• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Fania Aulia (6020210132)

N/A
N/A
Fania Aulia

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II Fania Aulia (6020210132)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan berisi terkait penjelasan teori – teori dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori depresi, teori kualitas hidup, dan penkelasan terkait ODHA itu sendiri. Selain itu juga dicantumkan hasil penelitian, dan pendapat dari para ahli dengan focus penelitian yang sama. Dalam bab ini juga akan ada dinamika hubungan antar variabel penelitian, kerangka penelitian dan hipotesis penelitian.

II.1 Kualitas Hidup (Quality of Life) II.1.1 Definisi Kualitas Hidup

Banyak orang yang pasti ingin memiliki kualitas hidup yang baik dan sudah pasti punya standar tersendiri. Tetapi, belum ada satu definisi yang bisa diterima secara luas tentang apa kualitas hidup itu sendiri.

Secara awam, orang mendefinisikan kualitas hidup sebagai mencapai kehidupan yang ideal atau sesuai dengan keinginan mereka (Sakinah, 2021). Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan seseorang didefinisikan sebagai kualitas hidup mereka (Poor dkk, 2016). menurut Dienner dkk (dalam Theofilou, 2013) menyatakan kualitas hidup adalah bagaiman cara seseorang mengevaluasi kebahagiaan mereka berdasarkan berbagai aspek dalam kehidupan mereka, seperti reaksi mereka terhadap peristiwa dalam kehidupan, kepuasan bekerja, dan hubungan personal.

World Health Organization (WHO, 1997) mendefinisikan kualitas hidup sebagai pandangan seseorang tentang posisinya di dalam kehidupannya berdasarkan nilai dan budaya tempat mereka tinggal.

Konsep "kualitas hidup" merujuk pada kualitas hidup individu yang dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikis, derajat kemandirian, dan hubungan sosial individu dengan lingkungannya. Syaiful dan Bahar (2017) menyatakan beberapa faktor demografis, termasuk usia, gender, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, status pernikahan, dan

(2)

hubungan sosial, selain harapan, budaya, standar, dan tujuan, memengaruhi kualitas hidup seseorang (dalam Sakinah, 2021).

Kualitas hidup bisa didefinisikan sebagai keadaan ketika seseorang tidak mengalami rasa sakit atau tidak dapat berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-harinya (Srivastava dkk, 2016). Setiap orang memiliki perspektif unik tentang kualitas hidupnya, yang berarti bahwa setiap orang akan melaporkan kualitas hidupnya dengan cara yang berbeda-beda meskipun memiliki status kesehatan yang sama (Lavdaniti & Tsitsis, 2015). Dari berbagai definisi diatas memperjelas bahwa dalam menentukan kualitas hidup, seseorang melibatkan lebih dari sekedar mengevaluasi posisi dirinya di dunia, melainkan faktor sosial dan lingkungan juga berperan dalam menentukan kualitas hidup.

II.1.2 Dimensi Kualitas Hidup

Ada 4 dimensi yang mempengaruhi terhadap kualitas hidup seseorang menurut WHO (1997), antara lain:

a. Kesejahteraan Fisik

Pada dimensi ini meliputi tingkat energi, rasa lelah, sakit, ketidaknyamanan dalam tidur, dan kualitas tidur seseorang.

b. Kesejahteraan Psikis

Beberapa hal yang mencakup aspek psikologis termasuk perasaaan negatif dan posiif, bagaimana bentuk dan penampilan tubuh, peroses berfikir, konsentrasi, megingat, belajar, dan juga harga diri.

c. Hubungan Sosial

Hubungan personal, dukungan sosial, dan aktivitas seksual termasuk dalam aspek hubungan sosial.

d. Hubungan Dengan Lingkungan

Sumber daya finansial, kebebasan, keselamatan dan keamanan fisik, kenyamanan dan kualitas, lingkungan rumah, peluang untuk mendapatkan informasi, keterampilan, kesempatan untuk rekreasi, keinginan untuk transportasi, dan lingkungan fisik

(3)

seperti polusi, kebisingan, iklim, dan penyumbatan adalah beberapa indikator dari aspek lingkungan hidup.

II.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Beberapa faktor yang memepengaruhi kualitas hidup ODHA menurut (Maharani dkk, 2022) adalah sebagai berikut :

a. Dukungan sosial

ODHA akan lebih rentan mengalami kelelahan, penurunan berat badan, dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga mereka akan mengalami penurunan kualitas hidup.

Untuk mencegah hal ini terjadi, perlu dilakukan upaya yang melibatkan dukungan dan motivasi dari komunitas ODHA.

b. Kepatuhan Konsumsi Obat dan Lama Terapi Antiretroviral Kepatuhan ODHA terhadap pengobatan dan terapi ARV adalah bagian penting dari pengobatan ODHA. ODHA yang patuh akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

c. Kriteria Diagnosis dan Infeksi Oportunistik

Pemeriksaan keluhan, faktor risiko, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah digunakan untuk menentukan diagnosis HIV/AIDS. Kualitas hidup penderita ODHA berkorelasi dengan kriteria diagnostik dan infeksi oportunistik.

d. Stigma Masyarakat

Karena stigma, ODHA enggan mengungkapkan identitas dan statusnya sebagai ODHA. Selain itu, hal ini juga dapat mempengaruhi inisiatif pencegahan HIV, perilaku pencarian pengobatan HIV, dan standar perawatan dan pengobatan yang diberikan kepada ODHA.

e. Depresi

Depresi pada orang dengan HIV/AIDS dapat berdampak pada penolakan orang untuk menerima pengobatan, ketidakmampuan mereka mengunjungi klinik, dan kurangnya

(4)

keinginan untuk memulai terapi ARV, yang semuanya dapat berdampak negatif terhadap kemampuan mereka untuk hidup dengan baik. Depresi pada penyandang disabilitas dapat disebabkan oleh stigma dan prasangka sosial, serta fakta bahwa orang-orang tersebut belum mampu menerima situasi mereka II.2 Depresi

II.2.1 Definisi Depresi

Menurut World Health Organization (2017), depresi adalah kondisi psikologis yang umum, ditandai oleh kecewa, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan, dan kurang focus. Hawari (2001) menyatakan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan, kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan, yang menyebabkan kehilangan kegairahan hidup, apatis, dan pesimisme, yang pada gilirannya menyebabkan gangguan perilaku. Menurut Beck (1985), depresi adalah ketika seseorang merasa sangat tertekan, hidupnya tidak berarti, dan tidak memiliki harapan untuk masa depan.

Menurut DSM-V (2013), depresi adalah gangguan suasana hati, atau gangguan suasana hati, yang menyebabkan penurunan keinginan untuk hidup (dalam Praniwi, 2023) .Depresi, menurut Smith (Retnowati &

Munawarah, 2009), adalah jenis gangguan mental yang umum di masyarakat dan dapat menyerang semua orang, usia, termasuk anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Namun, depresi pada kasus patologis didefinisikan sebagai ketidakmauan ekstrim untuk merespons perangsang yang disertai dengan penurunan nilai diri, delusi, ketidakpasan, tidak mampu, dan putus asa. Perubahan dalam pemikiran kognitif dan emosional seseorang dapat menyebabkan depresi (Beck dkk, 2011).

Diakui bahwa penyebab beban penyakit keempat terbesar di dunia adalah depresi. Diperkirakan lebih dari 350 juta orang di seluruh dunia mengalami depresi, dengan satu dari empat wanita dan satu dari enam pria

(5)

mengalaminya sepanjang hidup mereka, dan 65% dari mereka mengalaminya berulang kali, menjadikannya salah satu penyebab utama penyakit di seluruh dunia (Walker dkk, 2015). Sebagai definisi lain dari depresi, orang yang mengalami kondisi lain merasa kehilangan atau gagal dan menjadi patologis ketika mereka tidak mampu beradaptasi dengan perubahan (Townsend dkk, 2009).

Selain itu, depresi juga menunjukkan gejala seperti munculnya perilaku dan emosi yang mencerminkan kasih sayang negatif. Mood depresi adalah ketika seseorang mengalami kesedihan dan beberapa perasaan negatif lainnya dalam waktu yang singkat sebagai akibat dari kegagalan mereka untuk menyelesaikan tugas tertentu yang telah ditetapkan (Santrock, 2023 dalam Ayuningrum, 2022).

Berdasarkan dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah, dan perasaan tidak berarti. Jadi, seluruh proses mental (berpikir, berperasaan, dan berperilaku) ini dapat mempengaruhi keinginan untuk melakukan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari dan berinteraksi dengan orang lain.

II.2.2 Dimensi Depresi

Menurut Beck (Burns, 1998) depresi memiliki beberapa aspek yaitu :

a. Aspek emosional

 Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood). Perasaan ini menggambarkan keadaan di mana seseorang mengalami kesedihan, kebosanan, dan kesepian. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan singkat hingga kesedihan yang berkelanjutan.

 Perasaan negatif terhadap diri sendiri. Perasaan ini mungkin terkait dengan perasaan sedih yang disebutkan di atas, tetapi ini khusus untuk diri sendiri.

(6)

 Kehilangan rasa puas. kehilangan rasa puas dengan apa yang dilakukan. Perasaan ini dapat muncul dalam setiap kegiatan, termasuk hubungan psikososial, seperti kegiatan yang menuntut tanggung jawab.

Hilangnya keterlibatan emosional dalam lingkungan sosial.

Hilangnya kepuasan yang disebutkan di atas biasanya disertai dengan keadaan ini. Hal ini dapat terlihat dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian, atau rasa keterlibatan emosi dengan orang lain.

 Cenderung menangis diluar keinginan. Banyak penderita depresi, terutama wanita, mengalami gejala ini. Bahkan wanita yang tidak pernah menangis sebelumnya dapat menangis atau merasa ingin menangis tetapi tidak dapat.

 Tidak ada reaksi humor. Dalam kasus ini, penderita tidak kehilangan kepekaan terhadap humor, tetapi kesulitan terletak pada kemampuan penderita untuk merespon humor dengan cara yang wajar. Penderita tidak terhibur, tertawa, atau puas apabila mendengar humor tersebut.

b. Aspek Kognitif

 Rendahnya persepsi diri. Dapat dilihat dari persepsi penderita tentang dirinya sendiri. Mereka biasanya menganggap ciri-ciri yang tidak penting sebagai rendah. Ciri-ciri penting seperti kemampuan, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber keuangan adalah contoh ciri-ciri ini.

 Ciri tubuh yang terputar. Wanita sering mengalami hal ini karena mereka merasa diri mereka tidak menarik dan buruk.

 Harapan yang negatif. Penderita mengantisipasi hasil yang buruk dan menolak untuk melakukan upaya terapi.

(7)

 Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri. Penderita merasa dirinya bertanggung jawab atas semua kesalahannya dan cenderung mengkritik dirinya atas kekurangannya.

 Keragu-raguan dalam mengambil keputusan adalah karakteristik depresi yang biasanya menjengkelkan penderita dan orang lain. Penderita menghadapi kesulitan untuk membuat keputusan, mempertimbangkan opsi yang tersedia, dan mengubah keputusan mereka.

c. Aspek Motivasi

Meliputi pengalaman yang disadari penderita, termasuk usaha, dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi penderita, di mana mereka tampaknya menarik diri dari aktivitas yang membutuhkan tanggung jawab, inisiatif, atau energi yang kuat untuk bertindak.

II.2.3 Ciri – ciri dan Gejala Depresi

Mereka yang menderita depresi biasanya menunjukkan gejala fisik, psikis, dan sosial yang spesifik. Gejala bervariasi dari tinggi ke rendah.

Menurut Institut Kesehatan Jiwa Amerika Serikat (NIMH) dan Diagnostic and Statistical Manual IV—Text Revision (DSM IV—TR), Kriteria depresi dapat ditegakkan jika sedikitnya lima dari gejala di bawah ini muncul dalam waktu dua minggu yang sama dan menunjukkan perubahan pola fungsi yang berbeda dari sebelumnya (dalam Dirgayunita, 2016).

II.2.3.1 Gejala Fisik

1. Gangguan pola tidur; kesulitan untuk tertidur (insomnia) atau terlalu banyak tidur (hipersomnia),

2. Menurunnya tingkat aktivitas, seperti kehilangan minat, kenikmatan dari hobi atau aktivitas yang dulunya disukai, 3. Sulit makan atau makan terlalu banyak (bisa menjadi kurus atau obesitas),

(8)

4. Gejala penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan (diare, susah buang air besar, dll), sakit perut, dan nyeri kronis,

5. Terkadang tangan dan kaki terasa berat, 6. Energi rendah, mudah lelah, lesu, dan

7. Kesulitan mengingat, memutuskan, dan berkonsentrasi.

II.2.3.2 Gejala Psikologis

1. Perasaan sedih, cemas, atau hampa yang tidak berhenti, 2. Perasaan putus asa dan pesimisme,

3. Perasaan bersalah, tidak berharga, terbebani, dan tidak berdaya atau tidak berguna,

4. Tidak tenang dan mudah tersinggung, 5. Berpikir ingin mati atau bunuh diri, 6. Sensitif, dan

7. Kehilangan rasa percaya diri.

II.2.3.3 Gejala Sosial

1. Berkurangnya aktivitas dan minat sehari-hari. Seperti penarikan diri, menyendiri, dan malas,

2. Tidak ada keinginan untuk melakukan apa pun, dan 3. Hilangnya gairah untuk hidup dan keinginan untuk membunuh diri sendiri.

II.2.4 Karakteristik Depresi

American Psychiatric Association menyatakan bahwa depresi adalah salah satu jenis gangguan suasana hati (mood) yang termasuk dalam dua kategori, yaitu :

II.2.4.1 Gangguan Depresi Mayor

Hilangnya minat atau minat terhadap aktivitas yang biasa dilakukan orang dikenal sebagai gangguan ini. Di diagnosis, gangguan ini didasarkan pada durasi satu atau lebih episode depresi mayor tanpa riwayat episode manik (berhubungan dengan

(9)

mania, seperti pada fase gangguan bipolar) atau hipomania (berhubungan dengan manik tetapi lebih ringan) dan gejala yang muncul biasanya berlangsung kurang lebih dua minggu tanpa riwayat perilaku manik. Pada episode depresi berat, seseorang harus menunjukkan perasaan depresi selama minimal dua minggu, termasuk perasaan sedih, mudah putus asa, atau selalu merendahkan diri, kehilangan minat atau keinginan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas (Ayuningrum, 2022).

Dalam kebanyakan kasus, orang yang mengalami gangguan depresi berat biasanya mengalami nafsu makan yang buruk, penurunan atau peningkatan berat badan yang signifikan, gelisah secara fisik, atau gerakan yang lambat dalam kondisi tertentu.

aktivitas motorik seseorang. Selanjutnya, orang yang mengalami depresi berat dapat kehilangan minat terhadap hampir semua aktivitas rutin dan waktu luangnya, mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam berpikir dan mengambil keputusan, mengalami pikiran yang dapat menyebabkan kematian, dan, yang paling tidak terkendali, mencoba bunuh diri (Ayuningrum, 2022) II.2.4.2. Gangguan Distimik

Pada gangguan ini memiliki tanda-tandanya yang mirip dengan gangguan depresi mayor, tetapi lebih ringan. Suasana hati yang sedih, atau dengan kata lain "merasa tertekan dalam arti perasaan", digambarkan sebagai gejala gangguan distimik ini.

Gejala psikotik tidak muncul, tetapi hanya depresi yang berlangsung setiap hari atau dapat bertahan selama lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gangguan distimik ini dapat mencakup peristiwa awal yang mungkin terjadi sebelum usia 21 tahun atau peristiwa akhir yang ditemukan pada usia 21 tahun ke atas. Mereka yang menderita gangguan distimik sering mengalami penurunan semangat dan tekanan. Depresi mereka mungkin ringan, tetapi

(10)

cenderung mengganggu dan bertahan bertahun-tahun (Ayuningrum, 2022).

II.3 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) II.3.1 Definisi HIV/AIDS

Human immunodeficiency virus (HIV), kadang-kadang dikenal sebagai AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), adalah suatu kondisi yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk berfungsi dan tumbuh. Sistem kekebalan melemah karena infeksi virus ini. Jika sistem kekebalan tubuh tidak mampu lagi melawan infeksi dan penyakit, maka dikatakan sistem kekebalan tubuh tersebut melemah. Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih rentan terhadap jenis penyakit tertentu (Fathunaja, 2023). Menurut Davidson (2004) HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh pasien AIDS, meningkatkan risiko terkena sarkoma Kaposi yang mematikan, suatu bentuk kanker limpa yang jarang terjadi, dan infeksi bakteri, virus, dan jamur serius lainnya.

Sementara AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh sangat lemah akibat infeksi HIV, HIV adalah virus yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh (Kemenkes.go.id). Istilah "AIDS" mengacu pada situasi di mana sistem kekebalan tubuh terganggu oleh infeksi HIV, yang menyebabkan penurunan kekebalan dan gejala yang menyerupai penyakit menular oportunistik atau keganasan tertentu.

Menurut definisi yang diberikan di atas, dapat disimpulkan bahwa AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu sindrom dimana sistem kekebalan tubuh seseorang menurun sehingga lebih rentan terhadap penyakit yang mengancam jiwa. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab penyakit AIDS.

II.3.2 Definisi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)

Orang yang positif terkena HIV disebut sebagai orang dengan HIV/AID. Virus yang dikenal sebagai HIV (Human Immunodeficiency Virus) menargetkan sel darah putih dan melemahkan sistem kekebalan

(11)

tubuh manusia (Murni dkk, 2016). HIV dapat menyebar dari orang ke orang melalui perawatan, persalinan, paparan darah, dan kontak seksual.

Di sisi lain, infeksi HIV dapat mengakibatkan kumpulan gejala yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan selama lima sampai sepuluh tahun atau lebih, AIDS mulai muncul. Sistem kekebalan melemah dan berkurang karena infeksi HIV. Hal ini meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit menular dan mungkin berkontribusi terhadap timbulnya AIDS (Adhiputra , 2018).

II.4 Dinamika Antara Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup

Fatiregun (2015) mengatakan pasien HIV yang juga mengalami depresi, dua kali lebih mungkin tertular virus dibandingkan mereka yang tidak mengalami depresi. Depresi mengganggu respons imun, fungsi sel pembunuh alami, dan respons limfosit. Akibatnya, jumlah CD4 pasien menurun lebih cepat, sehingga meningkatkan risiko infeksi oportunistik. Dengan kata lain, hal ini dapat mempercepat timbulnya AIDS dan meningkatkan angka kematian jika pasien juga mengalami depresi (dalam Sakinah, 2021).

Menurut Fauzy dan Fourianalisyawati (2016), HIV/AIDS akan berkembang lebih cepat pada penderita depresi karena perubahan perilaku, termasuk penurunan kepatuhan pengobatan, perasaan bersalah, ketidaktertarikan dalam komunikasi, pikiran untuk bunuh diri, dan masalah sistem kekebalan tubuh.

Gangguan neurovegetatif depresi (kesulitan tidur, penurunan nafsu makan, disfungsi seksual) dan masalah kognitif (kesulitan fokus, kelupaan) akan memperparah penyakit (dalam Sakinah, 2021).

Depresi yang berkepanjangan dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik dan mental seseorang, sehingga memudahkan seseorang untuk mengabaikan rutinitas perawatan diri sehari-hari. Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan ODHA tidak mematuhi rencana pengobatannya. Kualitas hidup ODHA akan sangat terpengaruh jika mereka tidak rutin mengonsumsi obat anti retroviral (ARV) dalam jangka waktu lama (Harkomah, 2020 dalam Sakinah, 2021).

(12)

II.5 Kerangka Penelitian

Berikut adalah kerangka pemikiran dalam penelitian ini :

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran terkait hubungan antara Tingkat Depresi dengan Kualitas Hidup

II.6 Hipotesis Penelitian

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada ODHA

Ho : Tidak memiliki hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada ODHA

Kualitas Hidup Tingat Depresi

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Adhiputra, A. A. N. (2018). Model Layanan Profesional Konseling Berbasis Front End Analysis.

Aries, D. (2016). Depresi: Ciri, penyebab dan penangannya. Journal An-Nafs:

Kajian Penelitian Psikologi.

Arriza, B. K., Dewi, E. K., & Kaloeti, D. (2009). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan Pada Orang Dengan Hiv / Aids ( Odha ). Jurnal Psikologi Undip, 10, 153–160.

Ayu, A. (2023). Hubungan Tingkat Kecemasan, Stres, Dan Depresi Mahasiswa

Dengan Indeks Prestasi Kumulatif. 1–54.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558907/

Ayuningrum, D. P. (2022). PENGARUH DEPRESI TERHADAP KECENDERUNGAN SUICIDE PADA DEWASA MUDA DI JABODETABEK. 1–85.

Beck, A., Lauren Crain, A., Solberg, L. I., Unützer, J., Glasgow, R. E., Maciosek, M. V., & Whitebird, R. (2011). Severity of depression and magnitude of productivity loss. Annals of Family Medicine, 9(4), 305–311.

https://doi.org/10.1370/afm.1260

Cai, S., Liu, L., Wu, X., Pan, Y., Yu, T., & Ou, H. (2020). Depression, anxiety, psychological symptoms and health-related quality of life in people living with hiv. Patient Preference and Adherence, 14, 1533–1540.

https://doi.org/10.2147/PPA.S263007

Diatmi, K., & Fridari, I. G. A. D. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Di Yayasan Spirit Paramacitta. Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), 353–362.

https://doi.org/10.24843/jpu.2014.v01.i02.p14

(14)

Djauzi, S., Green, C. W., Murni, S., Okta, S., & Setiyanto, A. (2016). Hidup dengan HIV/AIDS. 10. https://spiritia.or.id/cdn/files/dokumen/hidup-dengan- hiv_5c34da84e3e40.pdf

Elizabeth Reisinger Walker, PhD, MPH, MAT, Robin E. McGee, MPH, and Benjamin G. Druss, MD, M. (2016). Mortality in Mental Disorders and Global Disease Burden Implications: A Systematic Review and Meta- analysis. Physiology & Behavior, 4(72), 334–341.

https://doi.org/10.1001/jamapsychiatry.2014.2502.Mortality

Fathunaja, I., Wintari, R. A., & Wais, M. (2023). Konsep diri orang dengan HIV / AIDS ( ODHA ). Nautical : Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(10), 1183–1192.

Fatmawati, A. E. (2018). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dan Depresi pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kebumen. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 1–132.

Hapsari, E., Sarjana, W., & Sofro, M. A. . (2016). Hubungan antara Tingkat Depresi dengan Kualitas Hidup Pasien. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 4(3), 459.

Harkomah, I., & Dasuki, D. (2020). Hubungan Tingkat Depresi Dengan Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi Tahun 2019. Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan , 5(2), 271–283. http://doi.org/10.22216/jen.v5i2.4635

Hawari, D. (2001). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hollon, S. D., Thase, M. E., & Markowitz, J. C. (2002). Treatment and Prevention of Depression. Psychological Science in the Public Interest, 3(2), 39–77.

https://doi.org/10.1111/1529-1006.00008

IKA NOVITA SARI, RECI HAMDAYANI, L. S. (2018). HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM TAHUN 2018. Ensiklopedia of Journal, 1(1), 1–26.

Jafari Poor, H., Borji, M., Borji, M., & Moslemi, A. (2016). The relationship between spiritual well-being and quality of life and optimism on the staff of Arak University of Medical Sciences 2012. Health, Spirituality and Medical Ethics, 3(2), 8–15.

(15)

Karkashadze, E., Gates, M. A., Chkhartishvili, N., DeHovitz, J., & Tsertsvadze, T.

(2017). Assessment of quality of life in people living with HIV in Georgia.

International Journal of STD and AIDS, 28(7), 672–678.

https://doi.org/10.1177/0956462416662379

Karyadi, T. H. (2017). Keberhasilan Pengobatan Terapi Antiretroviral. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 4(1), 1. https://doi.org/10.7454/jpdi.v4i1.105 Kemenkes RI. (2022). Distribusi ODHIV yang di Tes per Provinsi dapat dilihat

pada Grafik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–23.

Keperawatan, S., Kesehatan, F., Sukabumi, U. M., Syamsudin, A. J. R., No, S. H., Cikole, K., Sukabumi, K., & Barat, J. (2024). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Orang Dengan HIV / AIDS ( ODHA ) Di RSUD Sekarwangi Srivani Nur Ismillah AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu suatu sindrom defisiensi imun yang diperoleh dan dapat disebabk. 2(1).

Kerce, W, E. (1992). Quality of Life Quality of Life. Defense Technical Information Center, 138(1), 142.

KNCV, I. Y. (2023). Mengenal HIV dan AIDS serta Tanda-tanda Gejalanya.

Kemenkes. https://ayosehat.kemkes.go.id/author/es/yayasan-kncv-indonesia Kolbi, V. elok latifatul. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas

Hidup Orang Dengan Hiv/Aids (ODHA). Media Gizi Kesmas, 11(2), 643–

653. https://doi.org/10.20473/mgk.v11i2.2022.643-653

Komisi Penanggulangan AIDS. (2006). Penelitian Partisipatif Penelitian Partisipatif.

Lavdaniti, M., & Tsitsis, N. (2015). Definitions and conceptual models of quality of life in cancer patients. Health Science Journal, 9(2).

Lubis, L., & Muda Sarumpaet, S. (2016). Correlation of Stigma, Depression And Fatigue With Quality Of Life Among HIV/AIDS Patients in Klinik Veteran Medan. Idea Nursing Journal, VII(1), 1–12.

Maharani, D., Hardianty, R., Ikhsan, W. M. N., & Humaedi, S. (2022). Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Orang Dengan Hiv/Aids (Odha).

Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(2), 157.

https://doi.org/10.24198/focus.v4i2.36798

(16)

Marbun, D. J. E. (2024). Hubungan Coping Strategies Terhadap Tingkat Depresi dan Kecemasan Pada Penderita HIV/AIDS Usia Produktif Di RSUD Dr.

Abdul Aziz Kota Singkawang Tahun 2023. Repository Universitas HKBP Nommensen. https://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/10334

Mardia, Andono, R., & Sigit, B. (2016). Quality of life among people living with HIV/AIDS based on criteria diagnosis and other factors in Surakarta quality of life; people living with HIV/AIDS. BKM Journal of Community Medicine and Public Health, 33(3), 147–152.

Mardika, C. M. I. and D. (2014). Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS Di Poliklinik VCT RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Fakultas Keperawatan Univ Syiah Kuala., 1–6.

https://jim.usk.ac.id/FKep/article/viewFile/1532/1837

Marni, M., Ratnasari, N. Y., Husna, P. H., & Soares, D. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dan Depresi Dengan Kualitas Hidup pada Pasien dengan HIV/AIDS di Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Kesehatan

“SUARA FORIKES” (Journal of Health Research “Forikes Voice”), 11(3), 307. https://doi.org/10.33846/sf11317

Nasution, N., & Ariyanto, A. (2024). PENGARUH PROGRAM KONSELING DAN TES HIV TERHADAP. 21(1), 82–89.

Nojomi, M., & Ranjbar, M. (2008). Health-related quality of life in patients with HIV/AIDS. 11 (6)(December), 608–612.

SAKINAH, W. W. (2021). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP ORANG DENGAN HIV-AIDS (ODHA) DI KLINIK VCT PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2021. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(February), 2021.

https://doi.org/10.1080/09638288.2019.1595750%0Ahttps://doi.org/10.1080/

17518423.2017.1368728%0Ahttp://dx.doi.org/10.1080/17518423.2017.1368 728%0Ahttps://doi.or

g/10.1016/j.ridd.2020.103766%0Ahttps://doi.org/10.1080/02640414.2019.16 89076%0Ahttps://doi.org/

Srivastava, K., Das, R., Kohli, R., Yadav, P., & Amitabh Saha, J. P. (2016). A Cross-Sectional Study of Adaptation, Coping and Quality of Life in the HIV Seropositive Cases. Journal of Psychiatry, 19(5).

https://doi.org/10.4172/2378-5756.1000386

(17)

Theofilou, P. (2013). Quality of life: Definition and measurement. Europe’s Journal of Psychology, 9(1), 150–162. https://doi.org/10.5964/ejop.v9i1.337 Townsend, A. K., Clark, A. B., McGowan, K. J., Buckles, E. L., Miller, A. D., &

Lovette, I. J. (2009). Disease-mediated inbreeding depression in a large, open population of cooperative crows. Proceedings of the Royal Society B:

Biological Sciences, 276(1664), 2057–2064.

https://doi.org/10.1098/rspb.2008.1852

WHO. (1997). WHOQOL Measuring Quality of Life. Geneva : WHO.

Widyawati, N., & Murtaqib. (2016). Identifikasi Status Psikologis Sebagai Upaya Pengembangan Model Rehabilitasi Klien HIV/AIDS Berbasis Komunitas.

Nurseline Journal, 1(1), 1–10.

http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/77294

Yaunin, Y., Afriant, R., & Hidayat, N. M. (2014). Artikel Penelitian Kejadian Gangguan Depresi pada Penderita HIV / AIDS yang Mengunjungi Poli VCT RSUP Dr . M . Djamil Padang Periode. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), 2011–2014. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.25077/jka.v3i2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien Diabetes Melitus tipe II di Rumah Sakit Islam Surakarta.

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus tipe II di Rumah Sakit Islam Surakarta yang

Berikut adalah kerangka dari penelitian ini: Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Material Pengujian Variabel Metode Kitosan cangkang Rajungan Lempung Pembuatan Larutan

2.5 Kerangka Pemikiran Dalam pelaksanaan penelitian kapasitas ini dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran Alat Pendeteksi Orang Merokok Dalam

33 2.4 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Replikasi dari Mulyati, Y., Haryeni, &

3.2 Kerangka Operasional Kerangka kerja dalam rencana penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 3.1 Kerangka Operasional Hubungan Keikutsertaan Kelas Ibu Hamil

Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dihipotesiskan

Berikut adalah kerangka pikir pada penelitian ini : Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Video Animasi Merupakan alat bantu untuk menyampaikan informasi atau pesan yang dapat