• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PEMAHAMAN RUANG TERBUKA

N/A
N/A
Irina MToha

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA PEMAHAMAN RUANG TERBUKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PEMAHAMAN RUANG TERBUKA

Ruang pada dasarnya terjadi karena adanya hubungan antara sebuah obyek danmanusia yang melihatnya. Mulanya hubungan itu ditentukan oleh penglihatan, tetapi bila ditinjau dari pengertian ruang secara arsitektur, maka hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh penciuman, pendengaran dan perabaan. Ruang terbuka perkotaan didefiniskan sebagai rancangan dan pembangunan tempat terbuka yang dapat diakses secara umum untuk aktivitas manusia dan dapat dinikmati. Hal ini termasuk taman, taman bermain suatu Kawasan, taman komunitas, pusat kota, jalan dan tempat perbelanjaan.

Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (permen PU, 2007). Ruang terbuka ini dapat menciptakan karakter masyarakat kota. Dikarenakan ruang terbuka juga merupakan ruang yang dapat diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu tertentu maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Dengan begitu ruang terbuka ini salah satunya dapat difungsikan sebagai wadah interaksi sosial baik secara langsung maupun tidak langsung (Hakim, 2012).

Dalam pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau di wilayah perkotaan (permen PU no.12/PRT/M

(2)

2009), ruang terbuka terdiri dari ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non hijau (RTNH). Ruang terbuka hijau merupakan ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman (UU 26, 2007).

Sedangkan ruang terbuka non hijau, (Pedoman RTNH) ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. Ruang terbuka non hijau ini merupakan ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya).

Sedangkan ruang terbuka non hijau merupakan ruang yang terbentuk dengan melakukan pertimbangan utama meninaju kebutuhan aktivitas sosial. Secara definitif, RTNH dapat dibagi menjadi Ruang Terbuka Perkerasan (paved), Ruang Terbuka Biru (badan air) serta Ruang Terbuka Kondisi Tertentu Lainnya. Secara intrinsic, ruang ini sebagai wadah fungsi sosial budaya.

Sedangkan secara ekstrinsik, fungsi keberadaan ruang ini dapat meningkatkan nilai ekologi, arsitektural dan estetika, ekonomi serta sebagai jalur evakuasi darurat. Manfaat dalam jangka panjang dari RTNH ini yang dapat dirasakan, antara lain;

mereduksi permasalahan dan konflik sosial, meningkatkan produktivitas masyarakat, pelestarian lingkungan, meningkatkan nilai ekonomis lahan disekitarnya dan lain- lain.

2.2. RUANG TERBUKA HIJAU DAN NON HIJAU

Menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau.

(3)

2.2.1. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika. RTH terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat.

a. Ruang Terbuka Hijau Publik yang selanjutnya disebut RTH Publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki, dikelola, dan/atau diperoleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota melalui kerja sama dengan pemerintah dan/atau masyarakat serta digunakan untuk kepentingan umum.

b. Ruang Terbuka Hijau Privat yang selanjutnya disebut RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.

RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas Wilayah Kota atau Kawasan Perkotaan. RTH terdiri atas:

a. RTH Publik paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan b. RTH Privat paling sedikit 10% (sepuluh persen).

2.2.2. Ruang Terbuka Biru

Ruang Terbuka Biru yang selanjutnya disingkat RTB adalah lanskap badan air yang memiliki potensi sebagai penyedia jasa lingkungan (ecosystem services). Ruang Terbuka Biru memiliki kriteria sebagai berikut,

a. Berupa badan air atau ruang perairan;

b. Penyedia ketersediaan air;

c. Memiliki fungsi retensi berupa penampungan dan penyerapan air hujan pada suatu wilayah;

(4)

d. Memiliki fungsi detensi berupa penampungan sementara air hujan pada suatu wilayah; dan/atau

e. Penyedia ruang tampungan air tanah dan pengendali air banjir.

Ruang Terbuka Biru terdiri atas:

a. danau;

b. Waduk c. Sungai d. Embung e. Situ

f. Mata Air g. Rawa h. Biopori

i. Sumur Resapan j. Bioswale

k. Kebun Hujan atau Rain Garden l. Kolam Retensi dan Detensi

m. Rawa Buatan atau Constructed Wetland; dan/atau n. RTB Lainnya yang Memenuhi Kriteria

2.2.3. Ruang Terbuka Hijau Non Hijau

Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah area berupa lahan yang diperkeras yang menggunakan material ramah lingkungan maupun kondisi permukaan tertentu yang dapat ditanami tumbuhan.

2.3. URBAN LANDSCAPE

Ruang terbuka dapat didefinisikan sebagai lansekap secara keseluruhan, hardscape, taman dan area rekreasi pada area perkotaan (Shirvani, 1985). Urban landscape adalah kombinasi bentukan kota dan isi yang termasuk didalamnya alam dan

(5)

lingkungan terbangun. Teori lansekap perkotaan merupakan perencanaan perkotaan yang memiliki pandangan bahwa cara terbaik untuk mengatur kota melalui desain lansekap kota, bukan hanya desain bangunan. Lansekap perkotaan menurut Anderson E didiskripsikan sebagai sistem sosiologikal dimana alam dan proses sosial dilakukan sejalan dengan ekosistem.

Sehingga lansekap perkotaan tidak hanya berkenaan dengan wujud secara fisik, tetapi juga melibatkan perihal non fisik seperti konflik interaksi antara manusia dan lingkunganya.

Sistem ini melibatkan setiap elemen seperti lingkungan fisik, manusia, budaya, sosial dan ekonomi. Motivasi lansekap perkotaan adalah penciptaan kota yang berkelanjutan mengenai beberapa parameter seperti ekologi, sosial, ekonomi, dan aspek estetika (Waldheim, 2010)

Sehingga lansekap perkotaan merupakan penyelesaian yang kompleks untuk menciptakan kawasan hijau yang ada disekitaran kawasan permukiman. Lansekap di daerah padat penduduk membantu meningkatkan iklim mikro dan kondisi sanitasi. Penghijauan yang dilakukan mengurangi kecepatan angin, membatasi penyebaran debu dan aerosol, mengurangi konsentrasi asap dan gas berbahaya di udara, dan peredam kebisingan kota. Hal ini selain memberikan fungsi secara tangible, juga memiliki fungsi secara intangible yang dapat dinilai secara spiritual. Fungsi intangible ini berkaitan dengan suasana yang menciptakan pemandangan alam di kawasan padat penduduk. Kota dimasa depan akan menjadi bagian yang tidak memiliki batasan dari lanskap secara psikologis dan fisik, baik perkotaan dan perdesaan, mengalir terpisah dan bersama- sama. Sebagai hasil keluaran dari kota dan rancangan lansekap, hal ini melibatkan penataan dan fungsi dari kota, dengan fokus utama yakni arsitektur, infrastruktur dan zona hijau.

(6)

Karakter yang diberikan oleh permukaan suatu kota memberikan tampak visual yang berbeda. Untuk itu perlu dilakukan penentuan karakteristik dari lansekap di berbagai pusat-pusat populasi yang dipengaruhi oleh;

a) lokasi geografis,

b) Kondisi iklim setempat (curah hujan, suhu, kecepatan dan arahangin,sinar matahari),

c) kondisi alam (hutan, topografi, tanah, lokasi badan air yang ada). Ukuran, spesialisasi ekonomi, dan

d) tata letak kota atau pemukiman juga menentukan sifat lanskap.

Hampir keseluruhan aspek lansekap tersebut dapat ditemui di kota-kota besar, sementara hanya beberapa yang ditemukan di daerah pedesaan, pemukiman, dan kota kecil. Namun, baik di kota-kota besar dan di daerah pedesaan, kawasan hijau memiliki peranan sangat penting sebagai pelindung antara zona pemukiman dan zona pemerintahan.

Elemen pembentuk lansekap perkotaan (lovejoy, Derek.

1973) terdiri dari tiga poin utama yakni;

a) Physical Form

Bentuk ini mengacu pada karakteristik fisik seperti bukit atau lembah maupun bentuk batasan geologi yang diberikan dalam membentuk tipe lansekap dan ekspresi yang dimunculkan oleh bentukan, isi, ukuran dan tampilan alam serta perbedaan skala dari detail yang digunakan untuk keindahan suatu lansekap.

b) Activity

Aktivitas mempengaruhi penggunaan lahan sehingga kegiatan dari suatu lahan akan memperlihatkan pola penting dari pemandangan yang diterima dari suatu lahan lansekap.

(7)

c) Vegetation

Sedangkan elemen vegetasi akan memberikan ekspresi tertentu dari karakter lansekap dengan melakukan penambahan warna dan kontras berdasarkan waktu yang ditentukan (cuaca/

siang-malam/ keadaan waktu tertentu.

2.4. KONSEP SMART CITY

Kota cerdas adalah pendekatan yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data perkotaan, dan teknologi digital untuk merencanakan dan mengelola fungsi inti perkotaan secara efisien, inovatif, inklusif, dan tangguh. Penerapan konsep bangunan cerdas menawarkan banyak manfaat, di antaranya:

a. Mengoptimalkan penggunaan energi dan meminimalkan pemborosan energi, sehingga mengurangi biaya operasional dan membantu melindungi lingkungan.

b. Meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni gedung melalui pemantauandan pengaturan kualitas udara dalam ruang

c. Meningkatkan keamanan dan keselamatan penghuni gedung dengan adanya sistem pemantauan CCTV, sensor kebakaran, dan sistem alarm.

d. Mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan bangunan cerdas dengan penggunaan teknologi yang tepat.

e. Mengurangi kemacetan lalu lintas dan meningkatkan efisiensi transportasi, dengan adanya integrasi dari bangunan cerdas ke sistem lain, seperti transportasi umum dan infrastruktur perkotaan.

f. Meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan penghuni gedung dengan menyediakan lingkungan yang lebih baik untuk bekerja atau tinggal.

(8)

g. Memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik dan efisien dalam penggunaan fasilitas dan layanan gedung

2.4.1. Manajemen Sumber Daya Berkelanjutan 1. Manajemen Energi

Manajemen energi merupakan elemen yang sangat penting untuk bangunan cerdas di Nusantara karena menggunakan teknologi modern untuk melakukan efisiensi & mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon. Cara-cara sistem energi dapat dikelola secara berkelanjutan, di antaranya yaitu:

a) Sumber Energi Terbarukan b) Sistem HVAC Hemat Energi

c) Sistem Pencahayaan yang Efisien d) Sistem Penyimpanan Energi

e) Sistem Manajemen Energi f) Pemantauan dan Analisis 2. Manajemen Udara

Sistem manajemen udara merupakan aspek penting untuk bangunan cerdas karena manusia di perkotaan umumnya menghabiskan 90% waktu mereka di dalam ruangan. Oleh karena itu, berikut adalah beberapa cara untuk mengelola sistem udara secara berkelanjutan di bangunan cerdas:

a) Sistem Ventilasi yang Efisisen b) Pemantauan Kualitas Udara c) Sistem Pemurnian Udara

d) Parawatan dan Pembersihan yang Tepat 3. Manajemen Air

Pengelolaan sumber daya berkelanjutan dari sistem air adalah aspek penting dari bangunan cerdas, karena membantu mengurangi konsumsi air, meminimalkan limbah air, dan

(9)

melestarikan sumber daya alam. Jadi, berikut beberapa cara untuk menerapkan pengelolaan sumber daya berkelanjutan dalam sistem air di gedung cerdas:

a) Pengelolaan Air Hujan b) Daur Ulang Air

c) Perlengkapan Peralatan Saniter yang Efisien d) Pemantauan dan Analisis Air

e) Sistem Deteksi Kebocoran f) Sistem Irigasi Cerdas

g) Perawatan dan Pembersihan yang Tepat 4. Ekonomi

Pengelolaan sumber daya berkelanjutan tidak hanya tentang konservasi lingkungan, tetapi juga mencakup keberlanjutan ekonomi. Bangunan cerdas dapat menerapkan berbagai strategi untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sekaligus mempromosikan pelestarian lingkungan.

a) Efisiensi Energi b) Energi Terbarukan

c) Program Respons Permintaan d) Pengukuran Cerdas

e) Sistem Otomasi Bangunan f) Analisis Biaya Siklus Hidup 5. Teknologi

Manajemen sumber daya berkelanjutan dalam sistem teknologi bangunan cerdas melibatkan penerapan teknologi yang efisien dan efektif yang mengurangi konsumsi energi dan sumber daya, meminimalkan limbah, dan mempromosikan keberlanjutan. Berikut beberapa cara penerapan teknologi dalam bangunan cerdas pengelolaan sumber daya berkelanjutan di Ibu Kota Nusantara:

(10)

a) Virtualisasi dan Could Computing b) Pemantauan dan Analisis Cerdas c) Otomasi Pengambilan Keputusan

2.5 KEBIJAKAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI BANTEN Berdasarkan pada RTRW Provinsi Banten tahun 2023 - 2043, Kawasan perkotaan Serang - Cilegon (Seragon) ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi yang berpotensi sebagai permukiman dan infrastuktur wilayah.

Diharapkan dengan ditetapkannya Kawasan perkotaan Serang - Cilegon (Seragon) sebagai salah satu kawasan strategis provinsi yang ditetapkan sesuai RTRW Provinsi Banten Tahun 2023-2043 akan mampu mampu tumbuh pesat dan berakselerasi seperti wilayah lainnya yang jauh lebih berkembang, sehingga di Kawasan KP3B tentunya secara langsung akan mampu mendorong kemajuannya.

Kawasan strategis sebagaimana yang dijelaskan pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten tahun 2023-2043 merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup daerah terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Banten tahun 2023 - 2043 dijelaskan mengenai kawasan strategis provinsi dimana telah ditetapkannya wilayah-wilayah yang secara yuridis berkedudukan sebagai KSP (Kawasan Strategis Provinsi) Banten yang didasarkan pada kepentingan-kepentingan terkait pengembangan wilayah Provinsi Banten secara keseluruhan.

(11)

Adapun dasar penetapan wilayah strategis Provinsi Banten antara lain :

a. Pertahanan dan Keamanan;

b. Pertumbuhan Ekonomi;

c. Sosial dan Budaya;

d. Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/ Teknologi Tinggi;

dan

e. Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

2.6 PERMEN PU NO 06/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN UMUM RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan Gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru.

Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis Kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan

(12)

dan lingkungan. Struktur dan sistematika Dokumen RTBL, dapat terlihat dari gambar bagan di bawah ini:

Gambar 2.1. Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL

Adapun program Bangunan dan Lingkungan yang di perlukan adalah:

- Analisis Kawasan dan wilayah perencanaan

- Analisis pengembangan pembangunan berbarbasis peran masyarakat

- Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan;

Selanjutnya, untuk rencana umum dan panduan rancangan terdiri dari:

- Struktur peruntukan lahan - Intensitas pemanfaatan lahan - Tata bangunan

- System sirkulasi dan jalur penghubung - System ruang terbuka dan tata hijau - Tata kualitas lingkungan

- System prasarana dan utilitas lingkungan - Panduan rancangan:

a. Panduan rancangan tiap blok pengembangan b. Simulasi rancanga tiga dimensional

2.7 PERGUB DKI NO 135 TAHUN 2019 TENTANG PEDOMAN TATA BANGUNAN

Untuk memperdalam analisis identifikasi terkait bangunan di butuhkan Peraturan terkait Pedoman Tata Bangunan. Peraturan terkait pedoman Tata Bangunan di provinsi Banten belum ada, jadi sebagai percontohan Provinsi yang sudang berkembang pesat yaitu DKI Jakarta. Merujuk pada Peraturan Gubernur Daerah Khusus

(13)

Ibukota Jakarta No. 135 Tahun 2019 tentang Pedoman Tata Bangunan, dapat dilihat ketentuan tata bangunan Gedung terdiri dari:

a. Garis Sempadan Bangunan (GSB) b. Jarak bebas bangunan

c. Jarak bebas basemen d. Pagar

e. Arkade f. Lerengan g. Parkir

h. Bangunan di bawah permukaan tanah i. Bangunan layang

j. Bangunan tinggi

Beberapa item yang akan dianalisis yaitu secara fungsional, secarak fisik & non Fisik dan aspek lingkungan. Hal ini dapat terlihat dari:

a. Secara fungsional

Jarak bebas bangunan adalah jarak minimal yang diperkenankan dari dinding terluar bangunan Gedung sampai batas lahan perencanaan. Beberapa contoh jarak bebas bangunan:

- Lahan perencanaan yang berimpitan dengan Zona Terbuka Hijau Lindung, Zona Hutan Kota, Zona Taman Kota, Zona Pemakaman, Zona Jalur Hijau, Zona Hijau Rekreasi, diberlakukan ketentuang ½ (setengah) jarak bebas atau minimum 4m (empat meter);

- Lahan Perencanaan yang berimpitan dengan zona industry dan pergudangan dan/atau bangunan dengan kegiatan industry dan pergudangan diberlakukan jarak bebas minimum 6m (enam meter).

(14)

Gambar 2.2. Arsitektur Bangunan Secara Fungsional

Gambar 2.3. Arsitektur Jalur Sirkulasi Secara Fungsional

b. Secara Fisik dan Non Fisik

Setiap lahan perencanaan dalam melaksanakan pembangunan harus mengikuti ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan RDTR dan PZ kecuali pada lahan aset milik Pemerintah/Pemerintah Daerah, intensitas pemanfaatan ruangnya disesuaikan dengan kebutuhan, dengan ketentuan sebagai berikut:

- Dilaksanakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah - Dapat dikerjasamakand engan badan usaha hanya pada lahan aset milik Pemerintah/Pemerintah Daerah dan tertuang dalam perjanjian kerja sama sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(15)

Gambar 2.4. Arsitektur Secara Fisik dan Non Fisik

- Ketentuan pehitungan nilai KDB diantaranya dikenakan pada, luas proteksi bangunan, bangunan layang atau kantilever pada bangunan Gedung non hunian dihitung sebesar 50% (lima puluh persen) dari luas bangunan, bangunan layang atau kantilever.

c. Aspek Lingkungan

- Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan anatara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan Gedung dan luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan yang dikuasai

(16)

- Nilai KDH merupakan nilai persentase besarnya area hijau sebagai ruang terbua privat yang disediakan dalam lahan perencanaan

- KDH diperuntukan sebagai fungus

pertamanan/penghijauan dan resapan air di dalam lahan perencanaan dengan luas minimum 10% (sepuluh persen) dari lahan perencanaan

- Terhadap kaveling lahan dengan luas lebuh dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi), 50% (lima puluh persen) dari Batasan KDH harus memiliki lebar minimum sebesar 5 (lima) meter dan penemoatannya berbatasan dengan jalan public, serta ditanam pohon pelindung, kecuali pada Kawasan-kawasan yang diatur dalam ketentuan lain.

- Fungsu pertamanan/penghijauan memiliki fungsi ekologi yang dipenuhi melalui penyediaan area hijau (greenery) yang dapat membentuk iklim mikro dan berpotensi mengurangi kadar karbondioksida (CO2) dan kadar nitrogen dioksida (NO2), menambah oksigen (O2), menurunkan suhu dengan keteduhan dan kesejukan tanaman, untuk meredam kebisingan, serta menambhakan keanekaragaman hayati dan mendorong penggunaan tanaman endemik. Pertamanan/penghijauan ddapat berupa pepohonan, tanaman atap, taman vertical, hidroponikk dan sejenisnya

- Taman atap, taman vertical, hidroponik dan sejenisnya merupakan daerah hijau bangunan (DBH)

- Fungsi resapan air dalam kaveling/lahan perencanaan disediakan dengan biopori, sumur resapan, atau kolam resapan memanjang dan harus menggunakan system dan material yang dapat menyerap air.

(17)
(18)

Gambar 2.5. Arsitektur Aspek Lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Taman Rekreasi, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak

Dalam Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Berdasarkan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana Tahun 2014, "Arahan Pemanfaatan Ruang"

SE-98/PJ./2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, disebutkan bahwa

Permen Pu Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau Di Wilayah Kota/ Kawasan

PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman. a) RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). Panduan bangunan Kawasan di Kabupaten Soppeng yang

6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban

Menurut Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan,