LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A. DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ZAINOEL
ABIDIN (RSUDZA) DENGAN DIAGNOSA CLOSED FRACTUR FEMUR 1/3 SINISTRA
Nama Dosen Pembimbing:
Ns.Rehmaita malem,,S.Kep M.kep
Mata Kuliah: KMB II
Disusun oleh:
tasyatul azizah (22212222)
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS, TEKNOLOGI, DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BINA BANGSA GETSEMPENA
TAHUN 2024/2025
LEMBAR PERSETUJUAN
Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan closed fracture femur 1/3 sinistra Di ruang raudha 7 Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA)
Disusun Oleh:
tasyatul azizah (22212222)
Telah mendapat persetujuan Pada Tanggal 14 Juni 2024 untuk memenuhi Tugas Praktik Keperawatan KMB II Pada Program Studi Sarjana Keperawatan
Universitas Bina Bangsa Getsempena
Menyetujui:
Clinical Instructure ( CI ) Pembimbing Pendidikan
Ns. Yuni Fitri S.kep Ns.rehmaita malem,,S.Kep M.kep
NIP : NIP :
LEMBARAN PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan closed fracture femur 1/3 sinistra Di ruang raudha 7 Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA)
Disusun Oleh:
tasyatul azizah (22212222)
Telah disahkan Pada Tanggal 14 Juni 2024 untuk memenuhi Tugas Praktik Keperawatan KMB II Pada Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Bina
Bangsa Getsempena
Menyetujui:
Clinical Instructure ( CI ) Pembimbing Pendidikan
Ns. Yuni Fitri S.kep Ns.rehmaita malem,,S.Kep M.kep
NIP : NIP :
BAB I
1.1. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang kini menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling sering terjadi di masyarakat. Fraktur atau patah tulang adalah gangguan dari kontiunitas yang normal dari suatu tulang (Black & Hawks, 2014). Ekstermitas merupakan lokasi yang paling rentan terjadi fraktur karena berfungsi sebagai penyangga atau penopang tubuh saat berjalan maupun saat beraktivitas.
Laporan lain menurut The National Trauma Data Bank tahun 2016, fraktur ekstermitas bawah menjadi cedera yang paling banyak terjadi dengan 354.558 (40,09%) kasus dengan case fatality rate (CFR) adalah 16,17%, tertinggi kedua setelah cedera kepala. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2018, tercatat angka kejadian fraktur di Indonesa sebanyak 5,5%, dan dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur ekstermitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi yaitu 67,9%. Adapun dari 45.987 kasus, 19.754 diantaranya merupakan fraktur femur yang menempati angka tertinggi kasus fraktur ekstermitas bawah akibat kecelakaan. (Kemenkes RI, 2018)
Fraktur femur adalah hilangnya kontiunitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka dan tertutup.
Penyebab fraktur femur pada umumnya disebabkan karena terjatuh.
Namun ada beberapa faktor risiko yang ikut terlibat antara lain, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), etnik, riwayat cedera pasien, riwayat penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, dan riwayat diabetes serta osteoporosis. Lokasi fraktur femur bervariasi, mulai dari bagian proksimal, corpus, maupun bagian distal dari femur. Adapun insiden fraktur proksimal femur, sekitar 90% didominasi oleh fraktur collum femur (Filipov, 2014).
1.2. Tujuan penelitian
Untuk memenuhi tugas praktik klinik dan untuk menambah wawasan tentang apa itu closed fraktur femur
1.3. Manfaat penelitian 1. Bagi penulis :
Laporan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kasus closed fraktur femur
2. Bagi pembaca :
Laporan ini dapat menjadi sarana untuk menambah pengetahuan terkait kasus closed fraktur femur 1/3 sinistra
BAB II
2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau masalah yang terjadi pada sistem musculoskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur femur terbagi menjadi :
1. Fraktur batang femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis - jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.
2. Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2. Fraktur ekstrakapsular
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter minor.
2.2 Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2011):
1. Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2. Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
2.3 Manimfestasi klinik
Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2001) terdiri atas:
1. Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot..
3. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di mana dua kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor, fraktur, hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vascular atau tumor (seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi melebihi yang lain. Pengukuran Leg length discrepancy (LLD) terbagi menjadi, yaitu true leg length discrepancy dan apparent leg length discrepancy.True leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina iliaka anterior superior ke maleolus medial dan apparent leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari xiphisternum atau umbilikus ke malleolus medial.
4. Krepitus tulang (derik tulang)
Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau hari.
2.4 Patofisilogi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses
penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
2.5 Patway
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur (Muttaqin, 2008), antara lain:
1. Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30%
klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)
Fraktur femur
Fraktur open Fraktur close
Kerusakan struktur tulang
Hambatan mobilitas fisik Kemampuan
pergerakan otot sendi menurun Patah tulang merusak
jaringan
Perubahan permeabilitas kapiler
Terputusnya komunitas jaringan
stimulus neurotransmitter nyeri
Kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak Pelepasan mediator
prostaglandin
Resiko syok hipovolemik Nyeri Akut
2. Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
a. Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat tertutup.
b. Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
c. Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d. Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e. Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi tromboemboli.
f. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.Komplikasi
lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
1) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam empat bulan.
2) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
3) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
4) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari
apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
5) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
2.7 Penatalaksanaan
1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a. Profilaksis antibiotic b. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi.
c. Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2. Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1) Terapi konservatif
2) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
3) Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
4) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.
3. Terapi Operasi
1) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur
2) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
3) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1) Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nailphorc dare screw dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011).
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5. retinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
2.9 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan 1) Pengertian
Asuhan keperawatan bisa dikatakan sebagai jembatan penguhubung antara perawat dengan klien. Untuk itu, adanya
asuhan keperawatan dapat meningkatkan kemandirian perawat dalam mengerjakan tugasnya.
Asuhan keperawatan adalah proses kegiatan pada praktik keperawatan yang secara langsung ditujukkan kepada klien atau pasien di berbagai pelayanan kesehatan.
Proses keperawatan adalah salah satu metode yang efektif untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan perawat terhadap klien dengan pendekatan metodologi ilmiah.Sebagai seorang perawat, proses keperawatan tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah klien dengan menunjukkan profesionalitas yang tinggi dan dapat memberikan kebebasan pada klien untuk mendapatkan pelayanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan
2) Tujuan Asuhan keperawatan
1. Membantu individu (klien) untuk mandiri.
2. Menganjurkan klien,keluarga serta masyarakat untuk berpartisipasi di dalam suatu bidang kesehatan.
3. Membantu klien ketika mengembangkan potensi dalam memelihara derajat kesehatan secara optimal sehingga yang diharapkan tidak ketergantungan pada seseorang yang lain dalam menjaga kesehatannya.
4. Membantu individu (klien) dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
3) Tujuan Proses Keperawatan
1. Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam melakukan praktik keperawatan.
2. Menggunakan standar untuk melaksanakan praktik keperawatan.
3. Memperoleh metode yang baku, sesuai, rational dan sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
4. Memperoleh metode yang bisa digunakan dalam segala situasi.
5. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas yang tinggi.
4) Komponen Proses Keperawatan
alam proses keperawatan juga memilikki 5 komponen, yaitu sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah langkap awal dalam proses keperawatan dan itu juga merupakan proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari sumber data untuk mengevaluasi serta mengidentifikasi bagaimana status kesehatan si pasien
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik menengenai respon indivdu keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu langkah dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang terkait dengan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, kapan akan dilakukan, bagaimana melakukannya, dan siapa yang akan melakukan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengolahan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap sebelumnya (perencanaan).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus dilakukan untuk menentukan apakah rencanan keperawtaan tersebut efektik dan juga bagaimana rencana keperawatan tersebut dilakukan, serta merevisi rencana atau bahkan menghentikan rencana.
BAB III
3.1. Kasus dan Analisis kasus
Seorang laki laki umur 27 datang kerumah sakit pada tanggal 08 juni 2024 dengan keluhan nyeri pada bagian paha kiri sejak ± 1 bulan yang lalu setelah jatuh dari pohon dengan ketinggian 5 meter, nyeri pada bagian paha kiri dan sulit digerakkan setelah dilakukan pengukuran skala nyeri dan tanda tanda vital ditemukan, skala nyeri : 7 TD: 118/72 mmhg N: 82 x/menit RR: 20x/menit T: 35ºC.
3.2. Pengkajian 1. Data Umum Pasien
Nama : Tn. Arizal bin M. yusuf
Umur : 27 th 0 bulan 5 hari
Agama : ISLAM
Alamat : kembang tanjung, Pidie
Pendidikan Terakhir. : SLTA/sederajat Pekerjaan tterakhir : Mahasiswa
Tanggal masuk : 08 juni 2024
Keluhan Utama Saat Ini :
Pasien merasakan nyeri pada bagian paha sebelah kiri Riwayat kesehatan keluarga :
Demam dan cidera saat berolaraga 2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
Nyeri : Skala nyeri 7
BB : kg
TB : cm
IMT : (Normal)
Mulut : bersih
Hidung : bersih dan simetris Telinga : Simetris
Ekstermitas bawah : - + 2. Sistem persepsi sensorik :
Pendengaran : Normal
Penglihatan : Normal
Pengecap : Normal
3. Sistem Pernafasan
Frekuensi Nafas. : Normal
Suara Nafas : Normal
4. Sistem Kardiovaskuler :
Tekanan darah : 118/72 mmHg
Nadi :82x/menit
5. Data Penunjang :
TD : 141/84 mmHg
Nadi : 77x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 35ºC
Radiologi : close fraktur femur 6. Karakteristik Nyeri
P : saat melakukan aktivitas atau gerakan Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : paha kiri S : skala nyeri 7 T : hilang timbul
3.3. Analisa Data N
o
Data Fokus Problem Etiologi Diagnose
1 DS :
1. Pasien mengatakan kakinya terasa nyeri 2. Pasien mengatakan nyerinya seperti di tusuk jarum
3. Pasien mengatakan nyeri yang terasa berskala 5 DO :
1. Pasien tampak meringis
2. Pasien tampak gelisa 3. Ada luka post op di
kaki sebelah kiri
Nyeri akut
Agen pencederaan
fisik
2 DS :
1. Pasien mengatakan ADL di bantu oleh keluarga dan perawat 2. Pasien mengatakan
takut menggerakkan kaki nya
3. Pasien mengatakan cemas dengan keadaan kaki ya DO :
1. Tampak luka post operasi terbalut perban di kaki kiri
Gangguan mobilitas
fisik
nyeri
2. Pasien tampak takut dalam menggerakkan kaki nya
3. Pasien melakukan semua aktivitas di bantu oleh keluarga dan perawat
3 DS:
1. Pasien mengatakan cemas tidak bisa berjalan kembali 2. Pasien mengatakan
susah tidur
3. Pasien mengatakan takut dirinya akan menjadi beban keluarga DO :
1. Pasien tampak cemas 2. Pasien sulit tidur 3. Pasien tampak gelisa
ansietas Ancaman terhadap konsep diri
4 DS :
1. Pasien mengatakan kakinya sudah di operasi
2. Pasien mengatakan dia jatuh dari pohon 3. Pasien mengatakan kaki nya nyeri bila di gerakan
DO :
1. Terdapat bekas luka post op di paha kaki kiri
2. Terdapat belutan luka pada luka op
3.4. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis
3.5. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut b/d agen
pencederaan fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri menurun 2. Tidak gelisa lagi 3. Pasien tidak meringis
nyeri
4. Frekuensi nyeri menurun
Managemen nyeri Observasi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi respon nyeri
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik :
1. Ajarkan teknik nafas dalam
2. Kontrol lingkungan yang nyaman
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredahkan nyeri 3. Jelaskan dan Ajarkan
teknik nafas dalam 2 Gangguan
mobilitas fisik b/d nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
1. Pergerakan ekstermitas bawah meningkat 2. Nyeri menurun
Manajement nyeri Observasi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 2. Identifikasi skala
nyeri
3. Kelemahan fisik
menurun 3. Identifikasi respon nyeri
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik :
1. Ajarkan teknik nafas dalam
2. Kontrol lingkungan yang nyaman
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
3 Gangugan integritas kulit b/d factor mekanis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intekritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
1. Kerusakan lapisan kulit menurun 2. Nyeri menurun 3. Elastissitas
meningkat
Perawatan integritas kulit
Observasi:
1. Identifikasi penyebab
gangguan integritas kulit
Terapeutik
1. Uabah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 2. Gunakan produk
berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering 3. Hindari produk
berbahan dasar alkohol pada kulit Edukasi:
1. Anjurkan menggenakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup 3. Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi 4. Anjurkan mandi
menggunakan sabun secukup nya
3.6. Iplementasi
No Diagnosa Hari/tangga
l
Iplementasi
1 Nyeri akut b/d agen pencederaan fisik
11 juni 2024 1. Menanyakan skala nyeri 2. Melihat respon pasien saat
nyeri
3. Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri
4. Pemberian obat analgesic sesuai anjuran dokter 2 Gangguan mobilitas
fisik b/d nyeri
11 juni 2024 1. Mengkaji tingkat
kemampuan mutorik pasien 2. Melakukan gerakan pada
kaki
3. Mengajarkan pasien dalam proses menggerakan jari-jari kaki nya
4. Mengawasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien jika perlu
5. Membantu memenuhi kebutuhan ADL pasien 6. Memberikan motifasi
kepada pasien selama aktivitas
3 Gangugan integritas kulit b/d factor mekanis
11 juni 2024 1. Mengkaji area luka setiap kali mengganti perban 2. Membalut luka dengan
kasa steril
3. Mempertahankan kulit tetap utuh dan kering
4. Mengkaji tingkat kenyamanan pasien menggunakan skala nyeri
3.7. Evaluasi ( SOAP ) H: 1
Diagnose Hari/tanggal Evaluasi SOAP
Nyeri akut b/d agen pencederaan fisik
12 juni 2024 S:
- pasien mengeluh nyeri di bagian paha kiri
O:
pasien tampak meringis - TD: 110/83 mmHg - N : 90 x/menit - RR : 19 x/menit - T: 36,7 ºC
A: masalah belum teratasi P:
- Lanjutkan intervensi Gangguan mobilitas
fisik b/d nyeri
12 juni 2024 S:
- pasien mengatakan semua aktifitasnya di lakukan di atas tempat tidur - pasien mengatakan
ADL pasien di bantu oleh keluarga dan perawat
O:
- pasien tampak takut
dan ragu
menggerakkan kaki nya
A: masalah belum teratasi P:
Lanjutkan intervensi Gangugan integritas
kulit b/d factor mekanis
12 juni 2024 S:
- pasien mengatakan nyeri pada luka seperti tertusuk jarum O:
- kondisi luka sedikit lembab
A: masalah belum teratasi P:
Lanjutkan intervensi
H : 2
Diagnose Hari/tanggal Evaluasi SOAP
Nyeri akut b/d agen pencederaan fisik
13 juni 2024 S:
- pasien mengeluh nyeri di bagian paha kiri
O:
pasien tampak meringis - TD: 120/70 mmHg - N : 80 x/menit - RR : 20 x/menit - T: 35 ºC
A: masalah belum teratasi P:
- Lanjutkan intervensi Gangguan mobilitas
fisik b/d nyeri
13 juni 2024 S:
- pasien mengatakan semua aktifitasnya di
lakukan di atas tempat tidur - pasien mengatakan
ADL pasien di bantu oleh keluarga dan perawat
O:
- pasien tampak takut dan ragu
menggerakkan kaki nya
A: masalah belum teratasi P:
Lanjutkan intervensi Gangugan integritas
kulit b/d factor mekanis
13 juni 2024 S:
- pasien mengatakan nyeri pada luka seperti tertusuk jarum O:
- kondisi luka sedikit lembab
A: masalah belum teratasi P:
Pertahankan intervensi
H : 3
Diagnose Hari/tanggal Evaluasi SOAP
Nyeri akut b/d agen pencederaan fisik
14 juni 2024 S:
- pasien mengeluh nyeri di bagian paha kiri
- Namun pasien merasa sedikit nyaman setelah
melakukan teknik nafas dalam O:
pasien tampak meringis - TD: 120/80 mmHg - N : 80 x/menit - RR : 20 x/menit - T: 35 ºC A:
masalah teratasi sebagian P: Intervensi dilanjutkan Gangguan mobilitas
fisik b/d nyeri
14 juni 2024 S:
- pasien mengatakan semua aktifitasnya di lakukan di atas tempat tidur - pasien mengatakan
ADL pasien di bantu oleh keluarga dan perawat
O:
- pasien tampak takut dan ragu
menggerakkan kaki nya
A: masalah belum teratasi P:
Lanjutkan intervensi Gangugan integritas
kulit b/d factor mekanis
14 juni 2024 S:
- pasien mengatakan nyeri pada luka seperti tertusuk jarum O:
- kondisi luka sedikit
lembab
A: masalah belum teratasi P: Pertahankan intervensi BAB IV
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputus komunitas tulang dan fraktur di sebab kan oleh beberapa hal baik itu karena terjatuh atau trauma pada tulang, Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis
B. Saran
Alhamdulillah atas izin Allah SWT laporan ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu,namun dalam penyusunan ataupun penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna,masih banyak kekurangan dan kesalahan.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing,agar kedepannya penulis dapat menyusun laporan dengan baik dan benar.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica Aesculpalus.
Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:EGC.
Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone. Siddiqui, Z. 2015. Rehabilitations Following Intramedullary Nailing Of Femoral Shaft Fracture: A Case Report. International Journal of Physical Therapy & Rehabilitation Science. Vol 1 (1):
30-35.