6
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1. Sejarah PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap
Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi yang masih banyak digunakan, terutama untuk pembangkit tenaga listrik serta sebagai bahan bakar berbagai jenis mesin. Pembangunan yang meningkat dengan pesat menjadi alasan meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi. Untuk mengatasi hal tersebut, didirikanlah unit-unit proses pengolahan minyak bumi dengan Pertamina sebagai perusahaan yang bertugas mengusahakan dan mengembangkannya di Indonesia.
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 1960 tentang Pendirian Perusahaan Negara dan UU No. 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuklah perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, yaitu PN Pertamin (Perusahaan Pertambangan Minyak) dan PN Permina (Perusahaan Minyak Nasional). Keduanya bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, dan pemasaran/distribusi. Pada tahun 1971, muncul UU No. 8 Tahun 1971 yang menetapkan penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Sebagai salah satu upaya Pertamina dalam memenuhi kebutuhan minyak bumi yang semakin meningkat, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan tujuan selain untuk mendapatkan produk BBM juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal. Sesuai dengan amanat yang tertuang pada UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi agar Pertamina dapat ikut serta dalam kegiatan usaha hulu dan hilir, maka statusnya diubah menjadi Perusahaan Perseroan dengan PP No. 31 Tahun 2003.
Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PT
Pertamina (Persero) terbagi atas tujuh lokasi, seperti yang ditunjukkan pada peta.
7 Gambar 2.1. Peta lokasi Pertamina
No Unit Pengolahan
Minyak
Lokasi Unit Kapasitas
1 Refinery Unit I
Pangkalan Brandan (Sumatra Utara)
5.000 BPSD (Barrel Per Stream Day)
2 Refinery Unit II
Dumai dan Sungai Pakning (Riau)
170.000 BPSD (Barrel Per Stream Day) 3 Refinery
Unit III
Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan)
132.500 BPSD (Barrel Per Stream Day) 4 Refinery
Unit IV
Cilacap (Jawa Tengah) 348.000 BPSD (Barrel Per Stream Day) 5 Refinery
Unit V
Balikpapan (Kalimantan Timur) 253.500 BPSD (Barrel Per Stream Day) 6 Refinery
Unit VI
Balongan (Jawa Barat) 125.000 BPSD (Barrel Per Stream Day) 7 Refinery
Unit VII
Kasim (Papua Barat) 10.000 BPSD (Barrel Per Stream Day)
Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Kilang PT Pertamina di Indonesia
PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan salah satu dari tujuh jajaran unit pengolahan di tanah air, yang memiliki kapasitas terbesar yakni 348.000 barrel/hari, dan terlengkap fasilitasnya. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
Selain itu kilang ini merupakan satu-satunya kilang di tanah air ini yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di tanah air.
8 1974 - 1976 Middle East Crude Memenuhi kebutuhan BBM
& Lube Base dalam negeri FOC I = 100 MBSD
LOC I = 80.000 ton/tahun Asphalt = 245.000 ton/tahun Utilities & Offsite
1981 - 1983 Domestic Crude Memenuhi pertumbuhan kebutuhan BBM, LPG, Lube Base, dan Asphalt dalam negeri
FOC II = 200 MBSD LOC II = 175.000 ton/tahun Asphalt = 550.000 ton/tahun Utilities & Offsite
1988 - 1990 Paraxylene Memenuhi kebutuhan
Paraxylene & Benzene dalam negeri dan luar negeri
Paraxylene = 270.000 ton/tahun Benzene = 120.000 ton/tahun
1996 - 1998 Debottlenecking Project Memenuhi pertumbuhan kebutuhan BBM, LPG, Lube Base, dan Asphalt dalam negeri
FOC I = 118 MBSD FOC II = 230 MBSD
Lube Base = 480.000 ton/tahun
2001 - 2005 Sulphur Recovery Unit Recovery LPG dan memenuhi baku mutu limbah udara (SOx)
LPG = 400 ton/hari Sulphur = 70 ton/hari
2011 – 2014 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Meningkatkan baku mutu limbah cair
Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC)
Peningkatan yield valuable product dan complexity index Tabel 2.2 Sejarah Proyek Pengembangan Kilang RU IV Cilacap
9 2.2. PT Pertamina RU IV Cilacap
2.2.1 Visi dan Misi PT Pertamina RU IV Cilacap
Sesuai dengan visi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap
“Menjadi Kilang Minyak dan Pertrokimia yang Unggul di Asia pada Tahun 2020”.
Sedangkan misi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap
“Mengolah Minyak Bumi menjadi Produk BBM, Non NBM, dan Petrokimia untuk Memberikan Nilai Tambah bagi Perusahaan”.
2.2.2 Logo PT Pertamina (Persero)
Selain memiliki logo yang baru, PT Pertamina (Persero) juga memiliki slogan “Semangat Terbarukan” yang berarti semangat kerja yang benar-benar baru, ide-ide baru, kemampuan berimajinasi, dan kecepatan berinovasi. Elemen logo merupakan representasi huruf P (dari Pertamina) yang membentuk anak panah dengan arah ke kanan. Hal ini berarti PT Pertamina (Persero) bergerak melesat maju dan progresif. Secara keseluruhan, logo PT Pertamina menggunakan warna-warna yang berani. Hal ini menunjukkan langkah besar kedepan yang diambil Pertamina dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis. Warna- warna tersebut yaitu
- Biru : Mencerminkan handal, dapat dipercaya, dan bertanggungjawab.
- Hijau : Mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.
- Merah : Keuletan, ketegasan dan keberanian menghadapi berbagai macam keadaan.
Gambar 2.2 Logo PT Pertamina (Persero)
10 2.2.3 Tata Nilai Budaya di PT Pertamina RU IV Cilacap
PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap mempunyai suatu landasan yang disebut dengan “Tata Nilai Budaya”. Nilai dan budaya tersebut dikenal dengan 6C, yaitu:
1. Clean (bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
2. Competitive (kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
3. Confident (percaya diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggan bangsa.
4. Customer focused (fokus pada pelanggan)
Berorientasi pada pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelangan.
5. Commercial (komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis sehat.
6. Capable (berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis yang tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.
11 2.2.4 Struktur Organisasi PT Pertamina RU IV Cilacap
Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT Pertamina RU IV Cilacap
2.3. Unit Pemroses Utama
Kilang minyak Cilacap saat ini terdiri atas beberapa unit pemroses utama:
1. Kilang BBM (Fuel Oil Complex) dengan tujuan menghasilkan produk bahan bakar baik minyak maupun gas dengan unit utama Crude Distilling Unit, Naphtha Hydrotreating Unit, Naphtha Reforming Unit, Kerosene Hydrotreating Unit, Gasoil Hydrotreating Unit, dan LPG Recovery Unit.
2. Kilang Pelumas (Lube Oil Complex) dengan tujuan menghasilkan produk pelumas dasar sebagai bahan utama industri pelumas dengan unit utama High Vacuum Unit, Propane Deasphalted Unit, Furfural Extraction Unit, MEK Dewaxing Unit, dan Lube Oil Hydrotreating Unit.
3. Kilang Aromatik (Aromatic Complex) dengan tujuan menghasilkan produk yang memiliki added value tinggi seperti Paraxylene dan Benzene dengan unit utama Naphtha Hydrotreating Unit, Naphtha Reforming Unit, Sulfolane
12 Extraction Unit, Transalkylation Unit, Xylene Fractionation, Paraxylene Extraction Unit, dan Xylene Isomerization Unit.
4. Kilang Pengolah Limbah Sulfur (Sulphur Recovery Complex) dengan tujuan mengolah gas H2S yang dihasilkan sebagai by product proses produksi yang berpotensi mencemari lingkungan untuk dikonversi menjadi senyawa sulfur yang dapat dijual sebagai bahan baku industri turunannya dengan unit utama Amine Treating Unit, Sulphur Recovery Unit, dan Tail Gas Unit.
Gambar 2.4 Konfigurasi Kilang Minyak PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
2.4. Bahan Baku dan Produk
Produk yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU IV ada bermacam- macam. Selain BBM, dihasilkan juga lube base oil (bahan dasar minyak pelumas) dan aspal. Bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh PT Pertamina RU IV Cilacap adalah :
a. Fuel Oil Complex I (FOC I)
Bahan Baku : Arabian Light Crude (ALC), Basrah Light Crude (BLC), Iranian Light Crude (IRC)
Produk : Refinery Fuel Gas, Solar/ADO (Automotive Diesel Oil), Kerosene/Avtur, Industrial Diesel Oil, Gasoline/Premium, Industrial Fuel Oil (IFO).
13 b. Fuel Oil Complex II (FOC II)
Bahan Baku : Mixed Crude (Ardjuna Crude, Attaka Crude, imported crude) Produk : LPG, Gasoline/Premium, Naphtha, Kerosene, Propane,
HDO/LDO, IFO, Refinery Fuel Gas c. Lube Oil Complex I (LOC I)
Bahan Baku : Residu FOC I
Produk : HVI 60, HVI 95, Slack wax, Propane Asphalt, Minarex A, B d. Lube Oil Complex II (LOC II)
Bahan Baku : Residu FOC II
Produk : HVI 95, HVI 160S, Slack wax, Propane Asphalt, Minarex H e. Lube Oil Complex III (LOC III)
Bahan Baku : Distilat LOC I dan LOC II
Produk : HVI 650, Propane Asphalt, Minarex, Slack wax f. Kilang Paraxylene
Bahan Baku : Naphtha
Produk : Paraxylene, Raffinate, Benzene, Heavy Aromate, LPG, Toluene
g. LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU)
Bahan Baku : Off Gas dari Unit FOC I, FOC II, dan LOC III Produk : LPG (C3 dan C4), Kondensat (C5), Sulfur
2.5. Lokasi dan Tata Letak Kilang
Lokasi perusahaan adalah hal penting yang akan menentukan kelancaran perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian pula dalam menentukan lokasi kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya produksi, biaya operasi, dampak sosial, kebutuhan bahan bakar, sarana, studi lingkungan, dan letak geografis. PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap terletak di Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang minyak didasarkan atas pertimbangan :
a. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa penduduk Pulau Jawa adalah konsumen BBM terbesar.
b. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal sebab lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung Pulau Nusakambangan.
14 c. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang sehingga
penyaluran produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi lebih mudah.
d. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh Pemerintah sebagai pusat pengembangan produksi untuk area Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut maka dengan adanya luas tanah yang tersedia dan memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang minyak, maka PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap didirikan di Cilacap dengan luas area total 526,71 ha.
Gambar 2.5 Lokasi Kegiatan PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap Dalam kegiatan pengoperasiannya, kilang minyak Cilacap terdiri atas unit- unit proses dan sarana penunjang yang terbagi dalam beberapa area :
2.5.1 Kilang Minyak I
Pembangunan kilang minyak I Cilacap dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa sub
15 kontraktor dari perusahaan dalam dan luar negeri. Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina. Kilang Minyak I ini dirancang dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan konsumen, maka ditingkatkan kapasitasnya melalui debottlenecking project pada tahun 1998/1999 sehingga kapasitasnya menjadi 118.000 barrel/hari.
1. Fuel Oil Complex I (FOC I)
FOC I merupakan tempat pengolahan minyak mentah yang berasal dari Timur Tengah agar didapatkan produk seperti :
a. Refinery Fuel Gas b. Keroseme / Avtur c. Gasoline / Premium
d. Solar / Automatic Diesel Oil e. Industrial Fuel Oil
Proses yang terjadi dalam kilang Fuel Oil Complex I seperti yang di tunjukan oleh
Gambar 2.6 Blok Diagram FOC I 2. Lube Oil Complex (LOC I)
LOC I merupakan tempat pengolahan residu yangt berasal dari FOC I agar didapatkan produk seperti :
a. HVI 60 b. HVI 95
c. Propane Asphalt d. Minarex A dan B e. Slack Wax
16 Proses yang terjadi dalam kilang Lube Oil Complex I,II dan III seperti yang ditunjukkan oleh gambar.
Gambar 2.7 Blok Diagram LOC I 3. Utilities Complex I (UTL I)
UTL I merupakan tempat penediaan kebutuhan penunjang unit – unit proses lainnya seperti steam, listrik, udara instrument, air pendingin fuel system berupa fuel gas dan fuel oil.
2.5.2 Kilang Minyak II
Kilang Minyak II dibangun pada tahun 1981 untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 4 Agustus 1983, kilang ini memulai operasinya. Kompleks BBM (Fuel Oil Complex II) di kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) sedangkan kompleks bahan dasar minyak pelumas (Lube Oil Complex II dan III) dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), dan offsite facilities oleh Fluor Eastern Inc. Kontraktor utama untuk pembangunan kilang ini adalah Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor dalam negeri.
Debottlenecking Project pada tahun 1997/ 1998 dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kilang minyak kedua yang berkapasitas 200.000 barrel/hari menjadi 230.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk mengolah minyak mentah dalam negeri yang memiliki kadar sulfur lebih rendah dari pada ALC. Minyak mentah ini merupakan campuran dengan komposisi 80 % Arjuna Crude dan 20 % Attaka Crude yang pada perkembangan selanjutnya menggunakan crude lain
17 dengan komposisi yang menyerupai rancangan awal. Area Kilang Minyak II meliputi:
1. Fuel Oil Complex II (FOC II)
FOC II merupakan tempat pengolahan minyak mentah campuran (cocktail) dari Arjuna Crude Oil dan Attaka Crude Oil didapatkan produk seperti :
a. LPG b. Naphta
c. Gasoline/Premium d. Propane
e. Kerosene f. HDO/LDO g. IFO
h. Refinery Fuel Gas
Proses yang terjadi dalam Kilang Fuel Oil Complex II seperti yang ditunjukan pada gambar.
Gambar 2.8 Blok Diagram FOC II 2. Lube Oil Complex II (LOC II)
LOC II merupakan tempat pengolahan residu yang berasal dari FOC I agar didapatkan produk seperti :
a. HVI 95 b. HVI 160s
c. Propane Asphalt
18 d. Minarex H
e. Slack Wax
3. Utilities Complex II (UTL II)
Sama dengan UTL I, UTL II merupakan tempat penyediaan kebutuhan Utilities dari semua proses.
4. Offsite Facilities
Offsite Facilities dirancang oleh Flour Eastern Inc.
Area FOX (Fuel Oil Complex I) I
a) Area 10 (Fuel Oil Complex I), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 11 : Crude Distilling Unit Unit 12 : Hydrotreating Unit Unit 13 : Hydrodesulfurizer Unit Unit 14 : Platforming Unit
Unit 15 : Propane Manufacturing Unit Unit 16 : Merox Treating Unit
Unit 17 : Sour Water Stripping Unit Unit 19 : CRP Unit
b) Area 01 (Fuel Oil Complex II), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 011 : Crude Distilling Unit
Unit 012 : Naphtha Hydrotreating Unit
Unit 013 : Aromatic Hydrogenation Unibon Unit Unit 014 : CCR and Platformer Unit
Unit 015 : LPG Recovery Unit
Unit 016 : Minalk Merox Treating Unit Unit 017 : Sour Water Stripping Unit
Unit 018 : Thermal Distillate Hydrotreater Unit Unit 019 : Visbreaker Thermal Cracking Unit
c) Area 20 (Lube Oil Complex I), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 21 : High Vacuum Unit
Unit 22 : Propane Deasphalting Unit Unit 23 : Furfural Extraction Unit
19 Unit 24 : Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit
Unit 25 : Hot Oil System
d) Area 02 (Lube Oil Complex II), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 021 : High Vacuum Unit
Unit 022 : Propane Deasphalting Unit Unit 023 : Furfural Extraction Unit
Unit 024 : Methyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit Unit 025 : Hot Oil System
e) Area 30 (Area Tangki BBM), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 31 : Tangki-tangki gasoline dan vessel penambahan TEL FOC I dan platformer feed tank.
Unit 32 : Tangki-tangki kerosene dan AH Unibon Feed Tank Unit 33 : Tangki-tangki Automotive Diesel Oil
Unit 34 : Tangki-tangki Industrial Fuel Oil
Unit 35 : Tangki-tangki komponen IFO dan HVU feed
Unit 36 : Tangki-tangki migas, heavy naphtha, penambahan TEL FOC II
Unit 37 : Tangki-tangki LSWR dan IFO
Unit 38 : Tangki-tangki ALC sebagai feed FOC I Unit 39 : Tangki-tangki Paraxylene dan benzene
f) Area 40 (Area Tangki Non BBM), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 41 : Tangki-tangki Lube Oil Unit 42 : Tangki-tangki Bitumen Unit 43 : Tangki-tangki Long Residu
Unit 44 : Gasoline Station, Bengkel, Gudang, Pool Alat Berat Unit 46 : Tangki-tangki Feed FOC II
Unit 47 : Tangki-tangki Mixed LPG Unit 48 : Flare System
Unit 49 : Drum Plant, Pengisian Aspal
g) Area 50 (Utilities Complex I), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 51 : Pembangkit Tenaga Listrik Unit 52 : Steam Generator Unit Unit 53 : Cooling Water System Unit 54 : Unit Pengolahan Air
20 Unit 56 : Unit Sistem Udara Tekan
Unit 57 : Unit Sistem Pengadaan Bahan Bakar Gas dan Minyak
h) Area 05 (Utilities Complex II), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 051 : Pembangkit Tenaga Listrik Unit 052 : Steam Generator Unit Unit 053 : Cooling Water System Unit 054 : Unit Pengolahan Air Unit 056 : Unit Sistem Udara Tekan
Unit 057 : Unit Sistem Pengadaan Bahan Bakar Gas dan Minyak
i) Area 60 (Jaringan Oil Movement dan Perpipaan), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 61 : Jaringan pipa dari dan ke terminal minyak area 70 Unit 62 : Cross Country Pipeline
Unit 63 : Stasiun Pompa Air Sungai
Unit 64 : Dermaga Pengapalan Bitumen dan Lube Oil Unit 66 : Tangki-tangki Balast dan Bunker
Unit 67 : Dermaga Pengapalan Bitumen dan Lube Oil Unit 68 : Dermaga Pengapalan LPG
j) Area 70 (Terminal Minyak Mentah dan Produk), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 71 : Tangki-tangki minyak mentah FOC II dan bunker Unit 72 : Crude Island Berth, di sebelah utara pantai Pulau
Nusakambangan
Unit 73 : Terdiri atas tiga buah dermaga untuk pengapalan minyak putih dan minyak hitam, juga fasilitas penerimaan crude oil
2.5.3 Kilang Paraxylene Cilacap (KPC)
Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) mulai dibangu pada tahun 1988 dan mulai beroperasi pada tanggal 20 Desembaer 1990. Kilang ini dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) dan dibangun oleh kontraktor dari Jepang yaitu Japan Gasoline Corporation (JGC). Latar belakang pembangunan Kilang Paraxylene adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya bahan baku naphta yang cukup, naphta merupakan produk dari kilang Minyak II.
21 2. Adanya sarana pendukung berupa dermaga, tangki dan Utilities.
3. Terbukanya peluang pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Sedangkan tujuan pembangunan kilang Paraxylene adalah sebagai berikut:
1. Menghindari ketergantungan supply Paraxylene dari luar negeri.
2. Memenuhi kebutuhan Paraxylene sebagai bahan baku pabrik Purified Terepthalic Acid (PTA) pada pusat aromatic UP III Plaju, Sumatera Selatan.
3. Menambah devisa negara karena selama ini Paraxylene masih diimpor. Dengan adanya Kilang Paraxylene, produk Paraxylene dapat diekspor sebagian, sedangkan semua produk benzene dapat diekspor.
4. Meningkatkan nilai proses yang ada pada Kilang Paraxylene.
Produk dari Kilang Paraxylene adalah Paraxylene, benzene, LPG, Raffinate, heavy aromate, dan fuel gas/axcess.Dengan adanya produk tersebut, Pertamina RU IV Cilacap merupakan unit pengolahan minyak bumi di Indonesia yang terintegrasi dengan industri petrokimia. Proses yang terjadi di Kilang Paraxylene seperti yang ditunjukkan oleh gambar.
Gambar 2.9 Blok Diagram Kilang Paraxylene k) Area 80 (Kilang Paraxylene), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 81 : Nitrogen Plant Unit
Unit 82 : Naphtha Hydrotreater Unit Unit 84 : CCR Platformer Unit Unit 85 : Sulfolane Unit
Unit 86 : Tatoray Unit
Unit 87 : Xylene Fractionation Unit
22 Unit 88 : Parex Unit
Unit 89 : Isomar Unit
l) Area 200 (Lube Oil Complex III), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 220 : Propane Deasphalting Unit (PDU)
Unit 240 : Metyl Ethyl Ketone Dewaxing Unit (MDU)
Unit 260 : Hydro Treating Unit / Redistiling Unit (HTU/RDU) Unit 041 : Pump Station and Storage Tank
m) Area 500 (Utilities IIA), terdiri atas
Unit Nama Unit
Unit 510 : Pembangkit Tenaga Listrik Unit 520 : Steam Generator Unit Unit 530 : Cooling Water System Unit 560 : Unit Sistem Udara Tekan
2.5.4 Kilang Sulphur Recovery Unit (SRU)
Pemerintah berencana untuk mengurangi kadar emisi SOx yang terdapat pada buangan. Untuk mendukung komitmen terhadap lingkungan tersebut, pada tanggal 27 Februari 2002, RU IV membangun kilang Sulphur Recovery Unit (SRU) dengan luas area proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang.
Proyek ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV, khususnya emisi SO2 sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. Kilang ini mengolah off gas dari berbagai unit di RU IV menjadi produk berupa sulfur cair, LPG, dan kondensat.
Kilang SRU ini memiliki beberapa unit antara lain, Gas Treating Unit, LPG Recovery Unit, Sulphur Recovery Unit, Tail Gas Unit, dan Refrigeration. Umpan pada Gas Treating Unit terdiri dari 9 stream sour gas yang sebelumnya hanya dikirim ke fuel gas system sebagai bahan bakar kilang atau dibakar di flare. Dengan adanya unit LPG Recovery pada kilang SRU ini akan menambah aspek komersial dengan pengambilan produk LPG yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dari stream treated gas.
Dengan melakukan treatment terhadap 9 stream sour gas sejumlah 600 metric ton/hari dapat diperoleh produk sulfur cair sebanyak 59-68 metric ton/hari,
23 produk LPG sebanyak 324-407 metric ton/hari dan produk condensate (C5+) sebanyak 28-103 metric ton/hari. Sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan kandungan H2S sangat rendah dari Unit LPG Recovery akan dikirimkan keluar sebagai fuel sistem.
Kilang SRU ini dibangun dengan tujuan untuk mengolah gas buang dari proses-proses yang ada untuk diambil kandungan sulfur sehingga kilang SRU menghasilkan sulfur cair yang dapat digunakan sebagai kebutuhan kosmetik. Selain itu bertujuan agar gas buang yang berasal dari kilang-kilang proses menjadi tidak berbahaya dan ramah lingkungan.
Prose yang terjadi di Kilang LPG & Sulphur Recovery Unit (SRU) seperti yang ditunjukkan oleh gambar.
Gambar 2.10 Blok Diagram Kilang LPG & Sulphur Recovery Unit (SRU)
n) Kilang LPG & Sulphur Recovery Unit (SRU) terletak di area 90 yang terdiri dari unit-unit proses sebagai berikut :
Unit Nama Unit
Unit 91 : Gas Treating Unit
Unit 92 : LPG Recovery Unit
Unit 93 : Sulphur Recovery Unit
Unit 94 : Tail Gas Unit
Unit 95 : Refrigeration
2.6. Utilities
Utilities merupakan salah satu sarana penunjang kegiatan operasi kilang PT Pertamina RU IV Cilacap. Unit Utilities ini berfungsi menyediakan tenaga listrik, tenaga uap, udara instrumen, distribusi fuel gas dan fuel oil, serta kebutuhan air
24 bersih. Pengadaan sistem Utilities dalam industri, khususnya untuk operasional kilang BBM dan pertrokimia di PT Pertamina selama ini selalu diusahakan sendiri, mengingat kebutuhan dukungan pasokan yang kontinu belum dapat diperoleh dari sumber lain. Utilities harus handal, karena bila terjadi kegagalan dalam pengoperasian Utilities, tidak hanya mengakibatkan kehilangan produksi kilang, tetapi juga dapat menimbulkan kerusakan peralatan operasi, bahkan mengancam keselamatan (safety). Oleh karena itu, standar dari reliability dan availability untuk peralatan utama di Utilities lebih tinggi dibandingkan dengan unit atau area operasi lainnya.
Dalam memenuhi kebutuhan kilang Cilacap, maka PT Pertamina RU IV secara operasional memiliki unit-unit Utilities sebagai berikut
Unit Nama Unit
Unit 51/051/510 : Unit Pembangkit Tenaga Listrik Unit 52/052/520 : Unit Pembangkit Tenaga Uap Unit 53/053/530 : Unit Distribusi Air Pendingin Unit 54/054 : Unit Pengadaan Air Bersih Unit 56/056/560 : Unit Air Instrument System
Unit 57/057 : Unit Distribusi Bahan Bakar Cair dan Gas Unit 63/063/630 : Unit Pengadaan Air Baku
Kapasitas unit Utilities PT Pertamina RU IV Cilacap yang tersedia adalah
Unit Generator Kapasitas
Generator (pembangkit tenaga listrik) : 112 MW Boiler (pembangkit tenaga uap) : 790 ton/jam
Sea Water Desalination : 540 ton/jam
2.6.1 Unit 51/051/510 (Unit Pembangkit Tenaga Listrik)
Unit ini memiliki 8 buah turbin generator pembangkit tenaga listrik yang digerakan oleh tenaga uap. Sistem ini beroperasi dengan extractive condensing turbine dengan High Pressure yang bertekanan 60 kg/cm² dan temperatur 460C dan menghasilkan medium pressure yang bertekanan 18 kg/cm² dengan temperatur 330C serta menghasilkan pula condensat recovery sebagai air penambah pada tangki desuperheater dan tangki BFW.
25 Masing – masing unit turbin generator memiliki kapasitas seperti yang di tunjukan oleh tabel
Unit Tag Number Jumlah Kapasitas
Utilities I (Area 50) 51 G 1/2/3 3 unit @ 8 MW Utilities II (Area 05) 051 G 101/102/103 3 unit @ 20 MW
Utilities KPC 51 G 201 1 unit @ 20 MW
Utilities IIA 510 G 301 1 unit @ 8 MW
Tabel 2.3 Turbin Generator
2.6.2 Unit 52/052/520 (Unit Pembangkit Tenaga Uap)
Unit ini bertugas untuk menyediakan steam yang di gunakan untuk berbagai proses operasi. Unit ini dekategorikan menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Sistem Pembangkit
Tenaga uap dengan tekanan sebesar 60 kg/cm² dan temperatur 460C atau high pressure steam dihasilkan dari :
Unit Tag Number Jumlah Kapasitas
Utilities I Area 50) 52 B 1/2/3 3 unit @ 60 ton/jam Utilities II Area 05) 052 B 101/102/103 4 unit @ 110 ton/jam
Utilities KPC 52 B 201 1 unit 110 ton/jam
Utilities IIA 520 B 301 1 unit 60 ton/jam
Tabel 2.4 Boiler
Sebagian besar uap tekanan tinggi tersebut digunakan sebagai tenaga penggerak turbin generator dan sebagian kecil untuk penggerak turbin pompa Boiler Feed Water (BFW) dan cooling water.
2. Sistem Distribusi Tenaga Uap
Unit ini memiliki tugas untuk menghasilkan uap yang di produksi oleh boiler, sistem ini terbagi atas :
- High Pressure Steam (HP steam) dengan tekanan 60 kg/cm² dan suhu 460C.
Superheated penghasil HP steam adalah semua boiler di Utilities dan WHB di unit 14 / FOC I.
26 - Medium Ptessure Steam (MP steam) dengan tekanan 18 kg/cm² dan suhu 330C.
MP steam ini di hasilkan dari ekstraksi tirbin generator, WHB unit 014, 019 FOC II dan let down station HP/MP.
- Low Pressure Steam (LP steam) dengan tekanan 3,5 kg/cm² dan suhu 220C.
Superheated ini dihasilkan dari system back pressure turbine dan let down station MP / LP.
3. Sistem Kondensat
Di dalam sistem selalu terjadi kondensasi, dan kondensat yang terjadi dimanfaatkan kembali sebagai Boiler Feed Water guna mengurangi water losses.
Ada 3 jenis kondensat yaitu :
- High Pressure Condensat yang berasal dari HP steam line, HP steam di tampung dalam flash drum untuk di pisahkan menjadi HP condensat dan LP steam.
- Low Pressure Condensat yang berasal dari LP steam line.
- Clean Condensat yang berasal dari Surface Condensor Turbin Generator dan brine heater SWD (Sea Water Desalination)
2.6.3 Unit 53/053/530 (Unit Distribusi Air Pendingin)
Distribusi air pendingin menggunakan dua buah sistem yaitu sistem bertekanan dan sistem gravity. Sirkulasi air pendingin menggunakan sistem terbuka (once through).
Pompa tersebut memompakan air laut dari Sungai Donan menuju ke 3 buah tangki penimbunan air baku yang terdapat di Utilities seperti yang di tunjukan oleh tabel
Plant Kapasitas Per Unit
53 T 1 6000 m³
053 T 101/102 9800 m³
053 T 301 2000 m³
Tabel 2.5 Unit Tangki Air Baku
Unit Tag Number Jumlah Kapasitas
Utilities I (Area 50) 53 P 1 A/B/C 3 Unit @ 2000 m³/jam Utilities II (Area 05) 053 P 101 A/B/C 3 Unit @ 5900 m³/jam
27 Utilities KPC 53 P 201 A/B/C 3 Unit @ 2300 m³/jam Utilities II A 530 P 301 A/B 1 Unit @ 4000 m³/jam
Tabel 2.6 Pompa Air Pendingin
Untuk mencegah hidup atau berkembangnya mikroorganisme, pada sistem air pendingin sesuai di injeksikan Sodium Hypochloride yang di hasilkan dari unit Sodium Hypochloride (Unit 53A-I, 53A-201, 53A-310, 53A-101 dan 63A-1).
Sedangkan sistem gravity memanfaatkan gaya gravitasi untuk mengalirkan air pendingin sesuai level atau ketinggian. Aplikasinya digunakan dalam mengalirkan air pendingin ke surface condenser turbin generator.
2.6.4 Unit 54/054/540 (Unit Pengadaan Air Bersih)
Air bersih diperoleh dengan mengolah air laut menjadi air tawar dengan spesifikasi tertentu dengan cara distilasi pada tekanan rendah (vakum). Sistem ini dilaksanakan pada unit Sea Water Desalination (SWD). Terdapat dua sistem SWD yaitu multi stage flash once through dan multi stage flash brine recirculaion, Utilities Pertamina RU IV Cilacap memiliki 8 buah unit SWD seperti yang di tunjukan pada Tabel 2.7.
Unit Tag Number Jumlah Kapasitas
Utilities I (Area 50) 54 WS 1/2/3 3 unit @ 45 ton/jam
54 WS 201 1 unit @ 45 ton/jam
Utilities II (Area 05) 054 WS 101/102/103/105 4 unit @ 90 ton/jam Tabel 2.7 Sea Water Desalination
Produk dari unit Sea Water Desalination (SWD) ini di gunakan untuk : - Sebagian besar sebagai air umpan boiler.
- Sebagai jacket water untuk pendingin sistem minyak pelumas pada rotating equipment.
- Sebagai media pencampur bahan kimia untuk keperluan proses.
2.6.5 Unit 56/056/560 (Unit Pengadaan Udara Bertekanan)
Udara bertekanan di hasilkan dari kerja kompresor, pada unit ini terdapat 6 buah kompresor seperti yang di tunjukan oleh tabel.
Unit Tag Number Jumlah Kapasitas
28 Utilities I (area 50) 56 K 1/2/3 3 unit @ 23 Nm/jam
Utilities II (area 05) 56 K 102 1 unit 23 Nm/jam
Utilities KPC 56 K 201 1 unit 23 Nm/jam
Utilities II A 56 K 301 1 unit 23 Nm/jam
Tabel 2.8 Kompresor
Setiap kompresor pada unit ini memiliki tekanan kerja masing – masing 8 Kg/cm². Fungsi udara bertekanan adalah sebagai berikut :
1. Sebagai angin instrumen
Udara bertekanan dibutuhkan untuk proses di kilang, selain juga digunakan sebagai media penggerak peralatan instrumen diseluruh area kilang. Angin instrumen (udara bertekanan) ini harus kering dan tidak boleh mengandung minyak.
Peralatan pada sistem ini terdiri dari intercooler, aftercooler, receiver, air dryer, air filter, dan evaporator condenser SWD.
2. Sebagai plant air
Di hasilkan dari kompresor 56 FAC 019 dan 56 FAC 020 yang terletak pada UTL II. Plant air di gunakan untuk cleaning tube pada surface condenser turbin generator dan evaporator condenser SWD.
2.6.6 Unit 57/057 (Unit Distribusi Bahan Bakar)
Unit distribusi bahan bakar di bagi menjadi 2 macam, yaitu : 1. Sistem bahan bakar cair
Sistem bahan bakar cair terdiri dari sistem HFO dan HGO. Sistem HFO digunakan sebagai bahan bakar pada boiler dan furnance saat operasi, sedangkan HGO di gunakan pada saat start up dan shut down unit serta untuk flushing oil dan sealing system. Untuk menggatur visikositas di pakai unit heat exchanger dengan media pemanas medium pressure steam. HFO di distribusikan dengan dua sistem yaitu dengan tekanan tinggi 35 kg/cm² untuk keperluan sistem high vacum unit dan tekanan rendah 18 kg/cm² untuk keperluan burner. HFO terdiri dari slack wax, slop wax, heavy aromate dan IFO yang di peroleh dari proses area.
Unit Tag Number Kapasitas
Utilities I (area 50) 57 P 1/2/3 @14 M3/jam
Utilities II (area 05) 057 P 101 A/B/C @60 M3/jam
29
Utilities KPC 57 P 201 A/B/C @17 M3/jam
Tabel 2.8 Bahan Bakar Cair
2. Sistem bahan bakar gas
Sistem bahan bakar gas di pakai dan di manfaatkan untuk pembakaran di boiler dan furnance. Bahana baku di peroleh dari unit proses dan di tampung di mix drum 57 V 2 dan 057 V 102. Selanjutnya didistribusikan melalui pipa induk ke semua preosese area dengan tekanan di atur 3,5 kg/cm². Apabila tekanan lebih dari 4 kg/cm² akan dibuang ke flare dan apabila kurang dari 2,5 kg/cm² akan disuplai dari LPG vaporizer system denagan media pemanas low pressure steam. LPG vaporizer ini berfungsi untuk menampung dan memproses propane dan buatane yang off spec. Pada sistem bahan bakar gas ini juga terdapat waste gas copressor yang berfungsi untuk memperkecil gas yang hilang ke flare.
2.6.7 Unit 63/063 (Unit Pengadaan Air Baku)
Air baku yang diambil adalah air payau yang berasal dari Sungai Donan.
Sebelum air baku ini dihisap oleh pompa jenis submersible, air tersebut terlebih dahulu disaring dengan menggunakan fixed bar screem, retractable strainer dan floating gate yang berupa pagar pada sekeliling rumah pompa yang memiliki lebar tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menyaring partikel – partilkel padat yang cukup besar seperti sampah, ranting kayu dan lain – lain agar tidak tergisap ke dalam suction pompa dan terbawa aliran air baku ke kilang. Pada unit ini juga di injeksikan Sodium Hipochlorit (NaOCl) pada sisi isap pompa. Injeksi Sodium Hipochlorit ini dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang terbawa pada aliran, sehingga tidak mengganggu pada operasi yang selanjutnya. Unit pengadaan air baku, Utilities memiliki 8 buah pompa air baku jenis submersible seperti yang di tunjukan oleh tabel.
Unit Tag Number Jumlah Kapasitas
Utilities I (area50) 63 P A/B/C 3 unit @ 3600 m³/jam Utilities II (area 05) 063 P 101 A/B/C 3 unit @ 7900 m³/jam
Utilities KPC 063 P 201 1 unit 7900 m³/jam
Utilities II A 063 P 301 1 unit 7900 m³/jam
30 Tabel 2.9 Unit Pompa Raw Water
Air baku yang sudah di tampung tersebut di pakai dan di gunakan sebagai:
- Sistem air pendingin bertekanan (pressured water).
- Sistem gravitasi (gravity) untuk surface condenser turbin generator.
- Air umpan Sea Water Desalination (SWD)
2.7. Proyek RFCC (Residuel Fluid Catalytic Cracking)
Presiden meresmikan groundbreaking dimulainya proyek pembangunan RFCC (Residuel Fluid Catalytic Cracking) Cilacap yang diharapkan dapat mengurangi impor BBM dan produk petrokimia. Project RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) Cilacap diperkirakan dapat beroperasi secara komersial pada tahun 2014. Untuk merealisasikan proyek ini Pertamina menginvestasikan dana sebesar 1,4 Milyar USD.
Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produksi Gasoline sebesar 9,1 juta kL per tahun. Selain itu, pembangunan proyek RFCC akan meningkatkan produksi LPG sebanyak 352 ribu ton per tahun dan akan memproduksi produk Propylene sebesar 142 ribu ton per tahun.
Produksi Propylene tersebut diharapkan dapat menambah pasokan untuk kebutuhan Petrokimia Industri Plastik domestik yang selama ini bergantung pada Impor. RFCC cilacap juga merupakan bagian dari program Pemerintah yaitu Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) terkait dengan pembangunan infrastruktur energi guna meningkatkan ketahanan energi nasional.
Proyek ini sesuai dengan rencana Pertamina untuk swasembada bahan bakar pada tahun 2018. Saat ini, Pertamina memiliki 6 kilang dengan total kapasitas pengolahan minyak mentah sekitar 1 Juta barrel per hari dan memproduksi BBM sejumlah 41 juta kL per tahun yang terdiri dari: Premium 12 juta kL, solar 18,3 juta kL. Kerosene 7 juta kL, dan Avtur 3,3 juta kL. Sementara itu kebutuhan nasional saat ini telah mencapai 56 juta kL per tahun dan terus meningkatkan dengan laju konsumsi rata-rata 4% per tahun.
Proyek RFCC yang menggunakan Technology Licensor UOP dan AXENS akan meningkatkan kapasitas Kilang Cilacap sebanyak 62.000 barrel per hari. Saat
31 ini total kapasitas intake kilang Pertaminan adalah 1 juta barrel per hari dengan rincian : Cilacap 348.000 barrel per hari, Balikpapan 260.000 barrel per hari, Dumai 170.000 barrel per hari, Balongan 125.000 barrel per hari, Plaju 118.000 barrel per hari dan Kasim 10.000 barrel per hari.
Dengan dibangunnya RFCC, kilang Cilacap akan dapat memproduksi BBM khususnya bahan bakar ber-oktan tinggi dan memiliki kualitas yang lebih tinggi (EURO IV Spec) serta memperbaiki margin kilang RU IV Cilacap secara keseluruhan. Proyek ini diperkirakan akan menyerap sekitar 6000 – 8000 tenaga kerja dan penggunaan kandungan lokal (TKDN) mencapai 38 % dari nilai kontrak EPC (Engineering, Procurement, and Construction) atau setara dengan 320 Juta Dollar. Dengan nilai kandungan lokal tersebut, secara tidak langsung diharapkan mapu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
Pertamina kedapan juga akan melakukan investaso pada proyek-proyek antara lain : Proyek Langit Biru Cilacap, Pusat Terminal Minyak Mentah Lawe Lawe Kapasitas 1 Juta KL. Proyek Refurbishment RU III Plaju dan proyek Kilang Baru Balongan II (JV KPI) dan Proyek Kilang Baru Jawa Timur (JV Saudi Aramco).
Dengan dilaksanakannya proyek – proyek tersebut. Pertamina akan mampu menambah produksi BBM yang sebelumnya 41 juta kL pertahun menjadi 66,7 juta kL pertahun.
2.8. Penanganan Limbah
Di dalam eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi negara, Pertamina (Persero) RU IV Cilacap tidak dapat lepas dari penanganan limbah yang dihasilkan.
Limbah yang dihasilkan dalam pengolahannya dapat diklarifikasikan menjadi tiga, yaitu : bahan buangan cair, gas, dan sludge.
2.8.1. Pengolahan Limbah Buangan Cair
Pada dasarnya prinsip dari pengolahan air limbah adalah menghilangkan unsur-unsur yang tidak dikehendaki dalam air limbah secara fisik, kimia ataupun biologi. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dalam mengolah limbah cairnya tidak dilakukan pada tiap-tiap unit, namun limbah dari beberapa unit digabung menjadi satu baru kemudian diolah. Limbah cair pengolahannya dilakukan secara bertahap
32 meliputi : Sour Water Stripper (SWS), Corrugated Plate Inceptor (CPI) dan Holding Basin.
1. Sour Water Stripper (SWS)
Unit ini dirancang untuk mengolah sour water dari Visbraking Unit, Naphta Hydrotreating Unit, High Vacum Unit, Crude Distillation Unit, AH Unibon, Destillate Hydrotreating Unit yang mengandung H2S, NH3, fenol, CO2, mercaptan, cyanida dan pada hydrocracking sour water terdapat fluorida. Unit ini dirancang untuk dapat membersihkan 97% dari H2S yang kemudian dibakar di flare, sedang air bersih yang tersisa dapat digunakan kembali. Dalam sour water H2S dan NH3
terdapat dalam bentuk NH4HS yang merupakan garam dari basa lemah dan asam lemah. Di dalam lerutan ini, garam terhidrolisa menjadi H2S dan NH3.
Reaksi :
NH4 + H2S NH3 + H2S
H2S dan NH3 bebas sangat mudah menguap dalam fase cair. Gas H2S dan NH3 dapat dipisahkan dengan menggunakan steam sebagai stripping medium atau steam yang terjadi dari pemanasan sour water itu sendiri (dalam reboiler). Hidrolisa akan naik dengan naiknya suhu. Kelarutan H2S cepat dipisahkan. Sour water yang telah mengalami stripper akan menaikkan konsentrasi NH3. Pada unit 052 terdapat empat boiler dengan kapasitas masing-masing 110 ton/jam HP steam. Jenis boiler yang dipakai adalah water tube boiler (WHB) yang terdapat di unit 014 dan 019 menghasilkan MP steam dengan kapasitas masin-masing 30 ton/jam. MP steam akan digunakan untuk pengabut bahan bakar minyak, vacuum ejector, soot blowing dan lain-lain. LP steam yang dihasilkan mempunyai tekanan 3,5 kg/cm2 dan temperatur 330°C. LP steam digunakan untuk pemanas pipa-pipa, stripping steam pada destilasi.
2. Corrugated Plate Interceptor (CPI)
Corrugated Plate Interceptor (CPI) adalah jenis alat atau bangunan penangkap minyak yang berfungsi untuk memisahkan air dan minyak dengan menggunakan plate sejajar, dibuat dari fiber glass yang bergelombang yang dipasang dengan kemiringan tertentu, bekerja secara gravitasi. CPI memiliki kemampuan memisahkan lebih besar dibanding dengan alat pemisah lain, mampu memisahkan partikel minyak sampai di bawah 150 mikron dengan menggunakan
33 permukaan pemisah tambahan berupa plat sejajar maka didapatkan proses pemisahan dalam kondisi laminer dan stabil. Kecepatan aliran dari plat yang bergelombang dan perbedaan spesifik grafity antara minyak dan air menyebabkan minyak akan naik ke atas, sedangkan air akan turun ke bawah yang kemudian masuk parit dan akhirnya ke Holding Basin untuk diolah lebih lanjut sebelum dibuang ke badan air penerima (Sungai Donan).
2.8.2. Pengolahan Buangan Gas
Untuk menghindari pencemaran udara dari bahan – bahan buangan gas maka dilakukan penanganan terhadap bahan buangan tersebut dengan cara : -Dibuat stack/cerobong asap dengan ketinggian tertentu sebagai alat untuk pembuangan asap.
- Gas-gas hasil proses yang tidak dapat dimanfaatkan dibakar dengan menggunakan flare.
2.8.3. Pengolahan Buangan Sludge
Sludge merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dalam industri minyak yang tidak dapat dibuang begitu saja ke alam bebas karena mencemari lingkungan.
Pada sludge selain mengandung lumpur/pasir dan air juga masih mengandung hidrokarbon (HC) fraksi berat yang tidak dapat direcoveryke dalam proses maupun bila dibuang ke lingkungan tidak akan terurai secara alamiah dalam waktu singkat.
Perlu dilakukan pemusnahan hidrokarbon tersebut untuk menghindari pencemaran lingkungan. Dalam usaha tersebut di Pertamina RU IV Cilacap, sludge dibakar dalam suatu ruang pembakar (incinerator) pada temperatur tertentu sehingga lumpur/pasir yang tidak terbakar dapat digunakan untuk landfill atau dibuang di suatu area tanpa mencemari lingkungan.