• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coping Strategy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coping Strategy"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coping Strategy

Coping berasal dari kata cope (Bahasa Inggris) yang dapat diartikan menanggulangi, mengatasi, dan menguasi. Dengan kata lain, coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari adanya masalah yang sedang dihadapi, dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. (Aprilia et al., 2020)

Coping strategy atau strategi bertahan hidup merupakan rangkaian dari suatu tindakan yang dipilih secara standar oleh individu atau rumah tangga yang menengah kebawah secara sosial. Melalui strategi yang dilakukan oleh seseorang ini dapat menambahkan jumlah penghasilan melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada atau mengurangi jumlah pengeluaran terhadap konsumsi barang dan jasa. Menurut (Irwan, 2015b) untuk meningkatkan taraf hidup dengan cara menambah jenis pekerjaan atau mencari mata pencaharian yang baru maka dengan ini dapat memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder. Dapat disimpulkan, strategi bertahan hidup merupakan suatu cara individu menghadapi suatu kondisi, setiap individu memiliki cara yang berbeda sesuai dengan cara mereka merespon suatu masalah sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.

Pemahaman terkait strategi koping lahir dari bidang psikologi yang merujuk pada upaya untuk menguasai, menoleransi dan mengurangi atau meminimalisir dampak kejadian yang menimbulkan stres (Aprilia et al., 2020) serta beradaptasi dalam situasi tersebut (Krisnatuti &

Latifah, 2021) dengan tujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasa menekan, menantang, membebani dan melebihi sumberdaya (resources) yang dimiliki sebagaimana dikemukakan oleh (Maryam, 2017)

Selain itu, beberapa pendapat para ahli menjelaskan mengenai strategi bertahan hidup.

Salah satunya Mosser, membuat kerangka analisis yang disebut “The Aset Vulnerability Framework” kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan asset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan

(2)

7

hidup yaitu: (1) Aset tenaga kerja, (2) Aset modal manusia, (3) Aset produktif, (4) Aset relasi rumah tangga atau keluarga, (5) Aset modal sosial (Irwan, 2015)

Sedangkan coping strategy yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (Maryam, 2017), dibagi menjadi dua macam yakni:

1. Strategi coping berfokus pada masalah, yaitu suatu tindakan yang diarahkan kepada pemecahan masalah. Individu akan cenderung menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai masalah yang dihadapi masih dapat dikontrol dan yakin bahwa sumber daya yang dimiliki dapat mengubah situasi.

2. Strategi coping berfokus pada emosi, yaitu melaukan usaha-usaha yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha. Perilaku ini cenderung dilakukan apabila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut.

Menurut Chyntia & Fitriani, (2021) strategi bertahan hidup juga harus didukung oleh teori adaptasi, teori ini merupakan adanya suatu rencana atau tindakan yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar dalam mempergunakan sumber daya sebagai suatu pilihan.

Menurut Suharno, (2003) strategi bertahan hidup (coping strategy) dalam menyelesaikan permasalah dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu,

2.1.1. Srategi Aktif

Strategi aktif, yaitu strategi bertahan hidup yang mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki oleh keluarga tersebut dengan memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau potensi yang dimiliki. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Abbidin, Zainal, (2015) strategi aktif bertahan hidup yang dilakukan oleh petani untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dengan melakukan pekerjaan sampingan sebagai buruh tani dan pengaadu ternak orang lain. Hal ini juga selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Chyntia & Fitriani, (2021) strategi aktif bertahan hidup yan dilakukan dengan cara memaksimalkan segala potensi yang dimiliki, memperpanjang jam kerja dan melakukan apapun demi menambah penghasilan.

2.1.2. Strategi Pasif

Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga atau berpatok pada aktivitas atau pekerjaan yang biasanya dilakukan. Dalam hal ini biasanya strategi pasif bertahan hidup yang

(3)

8

dilakukan yaitu menerapkan pola hidup hemat. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Abbidin, Zainal, (2015) sikap hemat yang dilakukan dengan membiasakan seluruh keluarga untuk hidup dirumah yang sederhana dan makan seadanya. Memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan pangan dan sebisa mungkin meminimalisir pengeluaran. Hal ini juga di perkuat oleh pendapat Damayanti, (2021) dimana strategi pasif bertahan hidup dengan melakukan penghematan di semua aspek pengeluaran dalam hidupnya demi menghidupi keluarga. Chyntia

& Fitriani, (2021) menyatakan strategi pasif bertahan hidup yang dilakukan ialah dengan meminimalisir pengeluaran rumah tangga atau berpandai-pandai dalam membelanjakan uang.

2.1.3.Srategi Jaringan

Strategi jaringan, yaitu strategi bertahan hidup menjalin hubungan dengan orang lain.

Menjalin relasi baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosial ataupun lingkungan kelembagaan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chyntia

& Fitriani, (2021) strategi jaringan bertahan hidup dengan cara mempergunakan atau memanfaatkan jaringan sosial semisal meminjam uang kepada tetangga, mengutang ke warung atau toko, dan memanfaatkan program kemiskinan.

Dapat dikatakan bahwa coping strategy menjadi salah satu indikator untuk mengukur kesiapan setiap individu atau kelompok dalam menghadapi situasi mendadak seperti saat terjadi pandemi Covid-19 ini. Pandemi Covid-19 ini dapat dikatakan terjadi secara mendadak dengan penyebaran yang cepat serta menimbulkan kepanikan dimana-mana. Dalam hal ini perlunya ditinjau untuk dapat mengetahui sejauh apa masyarakat dapat bertahan hidup ditengah krisis yang melanda dunia saat ini.

2.2 Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu tindakan yang seharusnya tidak terjadi.

Pemutusan hubungan kerja adalah berhentinya individu sebagai anggota dari sebuah organisasi/perusahaan dengan disertai pemberian imbalan (Roring et al., 2016). Terdapat dua jenis pemutusan hubungan kerja yaitu, (1) pemutusan hubungan kerja sukarela yang dilakukan oleh tenaga kerja dan (2) pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan. Pemutusan hubungan kerja menimbulkan resiko yang merugikan bagi tenaga kerja maupun perusahaan.

(4)

9

Menurut Manulang, dalam (Zulhartati, 2010) mengemukakan istilah tentang pemutusan hubungan kerja yaitu;

1. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati antara tenaga kerja dan pengusaha.

2. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena tenaga kerja melakukan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

3. Redundancy, yatitu pemutusan hubungan kerja karena perusaaan beralih menggunakan mesin-mesin atau teknologi baru.

4. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja karena dikaitkan dengan masalah ekonomi seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, tingkat upah, dan sebagainya.

2.3 Tenaga Kerja

Menurut Anwar et al., 2018 tenaga kerja adalah manusia yang mampu bekerja untuk dapat menghasilkan barang atau jasa dan mempunyai nilai ekonomis yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja untuk menghasilkan barang atau jasa yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun masyarakat. Cara yang dapat dilakukan oleh rumah tangga ketika salah satu pasangan kehilangan pekerjaan ialah dengan cara menambah pasokan tenaga kerja atau dengan menjadi pekerja tambahan. Hal ini sering disebut added worker effect, dimana ini merupakan cara sementara untuk mendapatkan pendapatan dan memenui kebutuan rumah tangga (Huruta et al., 2019).

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Roring et al., (2016) dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan Pada PT. PLN (Persero) Rayon Manado Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, faktor pribadi, faktor budaya perusahaan, dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemutusan hubungan kerja karyawan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosidah (2017) dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Seleksi Pegawai Dan Pemutusan Hubungan Kerja CV. Ngesti Prima Makmur. Menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan pemutusan hubungan

(5)

10

kerja ialah lama kerja, pelanggaran yang dilakukan tenaga kerja, kepuasan kerja, gaji dan perusahaan yang pailit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rizal, 2016) dengan judul Strategi Bertahan Hidup Karyawan Pasca PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) Dalam Memenuhi Kebutuhan Keluarga, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh karyawan untuk memenuhi kebutuan keluarga melalui diversifikasi usaha, memanfaatkan anggota keluarga, perilaku hidup hemat, dan memanfaatkan kelompok sosial. Penelitian serupa juga dilakukan oleh (Winarno, 2016) dengan judul Strategi Bertahan Hidup Mantan Karyawan PT. Kertas Nusantara di Desa Pilanjau Kabupaten Berau, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mantan karyawan melakukan tiga strategi yaitu, strategi aktif, strategi pasif, dan strategi jaringan. Strategi bertahan hidup aktif yang dilakukan yaitu dengan mencari pekerjaan lain, dan pihak keluarga ikut serta dalam mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Stratgi pasif yaitu mantan tenaga kerja menerapkan pola hidup hemat. Sedangkan strategi jaringan yang dilakukan oleh mantan tenaga kerja yaitu dengan meminta bantuan kepada jaringan sosial yang mereka miliki. Penelitian serupa juga dilakukan oleh (Oktorini et al., 2018) dengan judul Strategi Bertahan Hidup Karyawan Senior Korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Antang Ganda Utama di Desa Butonh Kecamatan Taweh Selatan Kabupaten Barito Utara, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh karyawan senior yang terkena PHK dengan menerapkan tiga strategi yaitu, strategi aktif dimana karyawan senior memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada disekitar tempat tinggal, strategi pasif dengan cara berhemar dan mengutamakan keperluan yang penting. Lalu strategi jaringan dengan berhutang diwarung atau dengan kerabat.

Penelitian tentang strategi bertahan hidup juga dilakukan oleh (Rizaldi et al., 2020) dengan judul Coping Strategy Karyawan Outsourcing PT. Telekomunikasi Indonesia Witel Bandung Dalam Memenuhi Kebutuhan Keluarga, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa coping strategy yang dilakukan karyawan outsourcing untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan peningkatan informasi untuk mempermudah para tenaga kerja mendapatkan informasi yang dipimpin oleh professional. Penelitian serupa juga dilakukan oleh (Nur Hidayah, 2008) dengan judul Strategi Bertahan Hidup Pedagang Asongan di Stasiun LempuyanganYogyakarta dan Balapan Solo, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup yang dilakukan

(6)

11

bervariasi diantaranya dengan melakukan pengelolaan keuangan keluarga dan memprioritaskan kebutuhan yang penting. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Irwan, 2015b) dengan judul Strategi Bertahan Hidup Perempuan Penjual Buah-Buahan (Studi Perempuan di Pasar Raya Padang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Provinsi Sumatera Barat) hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup yang dilakukan untuk kelangsungan hidup dengan cara mempunyai sumber pendapatan ganda, mengurangi pengeluaran keluarga, bekerja sama dengan agen buah, dan mengganti jualan buah berdasarkan musim buah.

Penelitian yang dilakukan oleh (Fitria, 2019) dengan judul Cara Bertahan Hidup Keluarga Buruh Bangunan (Studi Kasus di Kelurahan Pasir Pengairan) menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup yang dilakukan dengan strategi aktif dimana anggota keluarga ikut bekerja. Lalu strategi pasif yang dilakukan tidak mengurangi pola makan namum melakukan pengehamatan terhadap biaya pengobatan, apabila sakit lebih memilih untuk membeli obat di warung. Sedangkan strategi jaringan yang dilakukan ialah dengan meminjam uang kepada kerabat terdekat. Penelitian serupa juga dilakukan oleh (Gita Purwasih et al., 2019) dengan judul Strategi Bertahan Hidup Perajin Gerabah Tradisional, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan ialah strategi masa lalu dimana pengrajin gerabah menyisihkan modal bahan baku terlebih dahulu baru untuk memenuhi kebutuhan hidup dan adanya interaksi sosial antara budaya, manusia dan lingkungan. Kemudian strategi masa kini yang dilakukan pengrajin gerabah ialah meminjam uang (hutang) kepada kerabat dan mencari pekerjaan yang lain.

2.5 Kerangka Berpikir

COVID-19

STRATEGI COPING KEBUTUHAN HIDUP

MENINGKAT

AKTIF PASIF JARINGAN

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMENUHAN

KEBUTUHAN

Referensi

Dokumen terkait

Strategi livelihood merupakan cara yang tepat bagi masyarakat untuk bertahan hidup dalam menghadapi krisis dan memenuhi kebutuhan pangan. Namun strategi ini hanya

Semakin besar tingkat kompensasi baik gaji, tunjangan, insentif dan asuransi yang diterima, dapat memenuhi kebutuhan hidup dan karyawan merasa puas dengan yang diperoleh maka

Keluarga sejarah 3 (KS III)yaitu keluarga – keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologi dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman, Membantu anak

Salah satu tujuan karyawan dalam bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk dirinya maupun keluarganya.. baik adalah perusahaan yang mampu mensejahterakan

Dalam memenuhi kebutuhan keluarga setiap keluarga diharapkan. mampu meningkatkan keterampilan dalam usaha ekonomi

Para keluarga pra sejahtera, yaitu keluarga itu belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, dan keluarga sejahtera I yaitu keluarga itu sudah dapat

Anak yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sering mengambil keputusan