• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Siti Nurainifajrin

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hasil Belajar

2.1.1. Belajar

Belajar adalah proses yang melibatkan serangkaian tindakan dan perilaku yang kompleks dari para siswa. Ini merupakan pengalaman pribadi yang intens dan subjektif, di mana setiap siswa secara individual merasakan dan menyerap pelajaran. Keterlibatan dan keputusan siswa sangat menentukan dalam memulai dan mempertahankan proses belajar. Proses ini dimulai dan terus berlangsung sejauh siswa mampu mengambil dan mengolah informasi dari lingkungan sekitarnya, yang bisa berupa fenomena alam, objek, hewan, tumbuhan, manusia, dan berbagai elemen lain yang menjadi sumber pengetahuan.

Pendidikan adalah elemen fundamental yang berperan besar dalam membentuk karakter dan sifat manusia menjadi individu yang sempurna. Hal ini diwujudkan melalui proses pembelajaran yang mendalam. Banyak hadis Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh para sahabat, membahas tentang pentingnya pendidikan, seperti dalam riwayat Imam Bukhari no 5376 :

(2)

Artinya: “wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada dihadapanmu”.

Hadis ini menggambarkan pentingnya pendidikan sejak usia dini untuk membentuk kebiasaan dan perilaku anak. Hadis ini menunjukkan bahwa pendidikan anak dimulai dari usia yang sangat muda, di mana pembiasaan perilaku menjadi aspek penting. Proses pembelajaran pertama yang diterima anak biasanya berasal dari orang tua mereka. Ini menekankan peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam kehidupan anak. Melalui tindakan sehari-hari dan nasihat sederhana, orang tua memberikan pelajaran hidup yang berharga kepada anak-anak mereka. Pembelajaran ini tidak hanya tentang keterampilan atau pengetahuan, tetapi lebih kepada pembentukan karakter dan nilai-nilai dasar. 1

Pendidikan, sebagaimana terlihat dalam hadis ini, bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan formal, melainkan juga tentang mengajarkan tata cara, adab, dan nilai-nilai kehidupan. Proses ini melibatkan pelajaran tentang cara berperilaku, berinteraksi dengan lingkungan, dan menghargai nilai-nilai spiritual dan moral. Dengan demikian, pendidikan menjadi landasan dalam membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya akan nilai moral dan etika. Melalui pendidikan yang holistik, anak-anak dibimbing untuk tumbuh menjadi insan kamil, yang seimbang antara pengetahuan, kecerdasan emosional, dan spiritualitas.

1 Susan Noor farida, 2016. Dikutip dari jurnal Ilmu Hadist. “hadist-hadist tentang pendidikan(suatu telaahte ntang pentingnya pendidikan anak). Persistri Bandung. Vol 1 No 1.

(3)

2.1.2. Tujuan Belajar

Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan atau harapan yang diinginkan, termasuk dalam proses belajar. Setiap orang memiliki alasan tersendiri mengapa mereka belajar. Tujuan dapat diartikan sebagai cita-cita atau harapan yang diharapkan tercapai melalui pelaksanaan suatu kegiatan.

Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi adanya.

Tujuantujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instuksional, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampila. Bentuknya berupa, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis dan menerima orang lain. Jadi guru dalam mengajar, harus sudah memiliki rencana dan menetapkan strategi belajar-mengajar untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi inti tujuan belajar adalah ingin mendapat pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai.2

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar terjadi karena adanya tujuan atau cita-cita yang hendak direalisasikan oleh seseorang. Tujuan belajar adalah proses atau aktivitas yang bertujuan untuk membawa perubahan positif pada diri seseorang.

2.1.3. Tipe Kegiatan Belajar

Aktivitas belajar memiliki berbagai tipe. Dalam konteks ini, akan diuraikan tipe-tipe kegiatan belajar. John Travers mengelompokkan berbagai macam kegiatan belajar tersebut sehingga dapat disusun menjadi tipe-tipe kegiatan belajar:

a. Keterampilan

2 Sardiman. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

(4)

Kegiatan belajar keterampilan berfokus pada pengalaman belajar melalui gerak yang dilakukan peserta didik. Kegiatan belajar ini merupakan panduan gerak, stimulus dan respons yang bergabung dalam situasi belajar. Ketiga unsur ini menumbuhkan pola gerak yang terkordinasi pada diri peserta didik. Kegiatan belajar keterampilan terjadi jika peserta didik menerima stimulus kemudian merespons dengan menggunakan gerak.

b. Pengetahuan

Kegiatan belajar pengetahuan meupakan dasar bagi kegiatan belajar.

Kegiatan belajar pengetahuan termasuk ranah kognitif, perkembangan kemampuan dan keterampilan berfikir.

c. Pemecahan masalah

Kegiatan belajar pemecahan masalah merupakan tipe kegiatan belajar dalam usaha mengembangkan kemampuan berpikir. Berpikir adalah aktivitas kognitif tingkat tinggi. Berfikir melibatkan asimilasi dan akomodasi berbagai pengetahuan dan struktur kognitif atau skema kognitif yang dimiliki peserta didik.

Dalam kegiatan belajar pemecahan masalah peserta didik terlibat dalam berbagai tugas. 3

Saat seseorang mengerti tentang apa itu belajar, ia akan mulai memahami apa yang terjadi dalam dirinya, yang dikenal sebagai hasil belajar. Hasil belajar adalah berbagai perilaku yang dimiliki oleh peserta didik yang timbul akibat proses belajar yang mereka jalani. Perubahan ini mencakup seluruh aspek tingkah laku, termasuk aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3 Agus Suprijono. 2009. Cooverative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. h. 7-10.

(5)

Ini sesuai dengan teori Bloom yang menyatakan bahwa hasil belajar dalam konteks akademik dicapai melalui tiga kategori ranah, yaitu kognitif (meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), afektif (melibatkan kemampuan untuk menerima, merespons, dan menilai), serta psikomotorik (meliputi keterampilan motorik, manipulasi, dan koordinasi neuromuskular). Ranah kognitif menangani aktivitas mental atau kegiatan otak.

Ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan gerak, termasuk gerakan otot dan koordinasi tubuh. Ranah afektif terkait dengan sikap dan nilai-nilai seseorang.4

Hasil belajar dapat dimaknai sebagai keluaran dari proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu, hasil belajar juga dapat diinterpretasikan sebagai hasil dari interaksi antara aktivitas belajar dan mengajar. Dari perspektif guru, aksi mengajar berakhir dengan proses evaluasi hasil belajar. Sedangkan dari sudut pandang siswa, hasil belajar menandakan penutupan dari suatu periode dan puncak dari proses belajar yang telah dijalani.

Nawawi dalam K. Brahim yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.5

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah capaian atau keterampilan yang diperoleh oleh siswa setelah ia

4 Nurmawati. 2014. Evaluasi Pendidikan Islam. Bandung: Cita Pustaka Media. h. 54.

5 Ahmad susanto. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta Kencana. h. 5.

(6)

memperoleh dan mengakuisisi pengetahuan melalui interaksi dalam proses pembelajaran, yang umumnya diukur dalam bentuk nilai atau angka.

2.2. Hakikat Pembelajaran Matematika

Matematika sering didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan bilangan, bangun datar, dan bangun ruang. Pandangan ini sering kali terbentuk dari pengalaman seseorang dalam mempelajari matematika selama masa sekolah. Namun, seiring berjalannya waktu dan tuntutan zaman yang terus berkembang, definisi matematika juga mengalami perubahan.

Dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar, belajar matematika berperan sebagai alat bantu untuk memahami dan menyampaikan informasi yang terkait dengan angka, persamaan, dan tabel.

Proses ini tidak hanya mengenalkan siswa pada konsep dasar matematika, tetapi juga melatih mereka dalam berpikir logis dan analitis.

Selain itu, penguasaan matematika pada tingkat dasar menjadi fondasi penting bagi pemahaman konsep-konsep yang lebih kompleks di masa depan.

Siswa diajak untuk tidak hanya menghafal rumus, tetapi juga memahami prinsip-prinsip dasar yang mendasarinya. Hal ini penting agar mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan matematika mereka dalam berbagai situasi, baik dalam konteks akademis maupun kehidupan sehari-hari.

Kata matematika berasal dari bahasa Latin “manthancin” atau

“mathema” yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedangkan dalam

(7)

bahasa Belanda, matemtaika disebut “wiskunde” atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.6

Ruseffendi dalam Heruman, matematika adalah bahasa symbol, ilmu dedukatif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefenisikan, ke unsur yang didefenisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola piker yang dedukatif. 7

Berdasarkan definisi matematika oleh para ahli di atas, terlihat bahwa lingkup matematika itu sangat luas dan mencakup berbagai aspek. Matematika tidak terbatas pada persoalan berhitung atau aritmatika saja, melainkan juga meliputi bidang aljabar, yang menggunakan abjad dan simbol sebagai representasi dari bilangan yang belum diketahui, serta geometri, yang merupakan cabang matematika yang berfokus pada titik dan garis.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

2.2.1. Hasil Belajar Matematika

6 Ahmad Susanto. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group. h.

184

7 Heruman. 2012. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. h.

1

(8)

Belajar adalah proses yang dilakukan secara sadar untuk mendewasakan anak.

Menurut Eveline dan Nara belajar adalah proses kompleks yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek tersebut meliputi:

a) bertambahnya jumlah pengetahuan,

b) adanya kemampuan mengingat dan memproduksi, c) adanya penerapan pengetahuan,

d) menyimpulkan makna,

e) manafsirkan dan mengaitkan dengan realitas.8

Menurut Muhibbinsyah belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.9

Hasil belajar merupakan segala perilaku yang dimiliki peserta didik sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuhnya. Senada dengan pengetiaan tersebut Nana Sudjana menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pelajaran.10

8 Mohamad Syarif Sumantri. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar. h.

2

9 Muhibbin Syah. 2015. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

h.114

10 Nurmawati. 2016. Evaluasi Pendidikan islam. Bandung: Ciptapustaka Media. h.53

(9)

Muhibbin Syah dalam psikologi pendidikan juga menguraikan tentang karakteristik perubahan sebagai hasil belajar, yaitu: perubahan itu intensional, positif dan aktif serta efektif dan fungsional.11

a. Perubahan Intensional

Yaitu perubahan yang terjadi berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan kebetulan.

Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau ia merasakan adanya perubahan positif dalam dirinya, seperti: penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan lain-lain.

b. Perubahan positif dan aktif

Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Perubahan positif artinya baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan.

Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi karena siswa itu sendiri.

c. Perubahan efektif dan fungsional

Yaitu perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yaitu berhasil guna. Artinya perubahan itu membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong terjadinya perubahan positif lainnya.

Sedangkan pengertian hasil belajar matematika, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika di sekolah. Perubahan kemampuan siswa dalam mengerjakan

11 Muhibbin Syah. Op.Cit. h. 114.

(10)

soal-soal matematika dapat diukur menggunakan suatu alat evalusi berupa tes.

2.2.2. Materi Matematika (Bangun Ruang

Bangun Ruang merupakan suatu bentuk tiga dimensi yang memiliki ruang atau volume, dibatasi oleh sisi-sisi tertentu. Ini merupakan konsep matematika yang menekankan pada isi atau volume yang dimiliki oleh suatu bangun ruang.

Dalam pembahasan mengenai bangun ruang, terdapat istilah-istilah seperti sisi, rusuk, dan titik sudut yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan sifat- sifat bangun ruang tersebut. Mari kita perhatikan lebih lanjut contoh bangun ruang berikut ini!

Sisi merupakan bidang atau permukaan yang membentuk batas dari sebuah bangun ruang. Rusuk adalah garis yang terbentuk dari pertemuan antara dua sisi pada bangun ruang. Sedangkan titik sudut adalah titik di mana tiga rusuk pada bangun ruang bertemu.

Jika pada geometri bangu datar, luas suatu bangun dinyatakan sebagai banyaknya satuan luas yang dapat menutup bangun datar, maka dalam geometri

(11)

bangun ruang, volume atau isi bangun ruang dinyatakan sebagai banyaknya satuan isi yang dpat mengisi bangun ruang tersebut. Volume diukur dalam satuan kubik, seperti sentimeter kubik (cm3 ), inchi kubik (in3 ) atau meter kubik (m3 ). Satu cm3 menyatakan volume kubus dengan panjang rusuk 1 cm. Satuan lain

untuk volume di antaranya adalah liter (1.000 cc), gallon, barel, dan sebagainya.12 1) Volume Balok

Balok merupakan bangun ruang yang terdiri dari enam sisi, di mana setiap sisinya berbentuk persegi panjang. Seperti yang terlihat pada gambar 2.1, balok memiliki dimensi dengan panjang rusuk (p), lebar (l), dan tinggi (t).

Rumus untuk menghitung volume balok adalah:

V = Luas alas × tinggi, dengan Luas alas dihitung dari perkalian panjang × lebar.

Gambar 2.1 balok Contoh :

Sebuah balok panjangnya 5 cm, lebarnya 4 cm dan tingginya 6 cm. hitunglah volumenya!

Penyelesaian:

Balok, p = 5 cm, l = 4 cm, dan t = 6 cm.

Sehingga, V = 5 × 4 × 6 = 120 cm

12 Yogi Anggraena dan Erik Valentino. 2017. Matematika untuk SD/MI Kelas V

(12)

Jadi, volume balok tersebut adalah 120 cm 2) Volume Kubus

Kubus merupakan jenis bangun ruang yang memiliki enam sisi, di mana tiap sisinya berbentuk persegi. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2, kubus tersebut memiliki sisi dengan panjang s.

Gambar 2.2 kubus

Volume kubus adalah: V = s × s × s = s3. Dengan s merupakan panjang rusuk kubus.

Contoh:

Suatu kubus panjang rusuknya 8 cm. hitunglah volumenya!

Penyelesaian:

Kubus dengan s = 8 cm

Sehingga, V = 8 × 8 × 8 = 512 cm3 .

Jadi, volume kubus tersebut adalah 512 cm3 .

2.3. Model Pembelajaran Realistik

2.3.1. Pengertian Realistic Mathematic Education (RME)

(13)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran yang tutorial. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Model pembelajaran merupakan rancangan atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, kegiatan pembelajaran, mengatur materi yang diajarkan, dan memberi petunjuk kepada guru dalam setting pengajaran.

Model dan strategi pembelajaran matematika perlu dipilah dan dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik anak. 13

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis untuk mengatur pengalaman belajar dengan tujuan mencapai hasil pembelajaran tertentu.

Model pembelajaran berfungsi sebagai panduan yang diterapkan secara terstruktur berdasarkan pola-pola pembelajaran khusus. Komponen-komponen utama dalam model pembelajaran melibatkan fokus, sintaks, sistem sosial, dan sistem pendukung. Ciri-ciri umum dari model pembelajaran mencakup prosedur yang terorganisir secara sistematis, penerapan hasil pembelajaran yang spesifik, pengaturan lingkungan yang khusus, keberadaan kriteria keberhasilan tertentu, dan adanya metode mengajar yang memungkinkan interaksi dan respons terhadap lingkungan sekitar.

13 Runtukahu dan Selpius Kandou. 2014. Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak Berkesuitan Belajar. Yohyakarta: Ar-Ruzz Media. h. 232

(14)

Pendidikan Matematika Realistis (Realistic Mathematics Education/RME) adalah suatu teori pembelajaran matematika yang mengintegrasikan pendekatan "dunia nyata" dalam metodenya. RME pertama kali diperkenalkan oleh matematikawan dari Freudenthal Institute di Utrecht University, Belanda, lebih dari tiga puluh tahun yang lalu pada tahun 1973.

Teori ini menekankan bahwa pendekatan strukturalis dalam pembelajaran matematika, yang terlalu fokus pada sistem personal matematika, dianggap bersifat antididaktik.

Prof. Hans Freudenthal adalah seorang matematika dan ahli pendidikan yang lahir pada 1905 di Luckenwaldo, Jerman. Pada 1930. Freudenthal pindah ke Amsterdam, Netherlands (Belanda). Pada 1946, Freudenthal menjadi Profesor di Utrecht University Belanda, memperkenalkan suatu model baru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dinamai RME (Realistic Mathematic Education). Dia menyatakan bahwa pendekatan matematika harus dipandang sebagai suatu proses, baik kegiatan belajar mengajarnya maupun topik atau materi yang sudah jadi, tetapi harus dibentuk dan ditemukan oleh siswa yang tentunya dengan bantuan dan bimbingan dari guru.14

Realistic Mathematic Education (RME) merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran matematika yang secara erat terhubung dengan kehidupan nyata siswa. Dalam RME, pembelajaran dimulai dari masalah- masalah nyata sehingga siswa dapat menghubungkan langsung dengan pengalaman mereka sebelumnya. Pendekatan ini tidak hanya memungkinkan

14 Muhammad Fathurrohman. 2017. Model-Model Pembelajaran Inovvatif . Yogyakarta: Ar ruzz Media. h. 185

(15)

pengembangan konsep matematika yang lebih komprehensif, tetapi juga memfasilitasi siswa untuk mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam konteks dunia nyata.

Realistic Mathematic Education (RME) adalah strategi pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan “process of doing matematics”, berdiskusi dan berkolaborasi berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika tersebut untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Dengan cara ini diharapkan siswa dapat menemukan sendiri bentuk penyelesaian suatu soal atau masalah yang diberikan kepada mereka . Jadi strategi pembelajaran RME dapat dipandang sebagai pembelajaran yang dilaksanakan agar kompetensi dapat dicapai dengan cepat melalui proses belajar mandiri dan informal.15

Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) adalah metode yang digunakan guru untuk mengukur tingkat pemahaman dan keterampilan siswa dalam materi tertentu. Melalui model ini, guru pertama- tama memperkenalkan masalah yang sering dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mengenal masalah tersebut, siswa diharapkan untuk menemukan solusinya, baik secara individu maupun dalam kelompok. Dalam proses ini, siswa dapat mengembangkan model pemecahan masalah berdasarkan pengalaman pribadi atau melalui diskusi kelompok. Selanjutnya, siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

15 Axiom: vol. 1 No. 1. tahun 2012. ISSN: 2087-8249

(16)

Menurut Supinah (2009), konstruksi pengetahuan oleh siswa sangat penting karena pengetahuan yang dibangun sendiri oleh siswa akan melekat dalam diri mereka secara permanen. Hal ini selaras dengan prinsip 'guided reinvention' yang diperkenalkan oleh Freudenthal, di mana siswa dibimbing untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika. Dalam konteks RME, realistik tidak selalu berarti berdasarkan realitas sebenarnya, tetapi lebih kepada sesuatu yang dapat dibayangkan atau direkonstruksi oleh siswa. Proses penemuan kembali ini menekankan pada pendekatan matematisasi, di mana siswa diinspirasi untuk mengembangkan prosedur pemecahan masalah informal mereka menjadi konsep matematika yang lebih formal.

Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan keberhasilan metode Realistic Mathematic Education (RME) dalam meningkatkan proses pembelajaran matematika, khususnya di Belanda, dimana metode ini telah berhasil merangsang penalaran dan aktivitas berpikir siswa. Freudenthal memulai perubahan ini di tingkat Sekolah Dasar, dengan memperkenalkan model pembelajaran matematika yang realistik dan bermakna.

Penerapan RME di Belanda, yang terbukti efektif, telah menarik perhatian banyak pendidik, terutama di bidang matematika, dari berbagai negara untuk mencoba dan menerapkan model pembelajaran realistik ini di negara mereka. Terlebih lagi, di era saat ini, mulai berkembang berbagai model pembelajaran matematika baru yang berorientasi pada konteks nyata dan konstruktivisme, yang memberikan harapan dan kontribusi bagi peningkatan pemahaman matematika di kalangan siswa.

(17)

Pendekatan RME yang dikembangkan oleh Freudenthal Institue telah memengaruhi pembelajaran matematika dibeberapa negara. Misalnya, Amerika dengan proyeknya yang diberi nama Mathematics in Context (MIC) . MIC merupakan suatu proyek kerja sama antara Pusat Penelitian Kependidikan di Universitas Winconsin Madison dengan Freudenthal Institue di Utrecht University Belanda. Selain di Amerika, RME juga memengaruhi pembelajaran matematika di beberapa negara lain seperti Eropa dan Afrika Selatan. Dari beberapa penerapan pembelajaran berbasis RME diberbagai negara tersebut, ternyata memberikan hasil dan kontribusi yang memuaskan dan cukup berhasil. Hal inilah yang membuat Indonesia akhirnya mengadakan uji coba mengaplikasikan model pembelajaran matematika realistik berbasis RME di sekolah-sekolah.16

Tabel 2.3

Tahapan Realistik Mathematics Education (RME)

16 Muhammad Fathurrohman. Op.cit. h. 185-186

(18)
(19)

`

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran RME dikembangkan oleh Freudenthal dan Treffers. Model pembelajaran RME merupakan model pembelajaran yang dalam kegiatan pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata dan menjadikan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.

2.3.2. Karakteristik Realistic Mathematic Education (RME)

Karakteristik pendekatan Realistik adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model (matematikasisasi), menggunakan produksi dan konstuksi siswa, interaktif, dan keterkaitan. 17

Kelima hal tersebut merupakan satu kesatuan yang menyokong pendekatan realistik. Proses pengembangan konsep perkembangan realistik bermula dari dunia nyata dan pada akhirnya perlu merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam matematika tersebut ke dalam bentuk alam yang nyata. Artinya,

17 Treffers, 1991; Van Den Heuvel-Panhuizen 2010.

(20)

yang dilakukan dalam proses matematika adalah mengambil sesuatu brntuk dunia nyata dibawa kedalam model matematisasi dan pada akhirnya dikembalikan lagi kedalam bentuk nyata. Untuk menjembatani konsep-konsep matematika dalam penerapan matematika sehari-hari digunakanlah model-model atau penghubung, model tersebut akan membantu siswa dari situasi real kesituasi abstrak atau dari matematika informal kedalam matematika formal. Model tersebut dimulai dari model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa.

Pembelajaran realistik tentunya juga dikembangkan di Indonesia dalam implementasinya pendekatan realistik harus didukung oleh sebuah perangkat pembelajaran yang dalam hal ini adalah buku panduan dalam mengajar yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Menurut Heruman (2009), bahwa implementasi PMR dikelas meliputi tiga frase yaitu 1. Fase pengenalan 2. Fase eksplorasi 3. Fase meringkas.18

Beberapa karakteristik pembelajaran matematika realistic menurut Suryanto adalah:

a. Masalah kontekstual yang realistic (realistic contextual problems)digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa. Siswa menemukan kembali ide konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistic dengan bantuan guru atau temannya.

18 Mohammad Syarif Sumantri. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. h. 110-111

(21)

b. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelessaian terhadap maslaah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).

c. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan, baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

d. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.

e. Siswa diajak mengembangkan, memperluas atau meningkatkan hasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit.

f. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui lerning by doing (belajar dengan mengerjakan).19

Biasanya, sejak usia dini anak-anak sudah akrab dengan konsep-konsep matematika. Anak-anak sebelum memasuki sekolah seringkali belajar konsep matematika secara tidak langsung. Hal ini menandakan bahwa ketika siswa pertama kali memulai sekolah, mereka tidak benar-benar kosong tanpa pengetahuan sebelumnya.

Pembelajaran di sekolah akan lebih menarik dan bermakna jika guru mampu menghubungkan materi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Matematika, sebagai bagian dari aktivitas keseharian manusia, memberikan kesempatan bagi individu untuk mengeksplorasi ide dan konsep

19 Axiom: vol. 1 No. 1. tahun 2012. ISSN: 2087-8249

(22)

matematika dengan bantuan orang yang lebih berpengalaman dan mengerti tentang matematika.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran RME memiliki karakteristik tertentu. Beberapa karakteristik dari model pembelajaran RME meliputi: (1) penggunaan masalah yang kontekstual, (2) pemanfaatan model yang mewakili situasi nyata atau alat peraga, (3) partisipasi aktif dari siswa, (4) interaksi antar siswa serta antara siswa dan guru, dan (5) adanya keterkaitan antara berbagai aspek matematika dengan topik pembelajaran lainnya.

2.3.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran RME

Langkah-langkah dalam menerapkan suatu model pembelajaran adalah tahapan-tahapan yang, jika dilakukan dengan tepat, akan sangat memengaruhi keberhasilan model pembelajaran tersebut. Merujuk pada karakteristik RME, Wijaya menyajikan langkah-langkah penerapan model pembelajaran RME sebagai berikut:

1) Diawali dengan masalah dunia nyata (real world problem).

2) Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah, lalu mengorganisir masalah sesuai dengan konsep matematika.

3) Secara bertahap meninggalkan situasi dunia nyata melalui proses perumusan asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses ini bertujuan untuk menerjemahkan masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika yang representatif.

(23)

4) Menyelesaikan masalah matematika (terjadi dalam dunia matematika).

5) Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam solusi nyata, 6) termasuk mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.20

Sedangkan langkah-langkah penerapan model RME di kelas sebagai berikut:

1) Memperkenalkan masalah yang dialami siswa dalam kehidupan seharihari. Dalam pembelajaran matematika realistik, sebelum belajar matematika dalam sistem yang formal, siswa dibawa ke dalam situasi informal terlebih dahulu.

2) Siswa mengidentifikasi permasalahan yang dialami. Dalam mengidentifikasi masalah, siswa dapat bekerja sendiri atau berkelompok.

3) Siswa membuat model sendiri berdasarkan pengalaman sebelumnya atau mendiskusikan bersama dengan teman sekelompok.

4) Siswa membuat cara-cara pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Berdasarkan uraian dari pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa langkah dalam penerapan model pembelajaran RME di kelas.21

Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang diterapkan pada model pembelajaran RME merupakan integrasi dari metode yang dikembangkan oleh Wijaya dan Sumantri, meliputi: (1) memulai dengan memperkenalkan masalah realistik yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari kepada

20 Wijaya. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu. h. 45 21 Mohammad Syarif Sumantri. Op.cit. h. 110

(24)

siswa, (2) memotivasi siswa untuk mengidentifikasi konsep-konsep matematika yang berkaitan dengan masalah tersebut, (3) mendorong siswa untuk secara bertahap mengubah masalah realistik menjadi bentuk matematika yang lebih abstrak, (4) mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah matematika tersebut melalui diskusi kelompok, dan (5) dengan arahan dari guru, siswa mengaplikasikan kembali pemecahan masalah matematika ke dalam konteks dunia nyata.

2.4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran RME RME memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut Wijaya kelebihan dan kelemahan RME sebagai berikut:

1) Kelebihan

a) Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan seharihari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.

b) Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

2) Kelemahan

a) Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.

(25)

b) Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsepkonsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.22

Sedangkan menurut Sumantri kelebihan dan kelemahan penerapan RME dalam pembelajaran sebagai berikut:

1) Kelebihan

a) Melalui RME pengetahuan yang dibangun oleh siswa akan terus tertanam dalam diri siswa.

b) Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang adanya keterkaitan matematika dengan kehidupan seharihari.

c) Pembelajaran tidak berorientasi kepada memberi informasi dan memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah.

2) Kelemahan

a) Karena RME menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa.

b) Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan RME.

c) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan tiap soal merupakan tantangan tersendiri.23

Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan model pembelajaran RME seperti yang telah dijelaskan oleh para ahli sebelumnya,

22 Wijaya. Op.cit. h. 20-21

23 Mohammad Syarif Sumantri. Op. Cit. h. 109-110

(26)

dapat disimpulkan bahwa kelebihan utamanya terletak pada keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari siswa, yang dapat memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh oleh siswa akan lebih mudah diingat.

Namun, kelemahannya terletak pada kehati-hatian yang diperlukan dalam pemilihan alat peraga, yang harus sesuai dengan karakteristik RME dan relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Selain itu, tidak semua siswa mungkin mampu menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dalam konteks pembelajaran RME.

2.5. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan implementasi pembelajaran berbasis pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap hasil belajar dengan mempertimbangkan pada materi volume bangun ruang sebagai berikut :

1) Muh Ichsan, mengemukaan penerapan pendekatan matematika realistik memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa kelas V dalam materi pembelajaran bangun ruang di SD Inpres No. 181 Pattopakang Peningkatan nilai rata-rata setelah penerapan pendekatan tersebut menunjukkan efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman matematika siswa.24

24 Muh Ichsan. (2018). Pengaruh Penerapan Pendekatan Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Inpres No. 181 Pattopakang. Jurnal Basicedu, 2(3), 434-442.

(27)

2) Dewi Soraya, Penelitian ini mengevaluasi dampak positif penggunaanmodel Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuanpemecahan masalah soal cerita matematika siswa kelas II SD Negeri 03Pelang. Fokus penelitian adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap masalah soal cerita dan kurang optimalnya kemampuan membayangkanmasalah. Model RME memberikan pengalaman nyata dan kesempatan bagisiswa untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka sendiri. Penelitian eksperimen dengan desain quasi experimental nonequivalentcontrol group melibatkan siswa kelas IIA dan IIB. Pengumpulan datamenggunakan tes uraian, dengan analisis uji coba instrumen, uji prasyarat,prasyarat,dan uji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh signifikan RME terhadap kemampuan pemecahan masalah antara kelompok eksperimen dankontrol, didukung oleh hasil uji paired sample t-test dan independent samplet-test.

Kesimpulannya, model pembelajaran RME meningkatkan keterlibatansiswa dan optimalitas kemampuan pemecahan masalah.25

3) Zahra Annurul Putri, mengemukakan Penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Design dengan nonequivalent control group design pada siswakelas IV SD Gugus Gajah Mada Kecamatan Kroya. Cluster RandomSampling menghasilkan SDI Plus Mastihoh kelas 4A sebagai kelas kontrol, SDI Plus Masyithoh kelas 4B sebagai kelas eksperimen, dan SDN BajingKulon 01 sebagai kelas uji coba instrumen. Variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika geometri, variabel bebasnya adalah pendekatan

25 Dewi Soraya. (2022). The Effect of Realistic Mathematics Education (RME) Model on Mathematical Problem Solving Ability for Grade II Students of SDN 03 Pelang. Journal of Primary Education, 11(5), 254-263.

(28)

RME, dan variabel moderatornya adalah aktivitas belajar siswa. Hasil menunjukkan pengaruh positif pendekatan RME terhadap hasil belajar matematika, dengan rata-rata posttest kelas eksperimen lebih tinggi (80,38) daripada kelas kontrol (60,77). Saran untuk guru adalah memilih pembelajaran yang membuat siswa aktif dengan benda nyata, sedangkan siswa disarankan untuk berperan aktif demi pembelajaran yang lebih bermakna.26

4) Indah Fitriyani Firdaus, mengemukakan Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh model pembelajaran Group Investigation (GI) dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV MI Miftahul Akhlaqiyah Ngaliyan Kota Semarang tahun ajaran 2018/2019. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan signifikan dalam rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengaruh model pembelajaran GI melalui pendekatan RME terhadap kemampuan pemecahan masalah mencapai 57,38%, sementara sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diselidiki dalam penelitian ini.27

5) Raweati, mengemukakan Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas model Realistic Mathematical Education (RME) dalam pembelajaran matematika kelas IV SDN 102 Makale 5, dengan fokus pada ketuntasan hasil belajar (80), aktivitas siswa (skor rata-rata 4,41), dan respon positif siswa

26 Zahra Annurul Putri. (2016). Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 1(2), 123-130.

27 Indah Fitriyani Firdaus. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI) dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 4(1), 51-60.

(29)

(82,11%). Metode penelitian eksperimen melibatkan satu kelompok, dengan kelompok eksperimen menggunakan model RME. Populasi terdiri dari siswa kelas IV SDN 102 Makale 5 (31 siswa Iva, 34 siswa IVb, dan 35 siswa IVc).28 Hasil analisis data menunjukkan peningkatan hasil belajar, aktivitas siswa, dan respons positif terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan model RME. Penelitian ini memiliki keunikan dalam mengkaji penerapan pendekatan RME pada materi volume bangun ruang di kelas V SDN Sekemandung 1. Dengan memfokuskan pada materi tersebut, penelitian ini berusaha memberikan kontribusi terhadap pemahaman siswa terhadap konsep volume bangun ruang melalui pendekatan RME. Sementara penelitian terdahulu lebih menekankan pada hasil belajar secara umum atau pada aspek-aspek khusus, penelitian ini mencoba memperdalam pemahaman siswa pada satu materi pembelajaran tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang dampak penerapan RME pada pemahaman siswa terhadap materi volume bangun ruang di tingkat SD.

2.6. Kerangka Pemikiran

Materi volume bangun ruang membahas besarnya ruang yang dapat diisi oleh suatu bangun ruang, dengan volume sebagai ukuran tiga dimensi yang menggambarkan seberapa besar suatu objek dapat menampung ruang. Beberapa bangun ruang yang dipelajari termasuk balok, kubus, tabung, bola, dan prisma.

Adapun beberapa Kendala dalam materi volume bangun ruang meliputi Abstraksi konsep, Kesulitan visualisasi, Rumus yang kompleks, Keterbatasan bahan ajar,

28 Raweati. (2019). Efektivitas Model Pembelajaran Realistic Mathematical Education (RME) dalam Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN 102 Makale 5. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Al-Mathurat, 1(2),

(30)

Kesulitan perbandingan, Keterbatasan sumber belajar, Kesulitan kontekstualisasi, Kendala motivasi dan lain sebagainya.

Adapun cara yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan di atas tersebut adalah dengan melakukan inovasi dalam pembelajaran melalui penggunaan media pembelajaran. Penggunaan media interaktif seperti memanfaatkan Teknologi dan media interaktif dapat membantu visualisasi konsep, Aplikasi kontekstual yang mengaitkan dengan kasus nyata membuat konsep lebih relevan, meningkatkan interaksi seperti Diskusi kelompok untuk meningkatkan pemahaman juga akan membantu dalam proses ini, Pemberian contoh konkrit menggunakan media pembelajaran mengenai volume bangun ruang melibatkan berbagai jenis bangun ruang. Dengan mengatasi kendala ini, pembelajaran volume bangun ruang dapat menjadi lebih efektif dan menarik bagi siswa.

(31)

2.7. Hipotesis Tindakan

Dalam konteks penelitian ini, hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) dapat dirumuskan sebagai berikut:

(32)

1. Hipotesis Nol (H0): "Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan pembelajaran berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) terhadap hasil belajar pada materi volume bangun ruang, jika ditinjau dari motivasi belajar siswa."

2. Hipotesis Alternatif (H1): "Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan pembelajaran berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) terhadap hasil belajar pada materi volume bangun ruang, jika ditinjau dari motivasi belajar siswa."

Dengan kata lain, H0 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol (tanpa penerapan RME) dan kelompok eksperimen (dengan penerapan RME) dalam hal hasil belajar siswa pada materi volume bangun ruang, ketika motivasi belajar siswa dianggap.

Sementara itu, H1 menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut, menunjukkan bahwa penerapan RME memiliki pengaruh positif atau negatif yang signifikan terhadap hasil belajar siswa, dengan mempertimbangkan motivasi belajar siswa. Ketika melakukan analisis statistik nantinya, hasil pengujian dapat mendukung salah satu dari kedua hipotesis ini, dan kesimpulan dapat diambil berdasarkan tingkat signifikansi yang ditentukan sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

masalah dalam penelitian ini adalah “ Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

“Tidak ada pengaruh pendekatan realistic mathematics education (RME) menggunakan media komputer terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi pokok segitiga

Berdasarkan kerangka berfikir maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian adalah jika menggunakan model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) maka

Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) berbantu alat peraga terhadap motivasi dan hasil belajar

Rumusan masalah secara umum dari penelitian ini adalah “bagaimana penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan hasil belajar siswa

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif dan signifikan penggunaan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap hasil belajar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendekatan RME ( Realistic Mathematics Education )dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi perkalian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika peserta didik menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) lebih baik dari hasil