016. Analisis Kualitas Air Sungai Guna Menentukan Peruntukan Ditinjau Dari Aspek Lingkungan. Jurnal Ilmu Lingkungan. 14(2): 63 – 71.

Pratiwi, M. A., Ernawati, N. M. 2016. Analisis Kualitas Air dan Kepadatan Moluska pada Kawasan Ekosistem Mangrove, Nusa Lembongan. Journal of Marine and Aquatic Sciences. 2(2): 67-72.

Purwiyanto A. I. S., Agustriani, F., Putri, W. A. E. dan Fauziyah. 2018. Water- air CO2 flux estimation in Banyuasin river estuary, South Sumatera Province, Indonesia. AES Bioflux 10(2): 79-86.

Said, H., N. Matondang, dan H.N. Irmanda. 2022. Penerapan Algoritma K-Nearest Neighbor Untuk Memprediksi Kualitas Air yang Dapat Dikonsumsi.

Techno.COM. 21(2): 256-267.

Tameno, D. M., Wahid, A., dan Johannes, A. Z. 2020. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia serta Gambaran Air Tanah pada Sumur-Sumur di Sepanjang Kelurahan Merdeka Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Jurnal Fisika : Fisika Sains dan Aplikasinya. 5(1): 19–24.

Tuhumury, N. C., Louhenapessy, D. G. 2023. Perubahan Karakteristik Substrat Pada Kawasan Hutan Mangrove Desa Passo Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Atas Serta Pengelolaannya. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan.

19(1): 91-101.

(15)

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia

Modal sosial merupakan faktor komplemen dari sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan manusia dalam pembangunan ekonomi wilayah. Sebagai faktor yang melekat

Modal sosial merupakan faktor komplemen dari sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan manusia dalam pembangunan ekonomi wilayah. Sebagai faktor yang melekat

Dalam buku karangan Hefni Efendi kata pengaruh dapat dapat diartikan sebagai dampak atau manfaat sedangkan air adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan kehidupan

Dokumen ini membahas tentang pentingnya sumber daya manusia bagi perusahaan dan cara perusahaan dapat mengelola sumber daya manusia mereka secara

Dokumen ini membahas pentingnya menjaga kualitas udara untuk melindungi kesehatan manusia dari dampak negatif pencemaran

Dokumen ini membahas tentang peran agama dalam kehidupan manusia dan pentingnya berpercaya diri secara

Dokumen ini membahas tentang persepsi masyarakat di Kampung Raja Ampat terhadap informasi konservasi sumber daya pesisir di wilayah